1
Harsono Adisumarto, "Hak Milik Intelektual Khususnya Paten Dan Merek, Hak Milik
Perindustrian (Industri Property)", (Jakarta: Akademika Pressindo, 1990), h. 59.
2
Sulastri, Satino, Yuliana Yuli, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan
Terhadap Merek Dagang Tupperware Versus Tulipware)”, Jurnal Yuridis, Vol. 5, No. 1, (2018),
hal 162.
3
Jisia Mamahit, “Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang Dan
Jasa”, Lex Privatum, Vol. 1 No. 3, (2013), h. 92.
pendaftaran konstitutif (first to file) sebagai pengganti undang-undang
merek sebelumnya yang menerapkan sistem pendaftaran deklaratif (first to
use). Kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tersebut telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Kemudian
berkembang dan diganti dengan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001
tentang merek dan terakhir Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Untuk memenuhi persayatan pendaftaran, merek harus memiliki
daya pembeda yang cukup, artinya memiliki kekuatan untuk membedakan
antara merek yang dimiliki dengan merek milik pihak lain yang kelas
barangnya sama atau sejenis. Agar memiliki daya pembeda, merek harus
dapat memberikan penentuan pada barang atau jasa yang bersangkutan.
Oleh karena itu, merek yang tidak memiliki daya pembeda tidak dapat
didaftarkan di Direktoral Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan secara
otomatis tidak akan mendapatkan perlindungan hukum.4
Telah diaturnya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh si pemohon
dalam mengajukan permohonan pendaftaran merek tidak menghilangkan
sama sekali terjadinya pelanggaran merek oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Penggunaan secara tanpa hak atas merek pada suatu
produk dengan maksud mengambil keuntungan atas merek yang
digunakannya masih banyak terjadi dalam berbagai bentuk, misalanya
pembajakan atau melalui pemanfaatan reputasi (terjadi persamaan pada
pokoknya pada merek yang mempunyai reputasi dimata konsumen).
Dengan demikian, perlindungan hukum yang diberikan oleh negara
juga tidak hanya terbatas pada pemilik merek, tetapi juga kepada
konsumen yang menginginkan aman, nyaman dan terjamin dalam
mendapatkan merek yang asli sehingga tidak terkecoh dalam membeli
barang dengan merek palsu. Perlindungan hukum yang diberikan kepada
4
Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menuru Hukum Indonesia, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), h. 18.
pemilik merek adalah pemilik merek yang mempunyai iktikad baik,
artinya sekalipun telah mempunyai sertifikat sebagai bukti kepemilikan
suatu merek, namun dapat dimintakan penghapusan atau pembatalan atas
merek tersebut jika pemiliknya terbukti mempunyai iktikad buruk.5
Perlindungan hukum demikian hanya diberlakukan terhadap merek
yang telah didaftarkan. Pendaftaran merek akan memberikan pelindungan
yang lebih kuat, khususnya jika bertentangan dengan merek yang identik
atau yang mirip. Walaupun sebagian besar pelaku bisnis menyadari
pentingnya penggunaan merek untuk membedakan produk yang dimiliki
dengan produk para pesaingnya, namun tidak semua pihak menyadari
mengenai pentingnya pelindungan merek melalui pendaftaran.
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek
dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa merek terdaftar mendapat
perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal
penerimaan dan jangka waktu pelindungan itu dapat diperpanjang dan
dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama.6
Negara berkewajiban dalam menegakkan hukum merek. Oleh
karena itu apabila ada pelanggaran yang dilakukan atas merek terdaftar,
pemilik merek dapat mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang.
Dengan perlindungan tersebut maka akan terwujud keadilan yang menjadi
tujuan dari hukum. Salah satu tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan
masyarakat. Dengan perlindungan hukum maka pemilik merek yang sah
terlindungi hak-haknya.
Dalam perspektif administratif, pendaftaran merek juga dapat
ditolak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 yaitu pendaftaran merek dapat ditolak apabila
mengandung persamaan pokok atau keseluruhan dengan merek pihak lain
5
Wilson Wijaya dan Christine S.T. Kansil, "Analisis Kekuatan Unsur Itikad Baik Pada
Pelaksanaan Pendaftaran Merek Di Indonesia (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor
364K/Pdt.Sus-HKI/2014) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016", Jurnal Hukum
Adigama, Vol. 1 No. 1, (2018), h. 5.
6
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang sejenis, dengan merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang sejenis, dan juga dengan
indikasi-geografis yang sudah dikenal.7
Penjelasan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
mengenai persamaan pada pokok adalah merupakan kemiripan yang
disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang
satu dengan yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan
mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara
unsur – unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam
merek tersebut.
Hal demikian didasarkan prinsip konstitutif yang dianut dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Prinsip Konstitutif atau disebut juga first to file principle. Pasal
3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis menyatakan: “Hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut
terdaftar”.8 Artinya, merek yang di daftar adalah yang memenuhi syarat
dan sebagai yang pertama.
Merek tidak didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh
pemohon dengan itikad tidak baik. Pasalnya, pemohon tidak baik dapat
memiliki niat tersembunyi seperti membonceng, meniru, atau menjiplak
ketenaran yang menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengecoh atau
menyesatkan konsumen.
Ketentuan demikian termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 20 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 dijelaskan bahwa:9
“Merek tidak dapat didaftar jika:
a) Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang
undangan, moralitas, agama, kesusilaan,atau ketertiban umum;
7
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
8
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
9
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
b) sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang
dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
c) memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang
asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang
dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau
merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk
barang dan/atau jasa yang sejenis;
d) memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat,
atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
e) tidak memiliki daya pembeda; dan/atau;
f) merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum”
a) Kesamaan Keseluruhan
12
Putusan Mahkamah Agung Nomor 5 PK/Pdt.Sus-HKI/2020.
Sengketa yang diakibatkan oleh pelanggaran merek dalam dunia
perdagangan tidak terlepas dari adanya itikad buruk dari pelaku usaha
untuk memenangkan persaingan dalam merebut pasar. Persaingan itu
dilakukan secara tidak jujur dan tidak adil. Akibatnya, pemilik merek
menderita kerugian. Beberapa diantara perbuatan yang mengarah pada
persaingan tidak sehat itu adalah menggunakan merek yang sama pada
pokoknya atau sama pada keseluruhannya, tindakan passing off,
penjiplakan mentah-mentah (slavish imitation/ slaavsenabosting) dan
sebagainya.13
Kasus sengketa merek yang akan penulis kaji untuk diteliti adalah
berdasarkan putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 5 PK/Pdt.Sus-
HKI/2020:
1. Kasus Posisi
Penggugat adalah salah satu Perusahaan di Indonesia
yang telah hampir 1 (satu) dekade bergerak di bidang
Perindustrian dan Perdagangan Peralatan Pipapipa berbahan
Stainless Steel, yang telah mensupport kebutuhan Pasar
Domestik maupun Internasional.
Atas usahanya tersebut, sebelumnya pada tahun 2004,
Penggugat telah mendaftarkan Nama Produk-Produknya
dengan menggunakan Merek Dagang “STAR & LOGO
BINTANG” di Direktorat Merek dibawah Daftar
No.IDM000120263 pada tanggal 10 Mei 2007 untuk
melindungi jenis barang Kelas 06, yakni antara lain: “Pipa
Stainless Steel terbuat dari besi stainless steel (anti karat)” yang
telah diperpanjang dibawah No.R008802/2014 tanggal 15 Juli
2014 dan juga Pendaftaran Merek Dagang BLUE STAR
Agenda No.D002014029330 tanggal 25 Juni 2014;14
13
Gunawan Suryomurcitro, “Perlindungan Merek Terkenal menurut UU No. 15 Tahun
2001 tentang Merek”, (Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2008), h. 7.
14
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Oleh karena itu, sudah barang tentu menurut hukum,
Penggugat mempunyai hak khusus untuk melaksanakan sendiri
Hak Eksklusifnya dengan menggunakan Merek Dagang
“STAR & LOGO BINTANG” tersebut di Indonesia, agar dapat
membedakan hasil-hasilnya dari hasil-hasil pihak lain
sebagaimana diamanatkan dalam Ketentuan Pasal 1 ayat 5
Undang-Undang No.20 tahun 2016 Jo. Pasal 3 Undang-Undang
No.15 tahun 2001 tentang Merek; 4. Bahwa ternyata diketahui
oleh Penggugat, telah terdaftar pula Merek-Merek Dagang
yang mengandung kata STAR pada Direktorat Merek (i.c.
