Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Atas dakwaan dari Penuntut Umum, Penasihat Hukum Terdakwa telah mengajukan keberatan
secara tertulis yang disampaikan pada tanggal 22 Desember 2021, yang pada pokoknya
sebagai berikut:
I. Bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus
tidak berwenang mengadili perkara aquo.
II. Bahwa Inspektorat Kabupaten Bandung Barat tidak berwenang melakukan Perhitungan
Kerugian Keuangan Negara (PKKN)
III. Kerugian harus nyata dan pasti, bukan berdasarkan ‘ditaksir kurang lebih’
IV. Dakwaan Penuntut Umum Kabur (Obscuur Libel);
V. Dakwaan terhadap Terdakwa terdapat pertentangan satu dengan lainnya dan masih terkait
perkara keperdataan (Dakwaan Prematur).

Menimbang bahwa berdasarkan alasan-alasan di atas, Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya


mengajukan permohonan agar Majelis memutuskan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor: PDS-04/Cimah/12/2021
tertanggal 06 Desember 202 Batal Demi Hukum dan atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak
dapat diterima;
2. Menyatakan Terdakwa JAJANG RUHIAT, S.IP BIN ALM ADUNG SUPRIADI tidak dapat
dipersalahkan dan dihukum berdasarkan surat dakwaan yang batal demi hukum tersebut dan
melepaskan mengeluarkan Terdakwa JAJANG RUHIAT, S.IP BIN ALM ADUNG SUPRIADI
yang sekarang ditahan di tahanan Polda Jawa Barat ;
3. Membebankan biaya pada Negara;

Menimbang, bahwa setelah membaca dan mencermati keberatan Penasehat Hukum terdakwa,
Majelis berpendapat bahwa keberatan berkaitan dengan batal demi hukumnya surat dakwaan
dimana Penasehat Hukum menyatakan surat dakwaan batal demi hukum.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan sela dalam perkara?

1.3 Tujuan Penulis


1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan sela dalam perkara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tujuan Konseptual

1. Pengertian Pertimbangan Hakim


Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pertimbangan adalah pendapat tentang
baik atau buruk nya suatu hal guna memberikan suatu ketetapan atau keputusan. Hakim
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana di dalam pasal
1 angka 8 memberi defenisi hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk mengadili. Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman mendefenisikan hakim adalah hakim pada
Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada
dalam lingkungan peradilan tersebut. Pertimbangan hakim dapat diartikan pendapat
tentang baik atau buruknya suatu hal guna memberikan suatu ketetapan atau keputusan
yang dijatuhi hakim pada mahkamah agung dan hakim pada badan peradilan dibawahnya
yang dituangkan oleh hakim dalam putusannya.

Dalam menjatuhkan putusan, hakim harus memberikan suatu pertimbangan hukum yang
tepat dan benar, karena menjadi dasar bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada
seorang yang sedang diadili dan dimuat dalam bentuk tertulis yakni disebut putusan
hakim dan dibacakan dimuka persidangan. Hakikat dari putusan hakim sendiri adalah
mahkota, dan puncak dari perkara pidana sehingga hakim dalam memberi putusan pidana
harus memperhatikan segala aspek. Dalam pertimbangan hakim terdapat 3 (tiga) aspek
yang hakim pertimbangkan yakni Aspek yuridis, filosofis dan sosiologis.

Aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan berpatokan kepada
undang-undang yang berlaku. Hakim sebagai aplikator undang-undang harus memahami
undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi. Hakim harus
menilai apakah undang-undang tersebut adil, bermanfaat, atau memberikan kepastian
hukum sesuai dengan tujuan dari hukum itu sendiri, sebab salah satu tujuan hukum itu
unsurnya adalah menciptakan keadilan. Aspek filosofis merupakan aspek yang berintikan
pada kebenaran dan keadilan, sedangkan aspek sosiologis memuat pertimbangkan tata
nilai budaya yang hidup dimasyarakat. Penerapan aspek filosofis dan sosiologis harus
mampu mengikuti perkembangan nilai-nilai yang hidup dimasyarakat. Pencantuman
ketiga aspek tersebut sebagai upaya penegakan nilai keadilan dan dapat diterima oleh
masyarakat.
Pertimbangan hakim bermula pada saat hakim menyatakan pemeriksaan ditutup, yang
selanjutnya hakim yang memeriksa dan mengadili suatu perkara mengadakan
musyawarah untuk mendapatkan putusan yang adil sesuai dengan tujuan dari hukum.Ada
dua indikator yang harus diperhatikan hakim yakni bagaimana hakim dengan rasionya
dan hati nuraninya mampu mengungkap fakta berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di
persidangan mencari, menemukan dan menerapkan hukum yang tepat sesuai dengan rasa
keadilan inividu (pelaku), masyarakat (korban), dan negara (undang-Undang)

2. Pengertian Putusan Sela


Putusan sela atau putusan yang bersifat sementara yang bukan merupakan putusan akhir,
sebagaimana yang terdapat pada pasal 185 ayat (1) H.I.R atau pasal 48 RV. Tujuan
dijatuhkannya putusan sela untuk mempermudah perkara yang ajan dihadapi. Didalam
persidangan putusan sela diucapkan secara terpisah sebelum dijatuhkannya putusan akhir,
namun putusan sela tidak dibuat dengan putusan tersendiri, melainkan hanya ditulis
dalam berita acara persidangan. Sehingga jika pihak yang berperkara menginginkan
putusan sela maka hakim hanya dapat memberikan salinan otentik dari berita acara
tersebut dengan membayar biayanya. Dalam teori dan praktiknya, putusan sela dapat
dikualifikasikan dalam beberapa macam putusan, antara lain putusan preparatoir, putusan
interlocutoir, putusan incidenteel, dan putusan provisioneel.

