Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HAK MEREK DALAM HAKI

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah HAKI


Dosen Pengampu :
Dr. Wiwin Muchtar W, S.H., M.Hum

OLEH :
NEKHA PUSPANINGSIH ( 21 1101 11094 )

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO
2023
Pengertian Merek
Pengertian merek perlu mendapat uraian dan penjelasan lebih jelas dan
terperinci untuk menghindari kesimpang siuran dari arti yang sebenarnya yang
dapat menimbulkan salah pengertian, permasalahannya karena banyak bentuk
kreasi yang berkaitan dengan ciptaan barang dan jasa tertentu masing-masing
mempunyai ciri yang spesifik dan menyerupai dengan yang lain.
Menurut Pasal 1 No. 15 UU Merek Tahun 2001, Merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam perdagangan barang atau jasa. Pada dasarnya merek dibedakan
menjadi merek dagang dan merek jasa serta pada UU Merek juga dikenal merek
kolektif.
Suatu hal yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan hak merek
dalam kerangka hak atas keayaan intelektual adalah bahwa kelahiran merek atas
merek itu diawali dari temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan
intelektual lainnya. Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau
desain huruf. Ada hak cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu dalam hak merek
bukanlah hak cipta dalam seni itu yang dilindungi, tetapi mereknya itu sendiri,
sebagai tanda pembeda.
Merek dikatakan berbeda apabila tidak memiliki unsur-unsur persamaan
dengan merek lainnya untuk barang dan jenis yang seudah terdaftar. Unsur-
unsur persamaan itu bisa keseluruhan atau pada pokoknya.
Selain menurut batasan yuridis beberapa sarjana ada juga memberikan
pendapat tentang merek, yaitu :
1. H.M.N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa, Merek adalah suatu
tanda,dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat
dibedakan dengan bendalain yangsejenis.
2. R. Soekardono,merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah
barang tersebut, dimana perlu juga dipribadikan asal barang atau menjamin
kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang
dibuat atau diperdangangkan oleh orang-orang atau badan-badan
perusahaan lain.
3. Mr. Tirtaamidjaya yang mengutip pendapat Vollmar, memberikan rumusan
bahwa, suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang
dibubuhkan diatas barang atau diatas bungkusannya, gunannya membedakan
barang dengan barang-barang sejenis lainnya.
4. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dalam meninjau merek dari
aspek fungsinya, yaitu suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang
yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang
bersangkutan dengan merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan
terhadap mutunya.

Latar Belakang Lahirnya UU Merek


Latar belakang lahirnya undang-undang merek antara lain didasari
munculnya arus globalisasi di segenap aspek kehidupan umat manusia,
khususnya dibidang perekonomian dan perdagangan. Perkembangan pesat
dibidang teknologi informasi dan transportasi mendorong tumbuhnya integrasi
pasar perekonomian dan perdagangan dalam skala global. Era perdagangan
global tersebut hanya dapat dipertahankan jika didukung oleh adanya iklim
persaingan usaha yang sehat. Perlindungan hukum terhadap merek merupakan
salah satu cara untuk memperkuat sistem perdagangan yang sehat. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian internasional yang telah
diratifikasi oleh Indonesia, maka diperlukan penyempurnaan Undang-undang
merek lama (Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor
14 tahun 1997), dengan undang-undang merek baru (UU No. 20 Tahun 2016).
Jenis – Jenis dan Macam – Macam Merek
Jenis – jenis merek terdiri dari beberapa macam yakni :
1. Manufacturer Brand atau merek perusahaan
Adalah merek yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang memproduksi
produk atau jasa. Contohnya seperti soffel. Vitacimin, ultraflu, so klin,
phillips, tessa dan lain – lain.
2. Private Brand atau merek pribadi
Adalah merek yang dimiliki oleh distributor atau pedagang dari produk
pedagang dari produk atau jasa seperti zyrex ubud yang menjual laptop clo
ud evere,
hipermarket giant yang menjual kapas merek giant, carrefour yang menjua
l produk elektrinik dengan merek bluesky, supermarket hero yang menjual
gula dengan merek hero, dan lain sebagainya.
3. Ada juga produk generik yang merupakan produk barang atau jasa yang
dipasarkan tanpa menggunakan merek atau identitas yang membedakan
dengan produk lain baik dari produsen maupun pedagang. Contoh seperti
sayur mayus, gula pasir curah, minyak goreng curah, abu gosok, buah –
buaha, bunga, tanaman, dan sebagainya.

