Anda di halaman 1dari 22

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelanggaran asas itikad baik yang terkandung dalam Undang-Undang
Merek terjadi dalam sengketa perdata dengan Nomor 8 PK/Pdt.Sus-HKI/2020 jo.
Putusan Nomor 783 K/Pdt.Sus-HKI/2018 jo. Putusan Nomor 60/Pdt.Sus
Merek/2017/PN Niaga.Jkt.Pst. Dalam perkara tersebut, penggugat Syarikat Jun
Chong SDN., BHD mengajukan gugatan kepada tergugat PT. Garuda Tasco
International dan turut tergugat Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Cq.
DIREKTORAT Merek atas pelanggaran asas itikad baik dalam pendaftaran
Merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan (Kelas 7). Adapun gugatan penggugat
tertuang dalam gugatan Nomor 60/Pdt.Sus Merek/2017/PN Niaga.Jkt.Pst yang
uraiannya sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa Penggugat adalah satu-satunya pemilik yang sah
dan pemegang hak serta pemakai pertama atas merek terkenal (well
known mark) yaitu Merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan (Kelas 7);
3. Menyatakan bahwa Merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan (Kelas 7)
milik Penggugat adalah merek terkenal (well-known mark);
4. Menyatakan Merek Dagang PB yang terdaftar atas nama Tergugat, di
bawah Registrasi Nomor IDM 000047786 (Kelas 8) mempunyai
persamaan pada keseluruhan dengan merek terkenal (well-known
mark) yaitu Merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan (Kelas 7) milik
Penggugat;
5. Menyatakan bahwa Tergugat mempunyai itikad tidak baik dalam
mengajukan Permohonan Pendaftaran Merek Dagang PB yang
terdaftar dalam Daftar Umum Merek Turut Tergugat di bawah
Registrasi Nomor IDM 000047786 (Kelas 8);
6. Menyatakan batal atas pendaftaran Merek Dagang PB milik Tergugat
yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek Turut Tergugat di bawah
Registrasi Nomor IDM 000047786 Kelas 8 dengan segala akibat
hukumnya; dan
2

7. Memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk, mentaati dan


melaksanakan putusan ini dengan malaksanakan Pembatalan
Pendaftaran Merek Dagang PB milik Tergugat yang terdaftar dalam
Daftar Umum Merek Turut Tergugat di bawah Registrasi Nomor IDM
000047786 (Kelas 8) dan mengumumkannya dalam Berita Resmi
Merek;
8. Memerintahkan kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara,
Atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat berpendapat lain, maka kami mohon diberikan
putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Terhadap gugatan tersebut, pihak tergugat mengajukan eksepsi sebagai
berikut:
1. Eksepsi obscuur libel (kabur dan tidak jelas gugatannya);
2. Surat Kuasa Khusus Penggugat tertanggal 18 September 2017 cacat
formil dan tidak sah (eksepsi prosesual);
3. Gugatan pembatalan merek Penggugat, tidak berdasarkan hukum
dan undang-undang yang berlaku;
4. Gugatan pembatalan merek Penggugat telah kadaluarsa atau sudah
lewat waktu;
5. Gugatan penggugat kurang pihak (exceptio prulium litis consortium);
6. Merek dagang Penggugat belum memenuhi persyaratan merek
terkenal (well known mark);
Selanjutnya Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
telah memberi Putusan Nomor 60/Pdt.Sus-Merek/2017/PN Niaga.Jkt.Pst. tanggal
21 Maret 2018 yang amarnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi: Menolak eksepsi Tergugat dan Turut Tergugat.
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat sebagai pemilik Merek terkenal Merek Dagang
(kata) “PB” dan Lukisan;
3. Menyatakan Merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan terdaftar Nomor
IDM000047786 atas nama Tergugat mempunyai persamaan pada
3

pokoknya dengan Merek terkenal Merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan
milik Penggugat;
4. Menyatakan Tergugat sebagai pendaftar yang beritikad tidak baik atas
pendaftaran merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan terdaftar Nomor
IDM000047786;
5. Menyatakan batal menurut hukum pendaftaran Merek Dagang (kata) “PB”
dan Lukisan terdaftar Nomor IDM000047786 atas nama Tergugat;
6. Memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk, mentaati dan
melaksanakan putusan ini dengan malaksanakan Pembatalan
Pendaftaran Merek Dagang PB milik Tergugat yang terdaftar dalam
Daftar Umum Merek Turut Tergugat di bawah Registrasi Nomor IDM
000047786 (Kelas 8) dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek;
7. Memerintahkan Panitera atau Pejabat yang berwenang untuk itu guna
menyampaikan salinan putusan perkara ini kepada Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) agar dapat mencatatkan pembatalan
pendaftaran Merek Dagang (kata) “PB” dan Lukisan terdaftar Nomor
IDM000047786 atas nama Tergugat dari Daftar Umum Merek dan
mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp1.316.000,00 (satu juta tiga ratus enam belas ribu rupiah);
Kemudian tergugat yang merasa keberatan terhadap putusan majelis
tersebut mengajukan memori kasasi yang termuat dalam kasasi Nomor 783
K/Pdt.Sus-HKI/2018. Dalam putusan kasasi, majelis menolak memori kasasi
yang diajukan oleh PT. Garuda Tasco International. Demikian juga putusan pada
tingkat Peninjauan Kembali dimana majelis juga menolak permohonan Pemohon
Peninjauan Kembali.
Berdasarkan hal- hal di atas, telah menjadi latar belakang dari penulisan
skripsi ini dengan judul: “Analisis Yuridis Pelanggaran Asas Itikad Baik dalam
Penggunaan Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis (Studi Putusan Nomor 8 PK/Pdt.Sus-
HKI/2020)”.

I. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4

A. Pelanggaran Penggunaan Merek yang Sudah Didaftarkan


1. Pengaturan Pendaftaran Merek

Sistem pendaftaran merek pada secara umum terdiri dari dua sistem
pendaftaran. System tersebut adalah sistem deklaratif dan sistem konstitutif.
Sistem deklaratif digunakan pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961,
sedangkan sistem konstitutif digunakan sejak Undang- undang Nomor 19 Tahun
1992 sampai Undang-Undang merek terbaru tahun 2016.
Secara internasional menurut Soegondo Soemodiredjo ada dikenal 4
sistem pendaftaran merek yaitu:1
1. Pendaftaran merek tanpa pemeriksaan terlebih dahulu. Menurut
sistem ini merek yang dimohonkan pendaftarannya segera
didaftarkan asal syarat- syarat permohonannya telah dipenuhi antara
lain pembayaran biaya permohonan,pemeriksaan dan pendaftaran.
Tidak diperiksa apakah merek tersebut memenuhi syarat-syarat lain
yang ditetapkan dalam undang- undang, misalnya tidak diperiksa
apakah merek tersebut pada keseluruhannya atau pada pokoknya
ada persamaan dengan merek yang telah didaftarkan untuk barang
sejenis atas nama orang lain.Sistem ini dipergunakan misalnya oleh
negara Perancis, Belgia, Luxemburg, dan Rumania.
2. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu.
Sebelum didaftarkan merek yang bersangkutan terlebih dahulu
diperiksa mengenai syarat-syarat permohonannya maupun syarat-
syarat mengenai merek itu sendiri. Hanya merek yang memenuhi
syarat dan tidak mempunyai persamaaan pada keseluruhan atau
pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan untuk barang
sejenis atas nama orang lain dapat didaftarkan. Misalnya sistem ini
dianut oleh Amerika Serikat,Jerman, Inggris, Jepang dan Indonesia.
3. Pendaftaran dengan pengumuman sementara.Sebelum merek yang
bersangkutan didaftarkan, merek itu diumumkan lebih dahulu untuk
memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan
keberatan- keberatan tentang pendaftaran merek tersebut.Sistem ini

1
Soegondo Soemodiredjo, Merek Perusahaan dan Perniagaan, Jakarta,
Lembaga Administrasi Negara, 1963, hlm. 10-11
5

dianut antara lain negara Spanyo, Colombia, Mexico, Brazil dan


Australia.
4. Pendaftaran merek dengan pemberitahuan terlebih dahulu tentang
adanya merek-merek terdaftar lain yang ada persamaannya.Pemohon
pendaftaran merek diberitahu bahwa mereknya mempunyai
persamaaan pada keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek
yang telah didaftarkan untuk barang sejenis atas nama orang
lain.Walaupun demikian, jika pemohon tetap menghendaki
pendaftaran mereknya, maka mereknya itu didaftarkan juga.Sistem ini
dipakai oleh negara Swiss dan Australia.
Dalam sistem deklaratif, pemakai pertama dianggap sebagai orang yang
memiliki hak untuk menggunakan suatu merek sehingga pendaftaran tidak wajib
dilakukan.Sedangkan dalam sistem konstitutif, seseorang dapat mempunyai hak
atas merek jika merek tersebut sudah didaftarkan pada instansi terkait.
Suatu merek dapat menjadi merek terdaftar harus melalui prosedur
pendaftaran merek yang ada. Merek tersebut harus didaftarkan dengan
memenuhi syarat-syarat pendaftaran merek. Dalam waktu selambat-lambatnya
10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan untuk didaftar,
kantor merek akan mengumumkan permohonan tersebut dalam Berita Resmi
Merek. Pengumuman tersebut akan berlangsung selama 1(satu) hari yang
dilakukan dengan menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan
secara berkala, atau dengan menempatkannya pada sarana khusus yang
dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat misalnya internet.

