Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan perekonomian di Indonesia dari tahun ke tahun semakin maju, hal ini

diketahui melalui banyaknya pengusaha yang mendaftarkan usahanya. Dalam dunia perdagangan

dikenal mengenai Hak Kekayaan Intelektuan atau lebih dikenal dengan HAKI. Hak Kekayaan

Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau

sekelompok orang atas karya ciptanya. Dilihat dari perkembangan hak kekayaan intelektual di

tanah air, system hukum Intellectual Property Rights (IPR) pertama kali diterjemahkan menjadi

hak milik intelektual, kemudian menjadi hak milik atas kekayaan intelektual. Istilah yang umum

dan lazim dipakai sekarang adalah hak kekayaan intelektual yang disingkat HKI.

Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-

undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000 istilah Hak Kekayaan

Intelektual (tanpa Atas) dapat disingkat HKI atau akronim HaKI telah resmi dipakai. Jadi bukan

lagi Hak Atas Kekayaan Intelektual (dengan “Atas”). Surat Keputusan Menteri Hukum dan

Perundang undangan tersebut didasari pula dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15 September 1998, tentang perubahan nama Direktorat

Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek berubah menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan

Intelektual(Ditjen HAKI) kemudian berdasar pada Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000

Ditjen HAKI berubah menjadi Ditjen HKI (DJHKI).


Dalam perdagangan barang atau jasa, merek sebagai salah satu bentuk karya intelektual

memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa.

Merek memiliki nilai yang strategis dan penting baik bagi produsen maupun konsumen. Bagi

produsen, merek selain untuk membedakan produknya dengan produk perusahaan lain yang

sejenis, juga dimaksudkan untuk membangun citra perusahaan dalam pemasaran. Bagi

konsumen, merek selain mempermudah pengindentifikasian juga menjadi simbol harga diri.

Masyarakat yang sudah terbiasa dengan pilihan barang dari merek tertentu, cenderung untuk

menggunakan barang dengan merek tersebut seterusnya dengan berbagai alasan seperti karena

sudah mengenal lama, terpercaya kualitas produknya, dan lain – lain sehingga fungsi merek

sebagai jaminan kualitas semakin nyata.1 Mengingat merek mempunyai peran yang sangat

penting dalam perdagangan barang atau jasa, pengaturan tentang merek dalam sistem hukum

Indonesia sudah berlangsung lama dibandingkan dengan jenis-jenis HKI

Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merek. Namun jika

dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda yaitu benda tidak berwujud (benda

imateriil). Merek yang merupakan salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan

mempunyai peranan penting karena merupakan dasar dari sebuah produk dan jasa yang

diperdagangkan. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial

dan seringkali merek menjadikan suatu produk menjadi bernilai tinggi.

Pengaturan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah diatur di Indonesia Sendiri serta

mempunyai Undang-Undang sendiri, seperti Pengaturan Mengenai Hak Cipta Terdapat dalam

Undnag-Undang Nomor 28 Tahun 2014, pengaturan mengenai Hak Paten tercantum dalam

Undnag-Undang Nomor 3 Tahun 2016 tentang Paten, dan pengaturan mengenai Merek terdapat
1
Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2006, hlm.78
dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dimana telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek.

Pengertian mengenai merek terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun

2016 pengganti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang merek, dimana terdapat berbagai

macam merek. Pengertian dari merek sendiri terdapat dalam Pasal 1 Ayat (1), yakni:

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara drafis berupa gambar, logo,
nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau
3 (tiga) dimensi, suara, hologram atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur
tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau
badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa..”

Terdapat beberapa macam merek yang terdapat dalam undang-undang tentang merek,

diantaranya ;2

a. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
b. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
c. Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum
secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya

Masyarakat Indonesia memiliki Kecenderungan terhadap pemakaian produk-produk

yanglebih dikenal masyarakat, tetapi daya beli masyarakat yang memilih barang dan jasa yang

bernilai ekonomis walaupun mereka menyadari bahwa barang dan jasa tersebiut merupakan

palsu dan kualitasnya tidak sebaik yang asli. Hal ini menyebabkan peluang bagi para pengusaha

2
Pasal 1 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek YANG TELAH
DIUBAH MENJADI Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek, Lembaran Negara Nomor 110,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131.
yang mempunyai itikad tidak baik untuk membuat barang atau jasa denagan menggunakan

merek terkenal dan dimodifikasi sendiri serta mendaftarkan sebagai merek produk pengusaha

tersebut. Hal tersebut menyebabkan kerugian bagi pemilik dari merek yang terkenal karena hak

kekayaaan intelektualnya dilanggar dan secara langsung menurunkan omset penjualan.

Adaya merek dapat menjadi pembeda dalam persaingan usaha yang tidak sehat karena

dengan adanya merek dapat dibedakan barang atau jasa yang sejenis, serta jaminan akan kualitas

bahwa barang atau jasa tersebut asli.3 Dengan adanya merek perusahaan dapat membuat suatu

karakter diri pada produk yang dijualnya dan dapat membentuk reputasi yang baik bagi

bisnisnya. Oleh karena itu, setiap perusahaan atau pemilik merek lebih cenderung atau giat untuk

mencegah baik orang maupun perusahaan lain untuk menggunakan merek tersebut dalam produk

yang dijual oleh nereka. Perlakuan pemilik merek untuk mencegah pemakai mereknya

merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena mengingat dalam membangun sebuah

merek memerlukan biaya yang tidak sedikit serta jangka waktu yang lama selain itu juga

berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan konsumen. Karena merek yang terkenal telah

dikenal oleh masyarakat maka permintaan semakin tinggi pula.

Hal ini yang menyebabkan pemanfaatan atas merek tersebut baik oleh pemalsu dengan

cara memproduksi, mendistribusi produk-prouknya dengan memakai merek tersebut baik

sebagian maupun seluruhnya. Apa yang dilakukan pemalsu ini tentu saja sangat menganggu dan

merugikan pemilik merek baik secara moril maupun materiil.

Keadaan ini akan menyebabkan setiap upaya apapun terhadap pembatalan pendaftaran

merek yang terbukti telah meniru merek yang digunakannya hingga mengajukan gugatan ke

3
Ok Sadikin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right, cetakan ke empat, Raja
Grafindo Persada, Jakata, 2004, hlm 359
pengadilan. Berkaitan dengan perlindungan merek, sebuah perusahaan tidak akan berkembang

baik jika tidak adanya perlindungan hukum yang kuat untuk merek yang ditiru oleh pihak lain.

Pengaturan mengenai perlindungan hak merek telah dicantumkan dalam Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang diubah menjadi Undnag-Undang Nomor 20 Tahun

2016 tentang Merek. Merek sebagai aset perusahaan akan dapat menghasilkan keuntungan besar

bila didayaguakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan pengelolaan manajemen yang baik.

Dengan demikian pentingnya peranan merek ini maka terhadap perlu diletakkan perlindungan

hukum yakni sebagai obyek yang terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 perubahan Undnag-Undang Nomor 15 Tahun 2001

tentang Merek bertujuan untuk lebih memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas

merek dagang. Merek yang didaftarkan bukan hanya makanan saja tetapi juga bahan dasar yang

lain seperti kopi. Kopi menjadi pemikat bagi masyarakat, tua maupun muda. Hal ini yang

mendasari CV. Linggar Sentosa yang berkedudukan di Kabupaten Gresik untuk mendaftarkan

merek kopinya yang bernama CR 1. CV. Linggar Sentosa ini bergelut pada bidang makanan dan

minuman. Yang menjadi andalannya yakni kopi bubuk yang dikenal dengan CR 1. Pengiriman

kopi CR 1 ini tidak hanya dalam Kabupaten Gresik saja tetapi kota-kota sekitarnya menjadi

pelanggan kopi CR 1 ini, salah satunya Kota Malang. Seiring dengan perkembangnya waktu

Indutri Kopi CR1 mengetahui bahwa adanya kecurangan mengenai produknya dimana adanya

penjualan produk kopi milik CR.1 diakui menjadi produk pihak lain. Hal ini merupakan tindakan

yang merugikan bagi Industri Kopi CR1 dan dapat menurunkan omset milik Industrinya.

Pendaftaran merek dilakukan untuk mencapai perlindungan bagi pemegang merek hal ini

menjadi dasar mengenai apakah perlindungan hukum bagi pemegang merek sudah maksimal

ataukah belum. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas , maka penulis tertarik
mengangkat ke dalam penelitian dengan judul EFEKTIFITAS PERLINDUNGAN HUKUM

MEREK KOPI CR 1 TERHADAP PERSAMAAN KESELURUHAN DI KABUPATEN

GRESIK (Studi pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 dan di Industri Kopi

CR 1 di Kabupaten Gresik)

NO Tahun Nama Judul Rumusan Masalah orisinalitas

Penelitia Peneliti Penelitian

n dan Asal

Instansi
1. 2015 Cindy Singke 1. What kind Yang
Kurniawa Colour of colour mmebedak
n, Hukum As can be an
Ekonomi Tradem registered penelitian
dan ark In as ini dengan
Bisnis, Several trademark penelitian
Fakultas Juristidt according yang
Hukum, ion to TRIPs? dilakukan
Universit (United 2. How does penulis
as Katolik State of colour as adalah
Indonesia America trademark salah satu
Atma , regulated in merek
Jaya Indonesi USA, yakni
a, and Indonesia, merek kopi
United UK ? CR.1,
Kingdo dimana
m merupakan
buatan asli
Indonesia,
sedangkan
dalam
penelitiany
ang
disebutkan
merupakan
pembangin
gan antara
Indonesia
dengan
Amerika.
2 2017 Annisa Tinjauan 1. Mengapa Yang
Lintang Yuridis Single single membedakan
Hapsari, Colour Sebagai colour adalah bahwa
Hukum Merek (Studi sebagai penelitian
Perdata, Perbandingan merek perlu tersebut
Fakultas Ketentuan dilindungi membandingka
Hukum Hukum tentng di n anatar kedua
Universit Merek di Indonesia? Negara
as Indonesia dan 2. Bagaimana sedangkan
Brawijaya Singapura) perbndingan penelitian
bentuk peniulis
perlindunga merupakan
n hukum peneitian
single merek
colour Indonesia.
menurut
ketentuan
hukum
merek di
Indonesia
dan menurut
ketentuan
hukum
merek di
Singapura?
3 2016 Dynda Urgensi dan 1. Bagaimana Yang
Fanisha, Dasar urgensi dan membedak
Hukum Pemikiran dasar an
Ekonomi Hukum “suara” pemikiran penelitian
dan Sebagai Unsur hukum yang penulis
Bisnis, Merek Dagang memungkin dengan
Fakutas (Suatu TInjauan kan suara penelitian
Hukum Yuridis sebagai ini adalah
Universit Komparatif bagian perbedaan
as Antara Undang- unsur dari merek
Brawijaya Undang Merek merek di dagang
Indonesia dan Indonesia? dimana
Singapura 2. Bagaimana penelitian
perbandinga ini “suara”
n sebagai
pengaturan merek
suara dagang
sebagai sedangkan
unsur merek dalam
menurut penelitian
Undnag- penulis
Undang merupakan
Nomor 15 suatu
Tahun 2001 produk
Tntang olahan
Merek berupa kopi
dengan yang
Peraturan menjadi
Merek di bahan
Singapura perdaganga
(Singapore n.
Treaty on
The Law of
Trademark)
?

