BAB II
KESADARAN DAN KEPATUHAN HUKUM
hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perliku yang dilarang
ataupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Sebagaimana dapat
dilihat di dalam masyarakat bahwa pada umumnya seseorang
mengetahui bahwa membunuh, mencuri, dan seterusnya dilarang oleh
hukum. Pengetahuan tersebut erat kaitannya dengan asumsi bahwa
masyarakat dianggap mengetahui isi sustu peraturan manakala
peraturan tersebut telah diundangkan. (Otje Salman, Anthon F. Susanto,
56)
Secara tradisonal ada suatu peraturan-peraturan, misalnya, telah
sah secara legislatif, maka dengan sendirinya peraturan-peraturan tadi
akan tersebar luas dan diketahui umum. Setidaknya hal itu menjadi
suatu asumsi bagi para pembentuk hukum. Kenyataannya tidaklah
selalu demikian hal itu terbukti dari hasil beberapa penelitian yang
telah diadakan di beberapa Negara. Dapat dikemukakan disini,
umpanya, hasil-hasil penelitian terhadap suicide act (bunuh diri) dari
tahun 1961 yang dilakukan oleh Walker dan Argyle (pada tahun 1964)
di Inggris. Yang tahu bahwa sejak suicide act (bunuh diri) berlaku
percobaan untuk bunuh diri bukanlah merupakan suatu kejahatan.
Seringkali suatu golongan tertentu di dalam masyarakat tidak
mengetahui atau kurang mengetahui tentang ketentuan-ketentuan
hukum yang khusus berlaku bagi mereka.
Pengetahuan hukum masyarakat dapat diketahui bila diajukan
seperangkat pertanyaan mengenai pengetahuan hukum tertentu.
Pertanyaan dimaksud dijawab oleh masyarakat itu dengan benar
sehingga kita dapat mengatakan bahwa masyarakat itu sudah
mempunyai pengetahuan hukum yang benar. Sebaliknya, bila
pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan benar, dapat
dikatakan masyarakat itu belum atau kurang mempunyai pengetahuan
hukum. (Zainuddin Ali: 2015, 114)
35
b. Pemahaman hukum
Pemahaman hukum dalam arti di sini adalah sejumlah informasi
yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum
tertentu. Dengan lain pemahaman hukum adalah sesuatu pengertian
terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum
tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-
pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. Dalam hal
pemahaman hukum, tidak disyaratkan seseorang harus terlebih dahulu
mengetahui adanya aturan tertulis yang mengatur sesuatu hal. Akan
tetapi yang dilihat di sini adalah bagamana persepsi mereka dalam
menghadapi berbagai hal, dalam kaitananya dengan norma-norma yang
ada dalam masyarakat. Persepsi ini biasanya diwujudkan melalui sikap
mereka terhadap tingkah laku sehari-hari. (Otje Salman, Anthon F.
Susanto2000, 59). Pengetahuan hukum ini dapat diperoleh bila
peraturan tersebut dapat atau mudah dimengerti oleh warga
masyarakat. Bila demikian, hal ini tergantung pula bagaimanakah
perumusan pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan tersebut.
Apabila pengetahuan hukum saja dimiliki oleh masyarakat, hal
itu belumlah memadai, masih diperlukan pemahaman atas hukum yang
berlaku. Melalui pemahaman hukum, masyarakat diharapkan
memahami tujuan peraturan perundang-undangan serta manfaatnya
bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan perundang-
undangan dimaksud. Pemahaman hukum masyarakat akan dapat
diketahui bila diajukan seperangkat pertanyaan mengenai pemahaman
hukum tertentu. Pertanyaan dimaksud, dijawab oleh masyarakat itu
dengan benar sehingga kita dapat mengatakan bahwa itu sudah
mempunyai pemahaman hukum yang benar. Sebaliknya, bila
pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan benar, dapat
dikatakan bahwa masyarakat itu belum memahami hukum.
36
3. Internalization
Internalization seseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh
karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi
kaedah-kaedah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya sejak
semula pengaruh terjadi, atau oleh karena dia merubah nilai-nilai yang
semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah suatu konformitas
yang didasarkan pada motivasi secara intrinsic. Pusat kekuatan proses
ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaedah-kaedah
bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap
kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.
(Soerjono Soekanto 1983, 219)