DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
RIFKY IZZULHAQ MARZA (210510059)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2022
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
1. PENGERTIAN
Bila ingin mengetahui definisi hukum dagang, maka hal tersebut tidak
akan ditemukan di dalam KUHD, karena hal itu sama sekali tidak diatur
secara khusus seperti layaknya pengertian pedagang dan perbuatan
perniagaan. Selama ini definisi hukum dagang hanya mengacu pada beberapa
pendapat sarjana hukum, seperti berikut ini:
Saat ini, beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada
umumnya, sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam
dunia perdagangan. Hal ini berkaitan dengan pencabutan Pasal 2 s/d Pasal 5
perihal pedagang dan perbuatan perniagaan. Menurut Pasal 2 KHUD (lama),
pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai
pekerjaan sehari-hari. Perbuatan perniagaan itu selanjutnya diperjelas oleh
Pasal 3 KUHD (lama), yaitu perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual
kembali. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 KUHD (lama) tersebut, HMN.
Purwosutjipto mencatat bahwa:
1. Onderneming
2. Bedrijf
3. Vennootschap
Salah satu istilah yang muncul saat ini sebagai bagian penting dari
perkembangan dalam Hukum Dagang adalah munculnya istilah Hukum
Perusahaan. Istilah Hukum Perusahaan jelas tidak bisa dipisahkan dengan
istilah Perusahaan yang muncul berkaitan dengan penghapusan beberapa pasal
dalam Buku I KUHD. Bahkan saat ini Hukum Perusahaan sudah dijadikan
materi kuliah wajib dibeberapa perguruan tinggi yang terkesan berdiri sendiri
berdampingan dengan Hukum Dagang. Disamping itu, Hukum Perusahaan
merupakan istilah yang lebih berkembang dibandingkan dengan istilah lama
Hukum Dagang, walaupun secara substansi materinya merupakan bagian
khusus dari Hukum Dagang.
(2) Pandecta. Buku II ini memuat asas-asas dan adagium hukum, seperti
“asas facta sun servanda (berjanji harus ditepati); asas partai otonom
(kebebasan berkontrak); unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah
saksi), dan lain-lain. (3) Codex. Memuat uraian pasal demi pasal yang
tidak memisahkan antara hukum perdata dan hukum dagang.
Hukum yang baru dan berdiri sendiri ini berlaku hanya bagi pedagang
dan hubungan-hubungan perdagangan, sehingga lebih populer ia disebut
“Hukum Pedagang” (Koopmansrecht). Kemudian, pada abad ke-16 dan ke-17
sebagian besar kota di Perancis mulai menyelenggarakan pengadilan-
pengadilan istimewa khusus menyelesaikan perkaraperkara di bidang
perdagangan (pengadilan pedagang).
Kodifikasi hukum dagang pertama dibuat pada tahun 1673, yang dikenal
dengan nama Ordonance de Commerce. Ordonansi ini isinya tentang
pedagang, bank dan pedagang perantara (makelar), catatan-catatan dagang,
badan usaha, perbuatan dagang, surat berharga (seperti wesel), paksaan badan
terhadap pedagang (gijzeling), pemisahan barang-barang antara suami-istri
dimana salah satunya menjadi pedagang melalui huwelijk overeenskomst,
pernyataan pailit dan peradilan dalam perkara-perkara dagang, dan
sebagainya.
2. Belanda
Dalam usul KUHD Belanda 1820 (Ont Werp Kemper II) telah
direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 kitab, akan tetapi didalamnya
tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara
yang timbul di bidang perdagangan, dan perkara-perkara dagang itu untuk
selanjutnya diselesaikan di muka pengadilan biasa.24 Walaupun Ont Werp
Kemper II ditolak, namun usul penghapusan pengadilan khusus bagi
pedagang tetap menjadi muatan penting yang ditindaklanjuti oleh pengganti
Kemper.
Dari beberapa hal diatas, sarjana Van Kant beranggapan bahwa hukum
dagang itu merupakan hukum tambahan daripada hukum perdata, yaitu suatu
tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus.
Contoh kasus 1:
Contoh kasus 2:
“Review Kasus “Plot Twist”: Ending Cerita Sengketa Nama Bensu”. Pada
acara tersebut, narasumber yang merupakan Advokat spesialis Kekayaan
Intelektual (KI) dari Kantor Hukum BP Lawyers, Asharyanto yang akrab
dipanggil Hari mengatakan, ketika membaca putusan pengadilan, diketahui
bahwa merek Bensu tersebut ternyata sudah pernah dipakai dalam kurun
waktu yang lama. Menurut Hari, juga didapati fakta lain yaitu nama Bensu
telah dipakai oleh Ruben Onsu pada pekerjaannya, namun sayangnya tidak
dilindungi. “Nama Bensu pernah berubah Ruben & Su. Lalu ketika bisnisnya
tumbuh dipakai nama Bensu lagi. Dan fakta lainnya, kata-kata bensu ini sudah
didaftarkan oleh orang lain dan itu sebenarnya menarik juga diceritakan. Lain
hal terkait apakah pendaftaran ini sudah benar atau tidak. Saya lebih melihat
ini dari perspektif prinsip kehati-hatian sejak di awal,” katanya. Hari
menuturkan, berdasarkan putusan pengadilan, memang diakui bahwa Bensu
adalah singkatan dari Ruben Onsu, tetapi persoalannya adalah apakah Bensu
ini kualifikasinya menjadi merek terkenal. “Banyak putusan pengadilan yang
terkait kualifikasi merek terkenal, sehingga kalau saya lihat dari casenya ini
memang bukan soal merek terkenal dan tidak dipertimbangkan. Dalam
putusan hakim lebih kepada persamaan pada pokoknya, lalu juga ada unsur
lainnya yang memang itu dikualifikasikan serupa,” lanjutnya. Ia menjelaskan,
terkait lolosnya pendaftaran merek Geprek Bensu milik Ruben Onsu dan Iam
Geprek Bensu milik Benny Sujono di DJKI Kemenkumham, bahwa ada
beberapa fakta sebenarnya yang bisa diduga dalam artian ternyata dalam trace
pangkalan data kekayaaan intelektual tersebut konsultannya sama dari kedua
brand tersebut. “Cuma saya tidak tahu bagaimana proses pendaftarannya.
Tetapi kalau dilihat kedua brand tersebut secara kasat mata memang mirip.
Pengalaman saya sejauh ini menilai prinsip kehati-hatian itu sangat penting,
tetapi itu juga tergantung pemeriksa. Saya tidak tahu apakah ini memang tidak
ada persamaan pada pokoknya sehingga itu masuk atau memang ada human
error, dan kewenangan itu ada pada pemerintah. Yang menarik juga dari
proses pendaftaran ini, yang mana Iam Geprek Bensu lebih dahulu didaftarkan
sekitar bulan April 2017 sedangkan Geprek Bensu milik Ruben Onsu sekitar
Mei atau Agustus 2017,” ucapnya. Hari menegaskan, bahwa prinsip dari
pendaftaran merek adalah first to file, artinya siapa yang mendaftarkan lebih
dahulu, maka yang bersangkutan yang memiliki hak. Kata Hari, patut juga
dipertanyakan, dalam proses pendaftaran merek sebenarnya ada upaya hukum
keberatan tetapi pada saat itu tidak diajukan. “Ketika kita mendaftarkan
merek, maka tidak serta merta merek itu melekat pada kita. Di masa
pengeraman, orang bisa mengajukan keberatan. Saya tidak tahu kenapa saat
itu opsi keberatan tidak diambil kalau memang bensu melekat pada personal
branding Ruben Onsu,” terangnya. Hari menyebutkan, terkait legal aspek
dalam hal bisnis, bahwa legal aspek tersebut tergantung kebutuhan.
Menurutnya, harus dilihat dari produk apa yang dijual karena untuk beberapa
produk tidak bisa didaftarkan izinnya tanpa adanya merek. “Proses
pendaftaran memang 1-5 hari kerja tetapi untuk sampai sertifikat dikeluarkan
prosesnya cukup panjang sekitar 2 tahun. Sering kami ungkapkan ke klien
bahwa legal aspek merupakan suatu investasi dalam membangun suatu bisnis.
Ketika tidak patuh, maka mempunyai potensi akan merambah ke berbagai
persoalan lainnya. Seperti case Geprek Bensu ini, yang mana dia harus
melakukan rebranding lagi, mengganti konsep toko, pewarnaan, baju
karyawan, vendor, dan produk-produk lainnya yang ada logo itu. Kalau
memang sudah ada budgeting untuk legal aspek lebih baik didahulukan. Jadi
mana yang lebih dahulu legal aspek atau pengembangan bisnis? Saya
sampaikan ada relatednya tidak dengan aspek lainnya. Kalau memang opsi
yang diambil mengembangkan bisnis dahulu, maka yang penting kita
perhatikan bagaimana menggunakan merek itu dengan itikad baik dan jangan
menjiplak. Sehingga nantinya ketika kita mendaftarkan berjalan dengan mulus
dan saat mendistribusikan barang tidak ada hambatan,” tukasnya. Disebutkan
Hari, dari beberapa merek yang didaftarkan oleh Ruben Onsu, bahwa
semuanya menggunakan jasa konsultan kekayaan intelektual. Artinya kata
Hari, setiap konsultan pasti melakukan prinsip kehati-hatian. “Persoalannya
yang memutuskan merek itu diterima atau ditolak bukan konsultan tetapi
negara. Yang menjadi seru bagaimana komentar negara terhadap kasus ini.
Kejadian ini sangat mengedukasi orang, bahwa ide sebenarnya sangat dinamis
dan pergerakannya cepat,” bebernya. Hari mengungkapkan, bahwa merek
terkenal memiliki beberapa unsur yaitu: Pertama, dilihat dari peredaran
barangnya. Kedua, kapasitas produksinya. Ketiga, dari beberapa yurisprudensi
itu dilihat brand peredarannya baik secara nasional sampai dengan
transnasional. “Itulah yang menjadi pertimbangan suatu merek tersebut
melekat atau dianggap sebagai merek terkenal. Dilihat dari data yang ada,
perbandingan outletnya tipis antara Geprek Bensu dan I Am Geprek Bensu,
120: 111. Artinya prinsipnya ini mirip, skala produksinya tidak terlalu jauh.
Tapi kalau berbicara melekatnya, ternyata fakta lainnya dulu Ruben brand
ambassador. Ada kompensasi yang dibayarkan artinya ada persetujuan untuk
memakai dirinya sebagai brand. Cuma detailnya dalam perjanjian kita tidak
tahu, apakah memang ada kesepakatan dalam suatu waktu merek dialihkan
atau memang ada lisensi,” ujarnya. Kata Hari, soal isu pencurian resep
sebelum pecah kongsinya Ruben Onsu dan Benny Sujono, bahwa setiap orang
harus menganut asas praduga tak bersalah. Ia mengatakan, dirinya yakin
bahwa Ruben Onsu dan timnya mempunyai integritas dalam berbisnis.
“Kalaupun ada tuduhan tersebut harus dibuktikan, dan yang merasa dicuri
juga harus membuktikan. Jangan menyebar hoax. Dalam kerjasama itu wajar
ada pihak yang dipercaya untuk diletakkan di tempat-tempat krusial.
Jangankan di bagian dapur kadang sampai di finance dan decision maker-nya.
Soalnya, ketika menempatkan ini ada atau tidak dokumen pendukungnya.
Misal, soal urusan dapur jadi penting untuk membuat perjanjian rahasia
dagang. Tantangannya rahasia dagang tersebut bukan soal mendaftarkan tetapi
bagaimana cara menjaganya. Ketika ada pelanggarannya biasanya ada nilai
yang dicantumkan berupa kerugian. Bahkan untuk beberapa klien, Saya
pernah membuatkan perjanjian tanpa persaingan, yang mana itu bagian
tersendiri atau masuk dalam perjanjian pokoknya” ungkapnya. Ia mengatakan,
terkait proses rebrand bukan merupakan suatu hal yang mudah, misalnya saja
seperti kasus Hoka-Hoka Bento. Menurutnya, bukan soal uang lagi, tetapi
mengenai berapa waktu yang harus disiapkan, ada karyawan yang harus tetap
bekerja dan digaji, sehingga rebrand ini sesungguhnya bisa menjadi opsi.
“Tetapi, impact-nya adalah seberapa kuat untuk bertahan untuk tidak
menggunakan merek tersebut. Saya selalu sampaikan bahwa memang tidak
ada win-win solution tetapi win-win lose. Harus ada yang legowo, kalau
berkolaborasi seperti dulu itu lebih baik. Semuanya saling menguatkan.
Namun, apabila opsinya diambil rebrand impactnya luar biasa seperti layout,
kop surat, dan campaign-campaign,” tuturnya. Sebagai penutup Hari
menyarankan, adapun opsi lisensi sebagai solusi yang dapat disepakati kedua
belah pihak. Yang mana kata Hari, dalam Kekayaan Intelektual bahwa
seseorang pemegang merek dapat memberikan hak kepada orang lain untuk
menggunakan merek si pemegang merek. “Mungkin ke depan ada lisensi dan
Saya rasa saat ini opsi itu yang paling memungkinkan dan harus dilakukan
dengan cepat. Semoga para pihak bisa berkolaborasi kembali dan bisa saling
bijaksana menanggapi persoalan ini,” pungkasnya. Sebagai referensi, rencana
Ruben Onsu memperluas bisnis kulinernya di dalam maupun luar negeri bisa
jadi terhambat setelah merek dagang bensu yang digunakannya terbelit
perkara gugatan merek. Dalam sidang yang digelar bulan lalu, Mahkamah
Agung menolak permohonan kasasi atas gugatan merek yang dilayangkan
sang selebritas. Perkara merek yang kini ramai diperbincangkan publik itu
sebenarnya bisa ditarik lebih jauh ke beberapa tahun lalu. Berdasarkan
penelusuran Kliklegal gugat-menggugat merek bensu sudah berlangsung sejak
2018. Ketika itu, melalui gugatan bernomor 48/Pdt.Sus-HKI/Merek/2018/PN
Niaga Jkt.Pst, Ruben menggugat Jessy Handalim yang menggunakan nama
Bensu untuk usaha restoran miliknya. Nama Bensu yang digunakan Jessy
mengacu kepada singkatan Bengkel Susu. Namun, berakhir dengan
perdamaian. Adapun merek I Am Geprek Bensu diyakini sudah ada sejak
2017. Merek ini didirikan oleh Yangcent, Kurniawan, dan Stefani Livinus
dengan nama Bensu sebagai upaya menghormati ayah Yangcent yang
bernama Benny Sujono. PT Ayam Geprek Benny Sujono bahkan mengklaim
gerai pertama usahanya sudah didirikan per April 2017 di kawasan
Pademangan, Jakarta Utara. Perusahaan ini kemudian digugat Ruben karena
penggunaan nama Bensu dalam merek tersebut dinilainya melanggar hukum
lantaran meniru merek franchise restoran ayam geprek Bensu miliknya.
Berdasarkan arsip di laman putusan perkara MA, kasus sudah bergulir sejak
25 September 2018, saat Ruben melayangkan gugatan pertama lewat berkas
dengan nomor perkara 48/Pdt.Sus-HKI/Merek/2018/PN Niaga Jkt.Pst. Selang
hampir 5 bulan, tepatnya pada 7 Februari 2019, Majelis Hakim di PN Jakpus
menyatakan tidak dapat menerima gugatan tersebut. Ruben tak patah arang.
Pada 23 Agustus 2019, dia kembali mengajukan dua gugatan ke PN Jakpus.
Tetapi, dalam amar sidang yang berbeda, majelis hakim menolak gugatan-
gugatan tersebut.Adapun isi putusan PN Jakpus untuk dua gugatan tersebut
sama-sama menyampaikan bahwa PT Ayam Geprek Benny Sujono adalah
pemilik dan pemakai pertama yang sah atas merek I Am Geprek Bensu Sedep
Beneerrr + Lukisan dengan nomor pendaftaran IDM000643531 di kelas 43.
Kemudian, menyatakan permohonan merek atas nama Ruben Samuel Onsu
yang mencakup Geprek Bensu + Lukisan bernomor pendaftaran
IDM000643591 di kelas 43; I Am Geprek Bensu + Logo bernomor
pendaftaran IDM000643590 di kelas 43; Geprek Bensu + Logo bernomor
pendaftaran IDM000643594 di kelas 43; Geprek Bensu + Logo bernomor
pendaftaran IDM000643587 di kelas 43; Bensu bernomor pendaftaran
IDM000643595 di kelas 43; dan Geprek Bensu Real by Ruben Onsu
bernomor pendaftaran IDM000643589 di kelas 43 mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek I Am Geprek Bensu Sedep
Bener milik PT Ayam Geprek Benny Sujono. Selanjutnya, menyatakan
pendaftaran seluruh merek atas nama Ruben Onsu tadi batal demi hukum dan
memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham) melaksanakan pembatalan atas merek-merek tersebut
dengan mencoret pendaftarannya dari Indonesia Daftar Merek. Putusan-
putusan inilah yang kemudian dibawa Ruben ke tingkat kasasi. Tercatat ada
dua permohonan kasasi yang diajukan Ruben, masing-masing terkait perkara
nomor 56/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst dan
57/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst. Dengan demikian, putusan
MA ini menguatkan putusan sebelumnya di PN Jakpus. Namun, MA belum
memberikan minutasi lengkap mengenai pertimbangan penolakan dua
permohonan kasasi tersebut.