3. Pengertian Eksepsi
Eksepsi adalah salah satu istilah yang digunakan dalam proses hukum dan peradilan yang
berarti penolakan/keberatan yang disampaikan oleh seorang terdakwa disertai dengan
alasan-alasannya bahwa dakwaan yang diberikan kepadanya dibuat tidak dengan cara
yang benar dan tidak menyangkut hal tentang benar atau tidak benarnya sebuah tindak
pidana yang didakwakan. Eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara di dalam konteks
hukum acara memiliki makna yang sama yaitu sebuah tangkisan atau bantahan
(objection).

2.2 Tinjauan Teoritis

1. Teori Kepastian Hukum


Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya yang berjudul Mengenal Hukum
mengatakan “Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.”1 Kepastian hukum merupakan landasan
sebuah negara dalam menerapkan hukum atau peraturan perundang- undangan yang
berlaku. Sudikno Mertokusumo mengartikan:

“Kepastian hukum merupakan perlindungan bagi pencari keadilan terhadap tindakan


sewenang-wenang yang mempunyai arti bahwa seseorang akan dapat memperoleh
sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakan akan lebih tertib.”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kepastian hukum adalah perangkat hukum
suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Perangkat
hukum merupakan suatu aturan yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara sehingga
negara harus mempertimbangkan dengan hati-hati agar perangkat hukum tersebut mampu
menjamin hak dan kewajiban setiap warga negaranya agar keberadaan warga negara
tersebut terlindungi.

Peraturan yang dibuat memiliki syarat tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundangan yang lain, disesuaikan dengan kondisi sosial yang ada dan menimbulkan
rasa terlindungi terhadap masyarakat yang menjalankan peraturan tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan sela dalam perkara


Menimbang, bahwa setelah membaca dan mencermati keberatan Penasehat Hukum terdakwa,
Majelis berpendapat bahwa keberatan berkaitan dengan batal demi hukumnya surat dakwaan
dimana Penasehat Hukum menyatakan surat dakwaan batal demi hukum dengan alasan sebagai
berikut:

I. BAHWA PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN


NEGERI BANDUNG KLAS 1A KHUSUS TIDAK BERWENANG MENGADILI
PERKARA A QUO.

Menimbang bahwa Majelis Hakim memberikan pendapatnya terkait kompetensi absolut, bahwa
Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung berwenang mengadili perkara aquo karena perkara
tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi dan bukan perkara Tata Usaha Negara
sebagaimana disebutkan Penasihat hukum dalam materi keberatannya.

Menimbang, bahwa salah satu obyek dalam perkara tindak pidana korupsi ini adalah surat
keputusan Kepala Desa Cikole Nomor 145/SK.35/Pem.2020 tentang penghapusan tanah kas
Desa yang terletak di Blok lapang persil 57. Namun demikian, seharusnya penasihat hukum
terdakwa melihat secara teliti dan komprehensif tidak hanya Surat Keputusan Kepala Desa
Cikole semata, melainkan segala kejadian-kejadian sebelum dan sesudah diterbitkannya surat
keputusan kepala desa tersebut yaitu terkait adanya perjanjian kerjasama untuk penjualan tanah
di Blok lapang persil 57 yang merupakan tanah milik negara dan terhadap objek tanah milik
negara tersebut telah diperjual belikan kepada konsumen dimana terdakwa bertindak sebagai
saksi dalam jual beli tersebut, sehingga atas tindakan terdakwa tersebut telah merugikan
keuangan negara.

Majelis Hakim berpendapat penerbitan surat keputusan Kepala Desa Cikole Nomor
145/SK.35/Pem.2020 tersebut secara umum hanyalah merupakan cara berupa perbuatan
melawan hukum untuk melakukan tindak pidana korupsi, sehingga tidak dapat dikategorikan
sebagai kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menanganinya.

Menimbang, bahwa oleh karenanya terhadap keberatan Penasehat Hukum Terdakwa


PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI
BANDUNG KLAS 1A KHUSUS TIDAK BERWENANG MENGADILI PERKARA A
QUO, menurut Majelis Hakim adalah tidak beralasan secara hukum sesuai dengan ketentuan
Pasal 143 ayat 2 huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana sehingga harus dinyatakan tidak diterima;

II. BAHWA INSPEKTORAT KABUPATEN BANDUNG BARAT TIDAK BERWENANG


MELAKUKAN PERHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA (PKKN).

