Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

ANALISIS PENENTUAN BESARNYA GANTI KERUGIAN TERHADAP


PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERISTIWA
KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI PUTUSAN NO.29/PDT.G/2020/PN
SOE)

A. Kasus Posisi

Penggugat merupakan orang tua korban yang meninggal dunia akibat

terjadinya kecelakaan lalu lintas atas kelalaian Tergugat. Tergugat dalam hal ini

terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

dan diwajibkan memberikan ganti kerugian sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus

juta rupiah). Terhadap putusan ini kemudian diajukan banding di tingkat

Pengadilan Tinggi Kupang yang mana amar putusannya menguatkan putusan

sebelumnya. Akan tetapi, Tergugat tidak melaksanakan putusan ini hingga

kemudian diajukan gugatan agar Tergugat dan orang tuanya menaggung secara

tanggung renteng kerugian Penggugat karena telah melakukan perbuatan melawan

hukum dengan tidak melaksanakan isi putusan pengadilan. Gugatan ini diajukan

dalam Gugatan Nomor 29/Pdt.G/2020/PN.Soe.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kupang Kelas 1A Nomor

27/Pid.Sus/2016/PN.Kpg tanggal 18 April 2016, Tergugat Satu senyatanya telah

terbukti secara sah dan meyakinkan, karena kelalaiannya telah terjadi kecelakaan

lalu-lintas yang menyebabkan Richi Ariyanto Djara Hadjo (anak kandung

Penggugat) meninggal dunia, dan sepeda motor yang digu nakan oleh anak

kandung Penggugat menjadi rusak. Pasca kejadian sebagaimana diuraikan pada

angka 2 di atas, Tergugat Satu pada saat itu masih berusia lebih-kurang 20 (dua

puluh) tahun, belum menikah dan masih tinggal bersama orang tuanya (Tergugat

61
62

Dua), bahkan orang tua ataupun sanak keluarganya tidak pernah menemui

Penggugat dalam bentuk apapun sebagaimana layaknya kebiasaan sosial untuk

menyatakan permohonan maaf ataupun turut menanggung duka yang dirasakan

orang tua dan keluarga dari almarhum Richi Ariyanto Djara Hadjo.

Gugatan ini kemudian dikabulkan karena majelis berpendapat bahwa

perbuatan Tergugat I yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan Negeri

Kupang Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. Putusan Pengadilan Negeri Kupang

Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor

115/PDT/2018/PT KPG yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah

bertentangan dengan kewajiban hukum Tergugat I dan oleh karenanya Tergugat I

telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1365 KUH Perdata.

B. Pertimbangan Hukum dalam Putusan No.29/Pdt.G/2020/PN.Soe

Pertimbangan hukum hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam

menentukan terwujudnya nilai atas adanya suatu putusan hukum hakim yang

mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di

samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan

sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.

Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim

yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan

Tinggi/Mahkamah Agung.74

Hakim dalam hal melakukan pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan

adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu akan digunakan sebagai

74
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2004, hal.140
63

bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang

paling penting dalam pemeriksaan di persidangan. Pembuktian bertujuan untuk

memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar

terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil. Hakim tidak dapat

menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata baginya bahwa peristiwa/fakta tersebut

benar-benar terjadi, yakni dibuktikan kebenaranya, sehingga nampak adanya

hubungan hukum antara para pihak.75

Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat

tentang hal-hal sebagai berikut:

a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak

disangkal. Pokok persoalan ini harus dibuktikan secara nyata di

pengadilan.

b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek

menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus

dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat

menarik kesimpulan tentang permasalahan baik terbukti/tidaknya serta

dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan. 76

Dasar hakim di dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan

kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil

penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah

satu usaha untuk mencapai adanya kepastian hukum kehakiman, di mana hakim

75
Ibid, hal. 141
76
Ibid, hal. 142
64

merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur

tercapainya suatu kepastian hukum.

Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945

Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Dasar 1945 menjamin

adanya sesuatu kekuasaan kehakiman yang bebas. Hal ini tegas dicantumkan

dalam Pasal 24 terutama dalam penjelasan Pasal 24 ayat 1 dan penjelasan Pasal 1

angka (1) UU No. 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan

negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Kekuasaan kehakiman merupakan suatu kekuasaan yang merdeka dalam

ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari

segala campur tangan pihak-pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-

hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kebebasan dalam

melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim alah

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya

mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Kemudian Pasal 24 ayat (2)

menegaskan bahwa: kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan juga

lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.

Kebebasan hakim perlu pula dipaparkan posisi hakim yang tidak memihak

(impartial jugde) Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009. Istilah tidak memihak
65

di sini haruslah tidak harfiah, karena dalam menjatuhkan putusannya hakim harus

memihak yang benar. Dalam hal ini tidak diartikan tidak berat sebelah dalam

pertimbangan dan penilaiannya. Lebih tapatnya perumusan Undang-Undang No.

48 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1): “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan

tidak membeda-bedakan orang.”77

Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan

tidak memihak. Hakim dalam memberi suatu keadilan harus menelaah terlebih

dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian memberi

penilaian terhadap suatu peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan

hukum yang berlaku. Setelah itu hakim baru dapat menjatuhkan putusan terhadap

peristiwa tersebut. Seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya sehingga tidak

boleh menolak memeriksa dan mengadili suatu peristiwa yang diajukan

kepadanya. Hal ini diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UU No. 35 Tahun 1999 jo. UU

No. 48 Tahun 2009 yaitu: pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan

mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau

kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diizinkan dan diperbolehkan

untuk bercermin pada yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal

(doktrin). Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-

nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28 ayat

(1) Undang-Undang No. 40 tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali, mengikuti,

dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.”

Adapun pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan

No.29/Pdt.G/2020/PN.Soe yang pertama, mengenai pertimbangan alat bukti yang


77
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta, Rineka Cipta, 1996, hal.94
66

diajukan oleh para pihak dalam persidangan. Penggugat dalam persidangan

mengajukan alat bukti P-1, P-2, dan P3 berupa salinan Putusan Pengadilan Negeri

Kupang Kelas IA Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. salinan Putusan Pengadilan

Negeri Kupang Kelas IA Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.Kpg Jo. salinan Putusan

Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 115/PDT/2018/PT Kpg.

Selanjutnya Majelis mempertimbangkan mengenai apakah subjek maupun

objek dalam perkara ini sama dengan subjek dan objek dalam perkara yang telah

diputus dalam Putusan Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA Nomor

128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo. Putusan Pengadilan

Tinggi Kupang Nomor 115/PDT/2018/PT Kpg. Hal ini penting untuk diperhatikan

secara cermat untuk diperhatikan sehingga akan terlihat mengenai putusan di

tingkat Pengadilan Negeri telah sesuai dengan ketentuan hukum atau sebaliknya.

Majelis juga mempertimbangkan kedudukan para pihak dalam Putusan

Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. Putusan

Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo.

Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 115/PDT/2018/PT KPG adalah

Djibrael Djara Hadjo sebagai Penggugat dan Muhamad Muadim sebagai

Tergugat. Selain itu, terdapat juga pihak lainnya yaitu Nurkhamid sebagai

Tergugat II.

Hakim juga mempertimbangkan mengenai maksud gugatan dalam Putusan

Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. Putusan

Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo.

Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 115/PDT/2018/PT KPG adalah

gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat
67

Muhamad Muadim atas perbuatannya mengemudikan kendaraan bermotor dengan

keadaan yang membahayakan bagi nyawa yang mengakibatkan kecelakaan lalu

lintas sehingga korban meninggal dunia dan luka ringan serta merusak kendaraan

dan atau barang.

Selanjutnya hal yang dipertimbangkan adalah objek gugatan dalam perkara

in casu yaitu gugatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I

dan Tergugat II karena tidak melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Kupang

Kelas IA Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. Putusan Pengadilan Negeri Kupang

Kelas IA Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo. Putusan Pengadilan Tinggi

Kupang Nomor 115/PDT/2018/PT KPG.

Berdasarkan uraian pertimbangan-pertimbangan di atas maka Majelis

berkesimpulan bahwa subjek dan objek dalam Putusan Pengadilan Negeri Kupang

Kelas IA Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. Putusan Pengadilan Negeri Kupang

Kelas IA Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo. Putusan Pengadilan Tinggi

Kupang Nomor 115/PDT/2018/PT KPG adalah berbeda dengan subjek dan objek

dalam perkara in casu.

Kemudian hakim memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1367 KUH

Perdata menentukan secara limitatif siapa-siapa yang bertanggung jawab terhadap

perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya yaitu: tanggung jawab orang

tua dan wali terhadap anak yang belum dewasa, tanggung jawab majikan dan

mereka yang mengangkat orang lain untk mewakili suatu urusan, dan tanggung

jawab yang disebabkan karena barang-barang yang berada di bawah

pengawasannya.
68

Pertimbangan hakim selanjutnya adalah keadaan bahwa Tergugat I

bernama Muhamad Muadim adalah pelaku dalam perkara kecelakaan lalu lintas

yang mengakibatkan korban Richi Ariyanto Djara Hadjo meninggal dunia dan

sepeda motor yang dikendarai korban rusak berat. Atas perbuatannya tersebut

Tergugat I telah dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) tahun berdasarkan putusan

Pengadilan Negeri Kupang Nomor 27/Pid.Sus/2016/PN. KPG, putusan mana telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Hal terakhir yang menjadi pertimbangan hakim adalah bahwa atas

kecelakaan lalu lintas tersebut Penggugat yang merupakan ayah kandung dari

korban Richi Ariyanto Djara Hadjo telah mengajukan gugatan perbuatan melawan

hukum kepada Tergugat I yang telah diputus dengan Putusan Pengadilan Negeri

Kupang Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. Putusan Pengadilan Negeri Kupang

Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor

115/PDT/2018/PT KPG dan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van

gewijsde).

C. Penerapan Peraturan Perundang-Undangan dalam Putusan No.


29/Pdt.G/2020/PN.Soe

Analisis pada putusan ini, tentu saja harus dilihat terlebih dahulu mengenai

pembuktian yang dilakukan dalam proses persidangan. Hukum acara perdata

mengenal hukum pembuktian memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam

proses persidangan. Bahwa hukum acara perdata atau hukum perdata formal

bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara hukum perdata materiil. Jadi

pada intinya adalah secara formal hukum pembuktian tersebut mengatur untuk

bagaimana mengadakan pembuktian seperti yang terdapat dalam RBg dan HIR.

Sedangkan secara materiil, hukum pembuktian mengatur dapat atau tidaknya


69

pembuktian itu diterima dengan alat-alat bukti tertentu di persidangan dan

kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti tersebut sejauh mana dapat dibuktikan.

Proses pembuktian di muka persidangan penggugat wajib membuktikan

gugatannya dan tergugat wajib membuktikan bantahannya. Suatu putusan harus

selalu berdasarkan bukti-bukti yang ada selama proses persidangan. Sehingga

menang dan/atau kalahnya suatu pihak dalam perkara bergantung pada kekuatan

pembuktian dari alat-alat bukti yang dimilikinya. Baik secara tertulis maupun

lisan, akan tetapi harus diiringi atau disertai dengan bukti-bukti yang sah menurut

hukum agar dapat dipastikan kebenarannya.

