Anda di halaman 1dari 6

NAMA : OYA PRANANTA TARIGAN

NPM :

MATA KULIAH : HUKUM BISNIS

Prodi : Manajemen

SEMESTER : III

DOSEN PENGAMPU : Rayani Saragih S.H., M.H

UAS HUKUM BISNIS

1. Cari Kasus Sengketa Bisnis dan Analisis?


Penyelesaian Sengketa Merek
(Studi Kasus Pepsodent Strong vs Formula Strong)
a. Pendahuluan:
Ketidaksepakatan antara Pepsodent Strong dan Formula Strong telah menarik perhatian
sebagai salah satu masalah terkait merek. penerapan merek, seperti dalam kasus
Unilever, yang memproduksi barang di bawah. Hardwood Private Limited, yang dikenal
di Indonesia sebagai Perusahaan Induk, adalah pencipta atau pemegang hak cipta dari
kata "kuat" yang terkandung dalam rumusan kuat, yang telah didaftarkan sebelumnya.
Menggunakan merek dagang Pepsodent Strong untuk keuntungan komersial merupakan
pelanggaran hak cipta terhadap Hardwood Private Limited.
b. Pembahasan:

1. Pengertian Merek
Di dalam jurnal ini membahas pengertian Hak Merek menurut undang-undang yaitu
hak istimewa yang didapat oleh para pemilik merek dari negara yang tercatat dalam
periode tertentu baik digunakan pemilik merek tersebut atau memungkinkan
dipergunakan oleh pihak yang berbeda. (Pasal 1 UUM).
Semakin di perjelas pengertian merek menurut para ahli, yaitu Kotler, Buchory, dan
Tjiptono. Dari ketiga pendapat tersebut merek merupakan nama, istilah, tanda
symbol, desain, ataupun kombinasinya yang difokuskan untuk mengenali benda atau
jasa dari seorang pedagang atau seorang kumpulan pedagang untuk membedakan jasa
atau produk dari pesaing.
Menurut UU NO.19 Tahun 1992, penggolongan merek menjadi tiga menurut
kedudukan dan ketenaran suatu merek atau dengan kata lain merek biasa, merek
terkenal, dan merek termasyhur.
2. Proses Penyelesaian Sengketa Bisnis
Di dalam UU MIG memiliki ketentuan bagaimana proses penyelesaian sengketa
merek dimulai dari Pasal 83 sampai dengan 93 UU MIG. Ketika negoisasi menemui
jalan buntu, ketika pihak yang berselisih tidak setuju dan masing-masing selalu
bersikeras untuk mempercayai apa yang diyakininnya, akhirnya meminta pihak ketiga
untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Umumnya pihak yang merasa haknya
dilanggar menyelesaikannya dengan mengajukan di pengadilan.
Bersumber pada Pasal 93 UU No. 20 Tahun 2006 tentang Merek dan Indikasi
Geografis (UU MIG) menerangkan penyelesaian sengketa tidak hanya di Pengadilan
Niaga tetapi bisa juga diselesaikan dengan menempuh jalur abitrase ataupun alternatif
penyelesaian sengketa. Pihak bersengketa bisa memilih lembaga penyelesaiannya
sebagai berikut:
a. Abitrase
Prosedur abitrase yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa merek dagang
berasal dari Pasal 5 UU No. 30 Tahun 1999 sengketa niaga dan hak hukum
sepenuhnya dipahami oleh para pihak yang bersengketa. Ada 2 model
penyelesaian sengketa yang bisa ditempuh oleh pihak-pihak yang bersengketa
dengan abitrase yaitu Abitrase Ad Hoc dan Abitrase Institusional.
b. Gugatan Pada Niaga
UU MIG Pasal 83 dan 84 terdapat beberapa hal yang harus dicermati, ialah:
1. Pada point pertama membahas pihak lain tidak berhak menggunakan esensi
yang sama ataupun seluruh merek dalam produk atau jasa pemilik merek
dapat mengajukan gugatan terdaftar, atau pemilik merek terdaftar, gugatan
terdaftar dapat mengganti rugi atau penghentian semua operasi yang berkaitan
dengan merek yang sama.
2. Pemilik merek terkenal juga dapat mengajukan gugatan berdasarkan putusan
yang diajukan ke Pengadilan Niaga.
3. Sementara kasusnya sedang diselidiki, pemilik merek dagang atau penerima
lisensi dapat meminta hakim untuk berhenti membuat, mendistribusikan atau
memperdagangkan produk atau layanan yang menggunakan merek dagang
tanpa hak.
4. Produk yang menggunakan merek dagang yang tidak sah harus diserahkan
oleh pihak tergugat, hakim dapat memerintahkan penyerahan produk atau
