Anda di halaman 1dari 18

SENGKETA MEREK DAGANG DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG

TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

PENDAHULUAN:
A. Latar Belakang
Penelitian ini berangkat dari fakta adanya sengketa dagang yang berkaitan dengan merek
diindonesia. Diantaranya sengketa plagiasi merek dagang antara Ms Glow dengan Ps Glow,
sengketa atas hak merek Alladdin dengan Aladin dan sengketa merek “Strong”antara Hardwood
Private Limited Dengan PT. Unilever Indonesia, Tbk. Dikarenakan Merek adalah tanda pembeda
yang digunakan suatu usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang
dihasilkannya kepada konsumen, sekaligus untuk membedakannya dari barang atau jasa yang
dihasilkan dari badan usaha lain. Terdapat peleku usaha yang beritikad tidak baik dengan
melakukan peniruan merek.Biasanya merek yang sering di langgar haknya yaitu merek terkenal,
dimana merek terkenal ini sangat banyak peminatnya di kalangan masyarakat konsumen, hal ini
mendorong pelaku usaha yang beritikad tidak baik melakukan kecurangan. Yang kerap kali
terjadi pelanggaran terhadap merek terkenal seperti diatas

Ketiga kasus diatas, dilatar belakangi oleh plagiasi merek. Diantaranya, Sengketa antara plagiasi
merek dagang antara Ms Glow dengan Ps Glow, yang bermula saat septia siregar berencana
meluncurkan produk kecantikan miliknya yang diberi nama PS GLOW. Nama ini diambil dari
nama suaminya putra siregar yang juga dikenal sebagai pengusaha jual beli handphone. Septia
siregar mengklim, sebelum peluncuran produk PS GLOW, Pemilik MS GLOW Shandy
Purnasari sempat menghubunginya lewat dm Instagram untuk mengajak bekerja sama, tepatnya
pada September 2019. Dalam tangkapan layar yang dibagikan Septia tersebut, Shandy
mengajaknya bekerja sama di bidang kecantikan. Bahkan, Shandy juga langsung menawarkan
salah satu pabrik kosmetik yang dimilikinya namun. Sheptia memutuskan untuk meluncurkan
produk PS GLOW pada agustus 2021 tanpa menggandeng Shandy, dan Shandy merasa
keberatan karena PS GLOW nama itu mirip dengan produknya MS GLOW Shandy kemudian
mengajukan gugatan ke PN Medan pada maret 2022 dalam putusannya pada 13 juni 2022, Ms
Glow dinyatakan menang dan majlis hakim memutuskan untuk membatalkan pendaftaran Ps
Glow, Majlis hakim PN medan juga menyatakan bahwa penggugat adalah milik satu- satunya.
Majlis hakim juga memutuskan, pendaftaran merek Ps Glow oleh tergugat dilandasi itikad tidak
baik dan tidak jujur karena telah menjiplak

Kemudian Sengketa merek ALLADDIN dengan ALADIN berawal perusahaan asal Malaysia,
DKSH Malaysia sdn.bhd menggugat pengusaha lokal muktar terkait pendaftaran merek korek
api ALADIN, yang terdaftar di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. DKSN menilai,
pendaftaran merek aladin dilakukan dengan maksud tidak baik, karena menggunakan nama yang
sama dengan nama mereknya ALLADDIN. Kuasa hukum DKSH, Amris pulungan menilai,
persamaan itu menyebabkan konsumen terkecoh karena mengira produk ALADIN milik muktar
sama dengan merek ALLADDIN miliknya sehingga DKSH menggugat merek yang dimiliki
mukta. Dalam berkas gugatannya, Disebutkan DKSH telah mendaftaran merek Alladdin di
Negara Malaysia, Thailand, Singapura , dan kamboja. Dksh memang sedang memproses
pendaftaran mereknya di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Kementerian hukum dan ham.
Namun, rencana pendaftaran itu terancam tertolak apabila merek aladin milik mukhtar masih
terdaftarn sedangkan mukhtar sendiri sudah mendaftarkan mereknya di Ditjen Haki sejak 18
april 2005. Atas pertimbangan itulah, DKSH meminta majelis hakim supaya menyatakan merek
Alladdin sebagai merek yang terkenal dan satu-satunya yang berhak untuk menggunakan merek
dagang Alladdin, termasuk juga meminta hakim membatalkan pendaftaran merek Aladin milik
Muktar.