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum

kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang

kebenaran suatu peristiwa yang dikemukakan di depan persidangan. Pembuktian

diperlukan dalam suatu perkara yang mengadili suatu sengketa di muka

pengadilan ataupun dalam perkara-perkara permohonan yang menghasilkan suatu

penetapan (jurdicto voluntair). Pembuktian di hadapan persidangan akan dinilai

oleh hakim.78

Setelah mengetahui pengertian definisi pembuktian dari penjelasan di atas,

dapat disimpulkan mengenai arti pembuktian yaitu keseluruhan aturan tentang

pembuktian yang menggunakan alat bukti yang sah sebagai alatnya dengan tujuan

untuk memperoleh kebenaran dari suatu peristiwa melalui putusan atau penetapan

hakim. Maka pengertian alat bukti juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu

yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti

tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan

78
Ridwan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung, PT. Citra Aditya
Bakti, 2004, hal. 83
70

keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu perbuatan melawan hukum oleh

pelaku.

Pasal 283 RBg dan Pasal 163 HIR menyatakan barang siapa mengatakan

mempunyai suatu hak atau mengemukakan suatu perbuatan untuk meneguhkan

haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya

perbuatan itu. Menurut Retnowulan Sutianto dan Iskandar Oeripkartawinata

menyatakan bahwa :

“Dalam suatu proses peradilan perdata di Indonesia, salah satu tugas


hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang
menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Apabila penggugat
menginginkan kemenangan didalam suatu perkara, maka adanya hubungan
hukum inilah yang harus dibuktikan. Apabila penggugat tidak berhasil
membuktikan dalil-dalil yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya
tersebut akan ditolak oleh hakim. Apabila sebaliknya, maka gugatanya
tersebut akan dikabulkan.” 79

Pelaksanaan pembuktian, dimana pihak-pihak yang berperkara dan hakim

yang memimpin pemeriksaan perkara di persidangan harus mengindahkan

ketentuan-ketentuan dalam hukum pembuktian yang mengatur tentang bagaimana

tata cara pembuktian, macam-macam alat bukti, beban pembuktian dan kekuatan

dari alat-alat bukti tersebut. Hukum pembuktian termuat dalam RBg

(Rechtsreglement voor de Buitengewesten) terdapat pada Pasal 282 sampai Pasal

314, RBg ini berlaku untuk di luar wilayah pulau Jawa dan Madura. HIR

(Herziene Indonesische Reglement) terdapat pada Pasal 162 sampai Pasal 177,

HIR ini berlaku untuk wilayah Pulau Jawa dan Madura. Terakhir diatur dalam

KUHPerdata Buku IV Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1945.

Ketentuan di dalam hukum acara perdata yang menyebutkan bahwa hakim

terikat pada adanya alat-alat bukti yang sah. Artinya dalam mengambil suatu
79
Retnowulan Sutianto dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara perdata dalam
Teori dan Praktek, Bandung, Alumni, 1983, hal.53
71

keputusan, hakim senantiasa terikat dengan alat-alat bukti yang telah ditentukan

oleh undang-undang. Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata

menurut RBg/HIR dan KUHPerdata, meliputi:

1. Alat bukti tertulis atau surat;

2. Alat bukti saksi;

3. Alat bukti persangkaan;

4. Alat bukti pengakuan;

5. Alat bukti sumpah.

Melihat perkara ini, untuk meyakinkan hakim para pihak baik penggugat

dan tergugat I dan II telah mengajukan pembuktian berupa bukti tertulis dan juga

bukti saksi. Bukti tertulis yang diajukan oleh Penggugat yaitu:

1. Fotokopi salinan Putusan Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA Nomor

128/Pdt.G/2016/PN.Kpg antara Djibrael Djara Hadjo melawan

Muhamad Muadim, diberi tanda bukti P-1;

2. Fotokopi salinan Putusan Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA Nomor

241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG antara Muhamad Muadim sebagai pelawan

melawan Djibrael Djara Hadjo sebagai terlawan, diberi tanda bukti P-

2;

3. Fotokopi Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor

115/PDT/2018/PT KPG antara Muhamad Muadim melawan Djibrael

Djara Hadjo, diberi tanda bukti P-3;

Sedangkan alat bukti saksi yang diajukan oleh penggugat yaitu sebanyak 2

(dua orang). Saksi-saksi yang diajukan oleh penggugat menerangkan bahwa pada
72

pokoknya bahwa terlah terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Tergugat

dan anak Penggugat.

