Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGANTAR HUKUM INDONESIA


Tentang:
HUKUM DAGANG

Oleh Kelompok 3 :
MAISARAH : 1930202033
NUR’AINI : 1930202043
RAHMAD DATUL ILLAHI : 1930202047

Dosen Pembimbing :
ANISA, SH.,MH.

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
Th .2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan, atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan.
Zaman semakin moderen, kebutuhan manusia makin terus bertambah dan tidak
ada puasnya. Banyak produsen yang menguras pikiran-pikiran yang kreatif untuk
meningkatkan kualitas produknya, agar mampu bersaing dalam merebut pasar karena
tingginya persaingan produsen terkadang menyebabkan salah satu produsen melakukan
persaingan tidak sehat. Di dalam persaingan tersebut terkadang produsen
melakukan pelanggran-pelanggaran di dalam hukum perdagangan yang bertujuan agar
saingan produsenya mengalami kurangnya penghasilan yang berdampak pada kerugian
(bangkrut) yang berskala besar.
Dari permasalahan yang sering terjadi maka di buatlah suatu peraturan
perdagangan yang disebut  HUKUM DAGANG. Hukum dagang ini di manfatkan agar
dapat mengatur berjalannya suatu perdagangan dan mencegah, dan memberikan sanksi
kepada produsen/perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran.

1.2 Rumusan masalah


a. pengertian hukum dagang ?
b. sejarah hukum dagang di indonesia ?
c. sumber-sumber hukum dagang ?
d. bentuk-bentuk surat berharga dan bentuk-bentuk perusahaan ?

1.3 Tujuan masalah


a. mengetahui pengertian hukum dagang ?
b. mengetahui sejarah hukum dagang di indonesia ?
c. mengetahui sumber-sumber hukum dagang ?
d. mengetahui bentuk-bentuk surat berharga dan bentuk perusahaan ?

BAB II
0
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM DAGANG

Hukum dagang adalah ilmu yang mengatur hubungan antara suatu pihak


dengan pihak lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang. Definisi lain
menyatakan bahwa hukum dagang merupakan serangkaian norma yang timbul
khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan.

Hukum dagang masuk dalam kategori hukum perdata, tepatnya hukum


perikatan. Alasannya karena hukum dagang berkaitan dengan tindakan manusia
dalam urusan dagang. Oleh karena itu hukum dagang tidak masuk dalam hukum
kebendaan. Kemudian hukum dagang juga berkaitan dengan hak dan kewajiban
antarpihak yang bersangkutan dalam urusan dagang. Hukum perikatan mengatur
hal ini. Itulah sebabnya hukum dagang dikategorikan ke dalam hukum perikatan.
Hukum perikatan adalah hukum yang secara spesifik mengatur perikatan-perikatan
dalam urusan dagang.

B. SEJARAH HUKUM DAGANG DI INDONESIA


Pembagian Hukum privat (sipil) ke dalam Hukum Perdata dan Hukum
Dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asas, tetapi pembagian sejarah dari
Hukum Dagang.
Bahwa pembagian tersebut bukan bersifat asasi, dapat kita lihat dalam
ketentuan yang tercantum dalm pasal 1 KUHD yang menyatakan: “Bahwa
peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-soal
yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang
semata-mata diadaka oleh KUHD itu.”
Kenyataan-kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan
pembagian asasi adalah:

1. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang


perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD.
2. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal
keperdatan ditetapkan dalam KUA

1
Adapun perkembangan Hukum Dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad
pertengahan di Eropa, kira-kira tahun 1000 sampai tahun 1500. Asal mula
perkembangan hukum ini dapat dihubungkan dengan terjadinya kota-kota Eropa
Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai
pusat perdagangan (Genua, Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona dan lain-lain)

Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan


seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karena itulah di
kota-kota Eropa Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri sendiri
disamping hukum Romawi yang berlaku.

Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang dan disebut “Hukum
Pedagang” (Koopmansrecht). Kemudian pada abada ke-16 dan ke-17 sebagian
besar kota di Perancis mengadakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus
menyelesaikan perkara-perkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).