penyerahan nilai produk setelah pengadilan mengambil keputusan akhir yang
final.
3. Sengketa antara “Formula Storng” vs “Pepsodent Strong”
a. Alasan Penggugat
Formula sebagai penggugat memakai merek “Strong” di daerah Republik
Indonesia, dengan memproduksi; mendistribusikan, serta mempromosikan produk
pasta gigi merek “Strong” beserta variannya. “Strong” kepunyaan penggugat ialah
merek yang sudah lama penggunannya serta memiliki investasi yang besar yang
dikeluarkan oleh penggugat.
Penggugat sudah memberikan peringatan kepada tergugat agar mengakhiri
pemakaian merek “Strong” pada merek pasta gigi tergugat. Tetapi tergugat tidak
diindahkan oleh tergugat dan tergugat tetap memproduksi, memasarkan,
mendistribusi dan/atau memasarkan produk dengan nama “Strong”.
b. Jawaban Tergugat
Menurut penggugat, tergugat telah melanggar hak merek milik penggugat
"Strong" karena menggunakan merek yang sama "Strong" pada produk tergugat
"Pepsodent". Ada juga poin yang tidak dijawab oleh tergugat: produk "Pepsodent"
menggunakan merek dagang "Pepsodent Strong 12 Hours", bukan "Strong".
c. Gugatan Obscuur Libel Kabur
Klaim tersebut dapat dikatakan sebagai Obscuur Liam, yaitu. jika posita
(fundamentum petendi) adalah dasar hukum yang tidak jelas dari peristiwa yang
mendasari gugatan itu, dan hubungan antara posita dan petum tidak dijelaskan
secara rinci, harus dipahami bahwa pertentangan antara posita dan petum terletak
pada , bahwa jika petitum adalah sama dengan yang dikemukakan, bukan berarti
perbuatan itu cacat karena pencemaran nama baik yang tidak jelas.
d. Latar Belakang Kasasi oleh Tergugat
Kebenaran kasasi (mantan tergugat) dapat dipertanggungjawabkan. Karena
setelah memeriksa memori kasasi dan sanggahan terkait aspek Fakta Judex,
Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat salah mendasarkan praktik
hukumnya pada aspek-aspek berikut dalam perkara ini:
a. Hardwood mengajukan gugatan pelanggaran merek dagang terhadap Unilever,
yang juga menggunakan kata "kuat" dan mengaitkannya dengan merek
dagang terdaftar Pepsoden;
b. Kata strong tidaklah kata penemuan Hardwood serta kata itu memiliki makna
kokoh ataupun kata penjelasan;
c. Menurut Pasal 83 ayat 1 UU MIG, dalam hal gugatan diajukan terhadap orang
lain yang menggunakan merek dagang tanpa hak atau yang tidak terdaftar
karena pelanggaran. Dalam arti pelanggar menggunakan merek terdaftar tanpa
hak;
d. Mengenai masalah ini, Unilever telah mendaftarkan merek dengan memakai
kata “strong” bertepatan pada 25 September 2019 memiliki No Registrasi DID
2019056670 di kelas 3 serta bertepatan pada 1 Oktober 2019 memiliki No
Registrasi DID2019057948 di kelas 3.
e. Unilever memiliki hak atau hak untuk menggunakan Merek tersebut
f. Berdasarkan fakta-fakta yang dikemukakan di atas, Hardwood gagal
membuktikan klaimnya bahwa Unilever bersalah atas pelanggaran merek
dagang, dan karenanya klaim Hardwood ditolak.
Hakim akhirnya mengabulkan permohonan Kasasi PT Unilever Indonesia,
Tbk berdasarkan keadaan di atas dan membatalkan Putusan Nomor 30/ Pdt.
Sus-Merek/2020/ PNNiaga. Jkt. Pst. Jakarta Senin, 18.11.2020. Hardwood
Private Limited diperintahkan untuk membayar biaya pada semua tingkat
pengadilan, yaitu pada tingkat Mahkamah Agung sebesar 5.000.000 rupiah
(lima juta rupiah).
Kesimpulan:

a. Penyelesaian hak atas merek di Indonesia dapat melakukan secara non litigasi dengan
Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Abitrase adapun secara litigasi dengan pengadilan
niaga.
b. Dalam kasus Hardwood Private Limited vs PT Unilever Indonesia Tbk, sengketa
diselesaikan melalui proses pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA:

Hafizah and Apriani, Penyelesaian Sengketa Merek (Studi Kasus Pepsodent Strong vs Formula
Strong), 2022
DOI: http://dx.doi.org/10.33087/wjh.v6i2.879, diakses pada tanggal 2 Februari 2023

Anda mungkin juga menyukai