Majelis Hakim mempertimbangkannya sebagai berikut: bahwa berdasarkan SEMA nomor 4


tahun 2016 Inspektorat Kabupaten Bandung Barat berwenang mengaudit tapi tidak
diperbolehkan mendeclare kerugian keuangan Negara. Oleh karenanya terhadap keberatan
Penasehat Hukum Terdakwa menurut Majelis Hakim adalah tidak beralasan secara hukum
sehingga harus dinyatakan tidak diterima;

III. KERUGIAN HARUS NYATA DAN PASTI bukan berdasarkan di Taksir Kurang
Lebih

Majelis Hakim mempertimbangkannya sebagai berikut: bahwa kerugian negara dalam materi
surat dakwaan adalah kerugian yang pasti jumlahnya yaitu sebesar Rp. 50. 696.000.000,- (lima
puluh milyar enam ratus sembilan puluh enam juta rupiah) dan nyata sebab telah dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu melalui standar pemeriksaan yang patut dan terukur oleh
Inspektorat Kabupaten Bandung Barat dan atas dasar tersebut kemudian diterbitkan hasil
penghitungan Inspektorat Kabupaten Bandung Barat Nomor : 700/199/ITDA/IRBANSUS
tanggal 24 Mei 2021.

Menimbang, bahwa mengenai adanya kalimat kurang lebih didepan jumlah kerugian keuangan
negara tersebut, bukan menunjukkan kerugian keuangan negara tersebut tidak nyata dan pasti
melainkan memberikan peluang bagi pembagian selama proses persidangan, Majelis Hakim
dapat memiliki pendapat berbeda atas hasil perhitungan kerugian keuangan negara dan pendapat
tersebut diharapkan tentunya tetap dapat diakomodir oleh surat dakwaan.

Menimbang, bahwa kewenangan Majelis Hakim untuk memiliki pendapat berbeda atas besar
kecilnya jumlah perhitungan kerugian keuangan negara ataupun atas terbukti atau tidaknya
kerugian Negara adalah didasarkan bunyi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :
31/PUUX/2012 tanggal 23 Oktober 2012 yang pada pokoknya menyatakan “digunakan atau
tidaknya informasi tersebut dalam pengambilan putusan merupakan kemerdekaan hakim yang
mengadili perkara”.

Bahwa materi keberatan yang pada pokoknya keberatan atas kalimat “kurang lebih” sebelum
nilai kerugian keuangan negara yang telah disebutkan Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan,
Oleh karenanya terhadap keberatan Penasehat Hukum Terdakwa menurut Majelis Hakim adalah
tidak beralasan secara hukum sehingga harus dinyatakan tidak diterima;

IV. DAKWAAAN PENUNTUT UMUM KABUR (OBSCUUR LIBEL)


Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b jo. ayat (3) Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang selengkapnya berbunyi;
(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:

a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;

b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf
b batal demi hukum

Menimbang, bahwa Bahwa Setelah mempelajari Surat dakwaan Penuntut Umum dalam Perkara
ini, Majelis Hakim berpendapat bahwa dakwaan Jaksa Penuntut berbentuk Dakwaan Kombinasi
antara Alternatif dan Subsidaritas , yang melangar dan Subsidair: Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan
ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-udang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis
berpendapat bahwa surat dakwaan Penuntut Umum dalam perkara ini sudah tidak
memenuhi syarat formil dan syarat materiil dari ketentuan pasal 143 ayat (2) KUHAP
sehingga harusnya dinyatakan batal demi hukum dan keberatan dari Penasihat Hukum
Terdakwa mengenai dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah beralasan hukum dan harus
dinyatakan diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena keberatan Penasihat Hukum Terdakwa dinyatakan diterima
maka oleh karena itu surat dakwaan dinyatakan batal sebagai dasar pemeriksaan, sehingga
sidang pemeriksaan berkas perkara atas diri Terdakwa tersebut tidak dapat dilanjutkan;

4.2 Saran
MAKALAH
EKSEPSI MANTAN KEPALA DESA CIKOLE BANDUNG

Disusun Oleh:
1. Andry Brillian Nugraha (1810111052)

2. Imam Fausi Prasetio (2110111004)

3. Cindy Tamara Putri (2110111069)

4. Meidinda Dwi Trisnawati (2110111077)

5. Jovian Efendi (2110111079)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


Fakultas Hukum
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan
kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan sebuah makalah kelompok untuk mata
kuliah Hukum Pidana yang berjudul “EKSEPSI MANTAN KEPALA DESA CIKOLE BANDUNG”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fina Rosalina selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Acara
Pidana. Tugas yang diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Jember, 19 Desember 2022


 

Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………......3

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………...4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..4

1.3 Tujuan Penulis………………………………………………………………………………...4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Konseptual…………………………………………………………………………..5

2.2 Tinjauan Teoritis………………………………………………………………………………6

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan sela dalam perkara……………………...8

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………..…11

4.2 Saran………………..………………………………………………………………………..11

DAFTAR PUSTAKA…………..……………………………………………………………....12
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai