Anda di halaman 1dari 8

Kontruksi Pertimbangan Hukum Dalam Putusan Hakim

Dalam sebuah perkara yang dimajukan dihadapan hakim dapat

dilakukan kontruksi hukum apabila tidak ada kententuan yang memuatnya

untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dalam hal ini hakim harus memeriksa

sistem hukum dan apabila dalam ketentuan ada kesamaan hakim dapat

membuat pengertian hukum (rechtsbegrip) dengan pendapatnya, hal ini

senada dengan pemikiran sidik sunaryo dalam disertasinya yang menyebutkan

bahwa :

“Kontruksi putusan hakim menggambarkan bagaimana alur kerangka


pikir hakim dalam memahami kepastian hukum, keadilan dan
kemanfaatan hukum. konstruksi putusan hakim menjadi sangat
penting oleh karena di dalamnya dapat dilihat dan dimaknai sebagai
kaidah keteraturan nilai-nilai keadilan, kepastian dan kemanfaatan
dari hukum. “konstruksi putusan hakim bukan sekedar dokumen
hukum dalam penegakan hukum, tetapi konstruksi putusan hakim
menjadi risalah sejarah proses penegakan hukum dalam membangun
peradaban manusia di muka bumi. Hukum merupakan landasan dan
arah dari pembangunan sistem yang membentuk tata kehidupan yang
beradab, putusan hakim merupakan hukum yang konkrit dan
langsung mengikat, oleh karenanya putusan hakim merupakan
risalah sejarah dalam membangun peradaban umat manusia.”1

Penulis setuju dan sepakat terhadap apa yang sudah disampaikan

pada bagian diatas bahwa dalam kontruksi putusan hakim, hakim harus

bertindak dengan bijak dan sesuai dengan segala aturan tentu dalam hal ini

dibutuhkan suatu kejujuran hakim dalam membuat suatu putusan, akan ada

dampak yang ditimbulkan apabila putusan yang diputus oleh hakim tidak

memiliki rasa keadilan dan kearifan, maka kehidupan masyarakat akan lebih

tidak mempercayai lagi terkait lembaga peradilan oleh karena kekeliruan dan

ketidakpahaman hakim dalam membuat kontruksi hukum. Hakim dalam


1
Sidik Sunaryo, Rekonstruksi Putusan Hakim Perkara Korupsi Dalam Perspekstif Hukum
Progresif, fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2016, hal. 64
memutus sebuah perkara yang tertuang dalam sebuah putusan harus mengali,

memahami nilai-nilai kehidupan yang terjadi dalam masyarakat. Demikian

pula dalam memutuskan berat ringanya dalam menjatuhkan pidana hakim

harus melilhat latar belakang dan sifat – sifat baik dan buruknya terdakwa.

Kontruksi putusan hakim dalam perkara pemalsuan surat merupakan

suatu bagian yang terpenting untuk melihat karakteristik dari suatu negara

melalui penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Konstruksi

putusan hakim dalam perkara pemalsuan surat salah satu tujuan negara untuk

menerapkan rasa keailan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi seluruh

lapisan masyarakat yang harus berjalan dan bertindak sesuai dengan norma-

norma yang ada.

Konstruksi kepastian hukum merupakan bagian dari kerangka

berfikir dalam memaknai dan memahami ketentuan normatif hukum positif

dalam perkara pemalsuan surat. Konstruksi dalam perkara pemalsuan ini

sebagai wujud untuk sikap sosial dan sikap mental hakim dalam menegakan

hukum dan keadilan di Indonesia. Setiap pertimbangan hakim dapat dijadikan

cermin untuk melihat apakah hakim tersebut dalam putusan sudah benar-

benar memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi

masyarakat.

Pemikiran tentang hukum erat kaitannya dengan pemikiran tentang

nilai keadilan dalam hukum. artinya pemikiran itu selalu diarahkan pada

kenyataan apakah hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada benar-

benar sesuai kebutuhan nilai keadilan yang ada di masyarakat atau justru

menjadi pembeda secara jelas tentang apa yang boleh dan dilarang menurut
negara. Apakah hukum memiliki keserasian dengan nilai-nilai keadilan yang

ada di masyarakat, sehingga dapat ditegakan dengan benar. Ketidakteraturan

hukum dan kebenaran hukum harus diluhat dalam perspektif kebutuhan nilai

keadilan dan ketertiban yang ada dalam masyarakat. Ketidakberaturan hukum

akan terjadi apabila secara substansiil nilai-nilai keadilan dan ketertiban yang

ada dalam hukum formal negara tidak selaras atau tidak sesuai dengan nilai-

nilai jeadukab dab ketertiban yang ada dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Resistensi dan pembangkangan yang dilakukan masyarakat terhadap hukum

formal negara merupaakn wujud nyata ketidakteraturan hukum.