2. Hak Pemegang Merek Terdaftar

Pengaturan mengenai perlindungan Merek terkenal dapat dilihat


pada Pasal 21 ayat (1) UU MIG, di mana dinyatakan bahwa: Permohonan ditolak
jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan:
a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh
pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
6

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak
sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
d. Indikasi Geografis terdaftar.
Apabila secara sah dan meyakinkan terdapat atau ada pelanggaran
merek maka hakim akan memberikan perlindungan melalui putusan yang adil.
Bagi Pelanggar akan dikenakan sanksi (baik pidana maupun denda) sesuai
ketentuan pidana merek yang diatur dalam Pasal 90 sampai dengan Pasal 95
UU No.15 Tahun 2001. Apabila terbukti secara secara sah ada pihak yang telah
melakukan pelanggaran merek maka pihak yang melakukan pelanggaran akan
dikenakan sanksi (baik pidana atau denda) sesuai dengan pelangaran yang
dilakukan. Jadi perlindungan hukum akan diberikan oleh Negara hanya kepada
merek yang terdaftar saja.
Sanksi akan dikenakan bagi pelanggar merek sah karena pelanggara
merupakan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata) antara lain
memenuhi unsur:
a. Perbuatan melawan hukum,
b. Adanya Kerugian,
c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang
ditimbulkan,
Adanya Kesalahan. Pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi karena
jelas memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, karena perbuatan yang
melawan hukum yaitu secara sengaja menggunakan merek pihak lain tanpa hak.
Selain itu menimbulkan kerugian. Pihak pemilik merek dirugikan (secara materiil
dan non materiil) dengan adanya pelanggaran merek tersebut. Karena
pelanggaran merek merupakan suatu perbuatan yang dapat dikategorikan suatu
kesalahan maka apabila ada pihak yang melakukan pelanggaran merek sudah
sepantasnya dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.2

3. Pelanggaran Terhadap Merek Terdaftar

Secara umum pelanggaran merek dapat terjadi jika seseorang atau


badan hukum menggunakan merek dagang atau merek dagang yang serupa

Enny Mirfa, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar, Aceh, Jurnal


2

Hukum Universitas Samudera, 2016, hlm. 73


7

milik seorang pemilik merek dagang atau jasa tanpa izin. Penggunaan tersebut
dilakukan dalam bidang perdagangan yang berarti bahwa pelangaran dilakukan
sehubungan dengan penjualan dan promosi barang yang dapat menimbulkan
kerugian baik secara materil maupun imateril bagi pemilik merek.
Pelanggaran merek ini dapat dilakukan dengan menduplikasi suatu merek
dengan mengubah kata atau gambar yang terdapat dalam merek tersebut
dengan jenis produk yang sama atau sebaliknya. Arti pelanggaran merek
menurut UU Merek No.20 Tahun 2016 dapat diinterpretasikan menjadi 4 (empat)
macam yaitu:
a. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan secara sengaja dan
tanpa hak dengan menggunakan merek yang sama;
b. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan secara sengaja dan
tanpa hak dengan menggunakan merek yang serupa;
c. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan karena kelalaiannya;
d. Perbuatan pelanggaran merek karena menggunakan tanda yang
dilindungi berdasarkan indikasi geografis atau indikasi asal yang
dilakukan secara sengaja dan tanpa hak sehingga menyesatkan
masyarakat mengenai asal barang dan jasa.
Pelanggaran terhadap merek terutama disebabkan adanya keinginan
untuk mendapatkan keuntungan yang besar dalam perdagangan yang biasanya
dilakukan dengan menggunakan merek-merek terkenal dalam masyarakat.
Pelanggaran dibidang merek dilakukan dengan cara pemakaian merek terkenal
tanpa izin atau peniruan terhadap merek terkenal dengan tujuan memudahkan
pemasaran karena merek terkenal sudah mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat.
Pada dasarnya, untuk memahami apakah perbuatan itu merupakan
pelanggaran merek, harus dipenuhi unsur-unsur berikut ini:3
a. Larangan undang-undang
Perbuatan yang dilakukan oleh pengguna hak kekayaan intelektual
dilarang dan dapat diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
b. Izin (Lisensi)

3
Abdul Khadir Muhammad,Op.cit., hlm. 144
8

Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dilakukan tanpa persetujuan


(lisensi) dari pemilik atau pemegang hak terdaftar.
c. Pembatasan undang-undang
Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual melampaui batas ketentuan yang
telah ditetapkan oleh undang-undang.
d. Jangka waktu
Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dilakukan dalam jangka waktu
perlindungan yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau perjanjian tertulis
atau lisensi.
Pada hakekatnya pelanggaran merek yang terjadi di Indonesia
diakibatkan oleh sikap konsumtif masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia
memiliki kecenderungan berorientasi pada pemakaian produk- produk luar negeri
(label minded, apalagi kalau itu merek terkenal. Akan tetapi daya beli masyarakat
yang rendah menyebabkan mereka belum mampu untuk membeli produk luar
negeri yang harganya lebih tinggi dari produk lokal pada umumnya. Hal ini
memicu adanya perilaku pelaku usaha atau produsen yang memiliki itikad tidak
baik untuk melakukan pelanggaran merek.
Menurut pasal 35 UU No. 20 Tahun 2016, merek terdaftar mendapat
perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal
penerimaan permohonan pendaftaran merek yang bersangkutan. Pemilik merek
dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan untuk
jangka waktu yang sama. Biasanya direktorat jendral tidak lagi melakukan
penelitian (Examination) atas merek tersebut pada saat pemilik merek
mengajukan perpanjangan untuk perlindungan. Prosedur permohonan
perpanjangan waktu dilakukan secara tertulis oleh pemilik merek, atau kuasanya
dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya
jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.
Merek yang telah terdaftar menunjukan bahwa merek tersebut telah
dilindungi oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap merek sifatnya terbatas.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek dan indikasi geografis, yaitu;
9

“Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10


(sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu
dapat diperpanjang”

B. Kedudukan Asas Itikad Baik dalam Perbuatan Peniruan Merek Terdaftar


1. Pengaturan Asas Itikad Baik dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis

Konsep iktikad tidak baik telah diatur sejak UU Merek 1992, dilanjutkan
dengan UU Merek 2001 dan disempurnakan melalui UU Merek 2016. Dimana
ketiga undang-undang tersebut telah menjelaskan konsep itikad tidak baik dalam
pendaftaran merek yaitu Pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan
mereknya secara tidak layak dan tidak jujur untuk meniru, menjiplak, atau
mengikuti Merek pihak lain demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi
persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.
Penjelasan tentang konsep itikad tidak baik juga dijelaskan dalam
beberapa yurisprudensi yaitu Putusan No. 1269 L/Pdt/1984 tanggal 15 Januari
1986, putusan No. 220 PK/Perd/1981 Tanggal 16 Desember 1986 dan putusan
No.1272 K/Pdt./1984 tanggal 15 Januari 1987, MA berpendapat bahwa pemilik
merek beritikad tidak baik karena telah terbukti menggunakan merek yang sama
pada pokoknya atau sama pada keseluruhannya dengan merek pihak lawan.4
Indonesia menganut sistem konstitutif atau disebut sebagai First to file
yaitu hak atas merek tercipta atau diperoleh karena pendaftaran. Indonesia tidak
menganut sistem Deklaratif yang memiliki arti hak atas merek diperoleh
berdasarkan pemegang atau pembuat pertama atas suatu merek tersebut.
Kedua sistem tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.
Sistem konstitutif memiliki kelebihan lebih akurat bagi para pemilik merek dagang
yang ingin mendaftarkan mereknya untuk diberikan perlindungan hukum oleh
Undang-Undang Merek, sedangkan kekurangannya yaitu banyak pihak yang
sengaja mendaftarkan merek dagang hanya untuk mendapatkan keuntungan
dan mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang Merek. Sistem Deklaratif
memiliki kelebihan yaitu pemegang pertama dapat dilindungi asalkan dapat

4
Mukti Fajar ND., Yati Nurhayati, dan Ifrani, Iktikad Tidak Baik dalam
Pendaftaran dan Model Penegakan Hukum Merek di Indonesia, Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM NO. 2 VOL. 25 MEI 2018, hlm. 224
10

membuktikan bahwa dia adalah pemegang pertama, tetapi kekurangannya


adalah untuk jaman sekarang ini sangat sulit untuk membuktikannya karena
banyak memakan waktu untuk membuktikannya.5
Dilihat dari sistem yang dianut oleh Indonesia, banyak pihak yang
memiliki itikad tidak baik dalam melakukan pendaftaran karena dalam Undang-
Undang Merek, perlindungan diberikan bagi pihak yang telah mendaftarkan
merek. Tentu saja akan membuka peluang bagi pihak yang memiliki itikad tidak
baik untuk melakukan pendaftaran, apalagi jika pihak tersebut mengetahui ada
merek yang mulai berkembang belum didaftarkan di kantor merek.

2. Kewajiban Penerapan Asas Itikad Baik dalam Mendaftarkan Merek

Penjelasan di atas telah memberikan pengertian bahwa pendafatran


merek wajib dilakukan dengan asas itikad baik. Itikad baik dapat dilihat dari cara
pembuktian kepemilikan suatu benda dalam hal ini adalah hak atas kekayaan
intelektual yang merupakan benda yang tidak berwujud. Sehingga hak tersebut
harus diperoleh dengan itikad baik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21
ayat (3) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis yang berbunyi “Permohonan ditolak jika diajukan oleh pemohon yang
beritikad tidak baik”. Hal yang dimaksud dengan “Pemohon yang beriktikad tidak
baik” adalah Pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan Mereknya
memiliki niat untuk meniru, menjiplak, atau mengikuti Merek pihak lain demi
kepentingan usahanya, menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat,
mengecoh, atau menyesatkan konsumen.
Permohonan Merek bentuk tulisan, lukisan, logo, atau susunan warna
yang sama dengan Merek milik pihak lain atau Merek yang sudah dikenal
masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupa sehingga
memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang
sudah dikenal tersebut. Dari contoh tersebut sudah terjadi itikad tidak baik dari
Pemohon karena setidak-tidaknya patut diketahui adanya unsur kesengajaan
dalam meniru Merek yang sudah dikenal tersebut.

5
Nurhayati Nasution, Analisis Yuridis Pertimbangan Hakim Tentang Pembatalan
Merek Terdaftar GS Gold Shine, Tesis, Surakarta, Universitas Sebelas Maret, 2011, hlm.
15
11

Pengertian itikad baik menurut Black’s Law Dictionary dalam Maehsoen


Ali dijelaskan bahwa itikad baik (good faith):6
““A state of mind consisting in honesty in belief or purpose, faithfulness to
one’s duty or obligation, observance of reasonable commercial standards of fair
dealing in a given trade or business, or absence of intent to defraud or to seek
unconscionable advantage.”
Itikad baik memiliki peranan yang amat penting dalam hukum perdata,
baik terkait dengan hak kebendaan (zakenrecht) sebagaimana diatur dalam Buku
II BW, maupun hak perorangan (persoonlijkrecht) sebagaimana diatur dalam
Buku III BW, bahkan, tidak dapat pula diabaikan arti pentingnya dalam bidang
hukum perorangan dan keluarga dalam Buku I BW.7
Seorang bezitter dianggap beritikad baik apabila ia tidak mengetahui
adanya cacat pada ”kepemilikannya.” Dalam hal ini keadaan jiwa yang demikian
itu dilindungi oleh undang-undang.8 Dalam hal ini itikad baik (kejujuran)dimaknai
sebagai keinginan dalam hati sanubari pihak yang memegang ataumenguasai
barang pada waktu ia mulai menguasai barang itu bahwa syarat-syaratyang
diperlukan untuk mendapatkan hak milik atas barang itu telah dipenuhi, jadi
menurut Wiryono Prodjodikoro kejujuran yang bersifat statis.9
Selanjutnya dalam Pasal 530 KUHPerdata:“Bezit yang beritikad buruk
adalah mereka yang memegang benda tersebut itu tahu bahwa bendanya
diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan menurut cara- cara memperoleh
hak milik”. Pasal ini menjelaskan penguasaan suatu benda dapat diperoleh
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan undang-undang atau dengan kata
lain menggunakan tipu daya untuk dapat menguasai benda tersebut.

3. Pelanggaran Hukum Terhadap Merek Terdaftar


Sebagaimana diketahui bahwa hak atas merek adalah hak khusus yang
diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar. Karena merupakan hak

6
Maehsoen Ali, Rahmi Jened,”Kesadaran Pengusaha Kecil dan Menengah Jawa
Timur akan Arti Penting Desain Industri”, Penelitian IP Clinic-FIPSI- JETRO-FH UNAIR,
2000, hlm. 13-18
7
Djaja S. Meliala, Masalah Itikad Baik dalam KUH Perdata, cet. 1, Bandung,
Binacipta 1987, hlm. 6
8
Ibid.
9
Wiryono Prodjodikoro , Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung, Sumur, 2006,
hlm. 87
12

khusus, maka pihak lain tidak dapat menggunakan merek terdaftar tanpa izin
pemiliknya. Orang yang berminat menggunakan merek orang lain harus terlebih
dahulu mengadakan perjanjian lisensi dan mendaftarkannya ke Kantor Merek.10
Apabila tanpa melakukan perjanjian lisensi, tetapi langsung membuat
merek yang sama pada pokoknya atau pada keseluruhannya dengan merek
terdaftar milik orang lain dan digunakan pada barang atau jasa yang sama tanpa
pendaftaran merek, hal ini merupakan pelanggaran Hak Atas Merek. Jadi bentuk
pelanggarannya berupa peniruan merek terdaftar. Istilah lain untuk pelanggaran
tersebut dikenal istilah “pembajakan hak merek”.11
Secara umum pelanggaran merek dapat terjadi jika seseorang atau
badan hukum menggunakan merek dagang atau merek dagang yang serupa
milik seorang pemilik merek dagang atau jasa tanpa izin. Penggunaan tersebut
dilakukan dalam bidang perdagangan yang berarti bahwa pelangaran dilakukan
sehubungan dengan penjualan dan promosi barang yang dapat menimbulkan
kerugian baik secara materil maupun imateril bagi pemilik merek.
Pada prinsipnya sesuai prinsip hukum merek, pelanggaran merek dapat
dikategorikan dalam tiga area utama, yaitu:12
1. Infringement that create of likelihood of conclusion as to source,
sponsorship, affiliation, or connection. (Pelanggaran yang
menyebabkan persamaan yang membingungkan mengenai sumber,
sponsor, afiliasi, atau koneksi).
2. Counterfeiting that useof mark that is substantially indistinguishsble-
required for treble damages and criminal prosecution. (Pemalsuan
dengan penggunaan merek yang secara substansial tidak dapat
dibedakan yang dipersyaratkan untuk pemulihan tiga kali lipat dari
jumlah kerugian sebenarnya.
3. Dilution that lessening of the capacity of a famous mark to identify and
distinguish goods or services regardless of competition or likelihood of
confusion. (Dilusi merek yang mengurangi kapastitas sebuah merek
terkenal untuk mengidentifikasikan dan membedakan barang atau

10
Gatot Suparmono, Op.Cit, hlm. 74
11
Ibid.
12
Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) dalam Era Globalisasi dan
Integrasi Ekonomi, Jakarta, Prenadamedia Group, 2015, hlm. 311
13

jasanya, terkait dengan persaingan atau persamaan yang


membingungkan).
Pelanggaran merek ini dapat dilakukan dengan menduplikasi suatu merek
dengan mengubah kata atau gambar yang terdapat dalam merek tersebut
dengan jenis produk yang sama atau sebaliknya. Arti pelanggaran merek
menurut UU Merek No. 20 Tahun 2016 dapat diinterpretasikan menjadi 4 (empat)
macam yaitu:
e. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan secara sengaja dan
tanpa hak dengan menggunakan merek yang sama;
f. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan secara sengaja dan
tanpa hak dengan menggunakan merek yang serupa;
g. Perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan karena kelalaiannya;
h. Perbuatan pelanggaran merek karena menggunakan tanda yang
dilindungi berdasarkan indikasi geografis atau indikasi asal yang
dilakukan secara sengaja dan tanpa hak sehingga menyesatkan
masyarakat mengenai asal barang dan jasa.
Penyebab utama pelanggaran hak merek adalah memiliki persamaan
pada pokoknya. Ada tiga bentuk pemakaian merek yang dapat dikategorikan
persamaan pada pokoknya, yakni:13
1. Similarity in appearance (kemiripan dalam hal penampilan), yang
dalam arti dapat membingungkan dalam bentuk penggambaran.
2. Similarity in sound (kemiripan bunyi/pengucapan), yang dalam arti
dapat membingungkan dalam bentuk pengucapan.
3. Similarity in concept (kemiripan dalam konsep makna), di mana arti
dalam suatu bentuk memiliki persamaan dalam pengucapan.
Secara sederhana kriteria merek yang memiliki persamaan secara
keseluruhan (identical marks) ada, apabila tanda memiliki persamaan secara
keseluruhan dengan merek dan diterapkan untuk produksi sejenis yang telah
dilindungan lebih dahulu dan perbuatannya dapat dikatakan pemalsuan
(counterfeiting). 14

13
Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 17
14
Maehsoen Ali, Rahmi Jened, Op.Cit, hlm. 176
14

C. penyelesaian Sengketa Terhadap Pendaftaran Merek yang Tidak


Memenuhi Asas Itikad Baik Pada Putusan Nomor 8 PK/PDT.SUS-
HKI/2020
1. Pokok Gugatan dalam Putusan Nomor 8 PK/Pdt.Sus-HKI/2020
Gugatan Merek diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah
hukum tempat tinggal atau domisili Tergugat dengan merujuk Pasal 118 HIR.
Apabila salah satu pihak bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat. Biaya pengajuan gugatan tergantung pada jumlah pihak yang
digugat dan domisili tergugat. Sidang pemeriksaan sampai dengan putusan atas
gugatan merek harus diselesaikan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah
perkara diterima oleh Majelis yang memeriksa perkara tersebut dan dapat
diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah
Agung.
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau
jasa yang sejenis berupa ganti rugi, penghentian semua perbuatan yang
berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.15 Gugatan ganti kerugian
dan/atau penghentian perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
secara tanpa hak tersebut memang sudah sewajarnya, karena tindakan tersebut
sangat merugikan pemilik merek yang sah.
Bukan hanya kerugian ekonomi secara langsung, tetapi juga dapat
merusak citra merek tersebut apabila barang atau jasa yang menggunakan
merek secara tanpa hak tersebut kualitasnya lebih rendah daripada barang atau
jasa yang menggunakan merek secara sah. Penundaan penyerahaan barang
atau nilai barang yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut
merupakan tindakan hati-hati karena bagaimanapun, secara hukum pasti
putusan pengadilan niaga masih dimungkinkan untuk dibatalkan dalam perkara
kasasi.
Dengan masih tersedianya upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan
Niaga yang memeriksa gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran merek

Sentosa Sembiring, Hak Kekaayaan Intelektual dalam Berbagai Peraturan


15

PerundangUndangan, Cetakan Pertama, Bandung, CV. Yrama Widya, 2002, hlm. 27


15

tersebut. Kasasi merupakan upaya hukum biasa satu-satunya karena terhadap


putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi. Sidang pemeriksaan
dan putusan Permohonan kasasi harus diselesaikan paling lama 90 (sembilan
puluh) hari setelah tanggal Permohonan kasasi diterima oleh Majelis Kasasi.
Upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan kasasi dilaksanakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun gugatan pada skripsi ini adalah gugatan sengketa pembatalan
merek. Gugatan ini diajukan oleh Syarikat Jun Chong SDN sebagai penggugat
dengan PT. Garuda Tasco International selaku tergugat dan juga Kemeterian
Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku turut tergugat. Gugatan pembatalan
merek ini dilakukan pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor
60/Pdt.Sus Merek/2017/PN Niaga.Jkt.Pst. Kemudian sengketa ini berlanjut pada
tingkat kasasi dengan Nomor 783 K/Pdt.Sus-HKI/2018. Terhadap putusan
kasasi, kemudian tergugat mengajukan upaya peninjauan kembali dengan
Nomor 8 PK/Pdt.Sus-HKI/2020.

2. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 8 PK/Pdt.Sus-HKI/2020


Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu
juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila
pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang
berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan
Tinggi/Mahkamah Agung.16
Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya
pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang
paling penting dalam pemeriksaan di persidangan. Pembuktian bertujuan untuk
memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-
benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil. Hakim
tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata baginya bahwa
16
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 140
16

peristiwa/fakta tersebut benar-benar terjadi, yakni dibuktikan kebenaranya,


sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak.17
Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat
tentang hal-hal sebagai berikut: 18
a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak
disangkal.
b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek
menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.
c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus
dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat
menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat
dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.
Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan
kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil
penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah
satu usaha untuk mencapai kepastian hukum kehakiman, di mana hakim
merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur
tercapainya suatu kepastian hukum.
3. Analisis Hukum Terhadap Putusan Merek Nomor 8 PK/Pdt.Sus-
HKI/2020

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa


putusan yang diberikan oleh pengadilan dirasa sangatlah tepat karena secara
umum jangkauan pengertian itikad tidak baik meliputi perbuatan penipuan
(fraud), rangkaian menyesatkan (misleading) orang lain, serta tingkah laku yang
mengabaikan kewajiban hukum untuk mendapat keuntungan. Bisa juga diartikan
sebagai perilaku yang tidak dibenarkan secara sadar untuk mencapai suatu
tujuan yang tidak jujur (dishonestly purpose). Hal inilah kemudian yang menjadi
dasar bahwa PT. Garuda Tasco Internasional telah memiliki itikad tidak baik
dengan mendaftarkan merek “PB” yang merupakan merek terkenal dan memiliki
kesamaan pada keseluruhannya dengan merek milik Syarikat Jun Chong SDN.

17
R. Soerparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Bandung, Mandar
Maju, 2005, hlm. 152
18
Mukti Arto, Op.Cit, hlm. 142
17

Berkaitan dengan adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhan


yang terdapat pada kasus antara PT. Garuda Tasco Internasional dengan merek
milik Syarikat Jun Chong SDN, dapat ditambahkan pula doktrin yang dapat
dipergunakan dalam menentukan ada atau tidaknya persamaan merek, yaitu
doktrin enterities similar dan doktrin nearly resembles.19 Hal ini tentu saja sesuai
dengan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Merek yang menyatakan bahwa
ermohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik. Tidak
beritikad baik maksudnya disini adalah dengan menggunakan merek yang
mempunyai kesamaan secara keseluruhan dengan merek orang lain yang telah
dikenal terlebih dahulu.
Doktrin enterities similar menganggap persamaan keseluruhan elemen
adalah standar, dalam hal ini merek yang diminta untuk didaftarkan merupakan
copy reproduksi merek orang lain. Sedangkan doktrin nearly resembles
menganggap suatu merek mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
merek orang lain jika pada merek tersebut terdapat kemiripan (identical) atau
hampir mirip dengan merek orang lain, yang dapat didasarkan pada kemiripan
gambar, susunan kata, warna atau bunyi. Faktor yang paling pokok dalam doktrin
ini adalah pemakaian merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya ini
dapat menimbulkan kebingungan yang nyata (actual confusion) atau
menyesatkan (deceive) masyarakat konsumen. Seolah-olah merek tersebut
berasal dari sumber atau produsen yang sama, sehinga di dalamnya terlihat
unsur itikad tidak baik (bad faith) untuk membonceng ketenaran milik orang lain.20

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pelanggaran merek dapat terjadi jika seseorang atau badan hukum
menggunakan merek dagang atau merek dagang yang serupa milik
seorang pemilik merek dagang atau jasa tanpa izin. Penggunaan tersebut
dilakukan dalam bidang perdagangan yang berarti bahwa pelangaran
19
Emmy Yuhassarie, Hak Kekayaaan Intelektual dan Perkembangannya,
Jakarta, Pusat Pengkajian Hukum, 2004, hlm. 206-207
20
Ibid, hlm. 207
18

dilakukan sehubungan dengan penjualan dan promosi barang yang dapat


menimbulkan kerugian baik secara materil maupun imateril bagi pemilik
merek.
2. Kedudukan prinsip itikad baik dalam perbuatan peniruan merek terdaftar
terdapat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis. Dalam pendaftaran merek diketahui bahwa
dalam Undang-Undang No 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis hanya mengatur secara implisit tentang itikad baik yang mana
dapat ditelaah melalui merek yang didaftarkan tidak diterima atau ditolak
apabila sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 20 bab IV tentang
pendaftaran merek. Merek tidak dapat didaftarkan apabila bertentangan
dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas,
agama, kesusilaan dan ketertiban umum.
3. Analisis terhadap Putusan Nomor 8 PK/ Pdt.Sus-HKI/2020 menunjukkan
bahwa putusan yang diberikan oleh pengadilan dirasa sangatlah tepat
karena secara umum jangkauan pengertian itikad tidak baik meliputi
perbuatan penipuan (fraud), rangkaian menyesatkan (misleading) orang
lain, serta tingkah laku yang mengabaikan kewajiban hukum untuk
mendapat keuntungan. Bisa juga diartikan sebagai perilaku yang tidak
dibenarkan secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang tidak jujur
(dishonestly purpose). Hal inilah kemudian yang menjadi dasar bahwa
PT. Garuda Tasco Internasional telah memiliki itikad tidak baik dengan
mendaftarkan merek “PB” yang merupakan merek terkenal dan memiliki
kesamaan pada keseluruhannya dengan merek milik Syarikat Jun Chong
SDN.
B. Saran
1. Pengaturan pendaftaran merek saat ini memang sudah cukup baik,
namun perlu dibenahi hal-hal teknis misalnya diperlukannya pendaftaran
merek secara online.
2. Pelanggaran prinsip itikad baik dalam pendaftaran merek harus dapat
memberikan efek jera kepada para pihak yang berusaha melanggar
prinsip itikad baik tersebut.
19