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui penelitian-penelitian sebelumnya lebiih focus

kepada pembandingan merek anatar Indonesia dengan Negara lain. Hal ini yang membedakan

penelitian yang dilakukan penulis yakni penelitian mengenai perkembangan perlindungan merek

di Indonesia sehingga dapat menimbulkan dampai baik bagi pemegang merek agar mendapat

perlindungan secara jelas menurut operaturan perundang-undangan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana efektifitas pasal 3 Undang-undang Merek terkait persamaan pada

keseluruhannya atas merek kopi CR 1?

2. Apa hambatan dan upaya perlindungan pemilik merek kopi CR 1?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana efektifitas perlindungan hukum merek

kopi CR 1 terhadap keseluruahn produk.


b. Untuk mengetahui dan menganalisis Apa hambatan dalam perlindungan hukum merek

kopi CR 1.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat Secara teoritis diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan

untuk menambah ilmu pengetahuan hukum, khususnya berkaitan dengan merek dan

perlindungan merek sendiri.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat digunakan pemerintah sebagai referensi bagaimana

perlindungan hukum dan pelaksanaan perlindungan hukum bagi merek.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar mempermudah dalam mempelajari proposal ini, maka dalam bagian ini akan

diberikan gambaran yang jelas dan terarah mengenai penyusunan proposal. Berikt ini akan

dikemukakan sistematika penulisan dalam :

BAB I: PENDAHULUAN

Bab I dalam penulisan skripsi ini, adalah berisi tentang latar belakang, rumusan

masalah yang akan diteliti, tujuan dari adanya penelitian dan manfaat penelitihan ini

kedepannya.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA


Bab II ini berisi kajian umum yang di dalamnya terdapat sub pokok bahasan yang

mengkaji, membahas dan memuat argumentasi ilmiah, teori atau doktrin mengenai

tinjauan umum tentang ketertiban umum, tinjauan umum tentang penghapusan sanksi

administrasi atas keterlambatan pembayaran pajak bumi dan bangunan perkotaan

untuk masa pajak sampai dengan tahun 2012 di kota Malang.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab III ini berisi mengenai jenis penelitian, metode pendekatan, lokasi penelitian, jenis

data, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data dan definisi operasional.

BAB IV: PEMBAHASAN

Bab IV dalam penulisan skripsi ini berisi pembahasan terhadap fokus kajian skripsi ini

yang antara lain membahas dua permasalahan yang diangkat yaitu Bagaimana

Efektivitas Pasal 4 Peraturan Walikota Malang nomor 7 tahun 2016 tentang

penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran pajak bumi dan

bangunan perkotaan untuk masa pajak sampai dengan tahun 2012 di kota Malang serta

hambatan dan upaya yang dilakukan dari pelaksanaan Peraturan Walikota Malang

nomor 7 tahun 2016 tentang penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan

pembayaran pajak bumi dan bangunan perkotaan untuk masa pajak sampai dengan

tahun 2012 di kota Malang.

BAB V: PENUTUP

Dalam Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan dua permasalahan yang

terdapat dalam Bab IV yang bertuuan untuk mengetahui secara sigkat hasil penelitian

yang dilakukan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Umum tentang Efektifitas

Mengenai efektifitas hokum tidak terlepas dari mengkaji mengenai ketaatan manusia

terhadap hokum yang berlaku. Jika suatu aturan hukum tersebut ditaati, maka bisa

dikatakan bahwa hukum tersebut telah efektif. Namun teteap dipertanyakan lebih jauh

mengenai derajat keefektifitasannya. Sehingga berbicara mengenai efektif atau tidaknya

hukum tersebut dapat dilihat dari besarnya masyarakat yang mentaati hukum tersebut dan

tergantungan dari kepentingannya sendiri. Jika masyarakat mentaati hukum karena

kepentingan Compliance (taat karena sanksi), dan atau Identification (taat karena menjaga

hubungan baik), maka dapat dikatakan bahwa derajat ketaatannya sangat rendah dan dapat

disimpulkan bahwa suatu aturan hukum tersebut tidak efektif dimata masyarakat.

Ada dua hal yang dapat dikaji dalam efektifitas hukum :

1. Bagaimana ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-faktor apa yang

mempengaruhinya;

2. Bagaimana ketaatan terhadap suatu peraturan tertentu dan faktor apa saja yang

mempengaruhi efektifitas hukum dan perundang-undangan adalah professional dan

optimalisasi pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari penegak hukum, baik

dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka maupun dalam

menegakkan hukum dan undang-undang. Bekerjanya undang-undang dapat dilihat

dari dua perspektif, anatara lain :

a.Perspektif Organisatoris yang memandang undang-undang sebagai institusi

yang ditinjau dari ciri-cirinya. Didalam perspektif ini tidak terlalu


memperhatikan pribadi yang pergaulan hidupnya diatur oleh hukum atau

perundang-undangan.

b. Perspektif Individu Ketaatan, yang lebih berfokus pada segi individu atau

pribadi dimana pergaulan hidupnya diatur oleh perundang-undangan.

Fokus perspektif Individu adalah kepada masyarakat sebagai kumpulan

pribadi-pribadi. Faktor kepentingan yang menyebabkan orang taat atau

tidak taat terhadap undang-undang, dengan kata lain pola-pola perilaku

masyarakat yang banyak mempengaruhi efektifitas perundang-undangan.4

Efektifitas hukum mempunyai hubungan yang erat dengan usaha yang dilakukan yaitu

hukum yang benar-benar dilakukan dalam masyarakat, artinya hukum tersebut benar-benar

berlaku secara sosiologis. Guna mewujudkannya hukum tersebut sangat tergantung pada usaha

dalam menanamkan ketentuan hukum itu sendiri. Penegakan hukum itu tidak akan terjadi apabila

tidak terdapat keseimbangan antara struktur, kultur, dan substansi terkait.Tindakan hukum

biasanya mempunyai pengaruh tertentu apabila berkaitan dengan dengan tingkah laku dengan

pihak lain yang berkepentingan. Suatu tujuan dapat terwujud dan efektif apabila telah sesuai

dengan yang diinginkan dengan tercapainya tujuan tersebut. Adanya toleransi sosial terhadap

penyimpangan hukum, antisipasi terhadap penegakan hukum dan kekebalan institusional pada

dasarnya dapat menyebabkan berkurangnya efektifitas pemberlakuan suatu peraturan. Hans

Kalsen mengajukan teori melalui efektifitas hukum yang deisebut “ principle of effectiveness”

yang menyatakan orang harus berprilaku harus menurut kaidah hukum. Apabila seseorang itu

menilai berhasil apa tidak hukum berlaku efektif sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, maka

hal tersebut bisa diukur apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tidak atau perilaku tertuntu

4
Mulyana Kusumah, 1986. Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Jakarta Rajawali Hlm 27
sehingga sesuai dengan tujuan atau tidak.5 Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa efektifitas

hukum dipengaruhi prilaku warga masyarakat dalam mewujudkan hukum secara nyata sesuai

denagn maksd dan tujuan yang dikehendaki. Dengan kata lain, efektif atau tidaknya hukum

terletak pada keberhasilan dalam mewujudkan hukum di masyarakat sebagai sebuah perilaku

yang sesuai dengan hukum. Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai efektifitas hukum yakni

“principle of effectiveness” dimana teori menurut hans kelsen ini menjelsakan adanya perilaku

sesuai dengan aturan atau kaida hukum yang ada sehigga tujuan dari hukum dapat terpenuhi. 6

Ahli hukum lain yang mengemukakan mengenai efektifitas hukum adalah Soerjono Soekamto

dan Lawrence Friedman. Menurut Soerjono Soekamto dimana mengemukakan bahwa efektifitas

dapat ditinjau dari 5 (lima) unsur yakni :7

1. Faktor hukum, yang memandang bahwa efektifitas dapat ditinjau dari hukum

yang berlaku dimana dalam hukum tersebut memuat tujuan-tujuan hukum. tujuan

hukum yang menjadi tolak ukur bagi suatu efektifitas hukum yang berlaku.

2. Faktor Penegak Hukum, yang dimaksud penegak hukum adalah pelaksana

dalam suatu lembaga yang diaksud oleh hukum dimana memiliki kewenangan dan

tugas.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas, sarana dan prasarana bertujuan untuk menunjang

suatu hukum dan pelaksanaan dari hukum. cara untuk meningkatkan sarana

adalah Jika sarana tidak ada maka dapat memberikan sarana, Jika sarana yang

telah disediakan mengalami kerusakan maka akan dilakukan suatu perbaikan, Jika

sarana telah ada namun memiliki kekurangan maka akan ditambahkan suatu

sarana yang menunjang.


5
Soerjono Soekamto, 1985, Efektifitas peranan Hukum dan Sanksi, Bandung, Remaja Karya, Hlm 87
6
Ibid
7
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (cetakan ketiga), Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 194
4. Faktor Masyarakat, masyarakat memiliki peranan penting dalam penentuan

efektifitas dari hukum dimana hukum mengatur tingkah laku masayarakat agar

tercipta kedamaian, kerukunan yang mendasari keefektifan suatu hukum yang

berlaku.

