Anda di halaman 1dari 15

PERTEMUAN KE 1 :

LATAR BELAKANG HUKUM DAGANG

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai asal usul hukum dagang, sejarah
hukum dagang, berlakunya hukum dagang di Indonesia, hubungan KUHD dengan
KUHPerdata. Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan tentang asal usul hukum dagang.
1.2 Menjelaskan sejarah hukum dagang.
1.3 Menjelaskan berlakunya hukum dagang di Indonesia dan sumber hukum dagang
1.4 Menjelaskan hubungan KUHD dengan KUHPerdata.

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Menjelaskan tentang asal usul hukum dagang.
Hukum dagang merupakan jenis khusus dari hukum perdata. Karena itu hubungan
hukum, tindakan atau perbuatan hukum dagang juga merupakan hubungan hukum,
tindakan atau perbuatan hukum keperdataan. Istilah dagang atau niaga (atau istilah
sekarang adalah bisnis) adalah terjemahan dari istilah “handel” dalam bahasa Belanda
yang dapat diartikan sebagai dagang, niaga atau perniagaan, atau istilah sekarang
menyebutnya bisnis, sehingga “handels recht” diartikan sebagai hukum dagang, hukum
niaga atau hukum perniagaan, atau biasa disebut juga sebagai hukum bisnis.

Atas dasar ini, maka sumber utama dari hukum dagang ini adalah Wetboek v.
Koophandel yang kita kenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Suatu hal
yang sangat penting mengetahui bahwa hukum dagang atau hukum perniagaan itu
merupakan bagian khusus dari hukum perdata, karena tidak mungkin kita mempelajari
hukum dagang tanpa mengetahui pengertian-pengertian keperdataan yang tercakup dalam
sumber hukumnya yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1
Dimulai ketika jaman romawi, hubungan antar warga diatur dalam Corpus Juris
Civilis, yaitu karya perundang-undangan yang diprakarsai oleh Kaisar Justianus.
Perkembangan masyarakat yang sangat cepat, termasuk untuk Kaum pedagang,
bermunculan kota-kota dagang di kawasan benua eropa, Sehingga ketentuan Corpus Juris
Civilis, dirasakan tidak lagi mencukupi, sehingga perlu Hukum yang mengatur untuk
Kaum Pedagang.

Sebelum adanya Hukum Dagang, hubungan antara pedagang diatur berdasakan


Kebebasan berkontrak dan putusan pengadilan dagang atau jurisprudensi. Hal inilah yang
dijadikan Hukum Kebiasaan oleh para Pedagang. Raja Prancis Louis ke-14
memerintahkan untuk mensistemasi ketentuan tentang perdagangan hingga muncul :

1. Ketentuan tentang perdagangan pada umumnya (Ordonnance de commerce) pada


tahun 1673
2. Ketentuan tentang perdangan melalui laut (ordonannce de la marina) pada tahun
1681
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Code de commerce) yang dibuat
pascarevolusi pada tahun 1789.

Pada permulaan abad 19, Napoleon-lah memulai mengadakan kodifikasi baik


dalam Hukum perdata (code civil) dan Hukum Dagang (code de commerce). Kodifikasi
di Prancis tidak jauh berbeda dengan kodifikasi di Belanda, yaitu Hukum Perdata
(Burgerlijke Wetboek) dan Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel), dan kodifikasi di
Indonesia pun tidak jauh berbeda karena pada saat itu Indonesia di jajah oleh Belanda
dengan asas konkordansi

Menurut Farida Hasyim bahwa : ”Hukum Dagang timbul karena adanya kaum
1
pedagang. Hukum Dagang adalah hukum perdata khusus bagi kaum pedagang”.
Menurut Pasal 2 (lama) KUHD yang berbunyi : Pedagang adalah mereka yang
melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Yang dimaksud

1
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm, 2

2
dengan perbuatan perniagaan menurut pasal3 (lama) KUHD adalah perbuatan pembelian
barang-barang untuk dijual lagi.

