Anda di halaman 1dari 12

BAB 4

HUKUM DAN KEBUDAYAAN

A. Pengertian

Hukum dan kebudayaan adalah bagian yang tak terpisahkan. Kebudayaan adalah
suatu komponen penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya struktur sosial. Secara
sederhana kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu cara hidup atau dalam bahasa Inggrisnya
disebut ways of life. Keduanya menuntun hidup bermasyarakat dalam menciptakan
ketertiban menuju kedamaian hidup yang dicita-citakan. Tanpa hukum yang dibudayakan
sangat sulit mewujudkan kehidupan bersama yang bermanfaat karena dapat saja terjadi
ketidakteraturan.

Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang


keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran
hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas
hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran nilai-nilai yang terdapat dalam manusia
tentang hukum yang ada. Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum, hal yang
membedakannya yaitu dalam kepatuhan hukum ada rasa takut akan sanksi. Kesadaran hukum
adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk
pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran hukum di masyarakat maka hukum
tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar
terbukti melanggar hukum. Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum memberitahukan
kepada kita mana perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang bila dilakukan akan
mendapat ancaman berupa sanksi hukum. Terhadap perbuatan yang bertentangan dengan
hukum tentu saja dianggap melanggar hukum sehingga mendapat ancaman hukuman.

Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang


keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran
hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas
hukum.
Kesadaran hukum merupakan kesadaran/nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang
hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan oleh masyarakat luas.

Pengertian kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto adalah: Kesadaran hukum


sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang
hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan
adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-
kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.

Sudikno Mertokusumo juga mempunyai pendapat tentang pengertian Kesadaran


Hukum. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa : Kesadaran hukum berarti kesadaran
tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita
lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban
hukum kita masing-masing terhadap orang lain.

Paul Scholten juga mempunyai pendapat tentang arti kesadaran hukum. Paul
Scholten menyatakan bahwa: Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap
manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari
hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum
(onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak dilakukan.

Menurut Sunaryati Hartono, betapapun kesadaran hukum itu berakar di dalam


masyarakat, ia merupakan abstraksi yang lebih rasional daripada perasaan hukum yang hidup
didalam masyarakat. Dengan kata lain kesadaran hukum merupakan suatu pengertian yang
menjadi hasil ciptaan para sarjana hukum. Hal ini tidak dapat dilihat secara langsung di
dalam kehidupan masyarakat, melainkan keberadaannya hanya dapat disimpulkan dari
pengalaman hidup sosial melalui sutu cara pemikiran dan cara penafsiran tertentu.

Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang


mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor hukumnya sendiri (dalam hal ini dibatasi undang-undang saja).
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dalam bab ini akan dibahas faktor kebudayaan (budaya hukum) yang mempengaruhi
penegakan hukum. Oleh karena itu, dalam bab ini perlu dijelaskan beberapa pengertian
tentang:
a. Kebudayaan, menurut E. B. Tyler, sebagaimana disitir oleh E. K. M. Masinambow,
adalah: “Culture or Civilisation is that complex whoe which includes knowedge,
belief, art, moralslaw, customs, and any other capabilities and habits acquired by
man as a member of society” Bertolak dari definisi tersebut, maka studi hukum
dapat dilakukan dalam rangka pengertian bahwa hukum merupakan salah satu aspek
kebudayaan. Sedangkan Friedman menyatakan: bahwahukum merupakan sistem
yang terdiri atas tiga komponen, yaitu: (1) legal subtance, yaitu norma-norma dan
aturan-aturan yang digunakan secara institusional, beserta pola perilaku para pelaku
dalam sistem hukum; (2) legal structure, yaitu lembaga-lembaga yang bertugas
untuk menegakkan hukum, seperti kepolisian, dan peradilan (hakim, jaksa, dan
pengacara);
(3) legal culture, “budaya hukum”, yaitu kebiasaan, pandangan, cara bertindak dan
berpikir dalam masyarakat umum yang dapat mempengaruhi kekuatan-kekuatan
sosial menurut arah perkembangan tertentu.
b. Menurut Hilman Hadikusuma, budaya hukum merupakan tanggapan umum yang
sama dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan itu
merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi
budaya hukum menunjukkan pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat
yang menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum
yang dihayati masyarakat yang bersangkutan.
c. Antropologi hukum, adalah ilmu tentang manusia dalam kaitannya dengan
kaidahkaidah sosial yang bersifat hukum, sedangkan kaidah-kaidah sosial yang
tidak bersifat hukum bukan merupakan objek kajian antropologi hukum.
Antropologi hukum merupakan suatu spesialisasi ilmiah dari antropologi budaya.
d. Sosiologi hukum, menurut Satjipto Rahardjo, dengan meminjam pendapat Roscoe
Pound, mengatakan:
“Pada aliran sosiologi hukum nampak bahwa perhatian diarahkan pada bekerjanya
hukum, bukan pada isinya yang abstrak. Hukum dipandang sebagai lembaga sosial
yang dapat dikembangkan dengan usaha manusia dan menganggap manusia bahwa
mereka wajib untuk menemukan cara-cara terbaik untuk memajukan usaha-usaha
itu.”
Jadi menurut pendapat tersebut, sosiologi hukum menekankan objek pembahasan tentang
efektivitas hukum/undang-undang.
B. Macam-macam Teori
1. Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat
Manusia sebagai mahluk sosial yang bersifat zoon politicon yang nyata dalam
kehidupan masyarakat itu tidaklah mudah. Hal ini disebabkan karena setiap manusia
mempunyai kebutuhan dan kepentingan sendiri yang sering bertentangan satu sama lain. Dari
akibat perbedaan itu sering terjadi ketidakseimbangan/ketidakserasian dalam masyarakat.
Disinilah aturan tata kehidupan antarmanusia yang disebut hukum itu dibutuhkan di tengah-
tengah masyarakat.
Hukum yang dipandang sebagai salah satu aspek penting dalam masy arakat yang
bertujuan untuk merealisasikan terbentuknya sebuah masyarakat yang nyaman dan
berkeadilan, terkadang oleh segelintir orang tidak diindahkan keberadaannya. Tidak jarang
hukum itu diciderai, dilanggar, bahkan dimanipulasi fungsinya oleh orang yang memang
mempunyai kepentingan, atau orang yang masih menganggap tidak pentingnya sebuah
hukum yang ada di masyarakat. Orang-orang tersebut merupakan orang-orang yang tidak
sadar dan tidak patuh terhadap hukum.
Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang
keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran
hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas
hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran nilai-nilai yang terdapat dalam manusia
tentang hukum yang ada. Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum, hal yang
membedakannya yaitu dalam kepatuhan hukum ada rasa takut akan sanksi. Kesadaran hukum
adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk
pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran hukum di masyarakat maka hukum
tidak perlu menjatuhkan sanksi.
Penelitian menghadapkan rakyat yang didasarkan pada perspektif instrumental dan
normatif. Perspektif instrumental mengatakan, kepatuhan tergantung pada kemampuan
hukum untuk membentuk perilaku patuh itu sendiri dan hal itu berhubungan dengan adanya
insentif dan adanya hukuman. Maka meningkatkan berat sanksi dianggap cara yang efektif
untuk menurunkan angka kejahatan. Perspektif normatif berhubungan dengan keyakinan
rakyat akan adanya keadilan dan moral yang termuat dalam hukum, kendati hal itu
bertentangan dengan kepentingannya sendiri. Maka apabila hukum dirasakan adil, rakyat
akan sukarela mematuhinya, kendatipun mengorbankan kepentingannya. Rakyat juga
menjunjung suatu pemerintahan, apabila diyakini bahwa pemerintahan itu memiliki hak
moral untuk mengatur rakyatnya. Konsep kesadaran hukum mengandung unsur nilai yang
tentunya sudah dihayati oleh warga masyarakat semenjak kecil dan sudah melembaga serta
mendarah daging.