Dan sengketa merek “Strong”antara Hardwood Private Limited Dengan PT. Unilever Indonesia,
Tbk. Kasus sengketa merek pasta gigi ini bermula dari keberatan Hardwood Private Limited
yang merupakan induk dari Orang Tua Group di Indonesia.
Orang Tua menyatakan tidak terima dengan penggunaan merek Pepsodent Strong oleh Unilever
karena penggunaan merek "Strong" sudah didaftarkan sebagai merek milik produk pasta giginya,
Formula Strong.
Hardwood sudah mendaftarkan merek "Strong" di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian
Hukum dan HAM dengan nomor pendaftaran IDM000258478.
Pendaftaran merek tersebut masuk dalam kelas 3 yaitu pasta gigi, produk untuk membersihkan
gigi palsu, obat gosok gigi, obat kumur bukan untuk keperluan medis, larutan kumur bukan
untuk keperluan medis.
Perusahaan asal Singapura itu kemudian melayangkan gugatan ke PN Jakarta Pusat pada 29 Mei
2020 dengan nomor perkara 30/Pdt.Sus-HKI/Merek/2020/PNJKT.Pst dengan tergugat PT
Unilever Indonesia Tbk.
Pada persidangan 18 November 2020, majelis hakim PN Jakarta Pusat memenangkan Hardwood
dan menyatakan merek "Strong" adalah bukan milik Unilever sesuai dengan ketentuan hukum di
Indonesia.
Majelis hakim berpendapat, merek pasta gigi Pepsodent Strong dianggap memiliki persamaan
pada pokoknya dengan merek Formula Strong milik Hardwood yang sudah didaftarkan terlebih
dahulu.
Pengadilan juga menetapkan Unilever untuk membayar ganti rugi kepada Hardwood sebesar Rp
30 miliar atas sengketa merek tersebut.

Bila mengacu pada undang- undang tentang merek dan indikasi geografis idealnya merek itu
harus terdaftar untuk mendapatkan hak atas merek agar diakui dan mendapatkan perlindungan
hukum sebagaiman yang dinyatakan dalam pasal 3 undang - undang nomer 20 tahun 2016
tentang merek dan idikasi geografis. Pada dasarnya subuah merek memiliki persyaratan untuk
didaftarkan. Persyaratan dan tata cara permohonan pendaftaran merek telah diatur dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis. Permohonan pendaftaran merek di ajukan oleh pemohon atau kuasanya Menteri
secara elektronik atau non elektronik.
Pada Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tentang
Pendaftaran Merek, hal-hal yang harus dicantumkan dalam permohonan anatara lain:
1. Tanggal, bulan,dan tahun Permohonan
2. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat Pemohon
3. Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melaui Kuasa
4. Nama Negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan
diajukan dengan Hak Prioritas.
5. Label Merek
6. Warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsure warna
7. Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan//atau jenis jasa. Setelah
permohonan pendaftaran merek memenuhi segala persyaratan, pemeriksa merek akan
melakukan pemeriksaan subtantif terhadap permohonan pendaftaran merek yang
diselesaikan dalam jangka waktu 150 ( seratus lima puluh) hari. Pemeriksaan subtantif
atas permohonan pendaftaran merek bertujuan untuk menentukan dapat atau tidaknya
merek tersebut didaftarkan.

System administrasi merek begitu penting karena hak atas merek adalah hak khusus yang
diberikan oleh pemerintah atau negara kepada pemilik merek, karena itu merek harus didaftarkan
di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Pendaftaran sangat penting bagi konsumen,
karena konsumen akan membeli merek (cap, lambing, symbol, dan sebagainya) yang tentunya
memiliki kualitas dan terjamin. Selain peraturan nasyonal undang – undang nomer 20 tahun
2016, berlaku juga peraturan merek yang bersifat internasyonal paris convetion for the protection
of industrial property yang dibuat pada tanggal 20 maret 1883. Indonesia menjadi anggota
konvensi pada tanggal 1 januari 1976 beberapa isi dari paris convetion yaitu;
1. Kriteris pendaftaran yaitu pendaftaran merek ditentukan oleh Undang-undang Negara
setempat. Apabila suatu merek didaftarkan di Negara asal, maka pendaftaran harus
diterima di Negara anggotanya lainnya
2. Hilangnya merek dagang karena tidak digunakan
3. Perlindungan khusus bagi merek-mererk dagang terkenal. Apabila ada pihak yang bukan
pemilik merek mendaftarkan merek dagang yang serupa dengan merek terkenal maka
pendaftaran itu harus ditolak (Pasal 1 bis)
4. Merek dagang jasa dan merek dagang kolektif maksudnya merek dagang kolektif adalah
merek dagang yang digunakan untuk barang hasil produksi suatu usaha tertentu, tetapi
sebagai merek dagang jaminan atas barang-barang hasil produksi atau yang disslurkan
oleh kelompok-kelompok atau jenis-jenis usaha tertentu atau barang dagang dengan mutu
yang khusus.
5. Pengalihan merek dagang dapat dilakukan tanpa diikuti pengalihan pemilik merek
dagang tertentu.

Dalam jangka waktupun merek juga mempunyai keberlakuan, Di dalam Pasal 35 Ayat (1)
Undang-Undang 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur tentang jangka
waktu perlindungan merek terdaftar yaitu selama 10 (sepuluh) tahun sejak penerimaan dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Pasal 35 ayat (2) mengatakan bahwa permohonan
perpanjangan diajukan secara elektronik atau non elektronik dalam bahasa Indonesia oleh
pemilik. Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka
waktu perlindungan bagi merek terdaftar dengan dikenai biaya. Permohonan perpanjangan juga
masih dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya
jangka waktu perlindungan merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya dan denda sebesar
biaya perpanjangan. Selanjutnya Pasal 36 dan Pasal 37 menjelaskan bahwa permohonan
perpanjangkan merek disetujui jika merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau
jasa dan masih diproduksi atau diperdagangkan dengan melampirkan surat pernyataan.
Permohonan perpanjangan akan ditolak apabila tidak memenuhi syarat dan diberitahukan secara
tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya.

Merek yang terdaftar juga dapat dibatalkan dengan suatu gugatan yang hanya diajukan dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Gugatan diajukan kepada
Pengadilan Niaga, gugatan pembatalan diajukan apabila merek yang bersangkutan bertentangan
dengan moralitas agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam Pasal 72 butir 6 dan butir 7
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis disebutkan
bahwa penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Menteri atau dapat dilakukan jika:
a. Memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis.
b. Bertentangan dengan ideology Negara, peraturan perundang-undangan,
moralitas,agama,kesusilaan dan ketertiban umum.
c. Memiliki persamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan
budaya, dan benda atau nama atau logo yang sudah merupakan tradisi turun temurun.
B. Rumusan Masalah
Dari adanya fakta tentang sengketa merek dan ketentuan tentang merek diatas fokus
penelitian ini adalah
 Bagaimana penyebab sengketa merek dagang diindonesia ditinjau dari undang- undang
No.20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis?

C. Metode Penelitian
 Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiyah ini adalah metode book riset dan
sumber data yang digunakan adalah data sekunder adapun tehnik pengumpulan data
yaitu melalui dokumentasi kemudian dianalisis secara kualitatif dengan cara berfikir
secara induktif
D. PEMBAHASAN
Merek adalah tanda pengenal yang digunakan sebagai pembeda antara satu produk terhadap
produk lain secara spesifik. Seiring perkembangan teknologi dan informasi, justru terjadi banyak
sengketa terkait merek. Seperti sengketa plagiasi merek dagang antara Ms Glow dengan Ps
Glow, sengketa atas hak merek Alladdin dengan Aladin dan sengketa merek “Strong”antara
Hardwood Private Limited Dengan PT. Unilever Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi dan
informasi serta banyaknya karya-karya dihasilkan oleh manusia, tidak jarang orang - orang
menciptakan suatu merek tanpa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga
banyak terjadi pelanggaran terkait dengan merek dan banyak pula pihak yang dirugikan. Setiap
orang yang ingin menciptakan suatu merek baru, tentunya harus paham dan mengetahui tentang
pengaturan atau ketentuan UU yang ditetapkan pada negara Indonesia mengenaimerek, sehingga
dapat meminimalisir kerugian jika terjadi sengketa dikemudian hari.

Merek ialah sebagai penanda yang mana benda khusus dipribadikan, alhasil bisa terdapat
pembeda terhadap benda lainnya yang serupa Permasalahan yang sering dihadapi oleh
pengusaha, yaitu plagiasi terhadap merek produk atau jasa yang dimilikinya. Plagiasi merupakan
tindakan menjiplak, mengambil, meniru baik sebagian atau seluruhnya terhadap karya seseorang
tanpa izin dari pemilik karya dan mencantumkan sebagai hasil karyanya sendiri. Plagiasi tersebut
sering menimbulkan permasalahan antar Merek atau perusahaan yang berujung di Pengadilan.
Melalui pembahasan ini penulis akan menguraikan tiga kasus sengketa plagiasi merek yang
sangat menarik untuk dibahas.

1.Sengketa Plagiasi Merek Dagang Antara Ms Glow Dengan Ps Glow

Kasus ini berawal dari adanya keingintahuan Putra Siregar mengenai usaha milik Shandy
Purnamasari, yaitu MS GLOW. Tanpa memiliki rasa curiga, Shandy Purnamasari mengenalkan
kepada Putra Siregar bagaimana proses produksi hingga pemasaran dari produk kecantikan
miliknya. Akan tetapi, berselang beberapa bulan kemudian, Putra Siregar dan Istrinya justru
mendirikan sebuah merek dagang dengan nama PS GLOW. PS merupakan singkatan dari
namanya sendiri. PS GLOW juga turut memproduksi berbagai macam produk kecantikan sama
halnya seperti MS GLOW. Selanjutnya, hal inilah yang memicu adanya dugaan plagiasi dari
pihak PS GLOW terhadap MS GLOW. Selain dari nama merek yang hampir sama serta produk
yang diproduksi, akan tetapi pembungkus atau packaging produk dari kedua merek dagang
tersebut mempunyai kemiripan. MS GLOW sendiri berdiri tahun 2013 dan teregistrasi dalam
Direktorat Hak Kekayaan Atas Intelektual saat 2016.

Sementara PS GLOW didirikan saat tahun 2021 dan terdaftar di Direktorat Hak Kekayaan Atas
Intelektual pada tahun yang sama. Kasus sengketa ini kemudian berlanjut sampai ke Pengadilan.
Sengketa ini melewati dua (2) proses peradilan di Pengadilan Negeri Niaga yang berbeda.
Gugatan pertama diajukan oleh pihak MS GLOW atas dugaan adanya plagiasi atau peniruan oleh
pihak PS GLOW di Pengadilan Negeri Niaga Medan yang teregistrasi bernomor perkara
2/Pdt.SusHKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn. Dalam gugatannya Shandy Purnamasari menuntut
penarikan merek milik Putra Siregar yang mempunyai persamaan intinya kepada merek MS
GLOW, diantaranya: PS GLOW, PSTORE GLOW, PS GLOW MEN, PSTORE GLOW MEN
dan PS GLOW FOR MEN Serta, Shandy Purnamasari menuntut adanya ganti rugi sejumlah Rp.
60.000.000.000,00- (enam puluh miliar rupiah).