Menurut Farida Hasyim bahwa : ”Yang dimaksud perbuatan perniagaan dalam


pasal 2 KUHD adalah hanya perbuatan pembelian saja, sedang perbuatan penjualan tidak
termasuk di dalamnya, karena penjualan merupakan tujuan dari perbuatan pembelian itu”.
2
Selanjutnya Faridah menyatakan bahwa : ”Pengertian barang dalam pasal 3 KUHD
adalah barang bergerak, tidak termasuk barang tetap”. 3

Atas perintah Napoleon, hukum yang berlaku bagi pedagang dibukukan dalam
sebuah buku Code De Commerce (tahun 1807). Disamping itu, disusun kitab-kitab
lainnya, yakni:

1. Code Civil adalah yang mengatur hukum sipil/ hukum perdata


2. Code Penal ialah yang menentukan hukum pidana

Kedua buku itu dibawa dan berlaku di negeri Belanda dan akhirnya dibawa ke Indonesia.
Pada 1 Januari 1809 Code de Commerce (Hukum Dagang) berlaku di negeri Belanda
yang pada waktu itu menjadi jajahannya.

Hukum Dagang merupakan hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang
turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang
mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya
dalam lapangan perdagangan. Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 yaitu
tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan. Pada dasarnya Hukum dagang dan
hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di
dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.

Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia


1945, maka KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan dengan
publikasi tanggal 30 April 1847 (S.1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei
1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari Wetboek van Koophandel,

2
Ibid
3
Ibid

3
Belanda, yang dibuat atas dasar azas konkordansi ( pasal 131 I.S.). Wetboek van
Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari 1842 (di
Limburg). Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga meneladan dari Code
du Commerce Prancis 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur
dalam Code du Commerce Prancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel
Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus
tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan.4

JENIS-JENIS PERDAGANGAN

Perdagangan atau perniagaan atau bisnis pada umumnya, ialah pekerjaan membeli
barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain
atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam zaman
modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen
untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan
pembelian dan penjualan. Jenis-jenis perdagangan dibagi menjadi tiga, yaitu5
1. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang

a. Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar –


eksportir)
b. Perdagangan menyebutkan (importir – pedagang besar – pedagang
menengah – konsumen)
2. Menurut jenis barang yang diperdagangkan

a. Perdagangan barang yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani


manusia. Contoh: (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
b. Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manuia.
Contoh (kesenian, musik)
c. Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)

3. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dilakukan

4
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta Djambatan,
2007), hlm, 9
5
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
hal, 301

4
a. Perdagangan dalam negeri
b. Perdagangan internasional yaitu perdagangan ekspor dan perdagangan
impor
c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)

Menurut Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah “Pada hakekatnya
sama dengan hukum perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah
perusahaan dengan latar belakang dagang pada umumnya, termasuk wesel, cek,
pengangkutan, asuransi dan kepailitan.6 Dalam hukum dagang itu sendiri terdapat
undang-undang yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum dagang
disertai dengan sanksi-sanksi yang diarahkan pada para pelanggar aturan hukum dagang
itu sendiri.

Tujuan Pembelajaran 1.2:


Menjelaskan sejarah hukum dagang

Menurut Zainal Asikin bahwa: “Sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang
terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan
telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille,
Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hukum Romawi (corpus
yuris civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka
dibuatlah hukum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16
yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht). Karena bertambah pesatnya hubungan
dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri
keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan
(ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun
ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kelautan.”7

Selanjutnya Zainal Asikin mejelaskan bahwa: “Pada tahun 1807 di Perancis di


buat hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE)
yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) .

6
Soesilo Prajogo, Kamus Hukum, Wacana Intelektual, Jakarta, 2007, hal, 199
7
Zainal Asikin, Hukum Dagang, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm, 1

5
Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD
belanda , dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak
mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda
berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pembuatan
KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Molengraaff
merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang
berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2
kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib
dari pelayaran.”8

Lebih lanjut Zainal Asikin menyebutkan bahwa: “Pada Tahun 1807 Kaisar
Napoleon di Perancis mengkodifikasikan 2 Kitab Undang Undang Hukum :

1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata Perancis (Code Civil des Francais)
2. Kitab Undang Undang Hukum Dagang Perancis ( Code Du Commerce)
Kebetulan pada saat itu Belanda dijajah oleh Perancis ( 1809- 1813) sehingga
hukum Perancis itu diberlakukan di Belanda sesuai dengan Asas Konkordansi I
(Concordantie Beginsel L). Tapi pada tanggal 1 Oktober 1838 Belanda berhasil
membuat BURGERLIKE WET BOEK ( KUH-PERDATA) DAN WET BOEK
VAN KOOPHANDEL ( KUH-DAGANG).”9

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dibagi dalam 2 (dua) buku, yaitu buku
pertama tentang dagang pada umumnya dan buku kedua tentang hak-hak dan kewajiban
yang terbit dari pelayaran. Jika dicermati secara saksama, dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang tidak ada definisi apa yang dimaksud dengan Hukum Dagang. Mungkin
pembentuk Undang-Undang beranggapan rumusan atau definisi Hukum Dagang
diserahkan kepada pendapat atau doktrin dari para sarjana.10

8
Ibid
9
Ibid, hlm, 1-2
10
Farida Hasyim, Op.Cit, hal, 7

6
Untuk memahami makna hukum dagang, berikut dikutip rumusan Hukum Dagang
yang dikemukakan oleh para sarjana, yaitu sebagai berikut :11
1. Hukum Dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal
yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan
2. Hukum Dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang
mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III
BW. Dengan kata lain, Hukum Dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang
mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama
terdapat dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
Hukum Dagang dapat pula dirumuskan sebagai serangkaian kaidah yang mengatur
tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.
3. Hukum Dagang (Handelsrecht) adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai
perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, sajauh mana diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang dan beberapa undang-undang tambahan. Di Belanda Hukum
Dagang dan Hukum Perdata dijadikan dalam 1 (satu) buku, yaitu Buku II dalam BW
baru Belanda.
4. Hukum Dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan
perusahaan.
5. Hukum Dagang adalah hukum bagi para pedagang untuk memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya.

Setelah mereka kembali pada tanggal 1 Oktober 1938, Belanda berhasil


mengubah Code de Commerce menjadi Wetboek van Koophandel (WvK). Pada tahun
1847 berlaku pula di Indonesia atas dasar concordantie. Pada waktu itu WvK hanya
berlaku bagi orang Tionghoa dan orang asing lainnya, sedangkan bangsa Indonesia tetap
tunduk pada hukum adat, kecuali atas kehendak sendiri mereka tunduk kepada WvK.

Pada mulanya WvK itu terdiri atas tiga buku, kemudian menjadi dua buku setelah
peraturan kepailitan (pailisemen) tidak lagi diatur dalam WvK, tetapi diatur tersendiri

11
Ibid, hal, 7-8

7
dalam peraturan pemerintah tahun 1905 dan berlaku pada tanggal 1 November 1906.
Sejak peraturan baru ini diadakan, tidak hanya seorang pedagang yang dapat dijatuhkan
pailit tetapi setiap orang.

Sebelum tahun 1938, hukum dagang hanya mengikat pedagang saja, dan pedagang
sajalah yang dapat melakukan perbuatan dagang. Misalnya menandatangani aksep wesel
atau mengadakan pailit. Namun, sejak tahun 1938, perusahaan dapat melakukan
perbuatan dagang. Dengan demikian, artinya menjadi lebih luas, maka WvK berlaku bagi
setiap pengusaha.12

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan berlakunya hukum dagang di Indonesia dan sumber hukum dagang

Menurut H.M.N. Purwosutjipto bahwa: “Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan


Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, maka KUHD masih berlaku di
Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S 1847
– 23), yang mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.” 13 KUHD Indonesia itu hanya turunan
belaka dari Wetboek van Koophandel Belanda, yang dibuat atas dasar asas konkordansi
(pasal 131` IS). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober
1838 dan 1 Januari 1842 (di Limburg).

Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga meneladan dari Code du
Commerce Orancis 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam
Code du Commerce Prancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada
beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang
perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan .

12
Ibid, hal,8
13
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit

8
Pada awalnya KUHD (sebelum 1 Januari 1935) berlaku secara objektif dan
subjektif bagi pedagang. Pedagang secara objektif diartikan sebagai kegiatan membeli
barang dan dijual kembali. Pedagang secara subjektif, yaiut siapa saja yang melakukan
tindakan perdagangan sebagai pekerjaan sehari-hari. Setelah tanggal 1 Januari 1935
terjadi perubahan istilah pedagang menjadi perusahaan yaitu tindakan yang terus menerus
dan untuk mencari keuntungan. Dengan demikian, hukum dagang ini berlakunya adalah
bagi mereka yang menjalankan usaha yaitu yang disebut pengusaha atau pelaku usaha. 14

Hukum dagang di Indonesia tidak tercipta begitu saja, melainkan berdasarkan


pada sumber. Terdapat tiga jenis sumber yang menjadi rujukan dari hukum dagang, yakni
hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan, hukum tertulis yang belum dikodifikasikan
dan hukum kebiasaan. Pada hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan, hal yang menjadi
acuan adalah KUHD yang mempunyai 2 kitab dan 23 bab. Dalam KUHD dibahas tentang
dagang umumnya sebanyak 10 bab serta hak-hak dan kewajiban sebanyak 13 bab. Selain
KUHD, sumber lainnya adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
atau juga dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW). Salah satu bab pada BW
membahas tentang perikatan.

Pada hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, ada 4 Undang-undang yang


menjadi acuan. Keempat UU itu adalah Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-
undang Nomor 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Undang-
undang Nompr 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan. Adapun pada hukum
kebiasaan, hal yang menjadi sumber adalah Pasal 1339 KUH Perdata dan Pasal 1347
KUH Perdata.

Farida Hasim menyebutkan bahwa: “ Sumber-sumber hukum dagang yaitu :” 15

1. KUHD
2. KUHS
14
Zainal Asikin, Op, Cit, hal. 7
15
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm, 23

9
3. Kebiasaan
a. Ps 1339 KUHS : Suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk apa yang
semata-mata telah diperjanjikan tetapi untuk apa yang sudah menjadi
kebiasaan
b. Ps 1347 KUHS : hal-hal yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu
perjanjian, meskipun tidak secara tegas diperjanjikan harus dianggap juga
tercantum dalam setiap perjanjian semacam itu
4. Yurisprudensi
5. Traktat
6. Doktrin

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :

1. Hukum tertulis yang dikofifikasikan


a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van
Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek
Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus
yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.16 Sifat
hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian.

Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini


dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama
dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum
melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD
hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal

16
C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia. Aksara Baru. Jakarta, 1985

10
peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan
antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring
berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan
hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD )
yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata ( KUHPer ).

Tujuan Pembelajaran 1.4:


Menjelaskan hubungan KUHD dengan KUHPerdata

Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini
dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut: Adapun mengenai
hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus:
KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata. Hubungan antara
KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang
semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya
hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan
internasional dalam hal perniagaan

Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain
Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas
Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat
mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga
dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak
mengaturnya secara khusus.

Selanjutnya Farida Hasim menjelaskan bahwa: “Secara umum dapat dikatakan


bahwa KUHperdata dan KUHD merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

11
KUHper merupakan Hukum perdata umum sedangkan KUHD merupakan hukum perdata
khusus ,maka hubungan kedua ini berlaku adegium “ Lex specialis derogat lex generali (
hukum khusus menyampingkan hukum umum ) , adegium ini dirumuskan dalam UU
sebagaimana tercantum dalam pasal 1 KUHD yang berbunyi : KUHPerdata seberapa jauh
dan padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan
berlaku juga hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.17

Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHperdata dan


KUHdagang antara lain :