Merek terdiri dari 3 (Tiga) macam berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001, yaitu :
1. Merek Dagang, merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkaoleh seseorang atau beberapa orang secara bersama – sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan barang – barang sejenis
lainnya (Pasal 1 angka (2) UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek).
2. Merek Jasa, merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama – sama atau badan hukum
untuk membedakan dengan jasa – jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (3)
UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek ).
3. Merek Kolektif, merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama – sama atau badan
hukum untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
(Pasal 1 angka (4) UU No. 15 Tahun 2001 ).

Fungsi Merek
Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan oleh produsen
atau pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau
barang dagang lainnya, menurutnya suatu merek memiliki fungsi sebagai
berikut :
1. Fungsi pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan
produk perusahaan lain;
2. Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul
produk, juga secara pribadi menghubungkan reputasi produk
bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus memberikan
jaminan kualitas akan produk tersebut;
3. Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana
memperkenalkan dan mempertahankan reputasi produk lama yang
diperdagangkan, sekaligus untuk menguasai pasar;
4. Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni
merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman
modal, baik asing maupun dalam negeri menghadapi mekanisme
pasar bebas.

Syarat Pendaftaran Merek


Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh suatu merek agar bisa terdaftar
adalah sebagai berikut :
1. Memiliki daya pembeda.
2. Merupakan tanda pada barang atau jasa.
3. Tidak bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban
umum
4. Bukan menjadi milik umum.
5. Tidak berupa keterangan atau keterkaitan dengan barang atau jasa yang
dimintakan pendaftaran.
Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang
atupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek agar supaya merek itu
dapat diterima dan dipakai sebagai merek cap dagang, adalah bahwa merek itu
harus mempunyai daya pembeda yang cukup atau tanda yang dipakai ini
haruslah mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi
suatu perusahan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi
seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang
lain.Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa yang diproduksi menjadi
dapat dibedakan.

Permohonan Pendaftaran Merek


Dalam pendaftaran merek dikenal dua sistem pendaftaran, yakni sistem
delaratif dan sistem konstitutif. Sistem deklaratif yang bisa juga disebut sistem
pasif memberikan asumsi bahwa pihak yang mereknya terdaftar adalah pihak
yang berhak atas merek terdaftar tersebut sebagai pemakai pertamanya. Melalui
sistem ini tidak diselidiki siapa sebanarnya pemilik asli yang bersangkutan,
hanya diperiksa apakah sudah lengkap permohonanya dan apakah tidak ada
pihak pemilik merek serupa yang lebih dahulu melakukan pendaftaran. Dalam
sistem konstitutif, pihak yang berhak atas suatu merk adalah pihak satu-satunya
yang berhak atas suatu merek dan pihak lain harus menghormati haknya.
Sistem pendaftaran merek Indonesia berdasarkan UU No. 20/2016 adalah
menggunakan sistem konstitutif. Dengan sistem konstitutif, perolehan hak atas
merek dilakukan melalui prosedur pemeriksaan dan pengumuman, sampai
dengan pemberian sertifikat terhadap merek yang dimohonkan. Permohonan
perndaftaran merek bisa melalui pendaftaran merek internasional. Pada sistem
konstitutif pendaftaran merek mutlak dilakukan sehingga merek yang tidak
didaftar, tidak akan mendapat perlindungan hukum
Secara Internasional menurut Soegondo Soemodiredjo ada 4 sistem
pendaftaran merek, yaitu:
1. Pendaftaran merek tanpa pemeriksaan merek terlebih dahulu. Menurut
sistem ini merek dapat didaftarkan asal syarat-syarat permohonannya telah
dipenuhi seperti pembayaran biaya permohonan, pemeriksaan dan
pendaftaran. Negara yang menganut sistem ini adalah Prancis, Belgia,
Luxemburg dan Rumania.
2. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu. Hanya merek yang
memenuhi syarat dan tidak mempunyai persamaan pada keseluruhan atau
pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan sebelumnya. Negara
yang membangun sistem ini adalah Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan
Indonesia.
3. Pendaftaran dengan pengumuman sementara. Sebelum merek tersebut
didaftarkan, akan diumumkan terlebih dahulu untuk memberi kesempatan
kepada pihak lain mengajukan keberatan-keberatan tentang pendaftaran
merek tersebut. Sistem ini dianut oleh Negara Spanyol, Colombia, Mexico,
Brazil, dan Australia.
4. Pendaftaran merek dengan pemberitahuan terlebih dahulu tentang adanya
merek-merek terdaftar lain yang ada persamaannya. Negara yang menganut
sistem ini adalah Swiss dan Australia.
Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama. Siapa
yang memakai pertama suatu merek dialah yang dianggap yang berhak menurut
hukum atas merek bersangkutan. Jadi pemakaian pertama yang menciptakan hak
atas merek, bukan pendaftaran.
Untuk memiliki merek terdaftar, yang secara sah melindungi undang -
undang, kita perlu menempuh prosedur pendaftaran sebagai berikut:
1. Mengisi formulir yang telah disediakan dalam Bahasa Indonesia dan diketik
rangkap empat.
2. Lampiri dengan dokumen-dokumen berikut :
a. Surat pernyataan diatas materai Rp. 6.000,00 serta ditanda tangani
oleh pemohon langsung (bukan kuasa pemohon), yang menyatakan
bahwa yang dimohonkan adalah milik pemohon
b. Surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan
melalui kuasa pemohon
c. Salinan resmi akta pendirian badan hukum atau foto copynya yang
ditanda tangani oleh Notaris, apabila pemohon merupakan badan
hukum.
d. 24 (dua puluh empat) lembar etiket merek (empat lembar diletakan
pada lembar formulir yang dicetak diatas kertas.
e. Foto kopi KTP pemohon.
f. Bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia
apabila permohonan dilakukan dengan hak prioritas, dan
g. Bukti pembayaran biaya permohonan merek sebesar Rp.450.000

Itikad baik dari sipemilik merek menjadi peranan utama dalam hal
pendaftaran, hal ini sesuai dengan pasal 4 Undang-undang merek. Selanjutnya
dalam pasal 5 undang-undang merek dikatakan bahwa merek tidak dapat
didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur dibawah ini:
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Tidak memiliki daya pembeda
3. Telah menjadi milik umum
4. Merupakan keterangan dan berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftaranya
Jangka Waktu Perlindungan dan Perpanjangan Merek yang Terdaftar
Menurut ketentuan dalam Article 18 Persetujuan TRIPs, pendaftaran
merek untuk pertama kali berikut perpanjangannya berlaku untuk jangka waktu
paling lama 7 tahun. Pendaftaran merek dapat diperbarui berulang kali (tanpa
batas). Jadi, jangka waktu perlindungan merek terdaftar tanpa batas sepanjang
pemilik merek melakukan perpanjangan, selama itu merek terdaftar diberikan
perlindungan. Minimal jangka waktu perlindungan merek tersebut untuk
pertama kali adalah 7 tahun, termasuk perpanjangannya.
Ketentuan ini diadopsi dalam Pasal 35 UU No. 20/2016. Menurut
ketentuan ini, merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka
waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan, dengan ketentuan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu yang sama. Sebelumnya hal yang sama diatur dalam Pasal 28
UU No. 15/2001. Jangka waktu perlindungan merek terdaftar bukan terhitung
pada saat terbitnya sertifikat merek yang bersangkutan, melainkan berlaku
mundur terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan merek yang telah
memenuhi persyaratan minimum.

Permohonan perpanjang jangka waktu merek adalah :


1. Dimajukan dalam waktu 12 bulan sebelum berakhir
2. Merek tersebut masih digunakan
Perubahan nama atau alamat pemilik merek dapat diajukan permohonan
kepada Dirjen Hak Kekayaan Intelektual dan selanjutnya dicatat dalam berita
merek, lampirkan surat peralihan hak dan dikenakan biaya. Hak atas merek
terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:
1. Secara tetap dan menyeluruh:
a. Pewarisan
b. Wasiat
c. Hibah
d. Perjanjian
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh Undang-undang
2. Secara sebagian
a. Lisensi
Adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak
lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan
pengalihan hak) untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk
seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan
dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
b. Franchise/waralaba
Adalah metode mendistribusikan produk atau layanan yang melibatkan
Franchisor sebagai pemilik merek dagang atau nama dagang dan sistem
bisnis.