2. Budaya Hukum (Legal Culture) Dan Pengaruhnya Terhadap Penegakan Hukum Indonesia

Reformasi hukum dan keadilan bukan masalah yang sederhana. Reformasi bidang
hukum tidak hanya berarti reformasi peraturan perundang-undangan, tetapi mencakup
reformasi sistem hokum secara keseluruhan, yaitu reformasi materi/substansi hukum, struktur
hukum dan budaya hukum. Penegakan hukum dan keadilan merupakan serangkaian proses
yang cukup panjang dan melibatkan berbagai komponen masyarakat. Komponen struktur
adalah bagian-bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme.
Komponen substansi merupakan hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum dan
meliputi kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis. Sedangkan komponen kultur, adalah nilai
dan sikap yang mengikat sistem hukum itu secara bersama dan menghasilkan suatu bentuk
penyelenggaraan hukum dalam budaya masyarakat secara keseluruhan. Komponen kultur
memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum khususnya hukum pidana.
Ada kalanya tingkat penegakan hukum pada suatu masyarakat sangat tinggi karena didukung
oleh kultur masyarakat, misalnya melalui partisipasi masyarakat yang sangat tinggi pula
dalam usaha melakukan pencegahan kejahatan, melaporkan dan membuat pengaduan atas
terjadinya kejahatan di lingkungannya dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum
dalam usaha penanggulangan kejahatan, meskipun komponen struktur dan substansinya tidak
begitu baik dan bahkan masyarakat tidak menginginkan prosedur formal itu diterapkan
sebagaimana mestinya.
Ada kalanya, suatu komponen struktur dan substansi sangat baik atau dapat dikatakan
modern, dalam kenyataannya tidak selalu menghasilkan output penegakan hukum yang
tinggi, karena kultur masyarakat tidak mendukung prosedur formal yang telah ditetapkan.
Pada hal penegakan hukum akan selalu berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungan
sosialnya. Pelaksanaan penegakan hukum akan dapat mencapai tujuan sebagaimana telah
ditentukan melalui fungsi dari bekerjanya proses dan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat,
yaitu kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Pengaruh di luar hukum yang
menimbulkan pluralisme dalam penegakan hukum pidana telah dikaji oleh Joseph Goldstein.
Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan, sebab para penegak
hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana antara lain mencakup aturan-aturan
penangkapan, penahanan, dan sebagainya. Menurut Goldstein, harapan itu tidak realistik
karena adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, dan sebagainya,
yang kesemuanya itu mengakibatkan keharusan dilakukannya discretions. Dan yang tersisa
adalah «Actual Enforcement». Adanya klasifikasi penegakan hukum di atas karena
penegakan hukum tidak akan dapat berjalan begitu saja hanya dengan mengandalkan
komponen struktur dan substansi, karena terdapat asumsi bahwa peraturan perundang-
undangan tidak lengkap mengatur tingkah laku manusia.
Yang diatur oleh undang-undang adalah manusia yang mempunyai perbedaan dalam
mentalitas, latar belakang budaya,pendidikan, dan sebagainya. Perbedaan persepsi
masyarakat terhadap ketentuan perundang-undangan akan menimbulkan akibat bahwa
penegakan hukumnya juga berbeda antara kelompok masyarakat tertentu dan kelompok
masyarakat lain. Dewan Adat yang menangani masalah ini menjatuhkan Reaksi Adat, yang
mengharuskan Amutayo dan Enta membayar tiga ekor sapi. 28 Februari 1995, menjatuhkan
putusan menghukum Terdakwa I dan II dengan pidana penjara selama 3 bulan.

3. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Penengakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Dalam
Pendidikan Indonesia
Indonesia sudah mempunyai beberapa institusi dengan bertugas melaksanakan
penegakan aturan. Didalam bentuk sistem peradilan pidana pada Indonesia, polisi dan jaksa,
hakim dan lembaga permasyarakatan mempunyai kiprah yang sangat penting dalam
membentuk atau menciptakan penegak-penegak aturan yang lebih optimal pada sistem
peradilan pidana pada Indonesia yang terintegrasi. Dalam memberantas tindak pidana
korupsi, lembaga pemerintah sudah membangun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
BPK, BPKP, dan Komisi Ombudsman dan pula sudah melibatkan berbagai institusi pada
memutus mata rantai tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.

Lawrence M. friedmann menjelaskan budaya aturan merupakan nilai-nilai dan perilaku


perilaku rakyat yang bisa mempengaruhi bekerjanya hukum. Lawrence M. Friedman
memakai kata kultur aturan buat menggambarkan sejumlah kenyataan yang saling berkaitan.
Budaya aturan/ kultur aturan sebagaimana dimaksudkan sang Lawrance M. Friedman
(1975:15) merupakan holistik dari perilaku-perilaku masyarakat rakyat yang bersifat generik
dan nilainilai pada rakyat yang akan memilih pendapat mengenai hukum. Dengan demikian
eksistensi budaya aturan sebagai sangat strategis pada memilih pilihan buat berprilaku pada
mendapat aturan atau menolakaturan. Berdasarkan pendapat Lawrance M. Friedman tadi
maka budaya aturan bisa diartikan menjadi pola pengetahuan, perilaku, dan konduite
sekelompok rakyat terhadap sebuah sistem aturan.

4. Budaya Hukum Dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Nasional

Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu terhadap
gejala-gejala hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan
perilaku hukum. Jadi suatu budaya hukum menunjukkan tentang pola perilaku individu
sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap
kehidupan hukum yang dihayati masyarakat bersangkutan. Diketahuinya budaya hukum
masyarakat setempat merupakan bahan informasi yang penting, artinya untuk lebih mengenal
susunan masyarakat setempat, sistem hukum, konsepsi hukum, norma-norma hukum dan
perilaku manusia. Budaya hukum bukan merupakan budaya pribadi melainkan budaya
menyeluruh dari masyarakat tertentu sebagai satu kesatuan sikap dan perilaku.
Dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, secara mendasar
(grounded dogmatic) dimensi kultur seyogianya mendahului dimensi lainnya, karena di
dalam dimensi budaya itu tersimpan seperangkat nilai (value system). Selanjutnya sistem
nilai ini menjadi dasar perumusan kebijakan (policy) dan kemudian disusul dengan
pembuatan hukum (law making) sebagai rambu-rambu yuridis dan code of conduct dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, yang diharapkan akan mencerminkan nilai-nilai luhur
yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Menurut tujuan kebijakan strategis, yang
penting adalah sejauhmana lembaga perumus kebijakan dan penyusun peraturan hukum
secara konsisten tetap mengacu kepada sistem nilai yang filosofis itu agar setiap garis
kebijakan dan aturan hukum yang tercipta dinilai akomodatif dan responsif terhadap aspirasi
masyarakat, secara adil dengan perhatian yang merata. Kearifan politis dengan pendekatan
kultural seperti ini menjadi tuntutan konstitusional seluruh rakyat Indonesia yang struktur
sosialnya penuh keanekaragaman, pluralis dan heterogen, beragam-ragam sub etnik, agama,
adat istiadat dan unsur-unsur kulturalnya Masyarakat Indonesia itu adalah Bhineka Tunggal
Ika, berbeda dalam kesatuankesatuan yang berisi berbagai perbedaan, maka selain pandangan
hidup yang nasional, akan terdapat pandangan hidup setempat atau segolongan yang bersifat
lokal. Sistem hukum lokal ini menunjukkan mekanisme dari seperangkat fungsi dan peranan
yang saling bertautan dalam proses hukum yang berkesinambungan dari masa lampau,
sekarang dan akan dating dengan mengikuti perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat.

5. Hubungan Budaya Dan Kebudayaan Hukum Sebagai Dasar Antropologi Hukum

Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis karena sebenarnya gerak


kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri. Gerak atau dinamika manusia sesama manusia,
atau dari satu daerah kebudayaan daerah lain, baik disengaja maupun tidak disengaja, seperti
migrasi atau pengungsian dengan sebab-sebab tertentu. Dinamika dalam membawa
kebudayaan dari suatu masyarakat ke masyarakat lain yang menyebabkan terjadinya
akulturasi. Proses akulturasi kebudayaan dalam sejarah umat manusia telah terjadi pada umat
atau bangsa-bangsa terdahulu. Dimana Adakalanya kebudayaan yang dibawa dapat dengan
mudah diterima oleh masyarakat setempat dan adakalanya ditolak, parahnya ada juga
sekelompok individu yang tetap tidak menerima kebudayaan asing walaupun mayoritas
kelompok individu di sekelilingnya sudah menjadikan kebudayaan tersebut bagian dari
kebudayaannya.