Sehingga dengan demikian bisa terhadap kebenaran dan keadilan

dari dua perspektif ini akan secara inheren muncul, yang selanjutnya akan

melahirkan pemahaman baru terkait dengan hukum dan keadilan dalam

putusan hakim.

Apabila dilihat secara formal putusan hakim Putusan Nomor

576/Pid.B/2008/PN. Slm dan Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN. Slm tersebut

terlihat sudah memenuhi hal-hal yang termuat dalam ketentuan pasal 197 jo

199 KUHAP, Karena hakim terlihat menganut paham legisme yakni hukum

adalah Undang-undang bertindak tidak cermat dan tidak hati-hati. Walaupun

putusan hakim memenuhi substansial pasal 199 ayat (1) huruf b KUHAP,

yakni :

“Pernyataan bahwa “terdakwa diputus bebas” atau “lepas dari


segala tuntutan hukum”, dengan menyebutkan alasan dan pasal
peraturan perundang undangan yang menjadi dasar putusan”.
Hakim dalam amar putusan menyatakan tidak menerima tuntutan

dari jaksa penuntut umum, wajib menyebutkan dasar hukumnya yakni sesuai

ketentuan pasal 191 huruf a, KIHAP, yakni : “apabila pengadilan

berpendapat “bahwa dari hasil pemeriksaan disidang”, “kesalahan terdakwa

atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah” dan

“menyakinan”, “maka terdakwa diputus bebas”.

“Hakim” dalam mengambil keputusan “perkara pidana” di

Pengadilan mempunyai tugas untuk menemukan hukum yang tepat. Hakim

dalam menemukan hukum tidak hanya cukup mencari dalam peraturan

perundang-undangan, sebab kemungkinan udang-undang tidak mengatur

secara jelas dan lengkap, sehingga hakim harus menelusuri lebih dalam

tentang “prinsip-prinsip” yang berkembang dalam masyarakat.

Putusan hakim merupakan bagian dari proses penegakan hukum

yang bertujuan untuk mencapai salah satu kebenaran hukum atau demi

terwujudnya kepastian hukum. putusan hakim merupakan produk dari

penegakan hukum yang didasarkan pada hal-hal yang secara relevan secara

hukum (yuridis) dari proses hasil secara sah di persidangan. Petimbangan

hukum yang di pakai oleh para hakim sebagai landasan dalam mengeluarkan

amar putusan merupakan determinan dalam melihat kualitas putusan.

Kepastian hukum yang dituangkan dalam putusan hakim merupakan

hasil yang didsarkan pada fakta-fakta dipersidangan yang relevan secara

yuridis serta pertimbangan dengan hati nurani. Hakim selalu dituntut untuk

selalu dapat menafsirkan makna undang-undang dan peraturan-peraturan lain

yang dijadikan dasar untuk diterapkan. Penerapan hukum harus sesuai dengan
kasus yang terjadisehinga hakim dapat mengkontruksi kasus yang diadili

secara utuh bijaksana dan objekif.

Putusan hakim yang mengandung unsur kepastian hukum akan

memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dibidang

hukum. hal ini disebakan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan

hukum tetap, bukan lagi pendapat dari hakim itu sendiri yang memutuskan

perkara akan tetapi sudah merupakan pendapat dari institusi dan acuan

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

“Kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo, merupakan


salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum.
Sudikno Mertokusumo mengartikan, “adanya bentuk “kepastian
hukum” dalam perlindungan dari suatu badan peradilan dari
tindakan yang semau-maunya, artinya orang-orang bisa
memperoleh sesuatu dalam kondisi tertentu”.2

Ketika mencermati lebih dalam terhadap pendapat yang telah

dikemukakan oleh Sudikno Martokusumo yaitu bahwa pentingnya setiap

peraturan yang jelas dan tegas yang senantiasa memberikan kepastian dalam

peraturan perundang-undangan, sehingga dapat memberikan perlindungan

hukum kepada setiap warga negara yang terlibat dalam tindak kejahatan.

Sebagaimana dalam Putusan 67/Pid.B/2012/PN. Slm hakim dalam

memutus perkara tersebut tidak boleh bersifat kesewenangan karena walaupun

hakim memiliki kewenangan untuk itu tetapi bukan berarti dapat bersikap

sewenang-wenangnya harus tetap pada fakta-fakta yang terungkap

dipersidangan ketika benar-bernar terbukti maka hakim harus mememberikan

2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
2007, h. 145.
sanksi pidana kepada terdakwa untuk bertanggun jawab terhadap tindakan

yang dilakukannya.