Tergugat II) untuk melindungi jenis barang yang termasuk
dalam Kelas 6 atas nama Tergugat I yang merupakan hasil
pengalihan Hak dari Adi Wijaya Komarjono, dimana secara
mutatis mutandis memiliki persamaan dengan Merek Dagang
STAR & LOGO BINTANG Terdaftar milik Penggugat, yakni
antara lain:15
a) Pendaftaran Merek Dagang “GREEN STAR” Daftar
No. IDM000513150 Kelas 6, Tanggal 18 Januari 2016;
b) Pendaftaran Merek Dagang “RED STAR” Daftar No.
IDM000513223 Kelas 6, Tanggal 18 Januari 2016;
c) Pendaftaran Merek Dagang “BLUE STAR” Daftar No.
IDM000540526 Kelas 6, Tanggal 16 Maret 2017.
16
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Permohonan Pendaftaran Merek Dagang “Star
Blue” Agenda No. D002014044480 Kelas 6
tertanggal 30 September 2014;
Permohonan Pendaftaran Merek Dagang “Blue
Star” Agenda No. D002014023313 Kelas 6
tertanggal 23 Mei 2014;
Permohonan Pendaftaran Merek Dagang “Blue
Star” Agenda No. D002014023313 Kelas 6
tertanggal 23 Mei 2014;
Permohonan Pendaftaran Merek Dagang “Blue
Star” Agenda No. D002016054884 Kelas 5
tertanggal 9 November 2016;
Permohonan Pendaftaran Merek Dagang “Blue
Star” Agenda No. DID2017005656 Kelas 7
tertanggal 3 Februari 2017;
Permohonan Pendaftaran Merek Dagang “Blue
Star” Agenda No. DID2017005686 Kelas 8
tertanggal 3 Februari 2017.
2. Pertimbangan Hakim
Dalam pertimbangan hakim Putusan Nomor 5 PK/Pdt.Sus-
HKI/2020 alasan-alasan permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali I (Tergugat II) tersebut dapat
dibenarkan, oleh karena di dalam putusan Judex Juris, terdapat
suatu kekhilafan hakim yaitu di dalam pertimbangan dan
putusannya Judex Juris menyebutkan merek Penggugat adalah
“STAR” dan logo bintang padahal penyebutan tersebut keliru,
karena merek Penggugat yang benar sesuai Sertifikat Merek
yang diterbitkan oleh Tergugat II adalah Star Stainless Steel;18
Dengan demikian tidak ada merek STAR dan logo bintang
yang terdaftar pada Tergugat II, atas nama Penggugat;
17
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
18
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Bila dibandingkan antara merek Penggugat Star Stainless
Steel dengan merek Tergugat I yaitu Green Star, merek Red
Star dan merek Blue Star, maka pertimbangan Judex Facti
sudah tepat dan benar yaitu tidak terdapat persamaan pada
pokoknya/keseluruhannya antara merek Penggugat dengan
merek Tergugat I karena kata STAR adalah kata umum; Bahwa
pertimbangan dan putusan Judex Facti sudah tepat dan benar
oleh karena itu diambil alih menjadi pertimbangan Mahkamah
Agung dalam perkara a quo;
Alasan-alasan permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali II (Tergugat I) tidak dapat
dibenarkan, oleh karena setelah membaca dan meneliti alasan-
alasan permohonan peninjauan kembali tanggal 8 Mei 2019
dan jawaban permohonan peninjauan kembali tanggal 16
Oktober 2019, ternyata keberatan dari Pemohon Peninjauan
Kembali II berisi hal-hal yang telah dipertimbangkan yang
pada dasarnya mengenai perbedaan pendapat antara Pemohon
Peninjauan Kembali II dengan Judex Juris, perbedaan mana
bukan merupakan kekhilafan hakim ataupun suatu kekeliruan
nyata;
Setelah memeriksa bukti-bukti baru yang diajukan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali II yaitu bukti baru bertanda PK-
1 s/d PK-4 ternyata bukti-bukti tersebut bukan termasuk bukti
surat yang bersifat menentukan karena bukti bertanda PK-1
berisi petikan merek lain bukan merek objek sengketa dalam
perkara ini, sedangkan bukti surat bertanda PK2 s/d PK-4 terbit
setelah perkara ini diputus oleh Judex Facti sehingga bukti-
bukti
Bukti tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali; Menimbang,
bahwa namun demikian Hakim Agung anggota: I Gusti Agung
Sumanatha, S.H., M.H., menyatakan beda pendapat (dissenting
opinion) dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai
berikut:19