Hukum pedagang ini pada mulanya belum merupakan unifikasi(berlakunya


satu sistem hukum untuk seluruh daerah), karena berlakunya masih bersifat
kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum pedagangan sendiri-sendiri yang
berlainan satu sama lainnya. Kemudian disebabkan bertambah eratnya hubungan
perdagangan antar daerah, maka dirasakan perlu adanya kesatua hukum diantara
hukum pedagang ini.

Oleh karena itu di Perancis pada abad ke 17 diadakanlah kodifikasi dalam


hukum pedagang; Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV (1643-1715)
yaitu Colbert membuat suatu peraturan “Ordonance Du Commerce” (1673). Dan
pada tahun 1681 dibuat Ordonnance de la Marine.

Peraturan ini mengatur hukum pedagang ini sebagai hukum untuk golongan
tertentu yakni kaum pedagang. Ordonance Du Commerce ini pada tahun 1681
disusul degan peraturan lain yaitu “Ordonansi De La Marine” yang mengatur
hukum perdagangan laut (untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan).

2
Pada tahun 1807 di Perancis di samping adanya “Code Civil Des
Francais” yang mengatur Hukum Perdata Perancis, telah dibuat lagi suatu kitab
undang-undang Hukum Dagang tersendiri yakni “Code De Commerce”.

Dengan demikian pada tahun 1807 di Perancis terdapat hukum dagang yang
dikodifikasikan dalam Code De Commerce yang dipisahkan dari Hukum Perdata
yang dikodifikasikan dengan Code Civil. Code De Commerce ini membuat
peraturan-peratuan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman
pertengahan.

Adapun yang menjadi dasar bagi penyusun Code De Commerce(1807) itu


antara lain: Ordonance de Commerce (1673) danOrdonance de La Marine (1671)
tersebut. Kemudian kodifikasi-kodifikasi Hukum Perancis tahun 1807 (yakni Code
Civil dan Code Commerce) dinyatakan berlaku juga di Netherland pada tahun
1838.Atas perintah Napoleon, hukum yang berlaku bagi pedagang dibukukan
dalam sebuah buku Code De Commerce (tahun 1807). Disamping itu, disusun
kitab-kitab lainnya, yakni Code Civil dan Code Penal. Kedua buku tersebut dibawa
dan berlaku di Belanda dan akhirnya dibawa ke Indonesia. Pada tanggal 1 Januari
1809 Code De Commerce (Hukum Dagang) berlaku di Negeri Belanda.Dalam pada
itu Pemerintah Netherland menginginkan adanya hukum dagang sendiri; dalam usul
KUHD Belanda dari Tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas tiga
kitab akan tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang
menyelesaikan perkara-perkara yang timbul dibidang perdagangan akan tetapi
perkara-perkara dagang diselesaikan di pengadilan biasa.

Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD


Belanda tahun 1838. Akhirnya, berdasarkan asas konkordasi, maka KUHD 
Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD Indonesia
1848.Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring
berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan
hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD )
yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum

3
Perdata ( KUHPer ).Pada akhir abad ke-19, Prof. Molengraaff merencanakan suatu
Undang-Undang Kepailitan yang akan menggantikan Buku III dari KUHD
Nederland. Rancangan Molengraaff ini kemudian berhasil dijadikan Undang-
Undang Kepailitan tahun 1893 (berlaku pada 1896).

Dan berdasarkan asas Konkordansi pula, perubahan ini diadakan juga di


Indonesia pada tahun 1906. Pada tahun 1906 itulah Kitab III KUHD Indonesia
diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri (di luar KUHD); sehingga
semenjak tahun 1906 KUHD Indonesia hanya terdiri atas dua Kitab saja,
yakni: “Tentang Dagang Umumnya” dan Kitab II berjudul “Tentang Hak-hak dan
Kewajiban-kewajiban yang Tertib dari Pelayaran”.
C. SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG
Sumber-sumber hukum dagang ialah tempat dimana bisa didapatkan
peraturan-peraturan mengenai Hukum Dagang. Beberapa sumber Hukum Dagang
sebagai berikut :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHD)
KUHD mengatur berbagai perikatan yang berkaitan dengan
perkembangan lapangan hukum perusahaan. Sebagai peraturan yang
sudah terkodifikasi, KUHD masih terdapat kekurangan dimana kekurangan
tersebut diatur dengan sebuah peraturan perundang-undangan yang lai
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Sesuai pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum dagang
sepanjang KUHD tidak mengatur hal-hal tertentu dan hal-hal tertentu tersebut
diatur dalam KUH Perdata khususnya buku III. Dapat dikatakan bahwa KUH
Perdata mengatur sebuah pemeriksaan secara umum atau untuk orang-orang
pada umumnya. Sedangkan KUHD lebih bersifat khusus yang ditujukan untuk
kepentingan pedagang.
3. Peraturan Perundang-Undangan
Selain KUHD, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan
lain yang mengatur Hukum Dagang, diantaranya  yaitu sebagai berik
 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

4
 UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT)
 UU No 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
 UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha
 UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
4. Kebiasaan
Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan
sudah diterima oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya,
bisa digunakn juga sebagai sumber hukum pada Hukum Dagang. Hal ini sesuai
dengan pasal 1339 KUH Perdata bahwa perjanjian tidak saja mengikat yang
secara tegas diperjanjikan, tetapi juga terikat pada kebiasaan-kebiasaan yang
sesuai dengan perjanjian tersebut. Contohnya tentang pemberian komisi, jual
beli dengan angsuran, dan lain sebagainya.
5. Perjanjian yang dibuat para pihak
Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dalam hal ini, persetujuan, perjanjian ataupun kesepakatan memegang peranan
bagi para pihak. Contohnya yaitu dalam pasal 1477 KUH Perdata yang
menentukan bahwa selama tidak diperjanjikan lain, maka penyerahan terjadi di
tempat dimana barang berada pada saat terjadi kata sepakat. Misalkan
penyerahan barang diperjanjikan dengan klausula FOB (Free On Board) maka
penyerahan barang dilaksanakan ketika barang sudah berada di atas kapal.
6. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan supaya pengaturan
tentang persoalan Hukum Dagang bisa diatur secara seragam oleh masing-
masing hukum nasional dari negara-negara peserta yang terikat dalam perjanjian
internasional tersebut. Untuk bisa diterima dan memiliki kekuatan hukum yang
mengikat maka perjanjian internasional tersebut harus diratifikasi oleh masing-
masing negara yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut.Macam
perjanjian internasional yaitu sebagai berikut :
Traktat yaitu perjanjian bilateral yang dilakukan oleh dua negara
saja. Contohnya traktat yang dibuat oleh Indonesia dengan Amerika yang

5
mengatur tentang sebuah pemberian perlindungan hak cipta yang kemudian
disahkan melalui Keppres No.25 Tahun 1989
Konvensi yaitu suatu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa
negara. Contohnya yaitu Konvensi Paris yang mengatur tentang merek.
Dari berbagai bentuk dan jenis sumber hukum, maka sumber hukum
dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, namun pada hakikatnya lebih baik
dan lebih banyak digunakan demi kepastian hukum (legalitas). Namun dalam
prakteknya peraturan kegiatan bisnis tidak hanya berbentuk tertulis, ada juga
yang tidak tertulis seperti hukum kebiasaan yang diakui dan tidak bertentangan
dengan hukum tertulis. Mengenai pengaturan hukum dagang menurut Dr. T.
Mulia Lubis, bahwa hukum dagang Indonesia ketinggalan kereta, bila
dibandingkan dengan kegiatan ekonomi yang berkembang begitu pesat dan
didukung oleh perkembangan IPTEK. Dan sebagian besar peraturan hukum
dagang Indonesia masih merupakan peraturan peninggalan Pemerintahan Hindia
Belanda.
Kententuan-ketentuan yang menjadi sumber hukum formil dari hukum
dagang Indonesia antara lain :
Sumber hukum dagang yang dikodifikasi, yaitu :

 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijke wetboek


(BW) yang terdiri dari 4 (empat) buku yaitu :

1. Buku I Tentang Orang (Van Personen)


2. Buku II Tentang Benda (Van Zaken)
3. Buku III Tentang Perikatan (Van Verbintennissen)
4. Buku IV Tentang Pembuktian dan Kedaluwarsa (Van Bewijs en Verjaring)

 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek Van


Koophandel, yang terdiri dari 2 (dua) buku, antara lain :

1. Buku I Tentang Perniagaan pada Umumnya


2. Buku II Tentang Hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perkapalan.

6
3. Peraturan Kepailitan.

Sumber hukum dagang diluar kodifikasi yaitu :


meliputi peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain :

1. UU No. 1 tahun 1967 Tentang PMDN dan UU No. 12 Tahun 1967 Tentang
PMA
2. UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian dan UU No. 14 Tahun 1992
Tentang Pengangkutan
3. UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Koperasi dan UU No. 10 Tahun 1998
TentangPerbankan
4. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang PT, UU No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan,
5. dan lain-lain

D. BENTUK-BENTUK SURAT BERHARGA


1. Surat wesel
Merupakan surat berharga yang didalamnya terdapat kata wessel, diberikan
tanggal dan dibubuhi tanda tangan yang mana penerbit memberikan perintah
tidak bersyarat kepada yang bersangkutan untuk membayar sejumlah uang pada
hari waktu pembayaran kepada penerima atau orang yang telah ditunjuk oleh
penerbit.
Wesel dalam KUHD buku I Bab VI pasal 100 - 173. Surat wesel adalah
suatu surat berharga yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai yang ditetapkan
dalam KUHD . Penyimpangan dari syarat-syarat iru tidak diperkenankan,
kacuali UU sendiri membuat penyimpangan-penyimpangan (pasal 101 (1)
KUHD).  Jika penyimpangannya tidak seperti UU, maka wesel itu bukan wesel
yang sah dan pertanggungjawabannya dibebankan kepada orang yang
menandatangani wesel itu. Ganti rugi yang mungkin timbul dapat dituntut
melalui pasal 1316 KUHPd
Surat wessel harus memenuhi kriteria dibawah ini:
 Isi Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

7
 Nama pembayar.
 Hari Dan Tanggal Pembayaran.
 Tempat dilakukannya pembayaran.
 Nama Orang/pihak kepada siapa atau pihak lain yang ditunjuk olehnya
pembayaran harus dilakukan.
 Tanggal dan tempat ditariknya surat wesel.
 Tanda tangan pihak yang mengeluarkan.
2. Surat sanggup
Surat sanggup bayar atau biasa juga disebut "surat promes" atau promes
yang dalam bahasa Inggris disebut juga promissory note, dalam akuntansi dapat
juga disebut "nota yang dapat diuangkan" adalah suatu kontrak yang berisikian
janji secara terinci dari suatu pihak ( pembayar) untuk membayarkan sejumlah
uang kepada pihak lainnya (pihak yang dibayar). Kewajiban ini dapat timbul
dari adanya suatu kewajiban pelunasan suatu hutang. Misalnya, dalam suatu
transaksi penjualan barang di mana pembayarannya mungkin saja dilakukan
sebagian secara tunai dan sisanya dibayar dengan menggunakan satu atau
beberapa promes.
Dalam promes disebutkan jumlah pokok hutang serta bunga (apabila
ada) dan tanggal jatuh tempo pembayarannya. Kadangkala dicantumkan pula
adanya suatu ketentuan yang mengatur apabila si pembayar mengalami gagal
bayar.
Promes atas unjuk adalah suatu promes yang tidak mencantumkan
tanggal jatuh tempo pembayaran di mana pembayaran harus dilakukan setiap
saat apabila diminta oleh pemberi pinjaman. Biasanya sipemberi pinjaman akan
mengirimkan pemberitahuan dengan tenggang waktu beberapa hari sebelum
tanggal pembayaran yang diinginkan.
Dalam hal pinjam meminjam uang antar perorangan, penanda tanganan
promes ini adalah suatu cara terbaik guna kepentingan perpajakan dan
pembuktian.
Promes adalah berbeda dari surat pengakuan hutang biasa di mana pada
surat pengakuan hutang hanya merupakan bukti atas hutang seseorang, tetapi

8
dalam promes tertera adanya suatu persetujuan untuk melakukan pembayaran
atas jumlah yang tercantum pada promes tersebut.
Kegunaan lain dari promes yaitu untuk pembiayaan atas kebutuhan dana
suatu perusahaan yaitu melalui penerbitan atapun pengalihan surat
berharga.Memuat kata aksep atau promes, penerbit membayar kepada orang
yang tersebut dalam surat tersebut.
3. Surat cek
Cek merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menarik atau
mengambil uang direkening giro. Fungsi lain dari cek adalah sebagai alat untuk
melakukan pembayaran.Pengertian cek adalah surat perintah tanpa syarat dari
nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk
membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau
kepada pemegang cek tersebut
Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral seperti
yang diatur di dalam KUH Dagang pasal 178 yaitu :
 pada surat cek harus tertulis perkataan "CEK"
 surat cek harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang
tertentu         .
 nama bank yang harus membayar (tertarik)
 penyambutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
 tanda tangan penarik.
Jenis-jenis Cek
1. Cek Atas Nama
2. Cek Atas Unjuk
3. Cek Silang
4. Cek Mundur
5. Cek Kosong

4. Carter partai

9
Membuat kata charter party yang membuktikan adanya perjanjian
pencarteran kapal, dlmana nama si penandatangan mengikatkan diri untuk
menyerahkan sebagian atau seluruh ruangan kapal untuk dioperasikan sesuai
dengan perjanjian.
5. Konosemen
Memuat kata konosemen di dalamnya dan merupakan surat pemegang
dari pemegang konosemen kepada pengangkut agar kepada pemegang untuk
diserahkan kepada para pemegangnya.
Konosemen berupa formulir yang dikeluarkan oleh maskapai dan
dilengkapi oleh pengirim.Konosemen berfungsi sebagai dokumen kepemilikan,
kontrak pengangkutan, dan tanda terima barang.Konosemen mencakup dua hal
kepentingan, yakni kepentingan perniagaan, dan kepentingan pengangkutan
barang yang disebut dalam konosemen yang bersangkutan.Konosemen berfungsi
sebagai tanda bukti penerimaan barang dan juga sebagai surat berharga yang
dapat diperjualbelikan.Setiap pemegang konosemen berhak menuntut
penyerahan barang dimanapun barang itu berada yang disebutkan di dalam
konosemen yang bersangkutan.Berdasarkan Pasal 504 KUHD, konosemen
diterbitkan oleh pengangkut, tetapi dalam Pasal 505 KUHD, nakhoda juga
berhak menerbitkan konosemen.
Konosemen memiliki tiga fungsi sebagai berikut:
 Tanda terima barang atau muatan Dalam konosemen dinyatakan bahwa
barang telah dimuat di kapal.
 Dokumen kepemilikan Pemegang konosemen merupakan pihak yang atas
penyerahan barang disebut dalam konosemen di pelabuhan tujuan.
 Kontrak pengangkutan Konosemen berfungsi sebagai kontrak antara
pengangkut dan pengirim barang

6. Delivery order

10
Mencantumkan kata delivery order di dalamnya dan merupakan surat
perintah dari pemegang delivery order diserahkan barang-barang sebagai yang
disebut, yang diambil dari konosemennya.
7. Surat saham
Surat berharga yang mencantumkan kata saham di dalamnya, sebagai
tanda bukti kepemilikan sahamnya sebagai bagian dari saham dari modalnya.
8. Promes atas unjuk
Surat berharga yang ditanggali dimana penandatangannya sendiri
berjanji akan membayar sejumlah uang yang ditentukan di dalamnya kepada
penunjuk, pada waktu diperlihatkan pada suatu waktu tertentu.

E. BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN
1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaaan perseorangan adalah badan usaha yang dikelola dan diawasi
oleh satu orang, dimana pengelola perusahaan memperoleh semua keuntungan
perusahaan, tetapi ia juga menanggung semua resiko yang timbul dalam kegiatan
perusahaan.
Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya jenis
serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja atau buruh yang sedikit dan
penggunaan alat produksi teknologi sederhana. Contoh perusahaan perseorangan
seperti toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain
sebagainya.
Pendirian perusahaan perseorangan tidak diatur dalam KUHD dan tidak
memerlukan perjanjian karena hanya didirikan oleh satu orang pengusaha saja.
Ciri-ciri perusahaan perseorangan
1) Jumlah pengusaha hanya satu orang yaitu pemilik perusahaan
2) Modal usaha dimiliki satu orang (pengusaha yang bersangkutan) dan
biasanyakecil atau menengah.
3) Pembantu pengusaha bekerja berdasarkan perjanjian kerja atau hibah.

11
4) Tidak ada aturan yang mengatur secara khusus mengenai perusahaan
perseorangan, namun hanya memerlukan izin permohonan usaha dari Dinas
Perdagangan setempat.
5) Tidak perlu dibuatkan akta pendirian.
6) Merupakan bentuk perusahaan paling sederhana.
7) Pengusaha memiliki sendiri seluruh kekayaan atau asset perusahaan dan
bertanggung jawab sendiri pula atas seluruh utang perusahaan (tanggung
jawab sampai harta kekayaan pemilik sehingga pemisahan modal perusahaan
dari kekayaan tidak berarti dalam hal tejadi kebangkrutan.
8) Bentuk perusahaan perseorangan adalah Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha
Dagang (UD).

Perusahaan perseorangan dibagi dalam 2 kelompok yaitu:


1) Usaha Perseorangan Berizin
memiliki izin operasional dari departemen teknis. Misalnya bila
perusahaan perseorangan bergerak dalam bidang perdagangan, maka dapat
memiliki izin seperti Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP), Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP).
2) Usaha Perseorangan Yang Tidak Memiliki Izin
Misalnya usaha perseorangan yang dilakukan para pedagang kaki lima,
toko barang kelontong, dsb.
2. Persekutuan Firma
Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Firma
adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang
atau lebih dengan memakai nama bersama”. Persekutuan Firma merupakan
bagian dari persekutuan perdata, maka dasar hukum persekutuan firma terdapat
pada Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) dan pasal-pasal lainnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) yang terkait.
a. Pembentukan Firma

12
Di dalam Firma, tiap-tiap sekutu secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari Firma (Pasal 18
KUHD). Dalam Pasal 22 KUHD disebutkan bahwa persekutuan firma harus
didirikan dengan akta otentik. Untuk mendirikan suatu badan usaha yang
berbentuk firma. Harus memiliki Perjanjian yang disebut dengan Akta Pendirian
Firma yang didalamnya memuat beberapa hal yang harus dipenuhi (Pasal 26
KUHD). Pasal 23 KUHD menyebutkan setelah akta pendirian dibuat, maka
harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam wilayah mana firma
tersebut didirikan. Hal-hal yang perlu didaftarkan adalah:
1)      Akta pendirian atau
2)      Ikhtisar resmi dari akta pendirian tersebut (Pasal 26 KUHD)
Selanjutnya ikhtisar resmi dari akta pendirian tersebut harus diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 28 KUHD). Selama akta
pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga menganggap
firma sebagai persekutuan umum yang menjalankan segala macam usaha,
didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas serta semua sekutu berwenang
menandatangani berbagai surat untuk firma ini (Pasal 29 KUHD).
b. Proses Pembubaran
Pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646
sampai dengan Pasal 1652 KUHP dan Pasal 31 sampai dengan Pasal 35 KUHD.
Pasal 1646 KUHP menyebutkan bahwa ada 5 hal yang menyebabkan
Persekutuan Firma berakhir, yaitu :
a. Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam akta
pendirian;
b. Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian sekutunya;
c. Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan persekutuan
firma;
d. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;
e. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah pengampuan atau
dinyatakan pailit.

13
Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam anggaran dasar harus
ditegaskan apakah di antara para sekutu ada yang tidak diperkenankan bertindak
keluar untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Meskipun
sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau tidak diberi wewenang
untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, namun hal ini tidak
menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 18 KUHD.
Perihal pembagian keuntungan dan kerugian dalam persekutuan Firma
diatur dalam Pasal 1633 sampai dengan Pasal 1635 KUHPerdata yang mengatur
cara pembagian keuntungan dan kerugian. Apabila cara pembagian keuntungan
dan kerugian tidak diperjanjikan, maka pembagian didasarkan pada
perimbangan pemasukan secara adil dan seimbang dan sekutu yang
memasukkan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan sekutu yang
memasukkan uang atau benda yang paling sedikit.

3. Persekutuan Komanditer (CV)


1. Pengertian Persekutuan Komanditer
asas hukum: Pasal 19-21 KUHD Dalam Pasal 19 Kitab Undang-
undang Hukum Dagang (KUHD). bahwa CV(Comanditaire Venootschaaf) 
adalah perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang, yang
didirikan oleh seseorang atau beberapa orang persero yang bertanggung
jawab secara tanggung renteng dan satu orang pesero atau lebih yang
bertindak sebagai pemberi pinjaman uang. Pada beberapa referensi lain,
pemberian pinjaman modal atau biasa disebut inbreng, dapat berbentuk selain
uang, misalnya benda atau yang lainnya. Persekutuan komanditer merupakan
persekutuan firma dengan bentuk khusus. Bentuk khususnya adalah adanya
sekutu komanditer (dimana sekutu komanditer tidak ada dalam persekutuan
firma)
2. Unsur-Unsur CV
             Unsur CV adalah sebagai berikut:
1)  Menjalankan perusahaan (pasal 16 KUHD)

14
2)  Dengan nama bersama atau firma ( pasal 16 KUHD)
3)  Tanggung jawab sekutu (kerja) bersifat pribadi atau keseluruhan
(pasal 18 KUHD)
Dari pengertian di atas, sekutu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Sekutu aktif atau sekutu Komplementer, adalah sekutu yang menjalankan
perusahaan dan berhak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga. Artinya,
semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu aktif sering
juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus. Sekutu Pasif atau
sekutu Komanditer, adalah sekutu yang hanya menyertakan modal dalam
persekutuan. Jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung
jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang
mereka memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan.
3. Pendirian CV
Persekutuan  komanditer dapat diadakan berdasarkan perjanjian
dengan lisan atau sepakat para pihak saja (Pasal 22 KUH Dagang). Para
pemberi modal atau pesero komanditer, tidak bisa terlibat dalam menjalankan
aktivitas perusahaan. Hal tersebut diatur secara tegas di dalam Pasal 20
KUHD yang menjelaskan bahwa pesero komanditer ini tidak boleh
melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan perseroan
tersebut, meskipun ada pemberian kuasa sekalipun. Namun jika pesero
komanditer terbukti ikut menjalankan perusahaan sebagaimana yang
dilakukan pesero komplementer dan mengakibatkan kerugian perusahaan,
maka sesuai dengan Pasal 21 KUHD, pesero komanditer ikut bertanggung
jawab secara tanggung renteng terhadap semua utang dan perikatan perseroan
tersebut.
4. Berakhirnya CV
Karena pada hakekatnya persekutuan komanditer adalah persekutuan
perdata, maka berakhirnya persekutuan komanditer adalah sama dengan
persekutuan perdata yang diatur dalam Pasal 1646 sampai dengan 1652
KUHPerdata.

15
Pasal 1646 KUH Perdata menyebutkan bahwa paling tidak ada 4 hal
yang menyebabkan persekutuan berakhir yaitu:
a.  Lewatnya masa waktu perjanjian persekutuan
b.  Musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok
persekutuan
c.  Kehendak dari sekutu, dan
d. Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh di bawah pengampuan
atau dinyatakan pailit.
Berakhirnya CV,juga diatur dalam Pasal 31 KUHD yaitu:
a. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar (Akta
Pendirian).
b. CV berakhir sebelum jangka waktu yang ditetapkan, akibat pengunduran diri
atau pemberhentian sekutu.
Akibat perubahan anggaran dasar (akta pendirian) di mana perubahan
anggaran dasar ini mempengaruhi kepentingan pihak ketiga terhadap CV
Berbadan Hukum.

4. Perseroan Terbatas ( PT )
Perseroan terbatas merupakan  organisasi bisnis yang memiliki badan
hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang
hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan
yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin
perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk
menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT atau persoroan terbatas dibutuhkan
sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas, PT adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-undang No. 1 tahun 1995 serta peraturan pelaksanaannya.

16
1.    PT Merupakan Badan Hukum.
Dalam hukum Indonesia dikenal bentuk-bentuk usaha yang
dinyatakan sebagai Badan Hukum dan bentuk-bentuk usaha yang Bukan
Badan Hukum. Bentuk usaha yang merupakan Badan Hukum adalah: PT,
Yayasan, PT (Persero), Koperasi. Sedangkan bentuk usaha yang Bukan
Badan Hukum adalah: usaha perseorangan, Firma,Commanditaire
Vennotschap (CV), Persekutuan Perdata (Maatschap). Perbedaan yang
mendasar antara bentuk usaha Badan Hukum dan bentuk usaha Bukan Badan
Hukum adalah, dalam bentuk usaha Badan Hukum terdapat pemisahan harta
kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum antara pemilik
bentuk usaha Badan Hukum dengan Badan Hukum tersebut sendiri.
Sedangkan dalam bentuk usaha Bukan Badan Hukum secara prinsip tidak ada
pemisahan harta kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum
antara pemilik dan bentuk usaha itu sendiri.

2.    PT Didirikan Berdasarkan Perjanjian.


Perjanjian dibuat oleh paling sedikit 2 pihak. Oleh karena PT harus
didirikan berdasarkan perjanjian maka PT minimal harus didirikan oleh
paling sedikit 2 pihak. Pasal 7 UU No.1/1995 mengatur hal
tersebut:“Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta
notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.

3.    PT Melakukan Kegiatan Usaha.


Sebagai suatu bentuk usaha, fungsi didirikannya suatu PT adalah
untuk melakukan kegiatan usaha. Dalam mendirikan PT harus dibuat
Anggaran Dasar PT yang didalamnya tertulis maksud dan tujuan PT dan
kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT.

4.    PT Memiliki Modal Dasar yang Seluruhnya Terbagi dalam Saham.


Salah satu karakteristik dari PT adalah modal yang terdapat dalam PT
terbagi atas saham. Suatu Pihak yang akan mendirikan PT harus menyisihkan

17
sebagian kekayaannya menjadi kekayaan/aset dari PT. Kekayaan yang
disisihkan oleh pemilik tersebut menjadi modal dari PT yang dinyatakan
dalam bentuk saham yang dikeluarkan oleh PT tersebut.

5.    PT Harus Memenuhi Persyaratan yang Ditetapkan dalam UU No. 1/1995


serta Peraturan Pelaksananya.
UU No. 1/1995 sampai saat ini adalah dasar hukum yang mengatur
mengenai perseroan terbatas di Indonesia. Namun sehubungan dengan PT
harus diperhatikan pula peraturan pelaksana yang terkait dengan UU No.
1/1995 antara lain misalnya: Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1999 tentang
“Bentuk-bentuk Tagihan Tertentu Yang Dapat Dikompensasikan Sebagai
Setoran Saham” yang merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 28 UU
No.1/1995.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
hukum dagang terdapat peraturan-peraturan yang mengatur jalannya suatu aktivitas
dagang yang tertulis dalam KUHD dan pelaku-pelaku dalam usaha dagang masing-
masing memiliki hak dan kewajiban yang dimana harus dilaksanakan demi
kelancaran dalam berdagang. Peraturan dalam berdagang diterapkan guna untuk
mencegah pelanggaran-pelanggaran yang terkadang terjadi dalam persaingan
produsen dalam meningkatkan kualitas barang dan merebut pasar.

19
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Masriani Tiena Yulies, S.H., M.Hum. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar


Grafika
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H., & Christine S.T. Kansil, S.H. 2005. Hukum Perusahaan
Indonesia(Aspek Hukum Dalam Ekonomi). Jakarta: PT Pradnya Paramita
Prof. R. Soekardono,S.H. 1981. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat
Prof. Dr. Soedjono Dirdjosiswono, SH., MM. 2006. Pengantar Hukum Dagang
Internasional.Bandung: PT Refika Aditama
Muhammad Sood, S.H., M.H. 2011. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada

20

Anda mungkin juga menyukai