1. Van Kan beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum
perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus,. KUHper
memuat hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KHUD memuat
penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.
2. Van Apeldoorn menganggap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan
hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHperdata.
3. Sukardono menyatakan bahwa pasal 1 KUHD memilihara kesatuan antara hukum
perdata umum dan hukum perdata Dagang sekedar KUHD tidak khusus
menyimpang dari KUHPerdata.
4. Tirtamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum perdata yang
istimewa.
5. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KHUPer sekarang ini dianggap tidak
pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada
hukum perdat

KUHPerdata (BW) merupakan hukum perdata umum, sedang KUHD (WvK)


merupakan hukum perdata khusus. Jadi hubungan antara kedua macam hukum ini seperti
genus (umum) dan specialis (khusus). Mengenai hubungan ini berlaku adagium (azas
hukum yang terkandung dalam kalimat pendek, berisi padat) Lex specialis derogate lex
generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).18

17
Ibid, hlm, 6
18
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit, hal,6

12
Adagium ini dirumuskan dalam undang-undang sebagai yang tercantum dalam
pasal 1 KUHD yang berbunyi : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seberapa jauh
dalam Kitab Undang-Undang ini (KUHD) tidak khusus diadakan penyimpangan-
penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab ini (KUHD).
Bahwa hubungan antara KUHPerdata dan KUHD sebagai hukum umum dan hukum
khusus dapat dibuktikan lagi dari pasal-pasal 1319, 1339, 1347, KUHPerdata dan pasal
15, 396 KUHD dan lain-lain.19

Menurut Zainal Asikin bahwa dalam Pasal 1 KUHD ditetapkan bahwa Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam
Kitab ini. Dengan merujuk Pasal 1 di atas jelaslah berlaku asas lex specialis derogate lex
generalis yang mempunyai arti peraturan yang khusus akan mengesampingkan peraturan
umum. KUHD merupakan suatu Lex Specialis terhadap KUHPerdata yang berposisi
sebagai Lex Generalis. Karena sebagai Lex Specialis kalau dalam KUHD terdapat
ketentuan mengenai hal yang sama diatur juga dalam KUHPerdata maka ketentuan dalam
KUHD itulah yang berlaku.20

Bukti adanya hubungan antara Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tertuang pada pasal 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang yang menyebutkan bahwa: ”Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
seberapa jauh dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
kitab ini.”

Mengenai hubungan tersebut berlaku adagium ”Lex Specialis Derogat Legi


Generale” yang berarti hukum khusus mengalahkan hukum umum atau dengan kata lain
hukum khusus mengesampingkan hukum umum. Artinya bahwa apabila suatu ketentuan
telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, maka ketentuan yang

19
Ibid
20
Zainal Asikin, Op,Cit, hal, 7

13
mengatur hal yang sama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjadi tidak
berlaku.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS
1. Mengapa dalam hukum dagang yang diperdagangkan hanya benda bergerak ?
2. Hukum dagang yang ada di Indonesia adalah turunan dari Negara Belanda tentunya
yang sudah di konkordansi. Apa yang dimaksud dengan konkordansi ?
3. Apa dasar hukum bangsa Indonesia masih menggunakan KUHD sampai sekarang ?
4. Mengapa KUHD disebut sebagai hukum Lex specialis derogat lex generalis ?

D. GLOSARIUM
Ordonnance Du Commerce / Code Du Commerce adalah Kitab Undang Undang
Hukum Dagang Perancis

Ordonnance De La Marine adalah Undang-Undang yang mengatur tentang kelautan

Code Civil des Francais adalah Kitab Undang Undang Hukum Perdata Perancis

Bergerlijke Wet Boek adalah KUH-Perdata

Wet Boek Van Koophandel adalah KUH-Dagang

Concordantie adalah Hukum yang berlaku bagi golongan Eropa harus dipersamakan

E. DAFTAR PUSTAKA

C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia. Aksara Baru. Jakarta, 1985


-----------------, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1989

Farida Hasyim, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

14
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta,
2007

Soesilo Prajogo, Kamus Hukum, Wacana Intelektual, Jakarta, 2007


Zainal Asikin, Hukum Dagang, Jakarta: Rajawali Pers, 2016

15

Anda mungkin juga menyukai