Kasus ini tidak berhenti sampai disini, selanjutnya Putra Siregar mengajukan gugatan balik
kepada pihak Shandy Purnasari di Pengadilan Negeri Niaga Surabaya dan terdaftar dengan
perkara Nomor 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby. Dalam gugatan ini Putra Siregar juga
menuntut Shandy Purnamasari atas adanya tindakan tanpa hak melawan hukum. Dalam
sengketa ini, kedua gugatan yang diajukan oleh pihak MS GLOW dan PS GLOW menghasilkan
putusan akhir yang berbeda. Pada gugatan yang diajukan di Pengadilan Negeri Niaga Medan
dimenangkan oleh pihak Shandy Purnamasari atau MS GLOW. Hakim menyatakan bahwa
memang benar Shandy Purnamasari merupakan pihak pertama yang menggunakan dan
mendaftarkan merek dagang MS GLOW di Direktorat Hak Kekayaan Atas Intelektual.
Selanjutnya, dalam hal ini juga dijelaskan bahwa memang benar adanya kesamaan pokok antara
merek dagang MS GLOW dan PS GLOW. Dengan itu, pada putusan di Pengadilan Negeri Niaga
Medan pihak PS GLOW dihukum untuk menyatakan batal pendaftaran merek dan mencoret
merek terdaftar PS GLOW dan turunannya.
Namun, nyatanya kasus ini tidak berhenti sampai disini. Karena tidak berselang lama pihak Putra
Siregar melakukan penggugatan balik dalam PN Niaga Surabaya yang teregistrasi bernomor
perkara 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby, terkait hal ini pihak Putra Siregar mengklaim
bahwa Shandy Purnamasari telah melakukan perbuatan tanpa hak melawan hukum dengan
memproduksi suatu produk kecantikan menggunakan merek dagang MS GLOW. Sebelum kasus
ini berlanjut sampai ke putusan akhir, kedua belah pihak juga telah melakukan proses Mediasi.
Dalam Mediasi tersebut pihak MS GLOW meminta ganti rugi sejumlah Rp. 60.000.000.000,00,-
(enam puluh miliar rupiah) kepada pihak PS GLOW. Akan tetapi dari pihak PS GLOW tidak
menyanggupi permintaan tersebut, dan hanya mengajukan permintaan maaf kepada pihak MS
GLOW. Sehingga mediasi tersebut tidak menemukan solusi maupun jalan keluar terhadap
sengketa antara kedua belah pihak.

Dengan gagalnya proses Mediasi antara pihak MS GLOW dan PS GLOW, hingga akhirnya
keluarlah putusan dari Pengadilan Negeri Niaga Surabaya yang hasil putusannya berbanding
terbalik dengan putusan sebelumnya di Pengadilan Negeri Niaga Medan. Gugatan ini
dimenangkan oleh pihak Putra Siregar yang terbukti benar secara hukum sebagai pemegang dan
pemilik hak eksklusif atas merek dagang PS GLOW. Pada putusan di Pengadilan Negeri Niaga
Surabaya inilah kemudian ditemukan bahwa adanya pelanggaran atau perbuatan tanpa hak
melawan hukum yang dilakukan oleh pihak Shandy Purnamasari selaku pemilik merek dagang
MS GLOW. Setelah dilakukan penelusuran terkait dengan merek MS GLOW, yang
menyebabkan pihak Shandy Purnamasari kalah, dikarenakan ternyata merek MS GLOW yang
teregistrasi berada dalam kelas 32, yaitu kelas minuman serbuk instan. Sedangkan merek yang
terdaftar di kelas 3, yaitu kelas produk kecantikan atau kosmetik adalah merek dagang “MS
GLOW For Cantik Skincare”. Akan tetapi selama ini Shandy Purnamasari hanya menggunakan
atau mencantumkan MS GLOW saja pada produk-produk skincare yang diproduksinya tanpa
mencantumkan “For Cantik Skincare”. Hal ini tentu saja bertentangan terhadap kebijakan BPOM
(Badan Pengawas Obat dan Makanan), dimana penggunaan merek pada produk yang diproduksi
harus sesuai dengan produk yang terdaftarkan dalam Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa penggunaan merek dalam barang yang
diproduksi harus sesuai dengan merek yang terdaftar dan sesuai dengan jenis kelas merek
tersebut. Hal ini dilakukan untuk dapat memberikan kepastian hukum tidak hanya bagi pemilik
merek. Akan tetapi juga untuk memberikan kepastian, jaminan, serta keamanan bagi masyarakat
sebagai konsumen. Selanjutnya, pihak Shandy Purnamasari selaku pemilik MS GLOW dihukum
untuk melakukan pembayaran ganti rugi terhadap pihak PS GLOW sejumlah
Rp.37.990.726.332,- (tiga puluh tujuh milyar sembilan ratus sembilan puluh juta tujuh ratus dua
puluh enam ribu tiga ratus tiga puluh dua rupiah). Hal ini diberikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas kerugian materiil maupun immateriil.