Pembatalan Merek

Penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dapat


dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI atau berdasarkan permohonan
pemilik merek yang bersangkutan. Penghapusan pendaftaran merek atas
prakarsa Direktorat Jenderak HKI dapat dilakukan jika :

1) merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturutturut dalam


perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau
pemakaian terakhir, kecuali ada alasan yang dapat diterima oleh
Direktorat Jenderal HKI, atau;
2) merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa yang tidak sesuai
dengan jenis barang dan atau jasa yang dimohonkan pendaftaran,
termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang
didaftar. Adapun alasan-alasan yang dapat diterima oleh Kantor Merek
dalam hal tidak digunakannya merek dalam perdagangan barang dan
atau jasa itu secara limitative telah ditentukan, yaitu karena adanya
larangan impor; larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran
barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan
dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; larangan serupa
lainnya yang ditetapkan dengan peraturan.

Mengenai penghapusan pendaftaran merek yang dilakukan atas


permintaan pemilik merek baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan
atau jasa yang termasuk dalam satu kelas, diajukan kepada Direktorat Jenderal
HKI. Permintaan penghapusan merek tersebut selanjutnya dicatat dalam Daftar
Umum Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Permintaan pembatalan diajukan melalui gugatan ke Pengadilan Niaga,


diantaranya karena alasan :

1. Merek terdaftar yang pendaftarannya dilakukan oleh pemohon yang


beritikad tidak baik;
2. Merek terdaftar tersebut bertentangan dengan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban
umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum,
merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang dan atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya;
3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis;
4. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa.
5. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
indikasi geografis yang sudah dikenal;
6. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas oersetujuan tertulis dari
yang berhak;
7. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera
atau lambang atau simbol atau emblem suatu negara atau lembaga
nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari
pihak yang berwenang;
8. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi
yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Jenis – Jenis Pelanggaran Merek

Pada hakekatnya pelanggaran merek yang terjadi di Indonesia diakibatkan


oleh sikap konsumtif masyarakat Indonesia. Masyarakat Indoneisa memiliki
kecenderungan berorientasi pada pemakaian produk-produk luar negeri (label
Minded), apalagi kalau itu merek terkenal. Akan tetapi daya beli masyarakat
Indonesia yang rendah menyebabkan mereka tidak cukup mampu untuk
membeli produk-produk luar negeri yang harganya sangat tinggi. Untuk itu
timbullah pemikiran dari pelaku usaha atau produsen untuk membuat produk
lokal dengan merek yang sudah terkenal. Produsen yang beritikad baik mungkin
akan melakukan upaya pengalihan hak atas merek secara sah, akan tetapi
produsen yang beritikad buruk pasti akan melakukan pelanggaran-pelanggaran
atas merek orang lain yang sudah terkenal demi untuk kepentingan pribadinya
yang tentu akan merugikan pemegang hak atas merek yang asli.

Pada umumnya pelanggaran atas merek memerlukan penangan yang


berbeda – beda. Adapun jenis – jenis pelanggaran merek adalah :

a. Pendaftaran merek tanpa hak


b. Pendaftaran merek tanpa hak disertai pemakaian
c. Pemakaian merek tanpa hak

Proses Penyelesaian Sengketa Merek

Di dalam UU MIG ada pengaturan bagaimana proses penyelesaian sengketa


merek diawali dari Pasal 83 hingga Pasal 93 UUMIG. Apabila jika perundingan
menemui jalur buntu, ketika para pihak yang bersengketa berselisih pendapat
serta tiap-tiap pihak bersikeras senantiasa pada keyakinannya, yang akhirnya
memohon kepada pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Umumnya pihak yang menganggap haknya dilanggar menuntaskan dengan
membuat permohonan gugatan ke pengadilan.

Bersumber pada Pasal 93 UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan


Indikasi Geografis (“UU MIG”) menerangkan bahwa penyelesaian sengketa tidak
hanya di Pengadilan Niaga tetapi bisa juga diselesaikan dengan menempuh jalur
arbitrase ataupun alternatif penyelesaian sengketa. Pihak yang bersengketa bisa
memilih lembaga penyelesaiannya sebagai berikut:

1. Arbitrase

Upaya arbitrase yang dapat digunakan dalam menyelesaikan sengketa


merek bersumber dari Pasal 5 UU Nomor. 30 Tahun 1999 sengketa perniagaan
dan tentang hak yang bersumber pada hukum dipahami sepenuhnya oleh pihak
yang turut dan dalam sengketa. Penyelesaian lewat non litigasi ataupun diluar
pengadilan yakni penyelesaian sengketa dengan memakai metode yang terdapat
di luar pengadilan ataupun memakai lembaga alternatif penyelesaian sengketa.

Ada 2 model penyelesaian sengketa yang bisa ditempuh oleh pihak-pihak


dengan arbitrase ialah :

a. Arbitrase Ad Hoc
Dalam arbitrase Ad Hoc para pihak bisa memastikan sendiri metode
pemilihan arbiter, konteks kerja prosedur arbitrase, serta pegawai
administrasi arbitrase, sebab metode pengecekan arbitrase berlangsung
tanpa terdapatnya pengawasan serta pemeriksaan yang mempunyai sifat
lembaga. Arbitrase mempunyai jangka waktu hingga sengketa diputuskan.
Dalam penerapannya arbitrase mempunyai kesulitan tersendiri seperti
melakukan perundingan, menetapkan prosedural arbitrase dan merancang
tata cara pemilihan arbiter yang disetujui oleh para pihak.
b. Arbitrase Institusional
Arbitrase Institusional dibentuk oleh suatu organisasi yang digunakan
dalam menuntaskan sengketa yang berasal dari perjanjian. Arbitrase
Institusional sifatnya permanen ialah senantiasa beridiri walaupun belum
terdapatnya sengketa maupun sudah selesainya sengketa sehingga kesulitan
yang ditimbulkan dapat dikurangi dalam lembaga arbitrase ad hoc.

2. Gugatan pada Pengadilan Niaga

Bersumber pada UU MIG Pasal 83 dan 84 terdapat beberapa hal yang wajib
dicermati, ialah:

a. Pihak lain yang tidak memiliki hak, menggunakan merek dimana memiliki
kesamaan intinya ataupun kesemuanya untuk produk ataupun jasa pemilik
merek dapat mengajukan gugatan terdaftar ataupun pemegang Lisensi Merek
terdaftar, gugatan yang dilayangkan bisa berbentuk gugatan ganti rugi
ataupun dihentikannya seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
pemakaian merek tersebut.
b. Gugatan bisa juga dilayangkan oleh pemilik merek terkenal bersumber pada
putusan pengadilan yang diajukan kepada Pengadilan Niaga.
c. Sepanjang masih dalam pengecekan pemilik merek ataupun penerima Lisensi
bisa melayangkan permintaan kepada hakim untuk mengakhiri aktivitas
penciptaan, pendistribusian, ataupun perniagaan produk ataupun jasa yang
memakai merek itu secara tanpa hak.
d. Produk yang memakai merek tanpa hak harus diserahkan oleh Tergugat,
hakim bisa mengintruksikan penyerahan produk ataupun nilai produk itu
dilakukan sehabis pengadilan mengeluarkan putusan yang berkekuatan
hukum tetap.
Sertifikat Merek

Berdasarkan keberatan sanggahan tersebut, Direktur Jendral


memerintahkan kepada pemeriksa untuk mengadakan pemeriksaan kembali atas
permohonan pendaftaran merek. Jika hasil pemeriksaan kembali menyatakan
bahwa keberatan diterima, permohonan pendaftaran merek ditolak. Sebaliknya
jika keberatannya yang ditolak, atas persetujuan Direktur Jenderal, merek
tersebut 35 harus didaftar dalam Daftar Umum Merek, dan untuk selanjutnya
kepada pemohon atau kuasanya akan diberikan sertifikat yang memuat :