5. Faktor Budaya, budaya yang dimaksud adalah budaya hukum di masyarakat

apakah hukum tersebut menyalahi ataupun sesuai dengan budaya hukum di

masyarakat.

Sedangkan menurut Lawrence Friedman efektifitas hukum dibagi menjadi 3 (tiga) unsur,

yakni:

1. Substansi, mengacu pada hukum yang berlaku yakni Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku. Dimana dalam hukum tersebut memuat tujuan hukum

yang harus dipenuhi.

2. Struktur, yang dimaksud dengan struktur yani pelaksana hukum atau peraturan

perundnag-undangan yang bertujuan dalam penentuan keefektifan suatu hukum.

3. Kultur, yang dimaksud dengan kultur yakni budaya hukum yang berlaku

dimaksyarakat.

B. Kajian Umum tentang Perlindungan Hukum

Hukum merupakan himpunan petunjuk dalam kehidupan, adanya suatu perintah serta

larangan yang harus dipahami, ditaati oleh seluruh masyarakat, yang dapat mempunyai

sanksi bagi pelanggar perintah atau larangan tersebut. 8 Menurut Van Vollenhoven yang

dimaksud dengan hukum adalah terjadinya suatu pergaulan hidup yang secara terus menerus

berbenturan dengan gejala yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. 9 Menurut Undang-
8
Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hlm 8.
9
Ibid,.
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3)

yang berbunyi “Negara indonesia adalah Negara hukum” dimana Indonesia menganut atau

tunduk pada hukum tertulis. Hukum juga merupakan suatu kaidah atau kumpulan peraturan

yang mengatur ti gkah laku masyarakat dalam menjalankan kehidupannya. 10 Secara

keseluruhan pemikiran mengenai hukum memiliki kesamaan, diantaranya :11

a. Merupakan suatu himpunan perturan baik tertulis maupun tidak tertulis

b. Terdapat norma –norma didalamnya baik suatu perintah maupun larangan

c. Mempunyai tujuan untuk mengatur pola tingkah laku dalam bermasyarakat

d. Terdapat sanksi yang menjerat pelanggarnya

Adanya hukum yang mengatur di Negara memiliki tujuan, yakni memberikan kepastian,

memberikan keadilan, serta memberikan perlindungan bagi warga negaranya. Terdapat 2 (dua)

teori yang mengatur mengenai tujuan hukum, yakni:

1. Teori Etis

Teori Etis dikemukakan oleh Aristoteles yang termuat dalam karyanya yang berjudul

Rhetorica dan Eticha Nicomachea yang berpendapat bahwa tujuan hukum semata-mata

untuk mewujudkan suatu keadilan.12 Teori ini berpandangan bahwa hukum harus dapat

membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil.

2. Teori Utilitas

Teori ini dikemukakan oleh Jeremy Bentham dimana berpandangan bahwa tujuan dari

adanya sebuah hukum untuk mewujudkan faedah atau efektif.

10
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm 40.
11
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, dikutip dari Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu
Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hlm 5.
12
Rahman Syamsudin dan Ismail Aris, Merajut Hukum Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2015, hlm 23.
salah satu tujuan adanya hukum untuk memberikan perlindungan dengan cara

melindungi kepentingan seseorang dengan memberikan kekuasaan secara terukur yang

disebut dengan hak. Kekuasaan tertentu di masyarakat menjadi alasan melekatnya hak

pada seseorang.13 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan mengenai

pengertian dari perlindungan dimana hukum merupakan suatu perbuatan atau tindakan

untuk melindungi, atau tempat berlindung. Perlindungan hukum merupakan suatu upaya

dalam hal perlindungan kepada subyek hukum baik secara represif maupun secara

prefentif untuk melaksanakan fungsi hukum dimana hukum dapat memberikan suatu

keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Terdapat beberapa

pengertian dari perlindungan hukum menurut para ahli, diantaranya:

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak

sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga

memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.14 Terdpaat

beberapa pengertian perlindungan hukum menurut para ahli, diantaranya:

1. Satjipto Raharjo, yakni yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman kepada Hak Asasi Manusia yang dirugikan oleh

orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.15

2. Philipus M. Hudjon, yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah

perlindugan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi

13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum Cetakan Keenam, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 53.
14
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, 2004, hlm. 3
15
http://tesishukum.com, diakses pada tanggal 2 Mei 2018 pukul 10.00 WIB
manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari

kesewenangan.16

3. CST Kansil, berpendapat bahwa perlindugan hukum adalah berbagai upaya

hukum yang harus diberikan oleh aparat hukum untuk memberikan rasa

aman,baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman

dari pihak manapun.17

4. Muktie. A. Fadjar berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah

penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan hukum

saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak

dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek

hukum dlam interaksinya dengan sesame manusia serta lingkungannya.

Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak untuk melakukan sesuatu

sebagai subyek hukum.18

perlindungan dalam bahasa Inggris adalah protection, yang berarti sebagai:

a. aprotecting or being protected

b. system protecting

c. person or thing that protect.

Bentuk kata kerjanya, protect(vt), artinya keep safe dan guard . Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, perlindungan diartikan sebagai :

a. tempat berlindung

b. perbuatan atau hal dan sebagainya memperlindungi


16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid.
Dari kedua defenisi tersebut secara kebahasaan terdapat makna kemiripan unsur-unsur dari

makna perlindungan, yaitu:

a. Unsur tindakan melindungi

b. Unsur adanya pihak-pihak yang melindungi

c. Unsur cara melindungi

Berdasarkan unsur-unsur di atas, berarti kata perlindungan mengandung makna, yaitu suatu

tindakan perlindungan atau tindakan melindungi dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk

pihak tertentu dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara perlindungan terhadap konsumen dapat dilakukan melalui berbagai bentuk diantaranya

perlindungan ekonomi, sosial, politik dan perlindungan hukum. Bentuk-bentuk perlindungan

terhadap konsumen tersebut yang terpenting adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum,

sebab hukum dapat mengakomodir berbagai kepentingan konsumen, selain itu hukum memiliki

daya paksa sehingga bersifat permanen karena sifatnya yang konstitusional yang diakui dan

ditaati keberlakuannya dalam kehidupan bermasyarakat.

Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan

menggunakan pranata dan sarana hukum. Ada beberapa cara perlindungan secara hukum, antara

lain sebagai berikut :

a. Membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk Memberikan hak dan

kewajiban, Menjamin hak-hak para subyek hukum, menegakkan peraturan (by the law

enforcement) melalui Hukum administrasi Negara yang berfungsi untuk mencegah

(preventif) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan perijinan dan

pengawasan.
b. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) setiap pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan, dengan cara mengenakan sanksi hukum berupa

sanksi pidana dan hukuman.

c. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative, recovery), dengan

membayar kompensasi atau ganti kerugian.

Perlindungan hukum dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni:

a. Perlindungan Hukum Preventif

Yang dimaksud dengan perlindungan hukum preventif yakni perlindungan

hukum yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya

suatu pelanggaran yang terdapat pada peraturan perundang-undangan.

b. Perlindungan Hukum Represif

Yang dimaksud dengan perlindungan hukum represif merupkan suatu

perlindungan hukum yang berupa sanksi yang diberikan seperti denda, penjara,

hukuman tambahan yangmana diberikan setelah adanya sengketa atau terjadinya

suatu pelanggaran hukum.

Menurut philipus M. Hudjon dalam perlindungan hukum terdapat suatu sarana yang

digunakan, yakni :19

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Dalam hal perlindungan hukum secara preventif, subyek hukum diberikan

kebebasan untuk mengajukan keberatan dan memberikan saran atau usulan

19
Philipus M. hudjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm 38.
sebelum suatu usulan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Tujuannya

adalah untuk mencegah terjadinya masalah di waktu yang akan dating.

Dengan adanyaa perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong

untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada

diskresi.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum ini bertujuan sebagai penyelesaian sengketa.di indonesia

Penanganan perlindungan ini dilakukan oleh pengadilan umum dan

pengadilan administrasi dalam penyelesaian sengketa.prinsip perlindungan

hukum terhadap tindakan pemerintahan bertumpu dan bersumber bersumber

dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Hak asasi manusia mendapat tempat utama dam dapat dikaitkan dengan tujuan

sebagai Negara hukum.

Terdapat pengertian perlindungan dalam hukum positif Indonesia adalah segala upaya

pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi

dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan

Korban atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. 20

Perlindungan sangat diperlukan bagi semua warga negra atas hukum yang berlaku

demi tercapainya tujuan hukum dna penegakkan hukum yang memuat 4 (empat)

unsur, diantaranya :

a. Kepastian Hukum (Rechtssicherkeit)

b. Kemanfaatan Hukum (Zeweckmassigkeit)


20
Pasal 1 butir 6, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaran
Negara Nomor, Tambahan Lembar Negara Nomor.
c. Keadilan Hukum (Gerechtigkeit)

d. Jaminan Hukum (Doelmatigkeit)

C. Kajian Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak kebendaan, hak atas benda yang berasal dati

kerja rasio manusia yang berupa benda (baik materiil maupun inmateriil atau benda tidak

terlihat). Dalam Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni :

“Menurut Undang-Undang, barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat
menjadi objek dari hak milik.”

Hak kekayaan Intelektual memiliki hak eksklusif yakni tidak seorangpun berhak

menikmatinya tanpa izin pemilik dari Hak Kekayaan tersebut. Hak eksklusif terdiri dari:

a. Hak Ekonomi

Hak ekonomi merupakan hak yang dimiliki oleh pemegang Hak Kekayaan Intelektual

untuk menikmati manfaat secara ekonomi. Hak ekonomi dapat dialihkan ke orang lain.

b. Hak Moral

Hak moral merupakan hak yang dimiliki oleh pemegang Hak Kekayaan Intelektual

secara melekat, seperti ha katas keutuhan karyanya, sertahak pencatumana nama pencipta

Hak Kekayaan Intelektual. Hak moral tidak bisa dialihkan ke orang lain.

Menurut Robert C. Sherwood terdapat lima teori dasar perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual yaitu:21

1. Reward Theory

21
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Grasindo,
Jakarta, 2004, hlm 156.
Makna dari teori ini pengakuan terhadap karya intelektual oleh penemu atau

pencipta kekayaan intelektual. Adanya penghargaan bagi penemu merupakan suatu

timbak balik atas temuannya.