Berdasarkan pembuktian di pengadilan tersebut, dapat dilihat bahwa

penggugat mengajukan alat bukti yang kuat untuk mendukung dalil gugatannya

dan juga tidak ada yang cacat hukum. Pengajuan alat bukti tersebut sangat

berperan penting untuk meyakinkan hakim, karena pada perkara perdata hakim

biasanya bersifat pasif. Kemudian para pihak juga mengajukan saksi-saksi yang

kemudian menerangkan bahwa benar adanya batang kopi milik penggugat di atas

lahan yang menjadi objek pelepasan hak. Maka dengan demikian, pertimbangan

hakim dalam menilai saksi dan bukti dirasa telah tepat.

Setelah itu, kemudian dianalisis mengenai perbuatan melawan hukum

yang dilakukan oleh tergugat I dan II. Untuk menganalisis hal ini, maka perlu

untuk menilai terpenuhinya unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh para Tergugat. Adapun analisis terhadap perbuatan melawan

hukum tersebut yaitu:

1. Adanya perbuatan melawan hukum

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan II yang

didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor 27/Pid.Sus/2016/PN.

KPG Jo. Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor 128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo.

Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor 241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo.

Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 115/PDT/2018/PT KPG dan

pembayaran ganti rugi atas kerugian yang timbul dari perbuatan melawan hukum

tersebut.

2. Adanya unsur kesalahan


73

Kesalahan yang dilakukan oleh tergugat I dan II adalah tidak memasukkan

tidak mematuhi putusan pengadilan. Selain itu, Tergugat Muhamad Muadim atas

perbuatannya mengemudikan kendaraan bermotor dengan keadaan yang

membahayakan bagi nyawa yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga

korban meninggal dunia dan luka ringan serta merusak kendaraan dan atau

barang.

3. Adanya kerugian korban

Dalam hal ini, sangat jelas bahwa penggugat telah mengalami kerugian

karena meninggalnya anak Penggugat serta rusaknya kendaraan. Pengadilan

sebelumnya telah menetapkan ganti kerugian sebesar Rp200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah).

4. Adanya sebab akibat

Sebab akibat pada perkara ini adalah bahwa akibat perbuatan tergugat I

dan tergugat II, penggugat telah meninggalnya anak Penggugat serta rusaknya

kendaraan sehingga dapat dilihat bahwa perbuatan Tergugat memberikan dampak

terhadap Penggugat.

Berdasarkan analisis terhadap perkara penelitian ini yaitu Putusan No.

29/Pdt.G/2020/PN.Soe, analisis terhadap pembuktian pada pengadilan yang tidak

cacat hukum dinilai telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu,

analisis juga dilakukan terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

para tergugat, yang mana berdasarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum

sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, tergugat I dan tergugat II

telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga putusan mengenai


74

pemberian ganti rugi secara tanggung renteng para tergugat telah tepat dan sesuai

dengan perundang-undangan.

Hakim dianggap telah mempertimbangkan ketentuan Pasal 1367 KUH

Perdata mengatur tentang pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh orang lain yang berada di bawah tanggungannya atau dikenal

dengan istilah tanggung gugat (aansprakelijheid) atau vicarious liability.

Pasal 1367 KUH Perdata menentukan secara limitatif siapa-siapa yang

bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya

yaitu: tanggung jawab orang tua dan wali terhadap anak yang belum dewasa,

tanggung jawab majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili

suatu urusan, dan tanggung jawab yang disebabkan karena barang-barang yang

berada di bawah pengawasannya.

Perbuatan melawan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah karena

para dalam peristiwa ini, para Tergugat telah diberikan putusan, akan tetapi para

Tergugat tidak mematuhi putusan tersebut. Putusan-putusan Pengadilan

sebagaimana disebutkan di atas telah ada, dan telah berkekuatan hukum tetap,

namun sejumlah persuasi yang dilakukan oleh Penggugat kepada Para Tergugat,

namun tidak mendapat “tanggapan yang baik”, sehingga dengan mengacu pada

ketentuan Pasal 1365, dan Pasal 1367 KUH-Perdata, sikap dan tindakan Para

Tergugat dapat dikategorikan sebagai tindakan “perbuatan melawan hukum”, dan

karenanya melalui gugatan dalam perkara a quo, Para Tergugat patut dan harus

menanggung kerugian yang diderita Penggugat, baik yang telah ditetapkan dan

diperintahkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor

128/Pdt.G/2016/PN.Kpg, tanggal 21 September 2016, maupun seluruh kerugian


75

sebagai akibat ikutannya berupa biayabiaya yang timbul dalam “memperjuangkan

hak” Penggugat terkait adanya Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor

128/Pdt.G/2016/PN.Kpg, tanggal 21 September 2016, dan Putusan Pengadilan

Negeri Kupang Nomor 241/Pdt.G/2017/PN.Kpg, tanggal 21 Maret 2018 yang

telah dikuatkan melalui Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor

115/Pdt/2018/PT Kpg.

Kerugian ikutan berupa biaya-biaya yang timbul dalam memperjuangkan

hak Penggugat terkait adanya Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor

128/Pdt.G/2016/PN.Kpg, tanggal 21 September 2016, dan Putusan Pengadilan

Negeri Kupang Nomor 241/Pdt.G/2017/PN.Kpg, tanggal 21 Maret 2018 yang

telah dikuatkan melalui Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor

115/PDT/2018/PT KPG, tanggal 19 September 2018, diperhitungkan sebesar 3%

(tiga persen) dari Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), setiap bulan terhitung

sejak tanggal 05 Oktober 2016 hingga Putusan Pengadilan yang diajtuhkan atas

perkara a quo telah berkekuatan hukum tetap.

Untuk menjamin terlaksananya Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor

128/Pdt.G/2016/PN.Kpg, tanggal 21 September 2016, dan Putusan Pengadilan

yang akan dijatuhkan atas perkara a quo, maka patut dan cukup beralasan hukum

Para Tergugat harus meletakkan sita jaminan berupa harta-benda milik Para

Tergugat dalam bentuk apapun yang ada pada saat ini dan bernilai mencapai

paling kurang Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). sita jaminan

dimaksudkan untuk menjamin kepentingan penggugat agar terjamin haknya

sekiranya gugatannya dikabulkan.


76

Terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht

van gewijsde) terkandung hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak

yang berperkara, sehingga para pihak yang berperkara harus mentaati dan

memenuhi hubungan hukum yang terkandung dalam putusan tersebut. Tergugat I

yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor

128/Pdt.G/2016/PN.Kpg Jo. Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor

241/Pdt.Plw/2017/PN.KPG Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor

115/PDT/2018/PT KPG yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah

bertentangan dengan kewajiban hukum Tergugat I dan oleh karenanya Tergugat I

telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1365 KUH Perdata.

Pasal 330 KUH Perdata menentukan kedewasaan seseorang adalah saat

orang tersebut telah memasuki umur 21 (dua puluh satu) Tahun dan telah

melangsungkan pernikahan. Dalam hukum perdata, kedewasaan dikaitkan dengan

kecakapan melakukan tindakan hukum (handelings-bekwaam), oleh karenanya

mereka yang telah berumur 21 tahun (atau telah menikah) sudah dapat

merumuskan kehedaknya dengan benar dan sudah menyadari akibat hukum dari

perbuatannya.

Anda mungkin juga menyukai