Alasan-alasan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan
oleh karena bukti PK-1 s/d PK-4 tidak bersifat menentukan,
produk-produk dalam bukti PK-1 s/d PK-4 yang memakai
merek STAR dan Logo masih terdaftar (exist) karena belum
diuji dengan adanya gugatan oleh pemegang hak eksklusif atas
merek STAR dan Logo serta tidak ditemukan adanya
kekhilafan hakim dalam putusan Judex Juris;
Termohon Peninjauan Kembali merupakan pendaftar
pertama dalam merek dagang “STAR” dan Logo Bintang
dengan Nomor IDM000120263 kelas 6 dan mendapat
perlindungan sejak tanggal 15 Juli 2004;
Merek Termohon Peninjauan Kembali terdiri dari kata
“STAR” dengan Logo Bintang yang berwarna biru, sedangkan
Blue Star yang secara harfiah berarti Bintang Biru yang secara
visual dan atau bunyi/tulisan bisa menyesatkan konsumen yang
merugikan Termohon Peninjauan Kembali, lebih-lebih
Pemohon Peninjauan Kembali tidak beritikad baik, karena
Pemohon Peninjauan Kembali II (Tergugat I) pernah menjadi
distributor dari Termohon Peninjauan Kembali dari tahun 2007
hingga tahun 2014, sehingga mengerti keuntungan dan prospek
dari merek yang berbau STAR.
Sehingga Hakim Agung I Gusti Agung Sumanatha, S.H.,
M.H., berpendapat permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali I dan Pemohon Peninjauan
Kembali II seharusnya ditolak;
Oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam Majelis
Hakim dan telah diusahakan musyawarah dengan sungguh-
19
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka berdasarkan Pasal
14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Majelis Hakim mengambil putusan
dengan suara terbanyak;
Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung
berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan
permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali I: Kementerian Hukum dan HAM RI, Cq.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Cq. Direktorat
Merek, tersebut dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 606 K/Pdt.Sus-HKI/2018 tanggal 17 Juli 2018
selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara
ini dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah
ini;20
Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah
Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan
kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali II:
PT. Wiharta Prametal tersebut tidak beralasan, sehingga harus
ditolak;
Karena permohonan peninjauan kembali dari Pemohon
Peninjauan Kembali I dikabulkan, maka Termohon Peninjauan
Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua
tingkat peradilan dan pemeriksaan peninjauan kembali;
Memperhatikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis, Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-
20
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-
undangan lain yang bersangkutan;
3. Analisis Peneliti
Berdasarkan uraian sengketa dalam Putusan Nomor
5 PK/Pdt.Sus-HKI/2020, diketahui bahwa jenis produk dari
kedua merek yang memiliki sengketa sama-sama
merupakan produk pipa dari logam. Pada kedua merek
milik Termohon Peninjauan Kembali atau PT Wiharta
Prametal dan Pemohon Peninjauan Kembali dahulu atau PT
Supra Teratai Metal terdapat persamaan pada unsur bunyi
Star pada kata Star dengan Green Star, Red Star, dan Blue
Star. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1)
huruf (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang
Merek dan Indikasi Geografis bahwa:21
“Permohonan ditolak jika merek tersebut
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan:
a) Merek terdaftar milik pihak lain atau
dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis;…”
21
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
dan HAM dengan Nomor Pendaftaran Merek Dagang
IDM000120263 bernama “Star Stainless Steel”. Hal
demikian seakan berkontradiksi dengan dalil PT Supra
Teratai Metal atas merek dagangnya.
