Anda di halaman 1dari 6

Hukum Perusahaan : Hak atas Kekayaan Intelektual

MEREK TERKENAL DAN PENERAPANNYA DALAM PRAKTIK PERADILAN DI


INDONESIA

Oleh : Aria Dipura, SH dan Eirene Lamtiur. SH

PENDAHULUAN

Pengaruh globalisasi di segala bidang kehidupan masyarakat, baik di


bidang sosial, ekonomi, maupun budaya tidak terelakkan lagi,
semakin mendorong laju perkembangan perekonomian masyarakat.
Seiring dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi
informasi dan sarana transportasi, telah menjadikan kegiatan di
sektor perdagangan baik barang maupun jasa pun juga mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Kecenderungan akan
meningkatnya arus perdagangan barang dan jasa tersebut akan
terus berlangsung secara terus menerus sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin meningkat dan
melintasi batas wilayah negara-negara.1

Meningkatnya arus perdagangan barang dan jasa tersebut tentu dipengaruhi berbagai macam
variabel, salah satu yang sangat mempengaruhi adalah aspek Kekayaan Intelektual (“KI”). KI
melayani dan menyumbang pada dunia usaha dan mampu mendorong laju ekonomi kreatif di
bidang sektor riil serta dapat dirasakan sangat bermanfaat dalam hal pendistribusian pendapatan
untuk kesejahteraan masyarakat. Apalagi bila dalam produk produk tersebut sudah mempunyai
hak KI secara hukum dalam perlindungannya. 2 Salah satu jenis KI yang memegang peranan
penting adalah merek.

Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain di dalam pasar, baik untuk barang/jasa yang sejenis maupun yang
tidak sejenis. Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan suatu produk dengan produk
yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya,
khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (well-known marks).3 Indonesia sendiri
telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis (“UU MIG”) sebagai payung hukum perlindungan atas merek.

MEREK TERKENAL DALAM PENGATURAN PERLINDUNGAN MEREK

Ketika membicarakan merek, maka kita tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai merek
terkenal. Dalam literatur ditemukan ada beberapa istilah asing untuk menyebut merek terkenal,
yaitu “famous mark”, “well-known mark”, dan “renown mark”. Istilah well-known mark dan

1
Penjelasan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
2
https://ntt.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/6000-peran-kekayaan-intelektual-dalam-
percepatan-pertumbuhan-ekonomi-di-era-globalisasi
3
Sadikin, “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual” Intellectual Property Right, cet. 4 (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm.359.
famous mark mengacu pada merek terkenal, sedangkan istilah renown mark mengacu pada
merek termahsyur yang dianggap mempunyai tingkatan keterkenalan lebih tinggi dibanding
merek terkenal.4 Walaupun demikian, parameter tingkat keterkenalan suatu merek sulit untuk
ditentukan karena akan hal tersebut bergantung pada produk yang dihasilkan dan digunakan
pada umumnya oleh konsumen, atau produk dengan merek tertentu yang dekat pada kehidupan
sehari-hari konsumen.5

Dengan demikian, kriteria untuk menyatakan suatu merek sebagai sebuah merek terkenal
merupakan suatu hal yang ditentukan oleh masing-masing negara.6 Terkait hal ini, W. Moestert
menyatakan,

“it should be noted that the recognition and the protection of well-known marks differ from
country to country: the definition and criteria in this area of trademark law remain
exclusive.”7

Permasalahan mengenai kriteria atau parameter merek terkenal ini seringkali dijumpai pada
sengketa merek. Di Indonesia sendiri, sengketa yang melibatkan merek-merek terkenal sudah
seringkali dijumpai. Apesnya, gugatan beberapa merek terkenal kandas oleh palu pengadilan
Indonesia, antara lain Pierre Cardin, Monster Energy, Toyota Lexus dan IKEA8.

PENGATURAN MEREK TERKENAL DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Indonesia pada prinsipnya telah memberikan aturan mengenai merek terkenal, termasuk
menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar suatu merek digolongkan sebagai merek
terkenal, yakni pada UU MIG serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 67 Tahun 2016 tentang
Pendaftaran Merek (“PerMen 67/2016”) vide Pasal 16.2 jo. Pasal 18 jo. Pasal 19 sebagai
berikut:

“Pasal 16 Ayat (2)

(1) …
(2) Permohonan ditolak oleh Menteri dalam hal Merek yang dimohonkan mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain
untuk barang dan/atau jasa sejenis;
b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang
memenuhi persyaratan tertentu; atau
d. Indikasi geografis terdaftar.