a. Nama dan alamat lengkap pemilik merek yang didaftar


b. Nama dan alamat lengkap kuasa, dalam hal permohonan menggunakan
kuasa
c. Tanggal pengajuan dan tanggal penerimaan
d. Nama negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila
permohonan tersebut diajukan dengan menggunakan hak prioritas
e. Etiket merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam
warna apabila merek tersebut menggunakan unsur warna, dan apabila
merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf latin dan/atau angka
yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahannya
dalam bahasa Indonesia, huruf latin dan angka yang lazim digunakan dalam
Bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan latin, nomor dan
tanggal pendaftaran.
f. Kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang mereknya di daftar dan
g. Jangka waktu berlakunya merek Merek terdaftar mendapat perlindungan
hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan
dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang
Contoh kasus :

Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisama dengan Honda Karisma

Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan seksama
antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa Krisma
diproduksi oleh PT. Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh PT.
Astra Honda Motor. PT. Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT. Astra
Honda Motor (AHM), karena PT. AHM perusahaan yang mampu memproduksi
1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT. Tossa Sakti pada motor
Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan
tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di
Jakarta.

Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian, tetapi


masalah penggunaan nama Karisma oleh PT. AHM. Sang pemilik merek dagang
Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT. AHM atas merek
tersebut ke jalur hakum. Menurut beliau, PT. AHM telah menggunakan merek
tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak
Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT. AHM diduga
telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huruf Karisma di
desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT. AHM
memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain
huruf berwarna.

Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim


Pengadilan Niaga Negeri. Namun, PT. AHM tidak menerima keputusan dari hakim
pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung.
PT. AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak
ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT. AHM
(Karisma) untuk sepeda motomya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat
surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma
untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau
menggunakan merek tersebut.

Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT. Tossa Sakti (Gunawan Chandra)
memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT. AHM merasa kecewa karena pihak
pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata
dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT AHM, yaitu masalah desain huruf
pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf tersebut
tidak dilindungi hukum.

Dari kasus tersebut, PT. AHM dikenakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang


No. 15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyeludupan hukum.
Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada tahun
2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh
psikologis terhadap konsumen. Kini, PT. AHM telah mencabut merek Karisma
tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan
bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma
DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih, Endang, 2005, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights,. Jakarta:


Ghalia Indonesia. Rafianti, Laina, 2018.

Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus Haki Yang Benar (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2010) h. 87

Saidin, 1997. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: RajaGrafindo

Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual… Op. Cit h. 27 dalam buku Fahmi, M. Abdi
Almaktsur, dan Syafrinaldi, Hak Kekayaan Intelektual (Pekanbaru, Suska Press 2008) h. 34

M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia, (Citra
Aditiya Bhakti, 1996, Cet I) H. 484 dalam buku Fahmi, M. Abdi Almaktsur, dan Syafrinaldi,
Hak Kekayaan Intelektual (Pekanbaru, Suska Press 2008) h. 35 24

Ermansyah Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)

Dyah Hasto Palupi Dan Hermawan Kertajaya, Op. Cit, Hlm 67

Ditjen HKI. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).Tangerang:2011.hlm, 45

I Gede Mahendra Juliana Adiputra, dkk. (2020). Penyelesaian Perkara Pelanggaran Hak Atas
Merek, Jurnal Preferensi Hukum, Vol. 1 No 2 Hal 67-71

Rani Apriani, dkk. (2022), Penyuluhan Peran Abritase Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Di
Luar Pengadilan, MARTABE : Jurnal Pengabdian Masyarakat, VolumeVolume 5 Nomor 2
Tahun 2022, http://jurnal.umtapsel.ac.id/index.php/martabe/article/view/4320/pdf

Ida Ayu Sri Dewi Kusuma dan I Dewa Gede Dana Sugama. (2020). Upaya Arbitrase Dalam
Penyelesaian Sengketa Merek Terkenal. Jurnal Hukum Kertha Wicara, Vol 9 No 3

Patrichia Weyni Lasut. (2019). Penyelesaian Sengketa Gugatan Atas Pelanggaran Merek
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Lex
Et Societaris, Vol. VII/No.1/Jan/2019
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global (Yogyakarta : Graha Ilmu,
2010) h. 215

https://www.slideshare.net/septianbarakati/contoh-kasus-pelanggaran-hak-merek

Anda mungkin juga menyukai