2. Recovery Theory

Adanya timbal baik atas karya yang dihasilkan karena pengorbanan baik waktu

maupun biaya dalam menemukan suatu kekayaan intelektual.

3. Incetive Theory

Teori ini mengemukakan mengenai pemberian intensif kepada para penemu terkait

hasil penemuannya. Hal ini diharapkan untuk mengupayakan kegiatan yang

beguna dalam penelitian.

4. Risk Theory

Teori ini menganggap bahwa Hak KEkayaan Intelektual merupakan resiko dimana

bisa saja orang lain menemukan terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan

perlindungan mengenai penemuan tersebut

5. Economic Growth Stimulus Theory

Perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual merupakan alat pembangunan

ekonomi.

Terdapat beberapa kategori kekayaan Intelektual yakni Hak Cipta (Copy Rights), Hak

Milik Perindustrian (Industrial Property Rights). Hak Kekayaan Perindustrian

diklafikasikan menjadi:

a. Paten (Patent)

b. Paten Sederhana (Simple Patent) atau Model dan Rancang Bangun (Utility

Models).
c. Industrial Design (Industrial Design)

d. Merek Dagang (Trade Mark)

e. Nama Dagang atau Nama Niaga (Trade Mark)

f. Sumber tanda atau sebutan asal (Indication of Source or Appelation of Origin)

D. Kajian Umum Tentang Merek

1. Pengertian Merek

Pengertian mengenai merek sendiri terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang

Nomor 20 tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang

Merek yang berbunyi :

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara drafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)
dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram atau kombinasi dari 2
(dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa
yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan barang dan/atau jasa..”
Merek merupakan suatu bukti, identitas suatu barang atau jasa yang berguna untuk

membedakan asal usul barang dari beragamnya barang dan jasa yang ada di pasaran

sehingga masyarakat mengetahui asal usul barang dan jasa. Menurut Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001 tentang Merek menyebutkan bahwa hak atas merek merupakan Hak khusus yang

diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk

jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama badan hukum untuk

menggunakanya. Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hasil dari pikiran yang lahir

dari manusia dimana menjelaskan mengenai kasya dari pengolahan produk maupun
proses pemikiran lain yang dapat dinilai secara ekonomi. 22 Hak Kekayaan Intelektual

dapat diartikan sebagai hak milik atas karya-karya yang diciptakan oleh manusia dalam

hal baik ilmu pendidikan, pengetahuan maupun bidang teknologi baik dalam keadaan

berwujud maupun tidak berwujud dimana penciptaannya karena kemampuan

menciptakan melalui daya, cipta, rasa, dan karya yang mempunyai nilai moral,

ekonomis.23

Sebuah merek harus mempunyai pembeda dari merek lainnya dan mempunyai unsur-

unsur sebagai berikut :

1. Gambar yang dijadikan merek tidak boleh bertentang dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, tidak boleh terlalu rumit, tidak boleh terlalu sederhana,

dapat berbentuk seperti lencana, logo dan terdapat kekhususan tertentu dan identitas

yang erat.

2. Tidak diperbolehkan memakai nama yang sangat umum karena dapat mengaburkan

identitas dan membuat kebingungan masyarakat. PAsal 6 Ayat (3) UU tentang

Merek menjelaskan mengenai pendaftaran merek tidak dipeebolehkan jika

menyerupai nama orang terkenal.

3.Kata dapat dijadikan unsur merek jika mempunyai pembeda dari merek lain seperti :

a. Dapat merupakan kata dari bahasa asing, bahasa Indonesia dan bahasa daerah;

b. Dapat berupa kata sifat, kata kerja dan kata benda;

c. Dapat merupakan kata yang berasal dari istilah bidang tertentu,

d. seperti budaya, pedidikan, kesehatan, teknik, olah raga, seni dan sebaginya;

e. Bisa merupakan satu kata saja atau lebih dari satu kata, dua atau beberapa kata.

22
Direktorat Jenderal Kekayaan Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan¸ Jakarta, 2003, hlm 3
23
Rachmadi Usman, Hukum Ha katas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia,
Alumni, Jakarta, 2003, hlm 1.
4. Huruf dapat digunakan sebagai unsur merek sepanjang tidak tertlalu rumit serta tidak

terlalu sederhana serta memiliki daya pembeda.

5.Angka dapat menjadi unsur dari merek aslkan tidak terdiri dari satu angka dan

memiliki daya pembeda.

6.Susunan Warna dapat menjadi unsur dari merek jika terdiri lebih dari satu unsur warna

tanpa kombinasi unsur gambar, lukisan geometris, diagonal atau lingkaran, atau

gambar dalam bentuk apa saja.

7.Merek Kombinasi Yang dimaksud dengan merek Kombinasi yakni kombinasi merek

baik kombinasi dari dua, tiga, atau seluruh unsur.

2. Jenis Merek

Dalam Undang-Undang tentang Merek telah mengatur mengenai Jenis-Jenis Merek yang

terdapat dalam Pasal 1 angka 2 dan 3, yakni merek dagang dan merek jasa, yaitu:

a. Merek Dagang (Trade Mark)

Merek Dagang (Trade Mark) adalah Merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan

hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.

b. Merek Jasa (Service Mark)

Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk

membedakan dengan jasa sejenis lainnya.

Selain merek diatas terdapat juga Merek Kolektif, yang terdapat pada Pasal 1 angka 4 UU

tentang Merek yang menjelaskan, Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa

dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa
serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum

secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Di

dalam masyarakat merek dikenal menjadi 3 (tiga), diantaranya:

1. Merek Biasa

Merek normal atau merek yang tidak terlalu terkenal, biasanya merek local.

Merek ini biasanya tidak menjadi incaran peniruan dalam merek dikarenakan

intensitasnya normal. Hal ini dikarenakan dana yang dimiliki pemilik merek

tidak terlalu memadai.

2. Merek Terkenal

Merek ini mempunyai reputasi tinggi dan biasnya terkenal di kalangan

masyarakat. Hal ini dikarenakan merek mempunyai daya Tarik tinggi baik

pemasaran di dalam negeri maupun luar negeri. Merek ini dapat menjadi

incaran para pengusaha yang tidak memiliki itikad baik untuk meniru merek

ini.

3. Merek Termasyur

Merek ini sangat rawan peniruan karena merek ini termasuk dalam merek

yang terkenal hampir seluruh dunia serta memproduksi hanya untuk golongan

dengan pendapatan tertentu. Biasanya merek ini menjual dengan harga tinggi.

3. Fungsi Merek

Menurut P.D.D. Dermawan fungsi merek ada tiga, yaitu:24

a. Fungsi Indikator Sumber

24
OK Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 344.
merek berfungsi untuk menunjukan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada
suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa
produk itu dibuat secara professional.
b. Fungsi Indikator Kualitas
merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk –
produk bergengsi.
c. Fungsi Sugestif
merek memberikan kesan akan menjadi kolektor produk tersebut.
4. Pelanggaran Merek

Pelanggaran merek mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan


cara meniru atau memalsukan merek terkenal di masyarakat. Hal ini snagat mempunyai
resiko baik bagi pemalsu maupun pihak pemilik merek. Terjadi peristiwa dimana
seseorang berusaha untuk menarik para langganan orang lain kepada perusahaan dirinya
demi perluasaan penjualan omzet perusahaanya dengan menggunakan cara yang
bertetangan dengan kejujuran. Praktik perdagangan tidak jujur meliputi:

1. Praktik Peniruan Merek Dagang (Trademark piracy)

Upaya untuk meniru merek terkenal (well know trade mark) yang sudah
ada sehingga merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal dengan maksud
menimbulkan kesan kepada khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa
yang diproduksinya sama dengan barang atau jasa yang terkenal.

2. Praktik Pemalsuan Merek Dagang (Counterfeiting)

Memproduksi barang dengan mempergunakan merek yang sudah dikenal


secara luas di dalam masyarakat yang bukan merupakan haknya.

3. Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan Sifat


dan Asal Usul Merek Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan
tentang sifat dan asal-usul barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui
konsumen, seakan-akan barang tersebut memiliki kualitas yang baik.
Pelanggaran merek termuat dalam Pasal 76 ayat 1 Undang-Undang tentang Merek yang
menyatakan bahwa:

“Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang
secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhan untuk barang atau jasa sejenis berupa gugatan ganti
rugi dan atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan
merek tersebut”.

Jenis pelanggaran merek terdapat dalam 4 (empat) kategori menurut Pasal 90 sampai dengan
Pasal 92 Undang-Undang tentang Merek, yaitu:

a. Perbuatan pelanggaran secara sengaja dan tanpa hak dengan menggunakan merek yang
sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain.
b. Perbuatan pelanggaran dengan menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan
merek terdaftar milik pihak lain,
c. Perbuatan pelanggaran merek menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan indikasi-
geografis milik pihak lain,
d. Perbuatan pelanggaran merek dengan menggunakan tanda yang sama pada pokoknya
dengan indikasi-geografis milik pihak lain.

Merek dapat dihapus dengan ketentuan sebagai berikut, yakni :

a. Merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang


dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada
alasan yang dapat diterima oleh Ditjen HKI; atau
b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang
atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai
dengan Merek yang didaftar.

Permohonan penghapusan pendaftaran Merek yang disebabkan atas adanya ketidaksesuaian


antara Merek yang didaftarkan dengan penggunaan Merek termasuk pemakaian Merek yang
tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. Ketidaksesuaian dalam penggunaan meliputi
ketidaksesuaian dalam bentuk penulisan kata atau huruf atau ketidaksesuaian dalam penggunaan
warna yang berbeda. Permohonan penghapusan pendaftaran Merek hanya dapat dilakukan oleh
pihak-pihak yang diberi kewenangan oleh Undang-undang Merek. Permohonan penghapusan
pendaftaran Merek hanya dapat dilakukan atas:

a. Ditjen HKI
b. Berdasarkan permohonan Pemilik Merek yang bersangkutan.
c. Gugatan Pihak ketiga kepada Pengadilan Niaga.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis

empiris. Penelitian hukum empiris tidak hanya tertuju pada masyarakat atau pemilik merek,

tetapi juga ditinjau dari sisi hukum dan fasilitas yang disediakan menunjang pelaksanaan

peraturan mengenai merek.25

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana

pelaksanaan Undang-Undang tentang Merek dalam hal perlindungan bagi pemegang hak

kekayaan intelektual berupa merek,.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis

sosiologis ini dimanfaarkan untuk menganalisa dan memberikan jawaban untuk

mengefektifkan hukum itu sendiri.

metode pendekatan yuridis sosiologis ini adalah untuk memudahkan bagi penulis dalam

melakukan penelitian dan pengambilan data-data dengan berdasar kepada ketentuan-

ketentuan yang berlaku mengenai masalah yang dibahas.26 Pendekatan yuridis sosiologis

dilakukan untuk mengkaji aspek-aspek hukum dengan melihat langsung fakta di lapangan

tentang perlindungan hukum bagi pemegang merek di Indonesia terutama merek CR.1 .