4
Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999), hlm.23.
5
Ibid, hlm.5.
6
Jeremy Phillips, Trade Mark Law, A Practical Anatomy (New York: Oxford University Press, 2003), hlm.405.
7
Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut: “perlu dicatat bahwa pengakuan dan perlindungan terhadap
merek terkenal berbeda dari satu negara ke negara lainnya; definisi-definisi dan kriteria dalam ranah hukum merek
ini adalah suatu hal yang khusus”. Ibid, Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa
ke Masa, hlm.6.
8
https://kliklegal.com/lima-kasus-merek-terkenal-di-pengadilan-indonesia/
Pasal 18

(1) Kriteria penentuan Merek terkenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
huruf b dan huruf c dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum
masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan masyarakat konsumen
atau masyarakat pada umumnya yang memiliki hubungan baik pada tingkat produksi,
promosi, distribusi, maupun penjualan terhadap barang dan/atau jasa yang dilindungi
oleh Merek terkenal dimaksud.
(3) Dalam menentukan kriteria Merek sebagai Merek terkenal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. tingkat pengetahuan atau pengakuan masyarakat terhadap Merek tersebut di
bidang usaha yang bersangkutan sebagai Merek terkenal;
b. volume penjualan barang dan/atau jasa dan keuntungan yang diperoleh dari
penggunaan merek tersebut oleh pemiliknya;
c. pangsa pasar yang dikuasai oleh Merek tersebut dalam hubungannya dengan
peredaran barang dan/atau jasa di masyarakat;
d. jangkauan daerah penggunaan Merek;
e. jangka waktu penggunaan Merek;
f. intensitas dan promosi Merek, termasuk nilai investasi yang dipergunakan untuk
promosi tersebut;
g. pendaftaran Merek atau permohonan pendaftaran Merek di negara lain;
h. tingkat keberhasilan penegakan hukum di bidang Merek, khususnya mengenai
pengakuan Merek tersebut sebagai Merek terkenal oleh lembaga yang
berwenang; atau;
i. nilai yang melekat pada Merek yang diperoleh karena reputasi dan jaminan
kualitas barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh Merek tersebut.

Pasal 19

(1) Permohonan ditolak jika mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek terkenal milik pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
huruf b dan c dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18.
(2) Penolakan Permohonan dilakukan berdasarkan Merek terkenal untuk barang dan/atau
jasa yang tidak sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c harus
memenuhi persyaratan tertentu.
(3) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. adanya keberatan yang diajukan secara tertulis oleh pemilik Merek terkenal
terhadap Permohonan; dan
b. Merek terkenal yang sudah terdaftar.
(4) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a harus memuat alasan dan
disertai bukti yang cukup bahwa Permohonan oleh pihak lain tersebut mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang tidak
sejenis dengan merek milik pemohon keberatan yang dimohonkan oleh pihak lain
merupakan Merek terkenal.
Berdasarkan ketentuan di atas, kriteria yang harus dipenuhi agar suatu merek digolongkan
sebagai merek terkenal adalah didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat terhadap merek
tersebut. Hal demikian, telah dipraktikan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 022
K/HKI/2002 tanggal 20 Desember 2002 dalam Perkara Merek Cornetto vs Campina Cornetto:

“Pertimbangan hukum Pengadilan yaitu merek Cornetto milik penohon kasasi/penggugat


berhak mendapatkan perlindungan di Indonesia sebagai negara peserta Paris Convention
sesuai dengan ketentuan Pasal 6 BIS Konvensi Paris dan Pasal 8 Konvensi Paris Tahun
1967. Pendaftaran merek Campina Cornetto atas nama termohon kasasi/tergugat
didasarkan pada peniruan dan pemboncengan kemashuran merek yang dimiliki pemohon
kasasi, sehingga dapat menyesatkan Konsumen;”

“Bahwa Mahkamah Agung berpedoman untuk menentukan kriteria merek terkenal suatu
merek maka kriteria tersebut didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat
tentang merek tersebut, reputasi merek yang dilakukan karena promosi oleh
pemilik merek, serta bukti pendaftaran merek diberbagai negara;”

Namun demikian, sekalipun kriteria yang harus dipenuhi agar suatu merek digolongkan sebagai
merek terkenal telah diatur dalam UU MIG dan PerMen 67/2016 serta Putusan Mahkamah Agung
RI No. 022 K/HKI/2002 tanggal 20 Desember 2002, namun demikian menurut hemat penulis,
pengadilan-pengadilan Indonesia ternyata tidak secara konsisten mendasarkan pertimbangannya
kepada aturan-aturan tersebut. Hal ini terbukti dengan banyaknya merek-merek terkenal yang
gugatannya kandas oleh palu pengadilan Indonesia sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT DALAM PERKARA CABERG VS