2. Sengketa Atas Hak Merek Alladdin Dengan Aladin


Kasus merek antara Muktar yang beralamat di Jalan Mandong Lubis No.55, Medan. Dalam hal
ini memberi kuasa kepada Harles Sihombing, S.H., dan kawan-kawan Advokat, disebut sebagai
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat. Melawan DKSH Malaysia Sdn.Bhd, sebuah perusahaan yang
didirikan berdasarkan Undang-undang Malaysia yang beralamat di 74 Jalan University 46200,
Petaling Jaya, Selangor, Darul Ehsan, Malaysia, yang diwakili oleh Direktur Perseroan LIAN
TENG HAI. Dalam hal ini memberi kuasa kepada H. Amris Pulungan, S.H., dan kawan-kawan,
para Advokat pad Firma Pulungan, Wiston & Partners, disebut sebagai Termohon Kasasi dahulu
Penggugat.

Bermula saat Penggugat menggugat Tergugat melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dan berakhir dengan amar Putusan Nomor 87/ Merek/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst
menyebutkan bahwa mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dan menyatakan bahwa
merek ALLADDIN milik Penggugat sebagai merek terkenal, kemudian Putusan tersebut telah
menyatakan adanya pembatalan merek milik Tergugat dengan mencoretnya dari Daftar Umum
Merek melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dikarenakan terdapat persamaan
pada pokoknya dengan merek ALLADDIN. Terhadap amar Putusan tersebut Tergugat keberatan
menerima hasil Putusan tersebut dan akhirnya melalui kuasa hukum pihak Tergugat/Pemohon
Kasasi melakukan pengajuan ke Mahkamah AgungRepublik Indonesia dengan menggugat
Penggugat/Termohon Kasasi dengan maksud menjelaskan dan menyatakan keberatan serta
ketidakpuasan terhadap Putusan Pengadilan negeri sebelumnya.
DKSH Malaysia Sdn. Bhd sebagai pemilik merek ALLADDIN telah terdaftar di Negara asalnya
Malaysia pada tanggal 01 Desember 1981, di bawah daftar nomor M/093149. Merek
ALLADDIN juga telah terdaftar di berbagai Negara di wilayah Asia, yaitu :
1. Merek ALLADDIN dalam kelas 34 untuk melindungi jenis barang : pemantik api
berbahan dasar gas yang dapat dibuang. Terdaftar di Negara Thailand pada tanggal 25
Maret 1987, di bawah Daftar Nomor TM55926.
2. Merek ALLADDIN dalam kelas 34 untuk melindungi jenis barang : pemantik api
berbahan dasar gas yang dapat dibuang. Terdaftar di Negara Singapura pada tanggal 29
Agustus 1988, di bawah Daftar Nomor T8804639A.
3. Merek ALLADDIN dalam kelas 11 dan 34 untuk melindungi jenis barang : pemantik api
berbahan dasar gas yang dapat dibuang. Terdaftar di Negara Kamboja pada tanggal 30
April 2010, di bawah Daftar Nomor KH/36641/11 dan KH/36642/11.

Merek ALLADDIN telah didaftarkan untuk perlindungan jenis barang kelas 34. Jenis barang
kelas 34 adalah tembakau, barang-barang keperluan merokok, dan korek api. Merek
ALLADDIN telah digunakan oleh Penggugat diberbagai Negara termasuk di Indonesia dan
secara terusmenerus dan mengeluarkan biaya yang besar untuk melakukan promosi merek
tersebut.

DKSH Malaysia Sdn. Bhd sebagai pemilik merek ALLADDIN mengajukan Permohonan
Pendaftaran Merek ALLADDIN di Direktorat Merek, Ditjen HaKI, Dep. Hukum & HAM R.I.
(Kantor Merek) pada tanggal 6 Januari 2010 dan tercatat dengan Agenda Nomor D00 2010
000387, untuk melindungi jenis barang : pemantik api berbahan dasar gas yang dapat dibuang,
pemantik-pemantik yang lain, seluruhnya tergolong dalam kelas 34. DKSH Malaysia Sdn.Bhd
sebelumnya telah mengetahui bahwa di dalam Daftar Umum Merek yang terdapat di Kantor
Merek (di Direktorat Merek, Ditjen HaKI, Dep. Hukum & HAM R.I.) telah didaftarkan merek
atas nama Muktar/Tergugat atas merek :

Merek : ALADIN
Daftar Nomor : IDM000035246
Tanggal Penerimaan : 6 Februari 2002
Tanggal pendaftaran : 18 April 2005
Kelas Barang : 34

Muktar/ Tergugat telah mendaftarkan Merek ALADIN untuk melindungi jenis barang dalam
kelas 34 yaitu korek api, geretan, korek pemantik gas (gas lighter) batu api. Dengan adanya
pendaftaran merek milik Tergugat, Penggugat merasa sangat keberatan karena merek Tergugat
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek ALLADDIN milik Penggugat. Berdasarkan
kriteria persamaan merek sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang
Merek, pendaftaran merek milik Tergugat harus dibatalkan karena Tergugat mendaftarkan merek
tersebut dengan itikad tidak baik.

Putusan perkara merek antara merek ALLADDIN dengan merek ALADIN dijadikan salah satu
gambaran dalam memutuskan perkara merek khususnya dalam hal persamaan pada pokoknya.
Pada kasus ini, DKSH Malaysia Sdn, Bhd selaku pemegang merek ALLADDIN dan selaku
Penggugat mengajukan gugatan pembatalan merek yang dimiliki Tuan Muktar selaku pemegang
merek ALADIN. Pada tanggal 10 Desember 2012 DKSH Malaysia Sdn, Bhd selaku pemegang
merek ALLADDIN mengajukan surat Gugatan Pembatalan Merek ALADIN kepada
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Register Perkara Nomor:87/
Pdut.Sus/Merek/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.Dalam Kasus Merek ALLADDIN
Majelis hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Putusan Nomor 501 K/PDT.SUS-
HKI/2013 memutuskan bahwa Mahkamah Agung memiliki tiga pertimbangan utama dalam
menjatuhkan putusannya, yaitu :
1. Bahwa meskipun terbukti antara Merek Penggugat dengan merek yang digunakan
Tergugat “mempunyai persamaan pada pokoknya”, dan kelas barang yang sama yaitu
kelas barang Nomor 34, akan tetapi tidak terlihat adanya itikad buruk Tergugat karena
meskipun Penggugat telah mendaftarkan Mereknya di 4 (empat) Negara Asia, belum
cukup syarat untuk menyatakan Merek Penggugat adalah Merek terkenal sebagimana
kriteria yang tercantum dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 15 Tahun
2001 (dalam penjelasan) karena tidak ada bukti kalau untuk produksi tersebut Penggugat
telah mengeluarkan biaya promosi secara besar-besaran dan tidaka ada bukti semua
masyarakat mengenal merek Penggugat;
2. Bahwa lebih dari itu Tergugat sudah jauh lebih dahulu mendaftarkan Mereknya di
Indonesia yaitu pada tanggal 18 April 2005, sedangkan penggugat baru melakukan
pendaftaran pada tanggal 6 Januari 2010;
3. Bahwa dengan demikian oleh karena Penggugat/Termohon Kasasi pada tahun 2010
pernah mengajukan pendaftaran merek Penggugat/Termohon kasasi pada Ditjen HKI dan
adanya penolakan karena memiliki persamaan pada pooknya dengan merek lainnya yang
sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa, maka dengan mengacu pada
Pasal 69 Ayat (1) Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek maka tenggang
waktu pengajuan pembatalan merek 5 (lima) tahun telah terlampau sehingga gugatan
menjadi Daluarsa dan judex facti Pengadilan Niaga telah keliru dalam menerapkan
hukum.

Oleh karena itu amar Pengadilan Niaga dalam Konvensi tidak dapat dipertimbangkan dan
gugatan Rekonvensi tidak perlu dipertimbangkan (Merek Tergugat/Pemohon Kasasi sudah
diperpanjang sampai dengan 2012).

Pada pertimbangan pertama hakim menyatakan “Bahwa merek milik tergugat terbukti memiliki
persamaan pada pokoknya dengan merek penggugat dalam kelas barang yang sama yaitu kelas
34, namun tidak terlihat adanya itikad buruk tergugat dikarenakan merek milik penggugat belum
cukup syarat untuk dikatakan sebagai merek terkenal sebagaimana kriteria yang tercantum dalam
Pasal 6 Ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, serta tidak
memiliki bukti mengenai promosi yang besar-besaran terhadap produknya sehingga merek
tersebut dimenangkan dksh selaku pemegang merek Alladdin dari Malaysia

3.Sengketa Merek “Strong”antara Hardwood Private Limited Dengan PT. Unilever


Indonesia, Tbk.

Permasalahan ini bermula ketika Hardwood Private Limited yang diwakili oleh Ng Chee Wooi
Michael selaku direktur yang kemudian memberikan kuasa kepada Insan Budi Maulana, Ananda.
Ramadhan Maulana, Rizkyamanda Rani, Arya Wirawan, Andhika Putera selaku Kuasa Hukum
mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran merek “STRONG” Kelas 3, Daftar Nomor
IDM000258478 terhadap PT. Unilever Indonesia, Tbk. yang dihadiri oleh Wiku Anindito, S.H.
sebagai Kuasa Hukum dari pihak PT. Unilever Indonesia, Tbk. Hardwood Private Limited.
Pelanggaran merek tersebut berupa penggunaan merek “STRONG” pada merek “PEPSODENT
STRONG 12 JAM” yang memiliki persamaan dengan merek “STRONG” milik Hardwood
Private Limited. Merek milik Hardwood Private Limited dan Unilever Indonesia berada pada
kelas yang sama, yaitu kelas 3, namun yang membedakan adalah merek “STRONG” milik
Hardwood Private Limited telah terdaftar sejak tahun 2008 sedangkan merek “PEPSODENT
STRONG 12 JAM” milik Unilever Indonesia telah terdaftar sejak tahun 2019. Dalam posita,
Hardwood Private Limited menguraikan mengenai fakta bahwa Hardwood Private Limited
merupakan Pemilik Merek “STRONG”, Kelas 3, Daftar Nomor IDM000258478 sejak 2008 dan
telah mendaftarkan dan mengajukan proses permohonan pendaftaran merek “STRONG” dengan
varian “FORMULA STRONG” sejak 2008, “STRONG PROTECTOR” sejak 2012,
“FORMULA STRONG HERBAL” sejak 2019, “FORMULA STRONG PROTECTION” sejak
2020, dan “STRONG PROTECTION” sejak 2020. Hardwood Private Limited juga menyatakan
bahwa merek “STRONG” dan 4 (empat) varian merek lainnya merupakan merek terkenal di
wilayah Indonesia.