C. Alasan Pemilihan Lokasi

25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hlm. 32
26
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 16
Lokasi penelitian ini dilakukan di Industri Kopi dengan merek CR.1 di kabupaten

Gresik. Penulis memilih lokasi ini karena CR.1 merupakan industri penyedia kopi bagi kota-

kota besar tetapi seiring berkembangnya waktu terjadi kecurangan dengan memodifikasi kopi

merek CR.1 ini. Selain itu untuk melindungi pemegang merek agar tidak terjadi kerugian

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer, dan data sekunder.

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan

oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang

memerlukannya. Data primer didapat dari sumber informan yaitu individu dari hasil

wawancara yang dilakukan oleh peneliti.27

Sumber data primer dari penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Pemilik

Merek CR.1 di Kabupaten Gresik.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan bacaan. Surat-surat pribadi,

dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah.28

Sumber data sekunder diperoleh dari sejumlah keterangan dan fakta yang

digunakan oleh seseorang dan secara tidak langsung diperoleh dari berkas-berkas yang

mendukung penelitian dalam pelaksanaan perlindungan bagi pemegang merek CR.1 di

Kabupaten Gresik.

E. Teknik Memperoleh Data

27
Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hlm.
82
28
S. Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hlm. 143
Data primer diperoleh dari pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan

teknik wawancara (interview). yaitu dengan cara melakukan tanya jawab kepada pihak-pihak

Pemilik Merek industry kopi CR.1 di Kabupaten Gresik.Data sekunder diperoleh dari

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu dengan menelaah

dokumen-dokumen dan arsip-arsip serta literatur dan perundang-undangan yang berkaitan

kaitannya dengan data primer.

F. Populasi, Sampel, dan Teknik Penentuan Responden

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Populasi

dapat berupa himpunan orang, benda, kejadian, kasus-kasus, waktu dan tempat, dengan

sifat dan ciri yang sama.29 Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

pelanggan dari warung kopi X di kota malang dimana warung kopi tersebut merupakan

salah satu agen pembeli kopi CR 1.

b. Sampel

Sampel adalah himpunan bagian dari pada populasi.30 Sampel dalam penelitian ini

adalah Pemilik Industri Kopi Merek CR.1 serta pihak konsumen yang terdiri dari agen

kopi CR 1 Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunkan teknik Randum

sampling. Dimana sampel dipilih berdasarkan random.

c. Teknik Penentuan Responden

Responden adalah orang-orang yang dipilih oleh peneliti untuk diteliti. 31 Pemilihan

responden dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive

29
Bambam Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 118
30
Ibid., hlm. 119
31
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2008, hlm.
70
sampling yaitu pemilihan sekelompok subyek atau ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi

yang sudah diketahui sebelumnya.32

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, pengolahan teknik analisis data dilakukan dengan cara deskriptif

kualitatif. Deskriptif kualitatif yaitu cara penelitian yang menghasilkan data yang dinyatakan

oleh responden secara tertulis maupun lisan, serta perilaku responden yang nyata, yang
33
diteliti dan dipelajari secara utuh dan mendalam. Teknik menganalisis data menggunakan

teori efektifitas hukum dari Lawrence Friedman dimana teori efektifitas dapat ditinjau dari 3

(tiga) Unsur yakni substansi dimana mengacu pada undnag-undnag yang berlaku, kedua

struktur dimana mengacu pada pelaksanaan terhadap undnag-undang, dalam penelitian ini

kepada pemilik merek, yang ketiga yakni kultur atau budaya hukum.

H. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini digunakan beberapa definisi operasional sebagai berikut:

a. Perlindungan adalah suatu upaya untuk melindungi suatu hal dari hal yang dapat

mencederainya

b. Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan

kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI

mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merek, namun jika dilihat lebih rinci HAKI

merupakan bagian dari benda yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil)

32
Ibid., hlm. 106
33
Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodelogi Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 250
c. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan

warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa

d. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk

membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Badan Hukum

1. Pengertian Badan Hukum

Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang badan hukum yang dikemukakan oleh

para ahli:34

a. Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon),

yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak,

selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak

berjiwa atau yang lebih tepat bukan manusia.

b. Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau

perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang

manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan

hakim.

c. R. Rochmat Soemitro mengemukakan, badan hukum (rechtpersoon) ialah suatu badan

yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.

Bentuk-bentuk badan hukum Menurut E. Utrecht/Moh. Soleh Djidang, dalam pergaulan

hukum ada berbagai macam-macam badan hukum yaitu:35

a. Perhimpunan (vereniging) yang dibentuk dengan sengaja dan dengan sukarela oleh orang

yang bermaksud memperkuat kedudukan ekonomis mereka, memelihara kebudayaan,


34
Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Alumni, Bandung, hlm.18-19.
35
mengurus soal-soal sosial dan sebagainya. Badan hukum semacam itu berupa-rupa,

misalnya Perseroan Terbatas (PT), perusahaan negara, joint venture;

b. Persekutuan orang (gemmenschap van mensen) yang terbentuk karena factor-faktor

kemasyarakatan dan politik dalam sejarah, misalnya negara, propinsi, kabupaten dan

desa;

c. Organisasi yang didirikan berdasarkan undang-undang tetapi bukan perhimpunan yang

termasuk sub (a) di atas ini;

d. Yayasan.

Perseroan sebagai badan hukum, secara hukum pada prinsipnya harta benda perseroan

terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya, karena itu tanggung jawab secara hukum juga

dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum. tetapi

dalam penelitian ini meniliti mengenai perusahaan atau yang tidak berbadan hukum. Bentuk

hukum perusahaan adalah badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis kegiatan

usaha, dimana secara umum dapat dibedakan bentuk hukum perusahaan terdiri dari perusahaan

yang berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum, baik perusahaan negara maupun

perusahaan swasta.

Bentuk-bentuk perusahaan negara (BUMN) yang diatur dalam Undang-Undang No. 19

Tahun 2003 diklasifikasikan menjadi perusahaan umum (perum) dan perusahaan persero.

Sementara itu, Bentuk hukum perusahaan swasta yang telah diatur dalam perundang-undangan

dibagi menjadi perusahaan badan hukum dan bukan badan hukum. Perusahaan bukan badan

hukum, diantaranya:

1. Firma (Fa)
Pengaturan tentang Firma terdapat dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35

KUHD dan Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPdt. Firma adalah perseroan yang

didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama bersama, dimana

anggotanya langsung dan secara sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap

pengurusan firma.

2. Persekutuan Komanditer (CV)

Pengaturan tentang firma terdapat dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD.

Perseroan komanditer merupakan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang

sekutu komanditer. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang atau

barang modal sebagai pemasukan kepada persekutuan dan tidak ikut campur dalam

pengurusan persekutuan dan hanya memperoleh keuntungan dari pemasukannya tersebut

serta tanggung jawabnya hanya terbatas pada pemasukannya tersebut.

Dalam penelitian ini penulis meneliti produk dari Persekutuan Komanditer ata CV, yakni CV

Linggar Sentosa.

B. Struktur CV

CV yang akan diteliti adalah CV Linggar Sentosa dimana telah terdaftar pada Badan

Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik dengan Nomor TDP 13.02.3.47.04994

dengan nama pengurus atau penanggung jawab Choiri yang berkedudukan di Desa

Kedungrukem Rukun Tetangga 07 Rukun Warga 03 Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik,

kegiatan usaha pokok perdagangan biji kopi dan bubuk kopi dalam kemasan, makanan dan
minuman. Berikut merupakan daftar jenis dan nomor oproduk pangan industry rumah tangga,

yakni:

NO JENIS PANGAN NOMOR PRODUK PANGAN


1. KOPI BUBUK P-IRT 5103525011059-19

2. KOPI SANGRAI P-IRT 5103525021059-19

3. TEH DAUN KOPI P-IRT 5103525031059-19

4. KUE BASAH P-IRT 5103525041059-19

5. SNACK KOPI P-IRT 5103525051059-19

6. MINUMAN KOPI P-IRT 5103525061059-19

7. KUE KERING P-IRT 5103525071059-19

8. PENGEMASAN GULA PASIR P-IRT 5103525081059-19

STRUKTUR DALAM CV

Dalam CV Linggar sentosa tersebut terbagi menjadi 2 (dua) yakni Produksi Makanan dan

Minuman. Dalam Produksi Minuman yakni terdiri dari Kopi Bubuk, Kopi Sangrai, Teh Daun

Kopi, Minuman Kopi. Terdapat bagian-bagian tertentu dalam Merek Kopi CR 1, diantaranya :36

36
Hasil wawancara dengan pemilik Merek CR !, Bapak Choiri, Pada tanggal senin 09 April 2018 di Kabupaten Gresik
DIREKTUR
KEUANGAN ADMINISTRASI PENJUALAN PRODUKSI

a. Direktur

Direktur mempunyai peran memimpin jalannya perusahaan, mengambil keputusan

mengenai pperusahaan, sinkronisasi perencanaan anggaran

b. Bagian Keuangan

Bagian keuangan mempunyai peran yakni membuat perencanaan anggaran dan

mengelola keuangan perusahaan

c. Bagian Administrasi

Bagian administrasi ini berperan untuk melakuakan pencatatan stok barang, mengawasi

keluar amsuknya barang, membuat perencanaan pembelanjaan dan penjualan barang

d. Bagian penjualan

Bagian penjualan ini merupakan bagian penjualan yang dilakukan oleh beberapa

pegawai. Pemasaran dilakukan dnegan mengirim kepada mitra yang menjalin kerja sama

dengan kopi CR 1 serta dijual secara langsung, mengatur jadwal pengiriaman, dan

menerima pesanan.

e. Bagian Produksi
Dalam bagian produksi dilakukan pemilihan bahan baku dipilih dengan kualitas baik

dalam pembuatan baik kopi bubuk maupun minuman kopi.

f. Bagian produksi

Bagian produk ini termasuk dalam penggelolaan bahan baku hingga telah siapnya produk

yang akan dijual termasuk bagian pengemasan yakni, Setelah dilakukan proses

penggelolaan maka dilakukan pengemasan. Dalam bagian ini terdapat merek yang telah

di daftarkan untuk dipakai sebagai logo maupun nama dari barang yang dijual serta

Bagian Pemasaran. Bagian pemasaran ini merupakan bagian penjualan yang dilakukan

oleh beberapa pegawai. Pemasaran dilakukan dnegan mengirim kepada mitra yang

menjalin kerja sama dengan kopi CR 1 serta dijual secara langsung. Untuk produksi

makanan berupa kue basah dan kue kering terdiri atas pembuatan bahan, peroses

pemanggangan atau pembuatan, dan pemasaran.