CABERG

Satu lagi merek terkenal yang gugatannya kandas oleh palu pengadilan Indonesia yang menjadi
perhatian Penulis adalah merek helm Caberg SpA Italia yang menggugat merek Caberg Indonesia
yang dimiliki oleh Arifin Daniel di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2020 lalu. Terhadap
gugatan Caberg SpA Italia tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusan Nomor
06/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 31 Agustus 2020 kemudian memutuskan untuk
menolak Gugatan Caberg SpA Italia tersebut dengan alasan belum mendaftarkan mereknya di
Indonesia. Berikut kutipan singkat pertimbangan hukumnya:

“Menimbang, bahwa untuk membuktikan adanya itikat tidak baik dari Tergugat yang
telah mendaftarkan merek “CABERG” yang memiliki persamaan pada pokoknya
dengan merek Penggugat. Penggugat harus membuktikan apakah Tergugat ketika
mendaftarkan merek “CABERG” membonceng merek “CABERG” milik Penggugat.
Sehingga konsumen akan kebingungan dan terkecoh serta beranggapan seolah-olah
produk-produk dari kedua merek tersebut dibuat oleh produsen yang sama, atau
mengira bahwa telah terjadi kerjasama, asosiasi, dan/atau afiliasi antara Penggugat
dan Tergugat dalam memproduksi produk-produk yang memakai kedua merek
tersebut. Karena memiliki tidak daya pembeda;

Menimbang, bahwa melalui surat gugatannya Penggugat mendalilkan bahwa


Penggugat adalah merek terkenal dan Pendaftar Pertama di Dunia Internasional dari
Merek Dagang “CABERG”. Namun dipersidangan Penggugat hanya mampu
membuktikan baru didaftarkan di negara Italia, EUIPO (European Union
Trademark), AMERIKA SERIKAT, KANADA (vide Bukti P-70A sampai dengan
Bukti P-82B). Serta produk, promosi, artikel serta tangkapan dari berbagai
macam website mengenai merek Merek Dagang “CABERG” milik
Penggugat (vide Bukti P-7 sampai dengan Bukti P-69 dan Bukti P-85A
sampai dengan Bukti P-149);

Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat hanya bisa membuktikan baru


didaftarkan di negara Italia, EUIPO (European Union Trademark),
AMERIKA SERIKAT, KANADA (vide Bukti P-70A sampai dengan Bukti P-
82B). Serta produk, promosi, artikel serta tangkapan dari berbagai macam
website mengenai Merek Dagang “CABERG” milik Penggugat (vide Bukti P-
7 sampai dengan Bukti P-69 dan Bukti P-85A sampai dengan Bukti P-149).
Maka menurut Majelis Hakim Penggugat tidak dapat membuktikan dalilnya
sebagai pemegang merek terkenal di Kelas 9;

Menimbang, bahwa disamping itu Turut Tergugat selaku regulator melalui surat
jawabannya menyampaikan Tergugat telah mengajukan pendaftaran merek,
terhitung sejak tanggal permintaan permohonan Direktorat Jenderal telah
melakukan proses pendaftaran atas merek tersebut. Termasuk melalui proses
pemeriksaan substantif, sesuai ketentuan Pasal 4, 5 dan 6 Undang-Undang Merek
Nomor 15 tahun 2001 saat itu. Karena permohonan pendaftaran merek milik
Tergugat diajukan dan diperiksa menggunakan undang-undang tersebut. Dalam
pemeriksaan Substantif yang dilakukan atas permohonan pendaftaran merek
“CABERG” milik Tergugat, pertimbangan ada tidaknya niat untuk membonceng/itikad
tidak baik pemohon juga menjadi pertimbangan, dengan demikian pendaftaran
merek “CABERG” milik Tergugat telah sesuai dengan proses hukum yang berlaku
dibidang merek;

Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut maka dapat disimpulkan dalil yang
dikemukakan oleh Penggugat terkait merek-merek “CABERG” milik Tergugat didaftar
atas dasar itikad tidak baik karena mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek milik Penggugat tidaklah beralasan hukum;

Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat tidak dapat membuktikan dalil


gugatannya maka gugatan pembatalan Merek “CABERG” atas nama Tergugat telah
terdaftar pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual c/q Direktorat Merek dan
Indikasi Geografis di bawah pendaftaran nomor IDM000381631 yang merupakan
perpanjangan dari IDM000563475 terdaftar tanggal 20 Februari 2004 dengan filling
date 20 Maret 2003 yang telah diajukan permintaan perpanjangan perlindungan
mereknya 1 (satu) kali sebagaimana agenda nomor R/2012/5213 tanggal 03 April
2012 untuk melindungi jenis barang/jasa di Kelas 9 tidak beralasan hukum oleh
karenanya harus ditolak.