24
Putusan Mahkamah Agung Nomor 5 PK/Pdt.Sus-HKI/2020.
25
Nama jenis ini pada umumnya tidak didaftarkan dan
dilindungi sebagai merek dagang untuk barang yang
bersangkutan. Pengecualian demikian dilakukan karena
kata-kata tersebut sudah demikian lazimnya digunakan oleh
semua orang untuk menyebut jenis barang yang
bersangkutan, sehingga sudah selayaknya apabila tidak
seorang pun boleh mengaku sebagai satu-satunya orang
yang berhak memakai kata tersebut atau sebagai satu-
satunya orang yang telah memakai kata tersebut sebagai
merek dagang jenis tersebut.26
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kedudukan merek yang telah terdaftar terlebih dahulu berdasarkan
teori first to file yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 menghendaki yang berhak atas suatu merek adalah pihak
yang mendaftar mereknya dikenal dengan asas presumption of
ownership. Sehingga menjamin kepastian hukum karena pemilik atau
pendaftar merek diberikan sebuah sertifikat sebagai tanda bukti
pendaftaran dan bukti hak atas merek yang telah didaftarkan tersebut
sekaligus dianggap sebagai pemakai pertama dari merek yang
bersangkutan.
2. Pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 5
PK/Pdt.Sus/2020 menyatakan bahwa merek Star Stainless Steel
dengan merek dagang Red Star, Blue Star, dan Green Star tidak
memiliki persamaan pada pokoknya karena kata “Star” merupakan
kata umum. Namun sejatinya, kata Star tidak dapat dikategorikan
sebagai kata umum karena tidak menggambarkan jenis produk pipa
besi tersebut.
B. Rekomendasi
1. Bagi pembentuk undang-undang seharusnya memberikan penjelasan
terkait kata umum yang tidak dapat digunakan untuk pendaftaran
merek merupakan kata yang menggambarkan produk dan/atau jenis
usaha yang dijalankan dengan merek dagang tersebut.
2. Bagi masyarakat seharusnya melakukan penelusuran merek sebelum
mendaftarkan suatu merek dagang dan tidak mendaftarkan merek
dagang yang berpotensi untuk memiliki kesamaan keseluruhan atau
kesamaan pada pokoknya dengan merek dagang lain.
BibliographyDAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Wijaya, W., & Kansil, C. S. (2018). Analisis Kekuatan Unsur Itikad Baik Pada
Pelaksanaan Pendaftaran Merek Di Indonesia (Studi Kasus Putusan
Mahkamah Agung Nomor 364K/Pdt.Sus-HKI/2014) Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016. Jurnal Hukum Adigama, 5.
Zen, A. (2005). Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips. Bandung: Alumni.
Artikel Jurnal
D., M. F., & dkk. (2018). Iktikad Tidak Baik dalam Pendaftaran dan Model
Penegakan Hukum Merek di Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum,
220.
Skripsi
Heriyanto, D. (2017). Perlindungan Hukum Atas Hak Merek (Studi Kasus Merek
Spesial Sambal dalam Passing Off). Surakarta: Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sari, M. I. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Bereputasi Asing Yang
Belum Terdaftar Di Indonesia Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung
No.364 K/Pdt.Sus-HKI/2014. Jakarta: Skripsi UIN Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Putusan Pengadilan
D., M. F., & dkk. (2018). Iktikad Tidak Baik dalam Pendaftaran dan Model
Penegakan Hukum Merek di Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 220.
Dhian, R. (2013). Akibat Hukum Pengalihan Hak Atas Merek Terdaftar
Berdasarkan Akta Hibah Wasiat. Jurnal Fakultas Hukum Universitas
DIponegoro, 131.
Heriyanto, D. (2017). Perlindungan Hukum Atas Hak Merek (Studi Kasus Merek
Spesial Sambal dalam Passing Off). Surakarta: Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Munandar, H. (2008). Mengenai Haki, Hak cipta, Hak Merek, Hak Paten dan
Seluk Beluknya. Jakarta: Erlangga.