“Berdasarkan pendapat dari Sudikno Martokusumo ada 3 (tiga)

komponen yang sangat penting untuk menjalan hukum disuatu negara “antara

lain” :3 “kepastian dalam hukum”, “adanya suatu kemanfaatan dan memiliki

rasa keadilan sosial”. Demikian pula dengan “putusan hakim” dalam

menyelesaikan “permasalahan pidana”, maka supaya putusan tersebut dapat

dikatakan layak dan/baik harus memenuhi komponen tersebut diatas.

“Kepastian hukum yakni bagian yang sangat penting dalam

penegakannya karena ini adalah bagian yang paling utama yang dikehendaki

oleh isi dari peraturan itu. Sebagaimana disebutkan dalam filosofi hukum

yaitu “Fiat Justitia Et Pereat Mundus” yang artinya “walaupun dunia akan

runtuh namun hukum wajib ditegakan”. Dampak penegakan hukum dengan

benar maka kemanfaatannya akan diarasakan oleh masyarakat. anggota

masyarakat sangat menginginkan bahwa dalam pelaksanaanya hukum dapat

memberikan “kemaslahatan”, karena hukum itu dibuat dan/atau diciptakan

untuk kepentigan manusia, sehingga dalam pelaksanaanya hukum tidak

dijalan secara keliru sehingga dapat meresahkan masyarakat. Sebagaimaan

tujuan dari “penegakan hukum” itu adalah untuk memberikan “rasa keadilan”.

“ketika hakim memutus suatu “perkara dalam persidangan” maka

ketiga komponen sebagaimana yang telah diuraikan diatas haruslah

3
Diakses dari http://s2hukum.blogspot.com/2010/03/keyakinan-hakim-dalam-memutus-
perkara.html , pada tanggal 03 Mei 2018, Pukul 22.25 WIB
menjadi bagian yang paling penting, walaupun dalam

“penerapannya” tidak gampang untuk dijalani”.4

Menghadapai berbagai macam kotradiksi dalam menanggapi suatu

“perkara” yang telah di “putus oleh hakim”, dengan hal-hal yang telah

diharapkan oleh masyarakat, antara lain tentang bagaimana pertimbangan

hukumnya dan/atau yuridis yang berhubungan dengan “komponen kepastian

hukum” serta bagaiman dengan “komponen rasa keadilan” yang ada dalam

“amar putusan hakim”. Namun apabila kepastian hukum tersebut harus

dijunjung tinggi supaya tidak “meresahkan masyarakat” dan mengutamakan

“kepastian hukum” yang paling penting sehingga harus ditaati pada akhirnya

menjadi kaku dan akibatnya akan mengorbankan “rasa keadilan”.

“hukum acara yaitu sebagai dasar bagian yang sangat penting, dalam

hal “memeriksa”, “mengadili” dan “memutus suatu perkara”. Melalui

beberapa tahap yang telah dilewati, mulai dari tahap pemeriksaan inilah yang

dapat dijadikan sebagai “bahan pertimbangan” dalam mengambil putusan.

“fakta-fakta” yang telah diungkapkan dalam “persidangan” sebagai bagian

yang sangat penting agar dapat dijadikan sebagai bentuk pertimbangan dalam

“putusan”. Oleh karena “kejelian” dan “kepandaian” dalam mengungkap

dan/atau menemukan kebenaran dalam sebuah kasus merupakan “aspek” yang

sangat penting sehingga dapat “menentukan” putusan”. oleh sebab itu “tidak

heran” apabila cara berpikir dari sudut pandang masyarakat sangat berbeda

dengan “putusan hakim”. Hakim dituntut untuk lebih teliti dan pandai”.

4
Diakses dari http://s2hukum.blogspot.com/2010/03/keyakinan-hakim-dalam-
memutus-perkara.html , pada tanggal 03 Mei 2018, Pukul 22.30 WIB
“Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh hakim yaitu memiliki

karakter yang “bijaksana” terutama dalam hal menaggapi berbagai macam

pendapat dari masyarakat. Ketika mempertimbangkan suatu “perkara” maka

berbagai macam opini dari masyarakat tidak boleh dikesampingkan begitu

saja. Hakim harus berhati-hati dalam “menjatuhkan putusan”. menghindari

kekeliruan dalam menjatuhkan putusan sehinnga putusan yang dijatuhkan

tepat sasaran kepada orang yang bersalah dapat dinyatakan bersalah dan

kepada orang yang tidak bersalah dinyatakan tidak bersalah, jangan sampai

karena kurangnya profesional “hakim keliru” dalam “memberikan putusan”.

Anda mungkin juga menyukai