Berdasarkan pertimbangan hukum dari Putusan Nomor 06/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst


tanggal 31 Agustus 2020 di atas, terutama pada alinea yang menyatakan “Penggugat hanya
bisa membuktikan baru didaftarkan di negara Italia, EUIPO (European Union
Trademark), AMERIKA SERIKAT, KANADA (vide Bukti P-70A sampai dengan Bukti P-
82B). Serta produk, promosi, artikel serta tangkapan dari berbagai macam website
mengenai Merek Dagang “CABERG” milik Penggugat (vide Bukti P-7 sampai dengan
Bukti P-69 dan Bukti P-85A sampai dengan Bukti P-149). Maka menurut Majelis
Hakim Penggugat tidak dapat membuktikan dalilnya sebagai pemegang merek
terkenal di Kelas 9”, dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim hanya berpatokan kepada jumlah
pendaftaran untuk menentukan apakah merek tersebut terkenal atau tidak di negara lain.
Padahal, apabila menelusuri informasi mengenai merek helm “Caberg”, khususnya melalui
website, diketahui bahwa merek tersebut berasal dari Italia dan sudah ada sejak tahun 1974
serta telah dipasarkan ke berbagai belahan dunia, termasuk negara-negara asia seperti
Hongkong, Indonesia serta Malaysia.

Terkait hal ini, menurut hemat Penulis, selain UU MIG, PerMen 67/2016 serta Putusan Mahkamah
Agung RI No. 022 K/HKI/2002 tanggal 20 Desember 2002, Majelis Hakim seharusnya juga
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan hukum Internasional, khususnya Paris Convention for
the Protection of Industrial Property (“Paris Convention”) dan the Agreement on Trade-Related
Aspects of Intellectual Property Rights (“TRIPS Agreement”) yang telah diratifikasi melalui
Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 1979 untuk memutus perkara yang melibatkan merek
terkenal seperti “Caberg” di atas. Terkait hal ini, Paris Convention dan TRIPS Agreement
mensyaratkan negara-negara anggota untuk melindungi Merek terkenal bahkan jika Merek
tersebut tidak terdaftar atau digunakan di negara itu. Perlindungan untuk Merek terkenal yang
belum terdaftar di bawah Paris Convention biasanya terbatas pada barang dan jasa yang identik
atau mirip dengan barang atau jasa Merek terkait dan dalam situasi di mana penggunaan
cenderung menyebabkan kebingungan.9 Artinya, apabila menilik kedua aturan tersebut,
pendaftaran merek di suatu negara bukanlah merupakan parameter untuk menentukan bahwa
merek tersebut digolongkan sebagai merek terkenal.

KESIMPULAN

Pada prinsipnya, aturan mengenai penentuan merek terkenal telah diundangkan oleh Pemerintah
RI dalam berbagai jenjang, antara lain UU MIG, PerMen 67/2016 serta Keputusan Presiden Nomor
24 tahun 1979 yang meratifikasi Paris Convention dan TRIPS Agreement. Terkait hal ini, menurut
Paris Convention dan TRIPS Agreement, merek terkenal harus dilindungi kedudukannya terhadap
pelanggaran apapun sekalipun merek tersebut belum terdaftar di suatu negara tertentu. Dengan
demikian sebenarnya merek terkenal memperoleh perlindungan hukum khusus yang lebih luas
cakupannya dibandingkan dengan merek yang belum terkenal.

Untuk itu, demi menyelaraskan putusan-putusan terkait merek terkenal, Penulis berharap agar
Mahkamah Agung menerbitkan suatu petunjuk teknis atau surat edaran sebagai acuan bagi para
hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara yang melibatkan merek terkenal agar tidak
melenceng dari apa yang digariskan dalam UU MIG, PerMen 67/2016 serta Keputusan Presiden
Nomor 24 tahun 1979 yang meratifikasi Paris Convention dan TRIPS Agreement.

9
Pasal 6bis ayat (1) Paris Convention

Anda mungkin juga menyukai