Bila kita berbicara tentang hukum tentu semuanya sudah mengetahui bahwa hukum
tersebut dibuat untuk keperluan mengatur tingkah laku manusia, karena memang pada
dasarnya perilaku ataupun tingkah laku manusia memiliki sifat yang beragam, untuk sekedar
mengikat tingkah laku manusia dibentuklah apa yang dinamakan hukum, dengan adanya
hukum tersebut maka pada konsepnya tingkah laku manusia dapat dikontrol dan dapat
dikendalikan, perilaku manusia ini pada dasarnya memang tidak terlepas dari pola pikir dan
wujud budaya manusia itu sendiri, dalam arti bahwa segala yang dilakukannya adalah
berdasarkan budaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri.

Dalam hal ini terlihat bahwa hukum positif, baik ketika dibentuk maupun pada saat
diterapkan dalam kasus-kasus konkret di lapangan, akan bersentuhan dengan faktor ruang
dan waktu. Faktor ruang menunjuk pada tempat (lokasi) tempat para subjek hukum berada
dan berinteraksi dengan sesama dan alam sekitarnya. Faktor waktu menunjuk pada kurun
masa tertentu pada saat subjek hukum ini hidup dan beraktivitas. Kedua faktor ini
membingkai aktivitas manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, sehingga faktor
ruang dan waktu ini dapat membentuk pola perilaku anggota-anggota masyarakat. Adat dan
kebiasaan adalah contoh dari pola perilaku orang-orang yang berada dalam ruang yang sama
pada kurun waktu tertentu. Kesamaan ini membentuk budaya.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti secara
mendalam, luas, dan terperinci. Penelitian deskriptif merupakan salah satu metode yang
dapat dipilih saat melakukan penelitian. Adapun pengertian deskriptif menurut Sugiyono
(2012: 29) adalah metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagimana
adanya, tanpa melakukun analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.
Menurut Hidayat syah, Penelitian deskriptif adalah “Metode penelitian yang
digunakan untuk menemukan pengetahuan yang sekuas-luasnya terhadap objek penelitian
pada suatu masa tertentu”.
Menurut Punaji Setyosari, ia menjelaskan bahwa Penelitian deskriptif adalah
“Penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan,
peristiwa, objek apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variebel yang
bisa dijelaskan baik dengan angka-angka maupun kata-kata”.
Menurut Sukmadinata (2006:72), menjelaskan Penelitian deskriptif adalah suatu
bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik
fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia”.
Menurut Budiarto dalam Metode Penelitian deskriptif, ciri-ciri penelitian deskriptif
yaitu:
•Penelitian deskriptif merupakan penelitian kuantitatif dengan tujuan mendeskripsikan
variabel-variabel utama subjek studi, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status marital, sosial ekonomi, dan lain sebagainya sesuai tujuan penelitian.
•Penelitian deskriptif murni tidak membutuhkan kelompok kontrol sebagai pembanding
karena yang dicari perolehan gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan
yang dipilih.
•Hubungan sebab akibat hanya merupakan perkiraan berdasarkan tabel silang yang disajikan.
•Hasil penelitian disajikan sesuai dengan data yang diperoleh tanpa dilakukan analisis
mendalam.
•Penelitian deskriptif merupakan penelitian pendahuluan dan digunakan bersama-sama
dengan jenis penelitian lain.
•Pengumpulan data dilakukan dalam satu saat atau satu periode tertentu.
•Setiap subjek studi selama penelitian hanya diamati satu kali.
•Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan cross-sectional berupa sampling survei
atau data sekunder.
•Penelitian deskriptif dapat dilakukan pada wilayah terbatas, seperti desa atau kecamatan.

Anda mungkin juga menyukai