Berdasarkan bukti yang disampaikan, sejak tahun 2019 PT. Unilever Indonesia, Tbk. telah
memproduksi, mempromosikan, dan/atau menjual produk pasta gigi yang mencantumkan merek
“STRONG” pada merek “PEPSODENT STRONG 12 JAM” yang serupa dengan merek
“STRONG” mlik Hardwood Private Limited di wilayah Indonesia secara tanpa hak dan tanpa
seizin Hardwood Private Limited sebagai pemilik resmi dan Hardwood Private Limited juga
telah memperingatkan PT. Unilever Indonesia, Tbk.
untuk menghentikan penggunaan merek “STRONG” namun peringatan tersebut tidak diindahkan
dan sampai saat ini masih tetap memproduksi, mempromosikan, mengedarkan, dan/atau menjual
produk pasta gigi yang menggunakan merek “STRONG”. Hardwood Private Limited juga telah
menderita kerugian sejumlah Rp108.040.382.324 (seratus delapan miliar empat puluh juta tiga
ratus delapan puluh dua ribu tiga ratus dua puluh empat rupiah) dengan rincian kerugian materiil
sebesar Rp33.040.382.324,00 (tiga puluh tiga miliar empat puluh juta tiga ratus delapan puluh
dua ribu tiga ratus dua puluh empat rupiah) dan kerugian immateriil sebesar
Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar Rupiah). Dalam petitum, Hardwood Private
Limited memohon kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat agar berkenan memberikan putusan:
Dalam Provisi:
1. Memerintahkan Tergugat untuk menghentikan produksi, promosi, peredaran, dan/atau
penjualan pasta gigi yang menggunakan Merek “STRONG” yang serupa dengan Merek
“STRONG” milik Penggugat di seluruh wilayah Republik Indonesia;
2. Memerintahkan Tergugat untuk menarik kembali dari pasaran dan memusnahkan seluruh
produk pasta gigi Tergugat yang menggunakan Merek “STRONG” yang serupa dengan
Merek “STRONG” milik Penggugat diseluruh wilayah Republik Indonesia;
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Merek “STRONG“, Daftar Nomor IDM000258478, Kelas 3 milik
Penggugat adalah merek terkenal di Negara Republik Indonesia;
3. Menyatakan pasta gigi Tergugat yang menggunakan Merek “STRONG” serupa dan
memiliki persamaan pada pokoknya dengan Merek ‘STRONG”, Daftar Nomor
IDM000258478, Kelas 3, milik Penggugat;
4. Menyatakan Tergugat telah melanggar Merek ‘STRONG”, Daftar Nomor
IDM000258478, Kelas 3, milik Penggugat, sejak tahun 2019 sampai dengan saat ini;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sejumlah
Rp108.040.382.324,00 (seratus delapan miliar empat puluh juta tiga ratus delapan puluh
dua ribu tiga ratus dua puluh empat rupiah), dengan perincian Kerugian Materiil
sejumlah Rp33.040.382.324,00 (tiga puluh tiga miliar empat puluh juta tiga ratus delapan
puluh dua ribu tiga ratus dua puluh empat rupiah) dan Kerugian Immateriil sejumlah
Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah);
6. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara;

Kemudian PT. Unilever Indonesia, Tbk. memberikan jawaban yang menyatakan bahwa PT.
Unilever Indonesia, Tbk. merupakan anak perusahaan Unilever N.V. yang bergerak di bidang
produk konsumen yang berpusat di Belanda dan telah memproduksi dan mendistribusikan
berbagai macam produk termasuk merek “PEPSODENT” dan dijual di berbagai Negara
termasuk di Indonesia. Merek “PEPSODENT” didaftarkan oleh Unilever N.V. di kelas 3 dan 21
di Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, termasuk merek “PEPSODENT STRONG 12 JAM”
dan Unilever N.V. telah memberikan hak lisensi kepada PT. Unilever Indonesia, Tbk. untuk
menggunakan merek-merek “PEPSODENT”. Dalam eksepsi, PT. Unilever Indonesia, Tbk.
menyatakan bahwa gugatan ganti rugi yang diajukan Hardwood Private Limited prematur karena
Hardwood Private Limited secara sadar mengaburkan merek utama yang digunakan sebagai
unsur dominan, yaitu “FORMULA”. PT. Unilever Indonesia, Tbk. tidak membenarkan
pernyataan mengenai penggunaan merek “STRONG” pada merek “PEPSODENT STRONG 12
JAM” karena faktanya merek yang digunakan adalah “PEPSODENT” bukan merek “STRONG”,
hal tersebut membuat dasar gugatan menjadi tidak jelas (obscuur libel) dan dengan
ketidakjelasan pada masing-masing tuduhan tidak sejalan dengan persyaratan formalitas suatu
gugatan maka gugatan tersebut dinyatakan prematur.

Selanjutnya PT Unilever Indonesia, Tbk. menyatakan bahwa pihaknya menggunakan merek


“PEPSODENT STRONG 12 JAM” dengan itikad baik, tanpa maksud meniru, menjiplak, atapun
mengikuti merek milik pihak lain. PT. Unilever Indonesia, Tbk. juga menyatakan keberatan
terhadap pernyataan Hardwood Private Limited yang menyatakan bahwa merek “PEPSODENT
STRONG 12 JAM” memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek “STRONG” milik
Hardwood Private Limited. Kemudian PT. Unilever Indonesia, Tbk. menyatakan bahwa
perhitungan ganti rugi yang diajukan dalam gugatan mengada-ada dan tidak didasari alasan yang
jelas karena hal tersebut didasarkan pada kehilangan proyeksi keuntungan yang dapat diraih pada
tahun 2019, serta permohonan provisi yang diajukan juga mengada-ada karena sudah
menyangkut pokok perkara sebab syarat formil tuntutan provisi adalah tindakan yang
dimohonkan tidak boleh mengenai pokok perkara.

Kemudian dalam sidang pembuktian, pihak Hardwood Private Limited mengajukan alat bukti
berupa surat atau tulisan yang bermeterai serta keterangan satu orang saksi dan satu orang ahli.
Dan pihak PT. Unilever Indonesia, Tbk. juga mengajukan alat bukti berupa surat atau tulisan
yang bermeterai dan satu orang ahli. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah
dimusyawarahkan oleh majelis hakim, maka majelis hakim memutuskan untuk mengabulkan
gugatan yang diajukan oleh Hardwood Private Limited seluruhnya, menghukum Unilever
Indonesia untuk membayar ganti rugi kepada Hardwood Private Limited sebesar
Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dan menghukum Unilever Indonesia untuk
membayar biaya perkara.
PT. Unilever Indonesia, Tbk. yang diwakili oleh Sancoyo Antarikso dan Willy Saelan selaku
Direktur yang kemudian memberikan kuasa kepada Daru Lukiantono, S.H. dan kawan-kawan
selaku Kuasa Hukum mengajukan permohonan kasasi terhadap Hardwood Private Limited.
Dalam Permohonannya, pihak PT. Unilever Indonesia, Tbk. meminta agar menerima memori
kasasi yang diajukannya dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.SusMerek/2020/PN.Niaga.Jk
sendiri perkara tersebut dengan:
Dalam Eksepsi: Menerima kseluruhan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat (Pemohon Kasasi)
Dalam Provisi: Menolak permohonan provisi yang diajukan oleh Penggugat (Termohon Kasasi)
Dalam Pokok Perkara:
1. Menola keseluruhan gugatan Penggugat (Termohon Kasasi) untuk seluruhnya.
2. Menghukum Penggugat (Termohon Kasasi) untuk membayar biaya perkara
Berdasarkan beberapa pertimbangan, Majelis Hakim Agung memutuskan untuk mengabulkan
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. serta menolak
eksepsi dan gugatan dari Penggugat dan menghukum Termohon Kasasi untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan.

A. Penyelesaian Perkara Merek “STRONG” Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20


Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Penyelesaian perkara merek menurut UU 20/2016 dapat dilakukan baik secara pidana maupun
perdata. Secara pidana dapat dilakukan dengan melaporkan pelanggaran merek kepada pejabat
penyidik Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil. Sedangkan
secara perdata dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Terdapat
3 (tiga) jenis gugatan yang dapat diajukan sebagai langkah upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh pihak yang merasa dirugikan, yaitu gugatan ganti rugi, gugatan penghapusan merek,
gugatan pembatalan merek.
Dalam perkara pada merek “STRONG” ini, penyelesaian perkara yang dilakukan oleh Hardwood
Private Limited selaku pemilik resmi dari merek “STRONG” yang sudah terdaftar tersebut
secara perdata dengan mengajukan gugatan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat
(1) UU 20/2016. Pengajuan gugatan ganti rugi tersebut sudah tepat dilakukan oleh Hardwood
Private Limited karena pihaknya merasa dirugikan atas perbuatan yang dilakukan oleh PT.
Unilever Indonesia, Tbk. terkait penggunaan merek “STRONG” secara tanpa hak pada produk
pasta gigi dengan merek “PEPSODENT STRONG 12 JAM”. Kemudian upaya hukum yang
dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. dengan mengajukan permohonan kasasi terhadap
putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sudah tepat dan sesuai UU 20/2016 karena terhadap
putusan Pengadilan Niaga tersebut dapat diajukan kasasi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 87
UU 20/2016.

Anda mungkin juga menyukai