C. BAGAIMANA EFEKTIFITAS PASAL 3 UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

TERKAIT PERSAMAAN PADA KESELURUHAN ATAS MEREK KOPI CR1.

Merek merupakan suatu karya hasil permikiran manusia yang bernilai ekonomis, dalam

dunia usaha tidak terpungkiri jika suatu merek terkenal dapat ditiru oleh pengusaha lain yang

dengan itikad tidak baik untuk membuat pemikiran seolah-olah mereknya sama dengan

merek perusahaan yang telah didaftarkan. Dalam hal ini yang terjadi pada CV Linggar jadi

dengan produknya yakni kopi bubuk CR1 dimana telah secara hukum mempunyai hak atas

merek yang wajib memperoleh perlindungan terkait persamaan pada kopi bubuk CR 1 ini.

Menurut pemaparan diatas penulis memaparkan teori efektifitas untuk mencari jawaban atas

permasalahan ini. Untuk itu dalam Penelitian ini penulis menggunakan teori yang berasal

dari Lawrence M. Friedman yakni teori efektifitas . Lawrence M. Friedman mengemukakan


bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum,

yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya

hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum

meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup

(living law) yang dianut dalam suatu masyarakat. Dimana ia membagi suatu hukum dapat

dikatakan efektif menjadi 3 (tiga), diantaranya :

1. Substansi Hukum “Legal Substance”

Efektif atau tidaknya sebuah hukum dapat ditinjau dari susunan atau substansi

dari hukum. Hukum haruslah memuat tujuan hukum yakni keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan. Ketidakpastian atau ketidaksesuaian antara suatu hukum atau norma

dengan suatu pelaksanaan menjadi titik acuan apakah hukum itu sudah efektif atau

dalam ilmu hukum dikenal dengan “das sein” dan “das sollen”. Das Sein merupakan

suatu susunan norma dimana bertujuan untuk dipatuhi. Sedangkan das sollen yakni

pelaksanaan atau berlakukanya norma tersebut dalam masyarakat. Menurut Lawrence

substansi hukum adalah Another aspect of the legal system is its substance. By this is

meant the actual rules, norm, and behavioral patterns of people inside the system …

the stress here is on living law, not just rules in law books”.

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang dimaksud dengan
substansinya adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada
dalam system itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi
aparat penegak hukum. Substansi hukum dalam penelitian ini ada 2 (dua) yakni pada
CV dan merek. CV atau Commanditaire Vennootschap atau dikenal pula dengan
Persekutuan Komanditer merupakan salah satu perusahaan yang bukan badan hukum.
dasar hukum dari CV terdapat pada buku pertama titel ketiga bagian kedua pasal 16
sampai dengan 35 Kitab Undnag-Undang Hukum Dagang. Menurut pasal 19 Kitab
Undang-undang Hukum dagang menjelaskan bahwa :

“Persekutuan dengan jalan meminjam uang atau disebut juga persekutuan


komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang bertanggung
jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau lebih
sebagai peminjam uang".

Pendirian CV dapat dibuat dengan Akta Notaris (otentik) yang kemudian

didaftarkan kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang untuk diumumkan

dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. dalam pendirian CV hal-hal yang

dibutuhkan adalah :

a. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal para pendiri;

b. Penetapan nama CV;

c. Keterangan mengenai CV itu bersifat umum atau terbatas untuk

menjalankan sebuah perusahaan cabang secara khusus (maksud dan

tujuan);

d. Nama sekutu yang berkuasa untuk menandatangani perjanjian atas nama

persekutuan;

e. Saat mulai dan berlakunya CV;


f. Klausula-klausula penting lain yang berkaitan dengan pihak ketiga

terhadap sekutu pendiri;

g. Pendaftaran akta pendirian ke PN harus diberi tanggal;

h. Pembentukan kas (uang) dari CV yang khusus disediakan bagi penagih

dari pihak ketiga, yang jika sudah kosong berlakulah tanggung jawab

sekutu secara pribadi untuk keseluruhan;

i. Pengeluaran satu atau beberapa sekutu dari wewenangnya untuk bertindak

atas nama persekutuan.

Setelah dibuatkan akta otentik mengenai pendirian kemudian didaftarkan pada

Kepaniteraan Pengadilan Negeri, hal ini menjalankan ketentuan dari Pasal 23 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang dimana dalam pendaftarannya di tempat kedudukan CV

tersebut kemudian mengumumkan ikhtisar resmi akta pendirian dalam Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia seperti dalam Pasal 28 Kitab Undnag-Undang Hukum

Dagang.

Substansi hukum yang kedua adalah mengenai pendaftaran merek dimana

pendafatran merek dijelaskan pada Bab II Pasal 4 Undnag-Undang Nomor 20 Tahun

2016 tentang pendaftaran merek, menjelaskan bahwa syarat dan tata cara permohonan

hak atas merek, diantaranya :

1. Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya

kepada Menteri secara elektronik atau non-elektronik dalam bahasa

Indonesia.
2. Dalam Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mencantumkan:

a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

c. nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

d. warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur

warna;

e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal

Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan

f. kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis

jasa.

3. Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.

4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan label

Merek dan bukti pembayaran biaya.

5. Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas barang

dan/atau jasa.

6. Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa bentuk 3

(tiga) dimensi, label Merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik

dari Merek tersebut.


7. Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa suara, label

Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara.

8. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan

surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan pendaftarannya.

9. Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya Permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal yang menjadi sorotan bagi penulis adalah Pasal 3, yang menjelaskan

bahwa :

“Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar.”

Yang dapat di jabarkan bahwa setelah hak atas merek didapatkan oleh

pemilik merek yang terdaftar maka hukum melindungi pemilik merek tersebut. Yang

menjadi acuan pula mengenai perlindungan terhadap merek CR1 dengan keseluruhan

kesamaan produk lainnya. Menurut penulis dalam struktur yakni hukum yang mengatur

sudah efektif dimana terdapat penjelasan perlindungan terhadap pemilik merek, yakni

pada pasal 35 Ayat 1Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek bahwa :

“Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10

(sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan.”

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan hak kepada merek terdaftar untuk

mengajukan gugatan kepada orang atau badan hukum yang secara sengaja dan tanpa hak

menggunakan merek atau merek yang digunakan mempunyai kesamaan pada

keseluruhan dengan merek yang ditiru. Klasifikasinya yakni terdapat dalam Pasal 66
Undang-Undang tentang Merek yakni peniruan atau penyalahgunaan yang dapat

menyesatkan sehubungan dengan asal tempat barang dan/atau produk atau kualitas

barang dan/atau produk yang terdapat pada:

a. pembungkus atau kemasan;

b. keterangan dalam iklan;

c. keterangan dalam dokumen mengenai barang dan/atau produk tersebut; atau

d. informasi yang dapat menyesatkan mengenai asal-usulnya dalam suatu kemasan.

Gugatan mengenai merek terdapat dalam Pasal 67 Ayat 1 Undang-Undang

Tentang Merek, menjelaskan bahwa :

“Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dapat


diajukan gugatan.”
Gugatan yang diajukan bertujuan untuk mendapatkan gantu rugi atas penyamaan

merek yang telah terdaftar. Terdapat 3 (tiga) syarat agar gugatan dapat diajukan yakni:

1. Merek yang digunakan tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada

keseluruhan dengan merek orang lain.

2. Dan merek orang lain itu, sudah terdaftar dalam DUM (Daftar Umum Merek).

3. Serta penggunaan tanpa hak.

Gugatan ganti rugi dapat berupa ganti rugi materiil dan ganti rugi immateriil.

Ganti rugi materiil berupa kerugian yang nyata dan dapat dinilai dengan uang. Sedangkan

ganti rugi immaterial berupa tuntutan ganti rugi yang disebabkan oleh pemakaian merek

dengan tanpa hak sehingga pihak berhak menderita kerugian secara moril. Oleh karena

itu, sepanjang mengenai tuntutan ganti rugi yang didasarkan kepada kedua peristiwa di
atas berlaku juga ketentuan yang termuat di dalam KUH Perdata. Yang disebut terakhir

ini berfungsi sebagai Lex Generalis, sedangkan Undang-Undang tentang Merek sendiri

sebagai Lex Specialis Hak atas merek merupakan hak milik perseorangan, tetapi tidak

menyebabkan hapusnya tuntutan hukuman pidana terhadap pelanggar hak atas merek

terdaftar. Pengenaan sanksi bagi pemakai merek yang terdaftar tanpa hak terdapat dalam

Pasal 100 Ayat 1, menyatakn bahwa:

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama
pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

Yang dimaksud dengan kata tanpa hak dalam Pasal 90 tersebut adalah merek

yang digunakan “tidak terdaftar” dan sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar

milik orang untuk barang dan/atau jasa sejenis. Cara penyelesaian sengketa melalui

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diatur dalam Undang – Undang

Nomor 30 Tahun 1999 yang dikenal dengan beberapa cara penyelesaian sengketa, yaitu:

1. arbitrase;

merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan

umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh

para pihak yang bersengketa.37

2. konsultasi;

merupakan suatu tindakan yang dilakukan pihak tertentu

(perseorangan/personal) dengan pihak lain yang ahli dalam suatu bidang

37
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(konsultan) yang mana pihak konsultan memberikan pendapat kepada klien sesuai

dengan yang diperlukan oleh klien.38 Menurut Maran dan Jimmy P menjelaskan

bahwa dilakukannya permohonan nasihat atau pendapat yang dilakukan oleh

seorang konsultan untuk menyelesaikan suatu sengketa atau permasalahan yang

dihadapi secara kekeluargaan atau dengan adanya pihak ketiga sebagai penengah.39

3. negoisasi;

merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh para piphak yang

bersengketa atau dengan kata lain tidak adanya campur tangan pihak ketiga di

dalamnya, sehingga tidak adanya aturan yang baku mengenai mekanisme dalam

penyelesaiannya untuk itu akan diserahkan kembali kepada para pihak kemudian

akan diambil hasil dari negosiasi sesuai dengna kesepakatan kedua belah pihak. 40

Dalam pelaksanaannya penyelesaian sengketa dnegan merode negosiasi dilakukan

karena 2 (dua) hal, yakni :41

a. untuk melakukan pencarian terhadap sesuatu yang baru dimana tidak dapat

diperoleh dengan usaha sendiri

b. untuk menemukan solusi terbaik atas terjadinya perpecahan atau sengketa

diantara para pihak.

4. mediasi;

38
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa-Arbitrase Nasional Indonesia & Internasional, Sinar
Grafika Offset, Jakarta, 2011, hlm. 7
39
Munir Fuady, Arbitrase Nasional (ALternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,
hlm 12
40
Muryati, Dewi Tuti dan B. Rini Heryanti, Pengaturan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Nonlitigasi di
Bidang Perdagangan, Jurnal Dinamika Sosial Budaya Nomor 1, 2011, hlm 56
41
Ibid, hlm 55
Suatu penyelesaian sengketa dengan adanya pihak ketiga atau yang disebut

dengan mediator yang bersifat netral atau tidak memihak yang berguna sebagai

penengah dantara para pihak yang kemudian memberikan masukan mengenai

alternatif-aternatif yang harus dilakukan oleh para pihak. Dalam peradilan juga

disediakan mediasi bagi pihak yang bersengketa dimana mediator telah ditentukan

oleh pengadilan yang berguna untuk melakukan perundingan agar terjadi

kesepakatan antara para pihak, hal ini diatur dlaam Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

5. konsiliasi; atau penilaian ahli,

Penyelesaian sengketa dengan penialaian ahli yakni mendatangkan para

pahli didalam suatu bidang yang mana berfungsi untuk menjelaskan mengenai hal

yang diperlukan oleh para pihak. Ahli yang didatangkan buakan sebagai pihak

ketiga melainkan hanya menjelaskan mengenai sesuatu yang diperlukan oleh para

pihak dalam menyelesaikan suatu sengketa.

Mengenai perlindungan hukum terhadap merek yakni Tindakan represif

oleh peradilan umum. Selain jaminan perlindungan yang diberikan Ditjen HKI,

Peradilan Umum dalam hal ini Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung

mempunyai peranan berbentuk tindakan represif untuk menghukum pemalsu atau

pembajak Merek. Pada kenyataannya, perlindungan hukum atas Merek yang

terdaftar dalam Daftar Umum Merek tidak cukup memberikan jaminan. Apabila

terdapat alasan yang sah menurut hukum, pendaftaran dapat dihapuskan atau

dibatalkan. Salah satu alasan Merek dihapuskan dalam Daftar Umum Merek

adalah Merek tidak dipergunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam


kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau

pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Ditjen

HKI atau biasanya disebut Merek non use.

Dalam substansi hukum diatas telah memenuhi keefektifan dari perlindungan

hukum bagi Kopi CR 1 dimana merupakan salah satu merek yang telah didaftar yang

akan dilindungi hak-haknya. Dan juga telah mengatur mengenai bagaimana proses

pembuatan suatu merek hingga perlindungan jika terdapat sengketa mengenai merek

atau penyelesaian sengketa.

2. Substansi Hukum “Legal Substance”

Efektifitas mencakup suatu penegakan hukumnya bagi penegak hukum. Hal


ini dapat dilihat dari lembaga yang memiliki tanggung jawab dibidangnya. Tentang
struktur hukum Friedman menjelaskan To begin with, the legal sytem has the
structure of a legal system consist of elements of this kind: the number and size of
courts; their jurisdiction  …Strukture also means how the legislature is
organized   …what procedures the police department follow, and so on. Strukture, in
way, is a kind of crosss section of the legal system…a kind of still photograph, with
freezes the action.
Struktur adalah Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan
menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana
pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan
dijalankan. Di Indonesia misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum
Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum
seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dan lainnya.
Dalam penelitian ini lembaga yang berwenang yakni Direktorat jenderal

Kekayaan Intelektual atau untuk selanjutnya disebut dengan DJKI. Sejarah dari DJKI.

Berwal dari tahun 1844 dimana pemerintah belanda telah memperkenalkan undang-

undang pertama mengenai perlindungan HKI, dimana pada tahun 1885 telah

terbentuk undang-undang Merek, pada tahun 1910 terbentuk undnag-undang Paten

dan pada tahun 1912 terbentyk Undang-Undang Hak Cipta. Pada tahun-tahun

terbentuknya 3 (tiga) undang-undang tersebut Indonesia masih bernama Netherland

East-Indies yang telah menjadi anggota dari Paris Convention for the Protection of

Industrial Property sejak tahun 1888. Serta pada tahun 1914 menjadi anggota dari

Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works dan sejak diduduki

oleh Jepang semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tetap berlaku.

Menurut Ketentuan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa seluruh peraturan

perundnag-undnagan yang terbentuk pada colonial Belanda menjadi tetap berlaku

selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Jadi Undang-undang HKI tetap diberlakukan termasuk Undang-Undang

tentang Merek, Undang-Undang tentang Paten, dan Undang-Undang tentang Hak

Cipta. Perjalanan Undang-Undang Merek dimulai pada Undang-Undang Nomor 21

tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, dimana Undnag-

Undang ini merupakan Undang-Undang pertama dibidang HKI yang dibuat oleh

Indonesia menggantikan UU Merek Kolonial Belanda. Serta pembentukan Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual di Indonesia dilakukan untuk menunjang pelaksanaan

dari Undnag-Undnag Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografisnya. Pada tahun 2016 diberlakukannya Undang-Undang terbaru tentang


merek dengan menggantikan undang-undang yang lama yakni Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografisnya. Berikut merupakan

struktur organisasi dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual:

DIREKTORAT
JENDERAL
KEKAYAAN
INTELEKTUAN
KOMISI BANDING MEREK

SEKRETARIAT
DIREKTORAT JENDERAL

DIREKTORAT
PATEN, DESAIN DIREKTORAT DIREKTORAT
DIREKTORAT PENYIDIKAN
DIREKTORAK HAK TATA ETAK KERJASAMA DAN TEKNOLOGI
MEREK DAN DAN
CIPTA DAN SIRKUIT, PEMBERDAYAAN INFORMASI
INDIKASI PENYELESAIAN
DESAIN INDUSTRI TERPADU DAN KEKAYAAN KEKAYAAN
GEOGRAFIS SENGKETA
RAHASIA INTELEKTUAL INTELEKTUAL
DAGANG

Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, terdiri atas:

1. Subdirektorat Permohonan dan Publikasi;

2. Subdirektorat Pemeriksaan Merek;

3. Subdirektorat Sertifikasi dan Monitoring Merek Terdaftar;

4. Subdirektorat Indikasi Geografis;

5. Subdirektorat Pelayanan Hukum dan Fasilitasi Komisi Banding Merek;

6. Subbagian Tata Usaha; dan

7. Kelompok Jabatan Fungsional.


Dari segi penegak hukum telah terpenuhi hal ini diketahui melalui adanya bagian-bagian

yang mengatur mengenai perlindungan dari pemegang hak atas merek dan indikasi geografisnya.

Adanya pembagian badan mengenai penyidikan dan penyelesaian merupakan wadah dari

perlindungan dari pemilik hak atas merek yang digunakan tanpa hak oleh bukan pemilik merek

dimana menjembatani serta memfasilitasi pengaduan bagi pemilik merek dan penanganan hingga

selesainya permasalahan.

3. Budaya Hukum “Legal Culture”

Mengenai budaya hukum, Friedman berpendapat bahwa “The third component of


legal system, of legal culture. By this we mean people’s attitudes toward law and
legal system their belief …in other word, is the climinate of social thought and social
force wicch determines how law is used, avoided, or abused”. Kultur hukum
menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum
aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun
penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan
sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum
oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum
tidak akan berjalan secara efektif.

Budaya hukum yang berlaku dalam masyarakat dimana bertujuan untuk menilai

suatu huku tersebut dengan suatu hukum yang ada dalam masyarakat.42 Hal ini dapat

dilihat dari tanggapan masyarakat mengenai hukum. Budaya hukum yang terjadi

dalam masyarakat ini cenderung pada pemanfaatan merek terkenal untuk dipakai.

Biasanya terdapat perbedaan dari kata maupun logo. Hal ini pula menjadikan pemilik

42
Hasil wawancara dengan pemilik Merek CR !, Bapak Choiri, Pada tanggal senin 09 April 2018 di Kabupaten Gresik
merek yang terdaftar tidak mudah melaporkan atau melakukan tindakan hukum atas

merek yang menyerupai dengan mereknya yang terdaftar Masyarakat lebih cenderung

mengkomsumsi barang dengan merek yang sudah pasti. Seperti pada merek kopi CR

1 ini, terbukti semakin banyaknya permintaan disamping terdapat banyak penggunaan

merek yang keseluruhan sama dengan kopi CR 1. Budaya hukum ini dibuktikan

dengan adanya responden yakni seluruh pihak yang menggunakan merek CR 1 dan

sampel yang digunakan dimana sampel tersebut dibagi menjadi 2, yakni :

MEREK CR 1

SAMPEL RESPONDEN

DARI GRESIK
MITRA DAN
bapak ahmad, bapak KONSUMEN DARI
sulhan, bapak PRODUK CR 1
ismail,bapak anwar

DARI MALANG :

bapak aan, bapak


rizki

DARI SURABAYA:

bapak amir, bapak


reza, bapak andik
1. Mitra yang bekerjasama dengan CR 1

Mitra yang bekerja sama dengan CR 1 terdiri dari pemilik kedai kopi yang

terdapat di banyak daerah dan akan dipilih beberapa, diantaranya:

a. Kota Gresik

Sampel kota gresik yakni bapak ahmad, bapak sulhan, bapak ismail,bapak

anwar menggunakan produk CR 1 untuk usaha-usahanya yang ada di kota

gresik.

b. Kota Malang

Sampel kota malang yakni bapak aan, bapak rizki, yang menggunakan produk

CR 1 untuk usahanya yang berada di Kota Malang.

c. Kota Surabaya

Sampel kota Surabaya yakni bapak amir, bapak reza, bapak andik, yang

menggunakan produk CR 1 untuk usaha di Kota Surabaya

2. Konsumen produk CR 1

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa kata consumer (Inggris

Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian consumer atau

consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Arti kata consumer adalah

lawan kata dari Produsen, yang memiliki arti setiap orang yang menggunakan

barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk

konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu juga dalam Kamus Bahasa

Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.


Menurut Az. Nasution menegaskan beberapa batasan konsumen, yakni :

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa

untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk

diperdagangkan (tujuan komersial)

c. Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (nonkomersial).

Pengertian Konsumen menurut Undang-Undang Seperti yang tertulis di dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam Pasal 1 ayat (2) pengertian konsumen

yakni Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk

hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari isi Pasal 1 ayat (2) tersebut dijelaskan

bahwa pengertian konsumen memiliki unsur-unsur mengenai definisi tentang konsumen:

a. Setiap Orang

Pengertian yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus

sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya

menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut

natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon).

Pengertian ini sangat berbeda sekali dengan pengertian yang diberikan untuk
“pelaku usaha” dalam Pasal 1 angka (3), yang secara eksplisit membedakan

kedua pengertian person di atas, dengan menyebutkan kata-kata orang

perorangan atau badan usaha. Seharusnya yang paling tepat adalah dengan

tidak membatasi pengertian konsumen itu hanya sebatas pada orang

perorangan, karena jika dilihat akupan tentang konsumen bisa juga dimiliki

oleh badan usaha.

Menurut responden dan sampel diatas masih banyaknya peminat produk CR 1 di antara

merek yang menirukan atau mempunyai kesamaan dengan produk CR 1 serta masih

banyaknya permintaan dari konsuen CR 1 membuktikan salah satu unsur efektifitas menurut

Lawrence yakni budaya hukum telah terpenuhi atau efektif.

D. APA HAMBATAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN TERKAIT PERLINDUNGAN

PEMILIK MEREK KOPI CR 1

1. Hambatan

Hambatan yang dialami adalah jangka waktu. Jangka wartu yang dimaksud jangka

waktu dalam penyelesaian yang membuat ragu untuk membawa permasalahan

pemakaian merek yang terdaftar oleh bukan pemegang hak atas merek ke jalur

hukum. jangka waktu yang dibutuhkan lama menjadi alasan untuk membiarkan serta

biaya yang dibutuhkan untuk penyelesaian. Akibatnya bagi pemegang hak atas merek

mengalami kerugian finansial bagi produk merek yang dijualnya. Hambatan lain yang

dialami, diantaranya:

a. Tidak seimbangnya antara produksi dan permintaan, dimana permintaan lebih

besar dari pada kemampuan produksi

b. Kurangnya modal
c. Mesin-mesin untuk keperluan produksi yang semakin canggih dan

pengeluaran akan pembelian biaya tersebut

2. Solusi

Suatu pendapat untuk menyelesaikan masalah hambatan yang dialami yakni

adanya pemahaman yang mendalam bagi pemegang hak merek untuk mengadukan

permasalahan hukum yang dialami atas mereknya.43 Hal ini dilakukan untuk

mengurangi angka kerugian dikemudian hari serta menghapus akibat berkelanjutan

yakni tidak dapat memasarkan produknya lagi. Untuk itu adnaya pemanduan bagi

pihak yang berkompeten seperti kuasa hukum untuk mendaftarkan pengaduan serta

melakukan penyelesaian sengketa. Karena demi hukum merek yang telah terdaftar

akan mendapatkan perlindungan.

Solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang dialami, diantaranya:

a. Dengan melauakn penjadwalan akan produksi dan penyimpanan bahan-bahan

baku untuk keperluan produksi dalam emmenuhi kebutuhan klien

b. Melakukan pinjaman modal baik kepada lembaga keuangan maupun lainnya

untuk memenuhi modal yang diperlukan

c. Pembelian mesin-mesin yang canggih untuk meningkatkan kinerja dari

produksi produk CR 1.

43
Hasil wawancara dengan pemilik Merek CR !, Bapak Choiri, ibid.
BAB V

PENUTUP

E. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada

bab sebelumnya yaitu Pasal 3 yang mengenai pemegang hak atas merek akan mendapat

perlindungan hukum bagi merek yang didaftarkannya. Mengenai keefektifan dari Pasal 3 ini

penulis berkesimpulan bahwa pasal tersebut sudah efektif. Hal ini dapat ditinjau 3 (tiga)

aspek yang terdapat pada teori yang dipakai penulis yakni teori efektfitas, diantaranya :

B. Subnstansi Hukum

Dalam substansi hukum mengenai hukum yang mengatur mengenai merek telah

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis dimana dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan mengenai perlindungan

dari pemilik merek yang telah terdafatr yang terdapat dalam Pasal 35 Ayat 1 bahwa

perlindungan kepada pemilik merek yang terdaftar mempunyai jangka waktu 10 (sepuluh)

tahun dari disahkannya merek. Kemudian dalam Pasal 66 menjelaskan mengenai

penyalahgunaan ha katas merek terdiri dari :

1. pembungkus atau kemasan;

2. keterangan dalam iklan;

3. keterangan dalam dokumen mengenai barang dan/atau produk

tersebut; atau

4. informasi yang dapat menyesatkan mengenai asal-usulnya dalam

suatu kemasan.
Bentuk perlindungan bagi pemegang merek terdapat dalam Pasal 67 Ayat

1 yakni dengan mengajukan gugatan. Penjelasan mengenai gugatan terdapat

dalam Pasal 100 Ayat 1 dimana terdapat sanksi baik secara perdata maupun

secara pidana.

C. Struktur Hukum

Struktur adalah Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan


menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan,
pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Di Indonesia
misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di
dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan dan lainnya.
Dalam struktur hukum terkait dengan penegak hukum dalam melaksanakan
peraturan yang berlaku. Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap
manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem
hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang
ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya
hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan
hukum tidak akan berjalan secara efektif.
Penegak hukum yang dimaksud adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Dimana dalam melaksanakan perundnag-undangan telah terbentuk bagian-bagian

koordinasi tidak terkecuali direktorat pengaduan dan penyelesaian sengketa dimana

menjembatani para pemegang merek yang bersengketa untuk melakukan pengaduan.

Pengaduan dapat dilakukan secara online untuk kemudian dilakukan verifikasi untuk

dilakukan penyelesaian sengketa.


D. Budaya Hukum

Budaya hukum masyarakat dapat ditinjau dari konsumen dari kopi bubuk CR 1

dimana masih menggunakan merek tersebut. Harga ekonomis tidak menjadi jaminan bagi

masyarakat untuk beralih kepada produk abal-abal baik logo, rasa, maupun nama mirip

dengan kopi bubuk CR 1 hal ini dibutikan dengan analisis pengambilan responden dan

sampel dari penelitian ini.

F. Saran

Saran penulis lebih di mudahkan dalam hal pengaduan sehingga pelaksanaan dr pengaduan

tidak memakan waktu yang lama serta biaya yang besar. Bagi pemilik merek tidak ragu

untuk melaporkan adanya penyalagunaan mereknya terhadap bukan pemegang merek. Hal

ini dilakukan untuk melindungi hak dari pemegang merek agar tidak mengakibatkan

kerugian bagi pemegang merek yang telah terdaftar.


DAFTAR PUSTAKA

E. BUKU

1. Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual,

PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm.78

2. Mulyana Kusumah, 1986. Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Jakarta

Rajawali Hlm 27

3. Soerjono Soekamto, 1985, Efektifitas peranan Hukum dan Sanksi, Bandung, Remaja

Karya, Hlm 87

4. Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (cetakan ketiga), Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm

194

5. Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hlm

8.

6. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007,

hlm 40.

7. Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, dikutip dari Abdul Rachmad

Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hlm 5.

8. Rahman Syamsudin dan Ismail Aris, Merajut Hukum Indonesia, Mitra Wacana Media,

Jakarta, 2015, hlm 23.

9. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum Cetakan Keenam, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,

hlm 53.

10. Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, hlm. 3


11. Philipus M. hudjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu,

Surabaya, 1987, hlm 38.

12. Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era

Perdagangan Bebas, Grasindo, Jakarta, 2004, hlm 156.

13. Rachmadi Usman, Hukum Ha katas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia, Alumni, Jakarta, 2003, hlm 1.

14. OK Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,

2004, hlm. 344.

15. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hlm. 32

16. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.

16

17. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 82

18. S. Nasution, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hlm. 143

19. Bambam Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2007, hlm. 118

20. Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Perkasa, Jakarta, 2008, hlm. 70

21. Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodelogi Penelitian, Mandar Maju, Bandung,

2002, hlm. 250

22. Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa-Arbitrase Nasional Indonesia &

Internasional, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2011, hlm. 7


23. Munir Fuady, Arbitrase Nasional (ALternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 12

24. Muryati, Dewi Tuti dan B. Rini Heryanti, Pengaturan dan Mekanisme Penyelesaian

Sengketa Nonlitigasi di Bidang Perdagangan, Jurnal Dinamika Sosial Budaya Nomor 1,

2011, hlm 56

25. Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Alumni, Bandung, hlm.18-19.

F. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek YANG TELAH DIUBAH

MENJADI Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek, Lembaran Negara

Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131.

3. Pasal 1 butir 6, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

Korban, Lembaran Negara Nomor, Tambahan Lembar Negara Nomor.

G. INTERNET

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, https://kbbi.web.id/.

2. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, http://www.dgip.go.id/.

Anda mungkin juga menyukai