3. Hendaknya diciptakan sebuah database atau pangkalan merek yang


dapat secara otomatis melakukan deteksi kesamaan pada merek
sehingga akan dapat menghemat waktu dalam analisa merek terdaftar.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arto, Mukti. 2004. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Ashshofa, Burhan. 2006. Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta


20

Astarini, Dwi Rezki Sri. 2009. Penghapusan Merek Terdaftar Berdasarkan UU


No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dihubungkan Dengan TRIPs-WTO,
Bandung, Alumni

Dirdjosisworo, Soedjono. 2001. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Raja Grafindo


Persada

Gautama, Sudargo. 1989. Hukum Merek Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti

Hamzah, Andi. 1996. KUHP dan KUHAP, Jakarta, Rineka Cipta

Harahap, M. Yahya. 2013. Hukum Acara Perdata, Jakarta, Sinar Grafika

Ibrahim, Johny 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi
Revisi). Malang, Bayu Media Publishing

Jened, Rahmi. 2015. Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global dan
Integras Ekonomi, Jakarta, Kencana

Kurnia, Titon Slamet. 2011. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di


Indonesia Pasca Perjanjian TRIP’s. Bandung

Maulana, Insan Budi. 1997. Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta,
Bandung, Citra Aditya

Meliala, Qirom Syamsudin. 2007. Pengertian Asas Itikad Baik di dalam Hukum
Indonesia, Surabaya, Mitra Ilmu

Moeleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja


Rosdakarya

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia, Bandung, Citra Aditya


Bakti

Purwadi, Ari. 2017. “Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen”,


Yuridika, Majalah Fakultas Hukum Airlangga, Nomor 1 dan 2

Rasjidi, Lilidan B. Arief Sidharta. 1994. Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi,
Bandung, Remaja Rosda Karya

Saidin 1. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property


Rights), ed. Revisi, Cet. 4, Jakarta, Raja Grafindo Persada

Saidin 2. 2006. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Jakarta, Raja Grafindo


Persada

Satrio, J. 2000. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian,


Bandung, Citra Aditya Bakti
21

Sembiring, Sentosa. 2002. Hak Kekaayaan Intelektual dalam Berbagai Peraturan


PerundangUndangan, Cetakan Pertama, Bandung, CV. Yrama Widya

Soemodiredjo, Soegondo. 1963. Merek Perusahaan dan Perniagaan, Jakarta,


Lembaga Administrasi Negara

Soerparmono, R. 2005. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Bandung,


Mandar Maju

Subagyo, P. Joko. 2006. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta

Subekti R. 2. 1996. Pokok- pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa

Subekti R. 1. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya


Paramitha

Sudarsono. 2004. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka Cipta

Suparmono, Gatot. 2008. Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum


Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta

Supramono, Gatot. 2008. Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum


Indonesia, Pekanbaru, Rineka Cipta

Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prestasi Pustaka
Publisher

Utomo, Tomi Suryo. 2002. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung,
Alumni

Yuhassarie, Emmy. 2004. Hak Kekayaaan Intelektual dan Perkembangannya,


Jakarta, Pusat Pengkajian Hukum

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 Pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) Tentang


Merek dan Indikasi

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

C. Jurnal/Karya Tulis

Jenie, Ismijati. 2009. Itikad Baik Sebagai Asas Hukum, Yogyakarta,


Pascasarjana UGM
22

Mardianto, Agus. 2010. “Penghapusan Pendaftaran Merek Berdasarkan Gugatan


Pihak Ketiga”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.10 No.1

Perdana, Karlina. 2017. “Kelemahan Undang-Undang Merek dalam Hal


Pendaftaran Merek (Studi atas Putusan Sengketa Merek Pierre Cardn)”,
Privat Law Vol. V No.2

Priamsari, RR. Putri Ayu. 2010. “Penerapan Itikad Baik Sebagai Alasan
pembatalan Merek Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
Tentang Merek (di Tingkat Peninjauan Kembali), Tesis, Semarang,
Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

D. Internet
https://snhlawoffice.com/id/artikel/62-beracara-di-pengadilan-niaga-dalam-
perkara-gugatan-merek-3 diakses pada 3 Januari 2021

Setiadharma, Prayudi. Sedikit Kisah Mengenai Tentang Hapusnya Merek IKEA,


http://www.hki.co.id/artikel, diakses pada 20 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai