Anda di halaman 1dari 302

HUKUM DAGANG

( MODUL 1 )
Hukum dagang merupakan jenis khusus dari hukum perdata. Karena itu hubungan hukum, tindakan atau
perbuatan hukum dagang juga merupakan hubungan hukum, tindakan atau perbuatan hukum
keperdataan. Istilah dagang atau niaga (atau istilah sekarang adalah bisnis) adalah terjemahan dari
istilah “handel” dalam bahasa Belanda yang dapat diartikan sebagai dagang, niaga atau perniagaan,
atau istilah sekarang menyebutnya bisnis, sehingga “handels recht” diartikan sebagai hukum dagang,
hukum niaga atau hukum perniagaan, atau biasa disebut juga sebagai hukum bisnis.

Atas dasar ini, maka sumber utama dari hukum dagang ini adalah Wetboek v. Koophandel yang kita
kenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Suatu halyang sangat penting mengetahui
bahwa hukum dagang atau hukum perniagaan itumerupakan bagian khusus dari hukum perdata,
karena tidak mungkin kita mempelajari hukum dagang tanpa mengetahui pengertian-pengertian
keperdataan yang tercakup dalam sumber hukumnya yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dimulai ketika jaman romawi, hubungan antar warga diatur dalam Corpus Juris Civilis, yaitu karya
perundang-undangan yang diprakarsai oleh Kaisar Justianus. Perkembangan masyarakat yang sangat
cepat, termasuk untuk Kaum pedagang, bermunculan kota-kota dagang di kawasan benua eropa,
Sehingga ketentuan Corpus Juris Civilis, dirasakan tidak lagi mencukupi, sehingga perlu Hukum yang
mengatur untuk Kaum Pedagang.

Sebelum adanya Hukum Dagang, hubungan antara pedagang diatur berdasakan Kebebasan
berkontrak dan putusan pengadilan dagang atau jurisprudensi. Hal inilah yang dijadikan Hukum
Kebiasaan oleh para Pedagang. Raja Prancis Louis ke-14 memerintahkan untuk mensistemasi
ketentuan tentang perdagangan hingga muncul :

1. Ketentuan tentang perdagangan pada umumnya (Ordonnance de commerce) pada tahun 1673
2. Ketentuan tentang perdangan melalui laut (ordonannce de la marina) pada tahun 1681
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Code de commerce) yang dibuat pascarevolusi pada
tahun 1789.

Pada permulaan abad 19, Napoleon-lah memulai mengadakan kodifikasi baik dalam Hukum perdata
(code civil) dan Hukum Dagang (code de commerce) . Kodifikasi di Prancis tidak jauh berbeda dengan
kodifikasi di Belanda, yaitu Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek) dan Hukum Dagang (Wetboek van
Koophandel), dan kodifikasi di Indonesia pun tidak jauh berbeda karena pada saat itu Indonesia di
jajah oleh Belanda dengan asas konkordansi

Menurut Farida Hasyim bahwa : ”Hukum Dagang timbul karena adanya kaum pedagang. Hukum Dagang
adalah hukum perdata khusus bagi kaum pedagang”. Menurut Pasal 2 (lama) KUHD yang berbunyi
: Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari.
Yang dimaksud dengan perbuatan perniagaan menurut pasal3 (lama) KUHD adalah perbuatan pembelian
barang-barang untuk dijual lagi.

1
Menurut Farida Hasyim bahwa : ”Yang dimaksud perbuatan perniagaan dalam pasal 2 KUHD adalah
hanya perbuatan pembelian saja, sedang perbuatan penjualan tidak termasuk di dalamnya, karena
penjualan merupakan tujuan dari perbuatan pembelian itu”. Selanjutnya Faridah menyatakan bahwa :
”Pengertian barang dalam pasal 3 KUHD adalah barang bergerak, tidak termasuk barang tetap”.

Atas perintah Napoleon, hukum yang berlaku bagi pedagang dibukukan dalam sebuah buku Code
De Commerce (tahun 1807). Disamping itu, disusun kitab-kitab lainnya, yakni:

1. Code Civil adalah yang mengatur hukum sipil/ hukum perdata

2. Code Penal ialah yang menentukan hukum pidana

Kedua buku itu dibawa dan berlaku di negeri Belanda dan akhirnya dibawa ke Indonesia. Pada 1 Januari
1809 Code de Commerce (Hukum Dagang) berlaku di negeri Belanda yang pada waktu itu menjadi
jajahannya. Hukum Dagang merupakan hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan
hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 yaitu tertulis dan tidak tertulis tentang aturan
perdagangan. Pada dasarnya Hukum dagang dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling
berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.

Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, maka KUHD
masih berlaku di Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847
(S.1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan
belaka dari Wetboek van Koophandel,

Belanda, yang dibuat atas dasar azas konkordansi ( pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel
Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari 1842 (di Limburg). Selanjutnya Wetboek
van Koophandel Belanda itu juga meneladan dari Code du Commerce Prancis 1808, tetapi anehnya
tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Prancis itu diambil alih oleh
Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai
peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan.

JENIS-JENIS PERDAGANGAN

Perdagangan atau perniagaan atau bisnis pada umumnya, ialah pekerjaan membeli barang dari suatu
tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut
dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam zaman modern ini perdagangan adalah pemberian
perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang
yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan. Jenis-jenis perdagangan dibagi menjadi
tiga, yaitu

1. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang

a. Perdagangan mengumpulkan (produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)


b. Perdagangan menyebutkan (importir – pedagang besar – pedagang menengah –
konsumen)

2. Menurut jenis barang yang diperdagangkan

2
a. Perdagangan barang yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia.
Contoh: (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
b. Perdagangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rohani manuia. Contoh
(kesenian, musik)
c. Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
3. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dilakukan
a. Perdagangan dalam negeri
b. Perdagangan internasional yaitu perdagangan ekspor dan perdagangan impor
c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)

Menurut Soesilo Prajogo yang dimaksud Hukum Dagang adalah “Pada hakekatnya sama dengan hukum
perdata hanya saja dalam hukum dagang yang menjadi objek adalah perusahaan dengan latar belakang
dagang pada umumnya, termasuk wesel, cek, pengangkutan, asuransi dan kepailitan.

Dalam hukum dagang itu sendiri terdapat undang-undang yang mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan hukum dagang disertai dengan sanksi-sanksi yang diarahkan pada para pelanggar
aturan hukum dagang itu sendiri.

Menjelaskan sejarah hukum dagang

Menurut Zainal Asikin bahwa: “Sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara
dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai
pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .
tetapi pada saat itu hukum Romawi (corpus yuris civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara -perkara
dalam perdagangan , maka dibuatlah hukum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada
abad ke -16 yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht). Karena bertambah pesatnya hubungan
dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari
raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673.
Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kelautan.”

Selanjutnya Zainal Asikin mejelaskan bahwa: “Pada tahun 1807 di Perancis di buat hukum dagang
tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE) yang tersusun dari ordonnance du
commerce (1673) dan ordonnance du la marine (1838) .

Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan
pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus .
lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda
1838 menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad
ke-19 Molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang
berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu ,
tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.”

Lebih lanjut Zainal Asikin menyebutkan bahwa: “Pada Tahun 1807 Kaisar Napoleon di Perancis
mengkodifikasikan 2 Kitab Undang Undang Hukum :

1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata Perancis (Code Civil des Francais)
2. Kitab Undang Undang Hukum Dagang Perancis ( Code Du Commerce)

3
Kebetulan pada saat itu Belanda dijajah oleh Perancis ( 1809- 1813) sehingga hukum Perancis itu
diberlakukan di Belanda sesuai dengan Asas Konkordansi I (Concordantie Beginsel L). Tapi pada tanggal 1
Oktober 1838 Belanda berhasil membuat BURGERLIKE WET BOEK ( KUH-PERDATA) DAN WET BOEK
VAN KOOPHANDEL ( KUH-DAGANG).”

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dibagi dalam 2 (dua) buku, yaitu buku pertama tentang dagang
pada umumnya dan buku kedua tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran. Jika dicermati
secara saksama, dalam Kitab Undang -Undang Hukum Dagang tidak ada definisi apa yang dimaksud
dengan Hukum Dagang. Mungkin pembentuk Undang-Undang beranggapan rumusan atau definisi
Hukum Dagang diserahkan kepada pendapat atau doktrin dari para sarjana.

Untuk memahami makna hukum dagang, berikut dikutip rumusan Hukum Dagang yang dikemukakan oleh
para sarjana, yaitu sebagai berikut :

1. Hukum Dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul
karena tingkah laku manusia dalam perdagangan
2. Hukum Dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur
masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III BW. Dengan kata
lain, Hukum Dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang dengan
orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang dan Kitab UndangUndang Hukum Perdata.
Hukum Dagang dapat pula dirumuskan sebagai serangkaian kaidah yang mengatur tentang
dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.
3. Hukum Dagang (Handelsrecht) adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan
dalam lalu lintas perdagangan, sajauh mana diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang
dan beberapa undang-undang tambahan. Di Belanda Hukum Dagang dan Hukum Perdata
dijadikan dalam 1 (satu) buku, yaitu Buku II dalam BW baru Belanda.
4. Hukum Dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
5. Hukum Dagang adalah hukum bagi para pedagang untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya.

Setelah mereka kembali pada tanggal 1 Oktober 1938, Belanda berhasil mengubah Code de
Commerce menjadi Wetboek van Koophandel (WvK). Pada tahun 1847 berlaku pula di Indonesia
atas dasar concordantie. Pada waktu itu WvK hanya berlaku bagi orang Tionghoa dan orang asing
lainnya, sedangkan bangsa Indonesia tetap tunduk pada hukum adat, kecuali atas kehendak se ndiri
mereka tunduk kepada WvK.Pada mulanya WvK itu terdiri atas tiga buku, kemudian menjadi dua buku
setelah peraturan kepailitan (pailisemen) tidak lagi diatur dalam WvK, tetapi diatur tersendiri dalam
peraturan pemerintah tahun 1905 dan berlaku pada tanggal 1 November 1906.

Sejak peraturan baru ini diadakan, tidak hanya seorang pedagang yang dapat dijatuhkan pailit tetapi
setiap orang. Sebelum tahun 1938, hukum dagang hanya mengikat pedagang saja, dan pedagang sajalah
yang dapat melakukan perbuatan dagang. Misalnya menandatangani aksep wesel atau mengadakan
pailit. Namun, sejak tahun 1938, perusahaan dapat melakukan perbuatan dagang. Dengan demikian,
artinya menjadi lebih luas, maka WvK berlaku bagi setiap pengusaha. Menjelaskan berlakunya hukum
dagang di Indonesia dan sumber hukum dagang

4
Menurut H.M.N. Purwosutjipto bahwa: “Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945, maka KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan dengan
publikasi tanggal 30 April 1847 (S 1847 – 23), yang mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848.”

KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari Wetboek van Koophandel Belanda, yang dibuat atas
dasar asas konkordansi (pasal 131` IS). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1
Oktober 1838 dan 1 Januari 1842 (di Limburg).

Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga meneladan dari Code du Commerce Orancis 1808,
tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Prancis itu diambil
alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai
peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan .

Pada awalnya KUHD (sebelum 1 Januari 1935) berlaku secara objektif dan subjektif bagi pedagang.
Pedagang secara objekti f diartikan sebagai kegiatan membeli barang dan dijual kembali. Pedagang
secara subjektif, yaiut siapa saja yang melakukan tindakan perdagangan sebagai pekerjaan sehari -hari.
Setelah tanggal 1 Januari 1935 terjadi perubahan istilah pedagang menjadi perusah aan yaitu tindakan
yang terus menerus dan untuk mencari keuntungan. Dengan demikian, hukum dagang ini berlakunya
adalah bagi mereka yang menjalankan usaha yaitu yang disebut pengusaha atau pelaku usaha.

Hukum dagang di Indonesia tidak tercipta begitu saja, melainkan berdasarkan pada sumber. Terdapat
tiga jenis sumber yang menjadi rujukan dari hukum dagang, yakni hukum tertulis yang sudah
dikodifikasikan, hukum tertulis yang belum dikodifikasikan dan hukum kebiasaan. Pada hukum tertulis
yang sudah dikodifikasikan, hal yang menjadi acuan adalah KUHD yang mempunyai 2 kitab dan 23 bab.
Dalam KUHD dibahas tentang dagang umumnya sebanyak 10 bab serta hak-hak dan kewajiban sebanyak
13 bab. Selain KUHD, sumber lainnya adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau
juga dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW). Salah satu bab pada BW membahas tentang
perikatan.

Pada hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, ada 4 Undang-undang yang menjadi acuan. Keempat
UU itu adalah Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor
8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undangundang Nomor 32 tahun 1997 tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi dan Undang undang Nompr 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan. Adapun
pada hukum kebiasaan, hal yang menjadi sumber adalah Pasal 1339 KUH Perdata dan Pasal 1347
KUH Perdata.Farida Hasim menyebutkan bahwa: “ Sumber-sumber hukum dagang yaitu :”

1. KUHD
2. KUHS
3. Kebiasaan
a. Ps 1339 KUHS : Suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk apa yang semata-mata telah
diperjanjikan tetapi untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan
b. Ps 1347 KUHS : hal-hal yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian, meskipun
tidak secara tegas diperjanjikan harus dianggap juga tercantum dalam setiap perjanjian
semacam itu
4. Yurisprudensi
5. Traktat
6. Doktrin

5
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :

1. Hukum tertulis yang dikofifikasikan


a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia
(W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur
tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.

Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak
pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu
“dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian.
Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum
romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab
perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu
hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab
Undang -Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).

Menjelaskan hubungan KUHD dengan KUHPerdata

Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal
1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut: Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate
legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum:
KUHperdata.

Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang
semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena
perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal
perniagaan

Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis,
yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.
KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang
KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

Selanjutnya Farida Hasim menjelaskan bahwa: “Secara umum dapat dikatakan bahwa KUHperdata
dan KUHD merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. KUHper merupakan Hukum perdata
umum sedangkan KUHD merupakan hukum perdata khusus ,maka hubungan kedua ini berlaku adegium
“ Lex specialis derogat lex generali ( hukum khusus menyampingkan hukum umum ) , adegium ini
dirumuskan dalam UU sebagaimana tercantum dalam pasal 1 KUHD yang berbunyi : KUHPerdata
seberapa jauh dan padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan -penyimpangan
berlaku juga hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.

6
Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHperdata dan KUHdagang antara lain :

1. Van Kan beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu suatu
tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus,. KUHper memuat hukum perdata dalam arti
sempit sedangkan KHUD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam
arti sempit.
2. Van Apeldoorn menganggap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan
yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHperdata.
3. Sukardono menyatakan bahwa pasal 1 KUHD memilihara kesatuan antara hukum perdata umum dan
hukum perdata Dagang sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHPerdata.
4. Tirtamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum perdata yang istimewa.
5. Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KHUPer sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya
oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum perdata

KUHPerdata (BW) merupakan hukum perdata umum, sedang KUHD (WvK) merupakan hukum perdata
khusus. Jadi hubungan antara kedua macam hukum ini seperti genus (umum) dan specialis (khusus).
Mengenai hubungan ini berlaku adagium (azas hukum yang terkandung dalam kalimat pendek, berisi
padat) Lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).

Adagium ini dirumuskan dalam undang-undang sebagai yang tercantum dalam pasal 1 KUHD yang
berbunyi : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang ini
(KUHD) tidak khusus diadakan penyimpanganpenyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab ini (KUHD).

Bahwa hubungan antara KUHPerdata dan KUHD sebagai hukum umum dan hukum khusus dapat
dibuktikan lagi dari pasal-pasal 1319, 1339, 1347, KUHPerdata dan pasal 15, 396 KUHD dan lain-lain.

Menurut Zainal Asikin bahwa dalam Pasal 1 KUHD ditetapkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Kitab ini. Dengan merujuk Pasal 1 di atas
jelaslah berlaku asas lex specialis derogate lex generalis yang mempunyai arti peraturan yang khusus
akan mengesampingkan peraturan umum. KUHD merupakan suatu Lex Specialis terhadap KUHPerdata
yang berposisi sebagai Lex Generalis. Karena sebagai Lex Specialis kalau dalam KUHD terdapat
ketentuan mengenai hal yang sama diatur juga dalam KUHPerdata maka ketentuan dalam KUHD itulah
yang berlaku.

Bukti adanya hubungan antara Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, tertuang pada pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menyebutkan
bahwa: ”Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seberapa jauh dalam Kitab UndangUndang Hukum
Dagang ini tid ak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam kitab ini.”

Mengenai hubungan tersebut berlaku adagium ”Lex Specialis Derogat Legi Generale” yang berarti
hukum khusus mengalahkan hukum umum atau dengan kata lain hukum khusus mengesampingkan
hukum umum. Artinya bahwa apabila suatu ketentuan telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, maka ketentuan yang mengatur hal yang sama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menjadi tidak berlaku.

7
C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Mengapa dalam hukum dagang yang diperdagangkan hanya benda bergerak ?


2. Hukum dagang yang ada di Indonesia adalah turunan dari Negara Belanda tentunya yang sudah di
konkordansi. Apa yang dimaksud dengan konkordansi ?
3. Apa dasar hukum bangsa Indonesia masih menggunakan KUHD sampai sekarang ?
4. Mengapa KUHD disebut sebagai hukum Lex specialis derogat lex generalis ?
5.

GLOSARIUM

Ordonnance Du Commerce / Code Du Commerce adalah Kitab Undang Undang

Hukum Dagang Perancis

Ordonnance De La Marine adalah Undang-Undang yang mengatur tentang kelautan

Code Civil des Francais adalah Kitab Undang Undang Hukum Perdata Perancis

Bergerlijke Wet Boek adalah KUH-Perdata

Wet Boek Van Koophandel adalah KUH-Dagang

Concordantie adalah Hukum yang berlaku bagi golongan Eropa harus dipersamakan

8
PENGUSAHA, PERUSAHAAN DAN PEKERJAAN SERTA PERANTARA

( MODUL 2 )

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang bentuk-bentuk perusahaan


2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengusaha perusahaan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pekerjaan
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang perantara

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengusaha. Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa pengusaha adalah

a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Pada prinsipnya pengusaha adalah yang menjalankan perusahaannya baik milik sendiri ataupun
bukan. Sebagai pemberi kerja, pengusaha adalah seorang pengusaha dalam hubungan pekerja/buruh
bekerja di dalam suatu hubungan kerja dengan pengusaha sebagai pemberi kerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Sedangkan pengusaha dapat disimpulkan adalah orang yang mempekerjakan orang untuk dirinya
dengan memberikan upah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.
Menurut Muhammad Abdul Kadir bahwa: “Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai
dalam perundang-undangan,namun tidak ada satu pasal pun yang memberikan pengertian perusahaan
secara jelas. Baru setelah dikeluarkanya UndangUndang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar
Perusahaan (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan), secara resmi
pengertian atau definisi perusahaan tertuang dalam pasal”.

Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan, menyatakan bahwa perusahaan adalah
setiap bentuk hukum yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan
didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh
keuntungan dan/atau laba. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang
Dokumen Perusahaan Pasal 1 angka 1 ditentukan bahwa, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dangan memperoleh keuntungan dan atau laba,
baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan
hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

9
Perusahaan dapat dilihat dari jumlah pemilik dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan perorangan
dan perusahaan persekutuan, dilihat dari status pemilik,dapat diklasifikasikanmenjadi perusahaan
swasta dan perusahaan Negara, sedangkan bila dilihat dari bentuk hukumnya, perusahaan
diklasifikasikan menjadi perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan berbadan hukum.

Pengusaha adalah setiap orang atau perseorangan (orang pribadi) atau persekutuan atau badan hukum
yang menjalankan suatu jenis perusahaan. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan
apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh
Pengusaha dapat dibagi atas berbagai macam, yaitu:

1. Pengusaha tanpa pembantu pengusaha.


2. Pengusaha dengan pembantu pengusaha.
3. Pengusaha yang tidak ikut dalam perusahaan tapi memberikan kuasa kepada pembantu
pengusaha

Pembantu pengusaha terbagi atas 2, yaitu:

Pembantu pengusaha didalam perusahaan. Yaitu pembantu pengusaha yang masuk ke dalam struktur
perusahaan. Mereka antara lain:

1. Perusahaan.
2. Pemegang Prokurasi.

Adalah pemegang kuasa dari pengusaha untuk mengelola 1 (satu) bagian besar/bidang tertentu dari
perusahaan.

3. Pedagang Keliling

Pembantu pengusaha diluar perusahaan yang berfungsi untuk membantu, antara lain:

1. Agen Perniagaan (commercial agent). Agen adalah penyalur yang atas nama suatu perusahaan
tertentu menjual barang dan jasa hasil produksi prusahaan tersebut di daerah tertentu. Di agen tidak
akan dijumpai barang dan jasa yang bukan produksi perusahaan bersangkutan. Agen menjual barang
dan jasa dengan harga yang ditentukan oleh produsen.
2. Makelar (Broker). Makelar adalah perantara yang atas nama orang lain (pemberi kuasa) mencarikan
barang bagi pembeli dan atau menjual barang.
3. Komisioner (Factor). Komisioner adalah perantara pemasaran seperti halnya makelar, hanya saja
komisioner melakukan perjanjian jual beli atas namanya sendiri dan ikut bertanggung jawab atas
tindakannnya. Imbalan atas tindakan komisioner dinamakan komisi.
4. Ekspeditur
a. badan atau perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan atau pengiriman barang;
b. orang yang pekerjaannya menyelenggarakan pengangkutan barang-barang melalui darat, laut,
atau udara;
c. orang yang menjelajah (melakukan perjalanan) untuk keperluan penyelidikan ilmiah.

Dasar hukum ekspeditur Pasal 86-90 KUHD, Pengertian pasal 86 ayat (1) KUHD Yaitu orang yang
pekerjaannya menyuruh pihak pengangkut untuk menyelenggarakan pengangkutan atas nama sendiri
dan untuk kepentingan principal/perusahaan.Tugas ekspeditur yaitu bertugas mencarikan alat angkut
yang tepat untuk mengirim barang

10
5. Bank.

Menurut Kasmir bahwa : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Berdasarkan dengan ketentuan Pasal 2 UU Perbankan, menyebutkan bahwa Perbankan Indonesia


dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati
hatian.

Fungsi utama Perbankan Indonesia menurut Pasal 3 UU Perbankan adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat. Hal ini berarti bahwa perbankan dituntut peranannya yang lebih aktif
dalam menggali dana dari masyarakat dalam rangka pembangunan nasional. Tujuan perbankan
Indonesia menurut ketentuan Pasal 4 UU Perbankan adalah menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke
arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian itu, maka diharapkan perbankan Indonesia dalam
melaksanakan usahanya akan melindungi kepentingan masyarakat penyimpan dana khususnya serta
menunjang kegiatan ekonomi pada umumnya bahkan lembaga perbankan diharapkan dan dituntut
untuk mampu menciptakan stabilitas nasional dalam arti yang seluas-luasnya.

Apabila kita menelusuri sejarah dari terminologi “bank” maka akan kita temukan bahwa kata bank
bank berasal dari bahasa Italia “banca” yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab,
pada zaman pertengahan, pihak banker Italia memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya
tersebut dengan duduk di banku-bangku di halaman pasar.

A. Abdurrachman menyatakan bahwa: “Dalam perkembangan dewasa ini, maka istilah bank
dimaksudkan sebagai jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup
beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan
pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga,
membiayai usaha-usaha perusahaan”.

Menurut Thomas Suyatno, tugas pokok bank adalah membantu pemerintah dalam mengatur,
menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah, serta mendorong kelancaran produksi dan
pembangunan dalam memperluas kesempatan kerja, guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

Jika melihat dari uraian diatas, bank sangat erat kaitannya dengan kegiatan peredaran uang, dalam rangka
melancarkan seluruh aktivitas keuangan masyarakat. Dengan demikian, bank berfungsi sebagai
berikut:

a. Pedagang dana (money lender), yaitu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat secara efektif dan efesien. Bank menjadi tempat untuk penitipan dan penyimpanan
uang yang dalam prakteknya sebagai tanda penitipan dan penyimpan uang tersebut, maka
kepada penitip dan penyimpan diberikan selembar kertas tanda bukti. Sedangkan dalamfungsinya
sebagai penyalur dana, maka bank memberikan kredit atau membelikannya ke dalam bentuk
surat-surat berharga

11
b. Lembaga yang melancarkan transakasi perdagangan dan pembayaran uang. Bank bertindak
sebagai penghubung antara nasabah yang satu dan nasabah yang lainnya jika keduanya melakukan
transaksi. Dalam hal ini kedua pihak tersebut tidak secara langsung melakukan pembayaran, tetapi
cukup memerintahkan kepada bank untuk menyelesaikannya.

Jenis-Jenis Bank

Dikatakan menurut jenisnya Bank terdiri atas :

a. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dengan sendirinya bank umum adalah bank pencipta uang giral. Bank Umum dapat mengkhususkan
diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada
kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan non
migas, dan pengembangan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk pengembangan koperasi,
pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non
migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.

b. Bank Perkreditan

Menurut Rachmadi Usman bahwa: “Rakyat Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya bank perkreditan rakyat bukan
pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran”.

Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum, di atur dalam Pasal 6 UU Perbankan, antara lain :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan;


2. Memberikan kredit;
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
4. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
5. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain;
6. Menyediakan tempat menyimpan barang berharga;
7. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan kepentingan suatu
kontrak;
8. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
9. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Perbankan dan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Menjelaskan tentang Perusahaan

Menurut Kansil dan Cristine bahwa: “Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam KUHD
dan perundangan-undangan diluar KUHD”.

Perusahaan merupakan salah satu pengertian ekonomi yang termasuk dalam lapangan Hukum
Perdata, khususnya dalam bidang Hukum Dagang. Menurut H.M.N Purwosutjipto bahwa : ”Berdasarkan

12
S.1938 – 276 TANGGAL 17 Juli 1938, istilah pedagang dalam KUHD dihapus dan diganti dengan istilah
perusahaan”.

Selanjutnya H.M.N Purwosutjiptomengatakan bahwa: ”Jika pengertian pedagang dapat ditemukan


dalam pasal 2 – pasal 5 KUHD, maka pengertian perusahaan tidak terdapat dalam KUHD. Pembentuk
UU menyerahkan pengertian perusahaan kepada doktrin dan yurisprudensi, agar pengertian tersebut
berkembang sesuai dengan dinamika dalam lalu lintas perusahaan sendiri”.

Menurut H.M.N Purwosutjipto bahwa : “Unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian perusahaan
adalah sebagai berikut :

1. Bentuk Usaha
2. Kegiatan dalam bidang ekonomi
3. Terus Menerus
4. Terang-terangan
5. Keuntungan atau Laba
6. Pembukuan

Perusahaan terbagi menjadi tiga jenis, diantaranya :

1. Perusahaan Seorangan

Beberapa pengertian perusahaan perseorangan menurut para ahli:

Murti Sumarai, Jhon Suprianto

Pengertian Perusahaan Perseorangan menurut Murti Sumarai, Jhon Suprianto adalah perusahaan
yagn dimiliki, dikelola, dan dimpimpin oleh seseorang yang bertanggung jawab penuh terhadap semua
risiko dan aktivitas perusahaan.

Hatta

Pengertian Perusahaan Perseorangan menurut Hatta adalah usaha yang didirikan oleh seorang
pengusaha.

Basswasta

Pengertian Perusahaan Perseorangan menurut Basswasta adalah salah satu bentuk usaha yang dimilik
oleh seseorang dan ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua risiko dan kegiatan dalam suatu
perusahaan.

Syarat mendirikan Perusahaan Perseorangan

Untuk mendirikan suatu perusahaan perseorangan, terdapat izin yang diberikan dengan relatif dapat
disebut lebih ringan dan sederhana persyaratan jika dibangin dengan jenis perusahaan lainnya. Selama
ini pemerintah tidak menentukan kategori khusus tentang bentuk usaha ini, jika tidak ada pemisahan
secara hukum antara perusahaan dan kepentingan pribadi. Seluruh urusan perusahaan menjadi satu
dengan urusan pribadi dari pemiliki perusahaan.

Jika seseorang akan mendirikan suatu perusahaan, dengan pilihan jenis usaha yang berisiko perusahan
yang tidak besar, kapital sendiri dari perusahaan yang didirikan tidak membutuhan lebih banyak dan jika

13
pengusahan benar ingin mengurus dan memimpin sendiri dan juga ingin bertanggung jawab akibat hukum
yang bisa saja terjadi tanpa bantuan orang lain adalah pilihan yang tepat ingin membentuk badan
usaha perseorangan.

Adapun syarat-syarat mendirikan perusahaan perseorangan adalah sebagai berikut:

Syarat dalam mendirikan suatu perusahaan perseorangan dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek
penting, antara lain modal, pembukuan dan juga pembayaran pajak.

1. Pemiliki sebagai entrepreneur harus menemukan sumber modal yang sesuai. Pemilik dapat
mempertimbangkan tabungan pribadi, pinjaman dari keluarga atau teman, pinjaman bank dan lain
sebagainya. Jumlah modal yang dibutuhkan juga harus dihitung dengan akurat.
2. Untuk menyusun pembukuan, pemiliki perusahaan perseorangan harus mencantumkan poin-poin
dibawah ini:
a. Keadaan kekayaan perusahaan
b. Kebutuhan perusahaan
c. Pernjanjian kerja
d. Surat, dokumen, korespondensi yang masuk dan keluar
e. Laporan per periode (per bulan, kuartal, tahun)
f. Arsip
3. Pembayaran pajak juga harus menjadi perhatian, jenis-jenis pajak yang dibayarkan kepada Negara
adalah:
a. Pajak penghasilan
b. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa
c. Pajak penjualan atas barang mewah
d. Pajak bumi dan bangunan

Saat ini pemerintah lebih memperhatikan suatu pengimbangan usaha perusahaan perusahaan kecil
sebagai salah satu strategi pembangunan.

a. Memperbanyak kemampuan produktif dari sumber daya manusia, karena mereka belajar pada
tempat mereka bekerja
b. Mengembangkan perusahaan kecil yang bisa melibatkan sejumlah besar sumber daya alam
c. Dalam jangka pendek dapat memberikan solusi dari masalah pembagian pendapatan dan
masalah pengangguran
d. Meningkatkan kecepatan perubahan struktur ekonomi di seluruh daerah, dan juga penyebaran
aktivitas ekonomi secara geografik

Ciri dan sifat dari Perusahaan Perseorangan

Perusahaan perseorangan adalah badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu
dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tententu. Semua orang bebas
membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya.

Ciri dan sifat perusahaan perseorangan :

a. relatif mudah didirikan dan juga dibubarkan


b. tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi

14
c. tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi
d. seluruh keuntungan dinikmati sendiri
e. sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri
f. keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan penghasilan yang lebih besar
g. jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup
h. sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan.

Contoh : toko kelontong, pedagang kaki lima, pedagang asongan, warung makan, warnet.

Kelebihan dan Kekurangan Perusahaan Perseorangan Perusahaan perorangan adalah perusahaan yang
di kelola secara perorangan serta memiliki tanggung jawab penuh terhadap kelangsungan perusahaan
dan modalnya berasal dari milik sendiri. biasanya perusahaan perorangan memiliki kelebihan dan
kekurangan. Berikut kelebihan dari perusahaan perorangan:

1. Seluruh keuntungan menjadi hak pemilik perusahaan.


2. Pemilik perusahaan bebas mengambil keputusan tanpa terikat dengan orang lain.
3. Pengelolaan badan usaha relatif mudah
4. Rahasia perusahaan lebih terjamin.
5. Biaya pengelolaan perusahaan lebih murah karena sumber daya yang digunakan juga terbatas
6. Pemilik perusahaan dapat bekerja lebih giat karna menjalan perusahan sendiri.
7. Pajak yang dibayar relatif kecil

Kelemahan yang dimiliki perusahaan perorangan sebagai berikut:

1. Sumber keuangan perusahaan relatif terbatas karena sumber dana hanya bergantung pada
satu orang.
2. Tanggung jwab pemilik tidak terbatas bahkan sampai kekayaan pribadi.
3. Kelangsungan usaha kurang terjamin.
4. Perusahaan perorangan mengalami kesulitan dalam soal kepemimpinan karena seluruh
kegiatan usaha dilakukan sendiri oleh pemilik badab usaha seperti masalah pencarian kredit,
mengatur tenaga kerja, pembelanjaan, keuangan, produksi, dan kegiatan memasarkan

2. Perusahaan Persekutuan (CV)

3. Perusahaan Terbatas (PT)

Bentuk-bentuk Perusahaan di Indonesia

1. Perusahaan Swasta
2. Perusahaan Milik Negara (Badan Usaha Milik Negara)
3. Perusahaan Daerah

Menurut Abdulkadir Muhammad bahwa: “Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang sering dipakai
dalam beberapa perundang-undangan, namun tidak ada satu pasalpun yang memberikan pengertian
perusahaan secara jelas. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar

Perusahaan, secara resmi pengertian atau definisi perusahaan tertuang dalam pasal 1 huruf b Undang-
Undang Wajib Daftar Perusahaan”.

15
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan memberi definisi perusahaan
sebagai berikut : “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara
Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”.

Rumusan-rumusan definisi perusahaan di atas diperkuat oleh banyak ahli di bidang Hukum Dagang atau
Hukum Bisnis, seperti Sri Redjeki Hartono yang menyatakan bahwa kegiatan ekonomi pada hakekatnya
adalah kegiatan menjalankan perusahaan, yaitu suatu kegiatan yang mengandung pengertian bahwa
kegiatan yang dimaksud harus dilakukan:

1. Secara terus menerus dalam pengertian tidak terputus-putus;


2. Seacara terang-terangan dalam pengertian sah (bukan illegal); dan
3. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri atau
orang lain.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dalam Pasal 1 Angka 1 dijelaskan
bahwa : “perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus
menerus dengan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang
perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan
dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia”

Dalam KUHD sendiri tidak dijelaskan pengertian resmi istilah perusahaan itu. Rumusan pengertian
perusahaan terdapat dalam Pasal 1 Undang-undang No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
(UWDP). Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
menyatakan bahwa perusahaan adalah bahwa setiap bentuk hukum yang menjalankan setiap jenis usaha
yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Dalam Pasal 1 huruf (d) UWDP) dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan usaha adalah setiap tindakan,
perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha
untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.

Sedangkan yang dimaksud dengan Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan
atau badan hukum yang menjalankan suatu jenis perusahaan, Pasal 1 huruf (c) UWDP.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diperoleh kenyataan bahwa dalam pengertian perusahaan
tersimpul dua hal, yaitu :

1. Menurut Kansil dan Cristine bahwa: “ Bentuk Usaha yang berupa organisasi atau Badan
Usaha,dalam bahasa Inggris disebut company.
2. Jenis Usaha yang berupa kegiatan dalam bidang perekonomian yang dilakukan secara terus-
menerus oleh pengusaha untuk memperoleh keuntungan atau laba.

Tujuan Perusahaan

Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
tujuan perusahaan adalah untuk mencapai keuntungan maksimal atau laba yang sebesar-besarnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa tujuan perusahaan adalah ingin memakmurkan pemilik perusahaan
atau para pemilik saham. Sedangkan pendapat yang lain lagi menyatakn bahwa tujuan perusahaan

16
adalah memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Ketiga pendapat
tersebut sebenarnya secara substansial tidak banyak berbeda. Hanya saja penekanan yang ingin
dicapainya berbeda antara tujuan yang satu dengan yang lainnya. Pendapat yang menyatakan bahwa
tujuan perusahaan adalah mencapai laba yang sebesar -besarnya atau mencapai laba maksimal
mengandung konsep bahwa perusahaan harus melakukan kegiatannya secara efektif dan efisien.
Efektif berkaitan dengan tujuan yang hendak dicap ai, sedangkan efisien berkenaan dengan biaya
yang seminimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan utama suatu perusahaan yaitu untuk memaksimalkan laba selain itu juga perusahaan
mempunyai tujuan untuk menyejahterakan sumber daya manusi a karena dengan efektifnya suatu
pekerjaan maka akan memberikan timbal balik yang sangat baik kepada perusahaan, namun adapula
tujuan-tujuan perusahaan yang lain yaitu :

1. Tujuan Pelayanan Primer


Tujuan primer adalah pembuatan barang/jasa yang dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Tujuan Organisatoris adalah nilai- nilai yang harus disumbangkan oleh masing-masing atau
kelompok individu yang berada pada bagian yang bersangkutan. Tujuan Operasional adalah nilai-
nilai yang disumbangkan oleh masing-masing tahap dalam suatu unit prosedur kerja secara
keseluruhan.
2. Tujuan Pelayanan Kolateral

Tujuan Kolateral Pribadi adalah nilai-nilai yang ingin dicapai oleh individu atau kelompok individu
dalam perusahaan. Tujuan Kolateral Sosial ialah nilainilai ekonomi yang lebih luas/umum yang
diperlukan bagi kesejahteraan masyarakat dan yang dapat secara langsung dihasilkan dari kegiatan
perusahaan. Tujuan Kolateral Sosial bersifat lebih luas untuk kepentingan masyarakat, misalkan
membayar pajak.

3. Tujuan Pelayanan Sekunder

Merupakan nilai-nilai yang diperlukan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan primer, Namun secara
umum, tujuan perusahaan dapat berupa :

a. Mencapai keuntungan maksimal


b. Mempertahankan kelangsu ngan hidup suatu perusahaan
c. Mengejar pertumbuhan dan persaingan
d. Menampung tenaga kerja

Menjelaskan tentang Pekerjaan

Menurut HMN. Purwosutjipto bahwa : “Kalau pada pengertian perusahaan unsur laba merupakan unsur
mutlak, maka pada pengertian pekerjaan unsur laba tidak merupakan unsur yang mutlak. Jadi dasar-
dasar perbuatan-perbuatan yang dilakukan bagi suatu pekerjaan itu tidak untuk mencari laba, tetapi
misalnya atas dasar cinta ilmiah, perikemanusiaan, atau agama”

HMN. Purwosutjipto mengatakan bahwa: pendapat pemerintah Belanda Perencana Wetbeok van
Koophandel, pekerjaan itu perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terputus-putus, secara terang-
terangan dan dalam keadaan tertentu. Jadi, laba tidak merupakan unsur mutlak ”.

15

17
Menurut Polak

pekerjaan itu dapat direncanakan sebelumnya dan tidak dicatat. (meskipun tidak dicatat dalam
pembukuan), tetapi tidak memperhitungkan laba rugi”.

Lebih lanjut Purwosutjipto mengatakan bahwa : “ Adapun missal pekerjaan ialah :

1. Pekerjaan Dinas Pemerintah yang melayani rakyat, misalnya : Pencatatan Sipil, Pencatatan
Perkawinan, Peradilan, Kepamongprajaan, Kepolisian dan lain-lain.
2. Pekerjaan Sosial, misalnya : Palang Merah Indonesia,Perkumpulan Kematian, Olah Raga,
Perkumpulan Kebudayaan, dan lain-lain.
3. Pekerjaan-pekerjaan untuk agama, misalnya : Muhammadiyah, Nahdahtul Ulamam Dakwah
Islamiyah dan lain-lain.

Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan orang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap hari
manusia mempunyai kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang
harus segera di penuhi dan tidak bisa di tunda, misalnya, makan, minum, pakaian, membeli alat-alat
kebutuhan sekolah dan sebagainya, untuk memperoleh semua kebutuhan tersebut diperlukan uang.
Untuk memperoleh uang, orang harus bekerja, bermacam- macam jenis pekerjaan yang di tekuni
seseorang. Ada pekerjaan yang menghasilkan barang dan ada pekerjaan yang menghasilkan jasa.

Pekerjaan yang menghasilkan barang di sebut produksi atau pekerjaan yang menghasilkan barang
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan yang menghasilkan jasa adalah pekerjaan yang
menghasilkan jasa yang di butuhkan masyarakat atau menawarkan jasa seperti kesehatan, pendidikan,
dll.

Selain membutuhkan barang, orang hidup juga membutuhkan jasa. Jasa diperoleh dari orang lain. Untuk
mendapatkan jasa, harus ada imbalan tertentu. Seseorang yang telah memberikan jasa akan menerima
imbalan. Imbalan atau upah biasanya berupa uang. Selanjutnya, perhatikan contoh berikut. Pak Sukri
mempunyai kebun kelapa sawit yang luas. Tanaman kelapa sawitnya banyak sekali. Pak Sukri tidak
dapat mengurus kebun kelapa sawitnya sendirian. Ia membutuhkan bantuan orang lain untuk
mengurus kebun kelapa sawit tersebut. Orang lain yang membantu tersebut bekerja memelihar a,
memanen, dan menjual buah kelapa sawit. Seminggu sekali para tenaga kerja yang membantu di
kebun kelapa sawit tersebut menerima upah berupa uang dari Pak Sukri.

Uang yang mereka terima itu merupakan imbalan atas jasa yang telah diberikan kepada Pak Sukri.
Pekerjaan itu terbagi menjadi dua macam jenis pekerjaan.yaitu pekerjaan yang menghasilkan barang
dan ada juga pekerjaan yang menghasilkan jasa.pekerjaan yang menghasilkan barang seperti
pembuat kue , petani, sedangkan pekerjaan yang menghasilkan jasa seperti guru, dokter dan masih
banyak lagi.

Pekerjaan Menurut Para Ahli

Yayasan Obor Indonesia Pekerja adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam
pekerjaan yang diperoleh melalui pendidikan formal atau pengalaman praktik di bidang.

Endang Moertopo Pekerja adalah seseorang yang memiliki dasar pengetahuan,

ketrampilan dan nilai-nilai pekerjaan yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan.

18
Tara Kuther, Ph.D Pekerja adalah seorang profesional, yang paling sering bekerja dengan orang dan
membantu mereka mengelola kehidupan sehari-hari mereka, memahami dan beradaptasi dengan
lingkungan.

Jack Claridge Pekerja adalah seorang individu yang bertujuan untuk membantu orangorang dalam
masyarakat yang tidak mampu atau kesulitan dalam menangani masalah kehidupan yang mereka
hadapi. Pekerja dapat melakukan tugas mereka di sekolah, rumah sakit, organisasi, dan sektor publik
lainnya.

Princeton Pekerja ialah seseorang yang menghabiskan hari-hari mereka untuk menghidupkan keluarga
dan mencari penghidupan yang layak.

Menjelaskan Tentang Perantara

Yang dimaksud dengan perantara adalah mereka yang membeli dan menjual barang-barang tersebut
dan memilikinya, mereka bergerak di bidang perdagangan besar dan pengecer.

a. Pedagang Besar

Istilah pedagang besar ini hanya digunakan pada perantara yang terikat dengan kegiatan perdagangan
besar dan biasanya tidak melayani penjualan eceran kepada konsumen akhir. Adapun definisi
pedagang besar ini adalah sebagai berikut:

Pedagang besar adalah sebuah unit usaha yang membeli dan menjual kembali barang barang kepada
pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pemakai industri, pemakai lembaga dan pemakai komersial
yang tidak menjual dalam volume yang sama kepada konsumen akhir.

Beberapa pedagang besar di antaranya adalah:

1. Grosir (Wholesaler)

Grosir adalah orang/pengusaha yang membuka usaha dagang dengan mmembeli dan menjual
kembali barang dagangan kepada pengecer, pedagang besar lainnya, perusahaan industri, lembaga
pemerintah/swasta dan sebagainya. Jumlah barang yang diperjualbelikan relatif besar. Para grosir ini
tidak melakukan penjualan secara eceran.

2. Makelar

Makelar adalah orang/pengusaha/pedagang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan besar


sebagai yang mewakili pihak penjual maupun pihak pembeli dengan wewenang yang terbatas.
Makelar ini tidak mempunyai hak milik atas barang. Ia (mereka) hanya merupakan wakil untuk
menutup persetujuan jual beli dan kepadanya diberikan imbalan jasa (upah persentase) yang disebut
kurtase (courtage). Seorang makelar harus bertanggung jawab atas kerugian akibat kesalahannya.

3. Komisioner

Komisioner adalah orang/pengusaha/pedagang yang melakukan persetujuan jual beli atas namanya
sendiri untuk pihak tertentu yang menyuruh (principal) dengan mendapatkan imbalan jasa persentase
yang disebut komisi/ provisi atau factorage. Dalam usahanya komisioner bertindak atas namanya
sendiri, oleh sebab itu tidak wajib memberitahukan kepada komitenya, dengan siapa mengadakan
hubungan dagang. Yang penting ia bertanggung jawab atas barang-barang dagangannya. Seorang

19
komisioner dalam proses pengangkatannya sebagai komisioner berbeda sekali dengan makelar yang
harus diangkat dan disumpah oleh pengadilan. Komisioner tidak perlu disumpah dan tidak perlu ada
surat pengangkatan dari pejabat. Ia sebagai wakil tidak langsung dari pihak yang bersangkutan, dapat
bertindak atas namanya sendiri, tetapi ia menanggung risiko keuangan. Hak komisioner adalah hak
yang didasarkan atas perjanjian dekomitmen. Secara tepat besarnya komisi tidaklah sama, terutama
bagi perantara pada perusahaan asuransi. Namun pada umumnya ditentukan dengan persen (%):

4. Agen

Di dalam dunia perusahaan, agen dagang sebagai perantara sangat membantu memajukan usaha. Pada
umumnya agen atau perantara itu menghubungkan antara produsen dengan pedagang, pedagang
dengan pedagang dan pedagang dengan konsumen. Perantara dagang adalah pihak ketiga yang sehari-
hari melakukan kegiatan hukum, yang menyangkut masalah jual beli atas namanya sendiri maupun atas
nama orang lain. Agen atau perantara adalah persetujuan seseorang untuk memberi kuasa kepada
orang lain yang menerimanya untuk menyelenggarakan suatu urusan dari orang yang menyuruhnya.
Menurut statusnya perantara itu dibedakan menjadi 2 (dua) macam, sebagai perantara/agen dagang
yang kedudukannya sebagai wakil pengusaha dan perantara dagang yang berdiri sendiri.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengusaha ?

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perusahaan ?

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pekerjaan ?

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perantara ?

D. GLOSARIUM

Makelar (Broker) adalah orang/pengusaha/pedagang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan


besar sebagai yang mewakili pihak penjual maupun pihak pembeli dengan wewenang yang terbatas.
Makelar ini tidak mempunyai hak milik atas barang

Grosir (Wholesaler) adalah orang/pengusaha yang membuka usaha dagang dengan m membeli dan
menjual kembali barang dagangan kepada pengecer, pedagang besar lainnya, perusahaan industri,
lembaga pemerintah/swasta dan sebagainya. Jumlah barang yang diperjualbelikan relatif besar. Para
grosir ini tidak m elakukan penjualan secara eceran

Komisioner adalah orang/pengusaha/pedagang yang melakukan persetujuan jual beli atas namanya
sendiri untuk pihak tertentu yang menyuruh (principal) dengan mendapatkan mbalan jasa persentase
yang disebut komisi/ provisi atau factorage

Agen adalah persetujuan seseorang untuk memberi kuasa kepada orang lain yang menerimanya
untuk menyelenggarakan suatu urusan dari orang yang menyuruhnya

20
PERSEKUTUAN PERDATA (MAATSCHAP)

( MODUL 3 )

Menjelaskan tentang Pengertian Persekutuan Perdata

Menurut Farida Hasyim bahwa :Maatschap atau Perseroan merupakan suatu bentuk kerja sama
yang paling sederhana karena tidak ada penetapan jumlah moda ltertentu yang harus disetor,
bahkan dapat diperbolehkan juga seorang anggota hanya menyumbangkan tenaganya saja. Lingkup
kerjanya pun tidak dibatasi pada sesuatu ha ltertentu. Dalam bentuk perusahaan ini, terdapat
beberapa orang yang mengadakan persetujuan akan berusaha bersama-sama guna memperoleh
keuntungan.

Persekutuan perdata merupakan salah satu bentuk perkumpulan yang diatur dalam
KUHPerdata.Menurut ketentuan Pasal 1618 KUHPerdata.Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian
dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu (inbreng) kedalam perserikatan
dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya. Pada Pasal
1918 KUHPerdata ada 2 (dua) unsur yang harus dilakukan yakni:

1. Unsur Pemasukan (inbreng)


2. Unsur tujuan untuk memperoleh keuntungan bersama

Menurut Zainal Asikin bahwa kedua unsure diatas ternyata merupakan unsur tambahan dari empat unsur
yang ada pada pengertian perkumpulan dalam arti luas sebelumnya, sehingga jika ditambah maka
unsur dari persekutuan perdata meliputi :

1. Kepentingan bersama
2. Kehendak bersama
3. Tujuan bersama
4. Kerja sama
5. Pemasukan (inbreng)
6. Keuntungan bersama

Menurut Rudhi Prasetya, Maatschap adalah bentuk persekutuan yang diatur dalam Bab VIII Bagian Satu
Buku III KUH Perdatayang dalam buku Terjemahan Subekti atas Wet Boek van Burgerlijk Wet
diterjemahkan sebagai Persekutuan”.

H.M.N Purwosutjipto,menyatakan bahwa: “Persekutuan artinya persatuan orang - orang yang sama
kepentingannya terhadap suatu perusahaan tertentu ”.Bentuk Persekutuan Perdata sebenarnya
mengatur hubungan intern antara orang-orang yang tergabung didalamnya.Menurut Farida Hasyim
bahwa maksud Persekutuan Perdata adalah:

1. Harus bersifat kebendaan


2. Harus untuk memperoleh keuntungan
3. Keuntungan harus dibagi-bagi antara para anggotanya
4. Harus mempunyai sifat yang baik dan dapat diizinkan

21
Maatschap atau Persekutuan Perdata, adalah kumpulan dari orang-orang yang biasanya memiliki
profesi yang sama dan berkeinginan untuk berhimpun dengan menggunakan nama bersama.
Maatschap sebenarnya adalah bentuk umum dari Firma dan Perseroan Komanditer (Comanditaire
Venotschap). Dimana sebenarnya aturan dari Maatschap, Firma dan CV pada dasarnya sama, namun
ada hal-hal yang membedakan di antara ketiganya. Pada dasarnya pendirian suatu Maatschap dapat
dilakukan untuk 2 tujuan, yaitu:

a. Untuk kegiatan yang bersifat komersial


b. Untuk persekutuan-persekutuan yang menjalankan suatu profesi.

Contohnya adalah persekutuan di antara para pengacara atau para akuntan, yang biasanya dikenal
dengan istilah associate, partner, rekan atau Co (compagnon).

Mengenai Maatschap ini diatur dalam bab ke VIII bagian pertama dari buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia (selanjutnya akan kita sebut BW). Karakteristik dari Maatschap yang tidak
dimiliki oleh Firma dan CV adalah:

Maatschap merupakan kumpulan dari orang-orang yang memiliki profesi yang sama. Oleh karena itu,
didalam pembukaan suatu Maatschap Akuntan misalnya, maka para sekutunya harusnya hanya orang-
orang yang berprofesi sebagai Akuntan saja. Jadi tidak boleh dibuat misalnya: Kantor Akuntan Publik
Suswinarno, Ak dan Rekan, tapi ternyata parasekutunya terdiri dari Notaris, Pengacara ataupun
konsultan manajemen. Demikian pula untuk Maatschap yang dibentuk oleh para Notaris ataupun para
pengacara.Seperti halnya firma, maka dalam Maatschap para sekutu masing-masing bersifat
independen. Artinya, masing-masing sekutu berhak untuk bertindak keluar dan melakukan perbuatan
hukum atas nama dirinya sendiri, khususnya untuk tindakan pengurusan sepanjang hal te rsebut
tidak dilarang dalam anggaran dasarnya.

Pembatasan tindakan keluar tersebut biasanya mengacu pada perbuatan yang bersifat kepemilikan,
ataupun yang berarti Maatschap tersebut dengan suatu hutang atau kewajiban tertentu. Dalam hal
demikian, maka perbuatan hukum dimaksud harus mendapat persetujuan dari sekutu yang lain.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam KUHPer, dapat disimpulkan bahwa maatschap setidaknya
mengandung unsur-unsur dibawah ini:

1. Bertindak secara terang-terangan


2. Harus bersifat kebendaan
3. Untuk memperoleh keuntungan
4. Keuntungan dibagi-bagikan antara anggota
5. Kerjasama ini tidak nyata tampak keluar atau tidak diberitahukan kepada umum
6. Harus ditujukan pada sesuatu yang mempunyai sifat yang dibenarkan dan diizinkan
7. Diadakan untuk kepentingan bersama anggotanya.

Menurut H.M.N Purwosutjipto persekutuan perdata adalah peserikatan perdata yang menjalankan
perusahaan.” Lebih lanjut H.M.N Purwosutjipto menjelaskan bahwa :

“Perserikatan perdata dalam arti khusus sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1623 KUH Perdata yang
berbunyi: “Perserikatan perdata khusus adalah perserikatan perdata yang hanya mengenai barang-
barang tertentu, atau pemakaiannya, atau mengenai hasi - lhasil yang akan diperolehnya, atau tertuju

22
pada suatu usaha tertentu ata u mengenai hal menjalankan perusahaan atau pekerjaan tetap”.
Selain persekutuan perdata khusus sebagaimana disebut di dalam Pasal 1623, ada perserikatan
perdata yang menjalankan perusahaan sebagaimana diatur di dalam Pasal 16 KUHD yang berbunyi:
“Yang dinamakan persekutuan firma ialah tiap-tiap perserikatan perdata yang didirikan untuk
melakukan perusahaan dengan nama bersama (firma). Oleh karena itu, bila sebuah perserikatan
perdata yang menjalankan itu tidak mempunyai nama bersama atau firma, maka perserikatan ini
bukan perserikatan firma, tetapi persekutuan perdata.

Berdasarkan Pasal 1618 KUH Perdata persekutuan perdata didirikan berdasarkan suatu perjanjian,
yaitu bersifat kontraktual. Karena Pasal 1618 KUH Perdata tidak mengharuskan adanya syarat tertulis
dalam pendiriannya, maka perjanjian yang dimaksud adalah bersifat konsensual, yaitu dianggap cukup
dengan adanya persetujuan kehendak atau kesepakatan (consensus). Perjanjian itu mulai berlaku
sejak saat perjanjian itu menjadi sempurna atau sejak saat yang ditentukan dalam perjanjian (Pasal
1624 KUHPerdata).

Sesuai dengan dengan sifat persekutuan perdata yang tidak menghendaki terang-terangan, maka Bab VIII
Buku Ketiga KUHPerdata itu tidak ada peraturan tentang pendaftaran dan pengumuman untuk pihak
ketiga seperti yang diharuskan dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 28 KUHD bagi persekutuan firma. Hal
ini adalah menjadi suatu masalah dalam era kemajuan badan usaha sekarang ini, karena dengan adanya
suatu consensus para pihak dapat mendirikan suatu persekutuan perdata (badan usaha) tanpa
didaftarkan kepada suku dinas perdagangan setempat. Perlu diatur bahwa setiap persekutuan perdata
yang menjalankan kegiatan usaha harus didaftarkan guna mengetahui status, keberadaan dan
pencatatan tersebut sekaligus akan terdaptar sebagai badan usaha yang wajib bayar pajak.

Berakhirnya suatu perseroan diatur dalam Pasal 1646 KUHPerdata sebagai berikut:

1. Dengan lewatnya waktu dimana perseroan telah diadakan


2. Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi poko perseroan
3. Atas kehendak semata-mata dari beberapa orang atau seorang persero
4. Jika salah seorang persero meninggal atau ditaruh di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit.

Menurut Farida Hasyim bahwa: “ Apabila suatu perseroan berakhir, maka diadakanlah pemisahan
dan pembagian harta antara para anggotanya, yang dilakukan sebagai berikut :

1. Setiap anggota mengambil kembali ssetiap harga sero sebanyak jumlah yang disetorkannya
semula.
2. Sisa harta yang merupakan laba dibagi-bagikan menurut ketentuan undangundang
3. Apabila perseroan mengalami kerugian, kerugian itu ditanggung oleh para anggotanya menurut
metentuan yang ditetapkan dalam perjanjian.

Menjelaskan Tentang Jenis-jenis Maatschap

Mulhadi menyatakan bahwa:

“Sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai sumber hukumnya, maatschap itu
terbagi dua, yaitu maatschaap umum dan maatschap khusus. Maatschap Umum (Pasal 1622
KUHPerdata) meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu sebagai hasil usaha mereka selama

23
maatschap berdiri. Maatschap jenis ini usahanya bisa bermacam-macam (tidak terbatas), yang penting
inbreng-nya ditentukan secara jelas.

Maatschap khusus (Pasal 1623 KUHPerdata) adalah maatschap yang gerak usahanya ditentukan
secara khusus, bisa hanya mengenai barang-barang tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil yang
akan didapat dari barangbarang itu, atau mengenai suatu usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu
perusahaan atau pekerjaan tetap. Jadi, penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola
oleh maatschap (umum atau khusus), bukan pada inbrengnya.Mengenai pemasukan, baik pada
maatschap umum maupun maatschap khusus harus ditentukan secara jelas atau terperinci. Kedua
maatschap ini dibolehkan, yang tidak dibolehkan adalah maatsc hap yang sangat umum yang
inbrengnya tidak diatur secara terperinci, seperti yang disinggung oleh Pasal 1621 KUHPerdata”.

a. Maatschap Umum (Pasal 1622 BW). Maatschap umum meliputi apa saja yang akan diperoleh
para sekutu sebagai hasil usaha mereka selama m aatchap berdiri. Maatschap jenis ini usahanya bisa
bermacam-macam (tidak terbatas) yang penting inbrengnya ditentukan secara jelas/terperinci.
b. Maatschap Khusus (Pasal 1623 BW). Maatschap khusus (bijzondere maatschap) adalah maatschap
yang gerak usahanya ditentukan secara khusus, bisa hanya mengenai barang-barang tertentu
saja, atau pemakaiannya, atau hasil yang akan didapat dari barang-barang itu, atau mengenai
suatu usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap. Jadi,
penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola oleh maatshap (umum atau khusus),
bukan pada inbrengnya. Mengenai inbreng, baik pada maatschap umum maupun maatschap khusus
harus ditentukan secara jelas/terperinci. Kedua maatschap ini dibolehkan. Yang tidak dibolehkan
adalah maatschap yang sangat umum yang inbrengnya tidak diatur secara terperinci seperti yang
disinggung oleh Pasal 1621 BW

Ciri-ciri persekutuan perdata:

1. Adanya perjanjian antara dua orang atau lebih


2. Para pihak memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreng)
3. Tujuan memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan untuk membagi keuntungan atau
kemanfaatan dari hasil usaha yang dilakukan secara bersama-sama

Dalam pasal 1619 ayat (1) KUHPdt yang berisikan “usaha persekutuan usaha yang halal dan dibuat
untuk manfaat bersama para pihak”, pasal yang menjelaskan bahwa bidang usaha yang dapat dilakukan
oleh persekutuan sesuatu yang bermanfaat bagi para sekutu. Dalam mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan sarana seperti yang dijelaskan dalam pasal 1619 ayat (2) KU HPdt, yaitu:“masingmasing sekutu
diwajibkan memasukkan uang, barang, dan keahliannya ke dalam persekutuan”.

Ciri-ciri persekutuan perdata menurut Abdul Rasyid Saliman adalah sebagai berikut:

A. Pendirian

1. Berdasarkan perjanjian para pihak. (Pasal 1320 KUH Perdata)


2. Dapat dilakukan dengan sepakat para sekutu atau bisa pula secara lisan (Pasal 1624 KUH Perdata)
3. Tiap sekutu wajib memasukan dalam kas persekutuan berupa uang, benda, atau manajemen
(Pasal 1619 KUH Perdata)

24
B. Perbedaan Para sekutu Biasanya pengelolaan persekutuan dijalankan oleh pengurus yang
ditetapkan persekutuan

1) Sekutu statute (gerant statutaire)

a. Tidak dapat diberhentikan, kecuali atas dasar hukum (misalnya: sakit, tidak cakap);
b. Diberhentikan oleh persekutuan perdata;
c. Telah ditetapkan secara khusus dalam perjanjian persekutuan untuk menjadi pengurus
persekutuan; dan
d. Mempunyai wewenang secara penuh untuk melakukan segala perbuatan yang berhubungan
dengan kepengurusan persekutuan.

2) Sekutu Mandater (gerant mandataire)

a. Kekuasaan dapat dicabut sewaktu-waktu


b. Diangkat setelah persekutuan didirikan; dan
c. Memiliki wewenang yang terbatas berdasarkan pemberian kuasa dan dapat ditarik kembali.

Menjelaskan Tentang Pendirian Maatschap

Berdirinya Persekutuan Perdata tidak memerlukan pengesahan pemerintah, sebagai syarat formal bagi
adanya badan hukum. Tidak ada prosedur khus untuk berdirinya suatu Persekutuan Perdata, pada
umumnya hanya didirikan berdasarkan perjanjian diantara para pihak ( dengan mengingat asas
konsensualisme ). Dalam pasal 1624 KUHPdt dijelaskan bahwa persekutuan mulai berlaku sejak saat
perjanjian, jika dalam perjanjian tidak ditentukan lain. Pendirian persekutuan perdata bisa dilakukan
secara lisan atau dibuat secara tertulis. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan, persekutuan ada
sejak adanya perjanjian. Mengenai pendiriannya sendiri, maatschap dapat didirikan melalui perjanjian
sederhana, dan tanpa pengajuan formal, atau tidak diperlukan adanya persetujuan pemerintah.Hal
ini dapat dilakukan secara lisan, namun tidak menutup kemungkinan juga bila ingin dilakukan dengan
akta pendirian yang dibuat secara otentik.

Maatschap biasanya bertindak di bawah nama para anggota atau mitranya, meskipun ini bukan
merupakan persyaratan hukum. Menurut Pasal 1618 BW, maatschap adalah persekutuan yang
didirikan atas dasar perjanjian. Menurut sifatnya, perjanjian itu ada dua macam golongan, yaitu
perjanjian konsensual (concensuelle overeenkomst) dan perjanjian riil (reele overeenkomst).Perjanjian
mendirikan maatschap adalah perjanjian konsensual, yaitu

perjanjian yang terjadi karena ada persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan
sebelum ada tindakan-tindakan (penyerahan barang).Pada maatschap, jika sudah ada kata sepakat
dari para sekutu untuk mendirikannya, meskipun belum ada inbreng, maka maatschap sudah dianggap
ada.

Undang-undang tidak menentukan mengenai cara pendirian maatschap, sehingga perjanjian


maatschap bentuknya bebas. Tetapi dalam praktek, hal ini dilakukan dengan akta otentik ataupun akta
dibawah tangan. Juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan pendaftaran dan pengumuman bagi
maatschap, hal ini sesuai dengan sifat maatschap yang tidak menghendaki adanya publikasi (terang-
terangan).

25
Perjanjian untuk mendirikan maatschap, disamping harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 BW,
juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tidak dilarang oleh hukum.


2. Tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban umum.
3. Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu keuntungan.

Maatschap merupakan bentuk permitraan yang paling sederhana karena:

1. Dalam hal modal, tidak ada ketentuan tentang besarnya modal, seperti yang berlaku dalam
Perseroan Terbatas (PT) yang menetapkan besar modal minimal, aat ini adalah minimal Rp.
50.000.000,00- (lima puluh juta rupiah).
2. Dalam rangka memasukkan sesuatu dalam persekutuan atau maatschap, selain berbentuk uang
atau barang, boleh menyumbangkan tenaga saja.
3. Lapangan kerjanya tidak dibatasi, juga bisa dalam bidang perdagangan.
4. Tidak ada pengumuman kepada pihak ketiga seperti yang dilakukan dalam Firma.

Dalam pendirian suatu Maatschap, para sekutu diwajibkan untuk berkontribusi bagi kepentingan
Maatschap tersebut. “Kontribusi” ini dalam istilah hukumnya disebut “inbreng”(pemasukan ke dalam
Perseroan). Para sekutu dapat berkontribusi dalam berbagai bentuk, yaitu uang, barang, good will, dan
know how. Good Will itu sendiri bisa berupa apa saja, seperti: pangsa pasar yang luas, jaringan, relasi,
ataupun Merek (brand image). Sedangkan Know how bisa berupa keahlian di bidang tertentu, seperti:

dalam Maatschap Kantor Hukum, bisa berupa keahlian di bidang penanganan kasus kejahatan di
dunia maya misalnya. Jadi bisa apa saja, yang penting oleh para persero (sekutu) tersebut dianggap
memiliki manfaat dan nilai ekonomis.

Syarat pendirian suatu Maatschap (Persekutuan Perdata), sama dengan Firma ataupun CV, yaitu
harus didirikan oleh paling sedikit oleh 2 orang berdasarkan pejanjian dengan akta notaries yang dibuat
dalam bahasa Indonesia. Karena, pada dasarnya akta pendirian Maatschap sebenarnya adalah bentuk
kesepakatan antara para sekutu untuk berserikat dan bersama-sama dan mengatur hubungan hukum
diantara para sekutu tersebut.

Maatschap atau yang lebih dikenal sebagai persekutuan perdata /perkongsian/kompanyon diatur
dalam pasal 1618 hingga pasal 1652 KUHPer dan diartikan sebagai: “suatu persetujuan dimana dua orang
atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan, dengan maksud untuk
membagi keuntungan yang terjadi karenanya (pasal 1618 KUHPer)”

Sesuatu disini dapat diartikan dalam arti luas, yaitu bisa berupa uang atau juga bisa berupa barang-
barang lain, ataupun kerajinan yang dimasukkan kedalam persekutuan sebagai kontribusi dari anggota
atau mitra yang bersangkutan. „kerajinan‟ yang dimaksud juga bisa berupa tenaga atau ketrampilan yang
dimasukkan kedalam persekutuan karena hal ini merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya maatschap.

Akta Pendirian dapat mengatur mengenai sekutu yang ditunjuk sebagai pengurus persekutuan
(Sekutu Statuter).Setelah persekutuan didirikan para mitra persekutuan dapat dengan perjanjian khusus
menunjuk salah seorang diantara mereka atau orang ketiga sebagai pengurus (Sekutu
Mandater).Sekutur Statuter tidak dapat diberhentikan selama berjalannya persekutuan kecuali atas

26
dasar alasan-alasan tertentu menurut hukum.Sedangkan Sekutu Mandater dapat di berhentikan setiap
saat atau meminta agar kekuasaannya dicabut.

Keanggotaan Maatschap

Keanggotaan suatu maatschap penekanannya diletakkan pada sifat kapasitas kepribadian (persoonlijke
capaciteit) dari orang (sekutu) yang bersangkutan. Pada asasnya maatschap terikat pada kapasitas
kepribadian dari masing-masing anggota, dan cara masukkeluarnya ke dalam maatschap ditentukan
secara statutair (tidak bebas).

Adapun sifat kapasitas kepribadian dimaksud diutamakan, seperti: sama -sama seprofesi, ada hubungan
keluarga, atau teman karib. BW (Bab VIII) sendiri juga tidak melarang adanya maatschap antara suami-
istri. Meskipun tidak dilarang, maatschap yang didirikan antara suami -istri, dimana ada kebersamaan
harta kekayaan, maka maatschap demikian tidak berarti apa - apa, sebab kalau ada kebersamaan
harta kekayaan (harta perkawinan), maka pada saat ada keuntungan untuk suami-istri itu tidak ada
bedanya, kecuali pada saat perkawinan diadakan perjanjian pemisahan kekayaan

Asas

Asas kepentingan bersama dalam maatschap, tercantum dalam pasal 1628-1631 BW:

1. Kewajiban untuk mengganti rugi untuk kesalahan yang dilakukan


2. Perihal aturan untuk sekutu yang memasukan inbreng dalam bentuk barang diatur dalam Pasal 1631

MenjelaskanTentangPertanggungjawaban Maatschap

Menurut Achmad Ichsanbahwa: “Mengenai tanggung jawab dari sekutu para Maatschap diatur dalam
pasal 1642 sampai dengan pasal 1645 KUH Perdata. Mengenai pertanggungjawaban ini sebelumnya
ditekankan disini bahwa karena Maatschap bukan badan hukum, maka secara umum Maatschap tidak
pernah dapat dipertanggung jawabkan terhadap pihak ketiga”.

Selanjutnya Achmad Ichsan mengatakan bahwa: “ Para sekutu Maatschap tidak dapat
dipertanggungjawabkan seluruhnya untuk hutang-hutang maatschap, sedangkan seorang sekutu tidak
dapat melibatkan sekutu lain untuk ikut memikul tanggung jawabnya, apabila untuk tindakan yang
dilakukannya itu tidak mendapat kuasa dari pihak yang bersangkutan (pasal 1642 KUH Perdata). Sekutu
yang melakukan tindakan itulah yang secara penuh bertanggung jawab”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1644 KUHPerdata, menentukan pada dasarnya perbuatan hukum
seorang sekutu yang dilakukan dengan pihak ketiga hanya mengikat sekutu yang beersangkutan tidak
mengikat pada sekutu-sekutu yang lain, kecuali apabila :

1. Sekutu-sekutu yang lain telah memberikan kuasa untuk itu, atau


2. Perbuatan sekutu tersebut secara nyata memberikan manfaat bagi persekutuan

Lebih lanjut dijelaskan yang dimaksud perbuatan hukum seorang sekutu terhadap pihak ketiga hanya
mengikat sekutu yang bersangkutan dan tidak mengikat sekutu-sekutu yang lain menurut Pasal 1644
KUHPerdata adalah Persekutuan Perdata bukanlah badan hukum. Pada suatu badan hukum, perbuatan
hukum seorang sekutu atas nama persekutuan akan mengikat persekutuan tersebut terhadap pihak
ketiga, dan bukannya sekutu yang berbuat.

27
Mengenai tanggung jawab, dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu tanggung jawab intern para sekutu,
dan tanggung jawab ekstern terhadap pihak ketiga. Untuk yang pertama (intern), maka para sekutu
dapat menunjuk salah seorang diantara mereka atau pihak ketiga untuk menjadi Pengurus
Maatschap guna melakukan semua tindakan kepengurusan atas nama maatschap (pasal 1637
KUHPer).

Bila tidak dijanjikan demikian, maka setiap sekutu dianggap secara timbal balik telah memberikan
kuasa, supaya yang satu melakukan pengurusan terhadap yang lain, bertindak atas nama maatschap
dan atas nama mereka (pasal 1639 KUHPer). Untuk yang kedua (ekstern), dalam pasal 1642 KUHPer
dinyatakan bahwa “para sekutu tidaklah terikat masing masing untuk seluruh utang maatschap dan
masing-masing mitra tidak bisa mengikat mitra lainnya apabila mereka tidak telah memberikan kuasa
kepadanya untuk itu.”

Mengenai pembagian keuntungan dan kerugian, para sekutu bebas untuk menentukan bagaimana
keuntungan maatschap akan dibagikan diantara mereka. Apabila hal ini tidak diatur, maka keuntungan
atau kerugian akan dibagikan seimbang menurut kontribusi setiap sekutu dan sekutu yang hanya
mengkontribusikan ketrampilan, jerih payah, akan memperoleh keuntungan atau kerugian yang sama
dengan sekutu yang kontribusinya paling kecil baik dalam hal uang maupun barang (pasal 1635
KUHPer). Namun perlu catat disini bahwa suatu janji untuk memberikan seluruh keuntungan pada salah
seorang sekutu adalah batal, namun sebaliknya, janji yang mengatakan bahwa seluruh kerugian akan
ditanggung oleh salah seorang sekutu adalah diperbolehkan

Bagaimana halnya bila maatschap bubar?Apa yang terjadi dengan kekayaan maatschap tersebut?
Dalam pasal 1646 KUHPer, suatu maatschap dengan sendirinya bubar bila terjadi salah satu dari
peristiwa dibawah ini:

1. Lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian maatschap;


2. Musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok permitraan;
3. Atas kehendak beberapa atau sesorang sekutu;
4. Jika seorang sekutu ditempatkan dibawah pengampuan atau dinyatakan pailit

Bila maatschap bubar, maka harta kekayaan maatschap akan dibagi kepada anggota maatschap
berdasarkan perjanjian terdahulu, setelah dikurangi utang-utang terhadap pihak ketiga. Bagaimana
bila kekayaan maatschap justru tidak cukup untuk membayar utang? Kembali pada karakteristik
maatschap itu sendiri, maka ut ang tersebut akan ditanggung bersama (tanggung renteng) oleh para
sekutu berdasarkan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persekutuan perdata !

2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis persekutuan perdata !

3. Jelaskanpendirian persekutuan perdata !

4. Jelaskanpertanggungjawaban persekutuan perdata !

28
D. GLOSARIUM

Maatschap/Persekutuan Perdata adalah suatu perjanjian dua orang atau lebih mengikatkan diri
untuk memasukan sesuatu (inbreng) kedalam perserikatan dengan maksud untuk membagi
keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya.

Inbreng adalah pemasukan ke dalam Perseroan

Wet Boek van Burgerlijk Wet adalah Persekutuan

Brand image adalah Merek

Know how adalah keahlian dibidang tertentu

Persoonlijke Capaciteit adalah Kapasitas Kepribadian

Concensuelle Overeenkomst adalah Perjanjian Konsensual

Reele Overeenkomst adalah Perjanjian Riil.

29
FIRMA

( MODUL 4 )

Menjelaskan tentang Pengertian Firma

Menurut Kansil bahwa: “Pengaturan hukum perusahaan dalam KUH Perdata sebagian besar terletak
pada Buku III tentang Perikatan. Masuknya hukum perusahaan ke dalam hukum perikatan, karena hukum
perusahaan mengatur juga perikatan - perikatan yang timbul dari lapangan harta kekayaan yang
bersumber dari perjanjian, misalnya: jual beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel,
check, Firma, CV, PT dan sebagainya”.

Menurut Abdulkadir Muhammad bahwa: “Hukum perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang
mengatur tentang bentuk usaha dan kegiatan usaha”.

Pengertian yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan
Sumantoro, bahwa hukum perusahaan adalah hukum yang secara khusus mengatur tentang bentuk
perusahaan serta segala aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan jalannya suatu perusahaan”.

Adapun persekutuan perdata adalah perjanjian dua orang atau lebih dengan mengikatkan diri untuk
menyetorkan sesuatu kepada persekutuan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat atau
keuntungan (pasal 1618 KUHper). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dinyatakan persekutuan
disebut firma apabila mengandung unsur -unsur pokok berikut:

1. Persekutuan perdata (pasal 1618 KUHPer)


2. Menjalankan perusahaan (pasal 16 KUHPer)
3. Dengan nama bersama atau firma (pasal 16 KUHF), dan
4. Tanggung jawab sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan (pasal 18 KUHD)

Pengaturan tentang Firma terdapat dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD dan Pasal 1618
sampai dengan Pasal 1652 KUHPdt. Firma adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu
perusahaan di bawah satu nama bersama, dimana anggotanya langsung dan secara sendiri-sendiri
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pengurusan firma. Dikatakan persekutuan, karena dalam
Firma pengusaha/ anggotanya merupakan sekutu (partner) yang terdiri lebih dari satu orang untuk
bekerjasama melakukan kegiatan usaha. Firma (Fa) adalah tiap persekutuan yang didirikan untuk
mejalankan perusahaan dibawah satu nama bersama dan bertanggung jawab secara tanggung (secara
renteng).

Menurut Sukardono perseroan firma adalah suatu perikatan perdata yang khusus, kekhususan menurut
pasal 16 KUHD yaitu adanya 3 unsur mutlak diantaranya :

1. Menjalankan perusahaan
2. Dengan pemakaian nama bersama
3. Bertanggung jawab tiap-tiap sekutu mengenai seluruh perikatan dengan firma

M. Yahya Harahap menyatakan bahwa: “Firma sebagai persekutuan (maatschap) adalah kerja sama
diantara orang yang bersifat pertemanan atau perkawanan ataupun persekutuan, bisa teman sesama
profesi atau teman dalam perdagangan ”. Oleh karena itu:

30
a. Faktor individu sangat memegang peranan penting, namun yang me nonjol ke depan adalah
kesatuan kerjasamanya,
b. Dengan demikian, kesatuan kerja sama itu yang lebih memegang peranan penting daripada individu-
individu pesertanya,
c. Itu sebabnya ada yang berpendapat, bentuk kesatuan kerja sama Firma dapat dikatakan sudah
merupakan Perseroan (venootschap, corporation), dimana para anggotanya sudah merupakan
persero di bawah naungan Firma (venootschap onder firma),
d. Persetujuan kerja sama antara anggota sekutu atau peserta, difokuskan pada kesatuan bentuk
kerja sama itu sendiri, sehingga yang tampak keluar adalah bentuk kerja sama itu sendiri sebagai
satu perusahaan,
e. Selanjutnya Sukardono mengatakan bahwa: “Dengan demikian, Firma bertindak sebagai satu
perusahaan yang bernaung di bawah satu nama”.

Lebih lanjut Sukardono menyatakan bahwa : “Tujuan dari firma adalah untuk memperluas usaha
dan menambah modal agar lebih kuat dan mampu bersaing perusahaan yang lain, Perusahaan dengan
berbentuk Firma bisa dijumpai pada berbagai jenis perusahaan. Seperti perusahaan penerbitan,
perusahaan perdagangan, perusahaan jasa, kantor-kantor konsultan hukum, dan akuntan public”.

Menurut Munir Fuady bahwa: “Yang dimaksud dengan firma (partnership) adalah suatu usaha
bersama antara 2 (dua) orang atau lebih yang dimaksudkan untuk menjalankan suatu usaha di
bawah nama bersama. Perusahaan dalam bentuk firma ini diawal penyebutan namanya sering
disingkat dengan “Fa”. Misalnya “Fa. Hasan & Co”.

Suatu partner dalam suatu firma dapat mengikat dan bertindak untuk dan atas nama perusahaan,
sungguhpun ke dalam mungkin ada pembagian tugas diantara para partner”.

Menurut I.G. Rai Wijaya bahwa: “Firma merupakan bentuk permitraan yang umumnya digunakan
dalam bidang komersial seperti usaha perdagangan. Landasan hukum firma dapat ditemukan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) pada Pasal 16 sampai dengan Pasal
35 KUHD. Adapun pengertian firma, yakni: Firma adalah tiap perusahaan yang didirikan untuk
menjalankan suatu perusahaan di bawah nama bersama atau Firma. Firma yaitu nama yang dipakai
untuk berdagang bersama-sama”

Mengenai sumber hukum firma selain dapat ditemukan di dalam KUHD, serta dalam ketentuan
yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BurgerlijkeWetboek) yakni pada Pasal
1618 -1652 KUHPerdata. Mengenai pemberlakuan ketentuan KUHPerdata sebagai sumber hukum
firma ditegaskan dalam

Pasal 15 KUHD, yang menyatakan: “Persekutuan-persekutuan yang disebut di dalam titel ini diatur oleh
perjanjianperjanjian antara pihak -pihak oleh kitab undang-undang ini dan oleh hukum perdata”.
Sehingga dapat diketahui bahwa selain KUHD sebagai sumber hukum bagi firma, terdapat pula
KUHPerdata, dimana ketentua n di dalam KUHPerdata berlaku sebagai lex generalis sedangkan KUHD
berlaku sebagai lex specialis.

Menjelaskan Tentang Pendirian Firma

Untuk mendirikan firma persyaratan tersebut harus melengkapi sebagai berikut:

31
1. Pembuatan akta otentik berupa akta notaris pendirian firma (pasal 22 KUHD)
2. Pendaftaran akta pendirian tersebut di kepanitraan pengadilan negeri dalam daerah hukum
dimana persekutuan firma itu berdomisili (pasal 23 KUHD), yang sekarang cukup pendaftaran wajib
perusahaan (pasal 14 ayat 1 dan 2 UU no.3 tahun 1982 tentang daftar perusahaan
3. Pengumuman akta pendirian tersebut didalam berita negara melalui kantor percetakan negara.
(pasal 28 KUHD).

Dengan memperhatikan ketentuan pasal 22 dan pasal 23 KUHD, tidak dituntut harus bentuk tertentu
dalam mendirikan Firma. Untuk mendirikan sebuah Firma bisa dibuat dengan akta notaris, akta
dibawah tangan, dan bahkan secara lisan. Dalam praktek, pendirian Firma selalu dibuat dengan akta
autentik (dengan akta notaris). Akta pendirian Firma tersebut didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan
Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila pembuatan akta, pendaftaran, dan penumuman
selesai dilakukan, maka Firma tersebut telah sah berdiri dan dapat melakukan kegiatan bisnisnya”.

a. Mengenai tata cara pendirian suatu firma pada prinsipnya terdiri atas tiga prosedur. Ketiga
prosedur tersebut tersebut secara singkat akan diuraikan sebagai berikut : Pendirian/pembentukan
Hal yang menyangkut pendirian atau pembentukan suatu firma harus dilakukan secara autentik
(Pasal 22 KUHD) dengan membuat suatu perjanjian secara tertulis yang menunjukkan kesepakatan
di antara para pendirinya untuk mendirikan suatu badan usaha yang berbentuk firma. Perjanjian
autentik inilah yang disebut dengan Akta Pendirian Firma.
b. kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam wilayah mana firma tersebut didirikan Pendaftaran
Setelah pembuatan akta pendirian, selanjutnya akta terseb ut harus didaftarkan (Pasal 23 KUHD). Hal-
hal yang perlu didaftarkan adalah :
1) Akta pendirian atau
2) Ikhtisar resmi dari akta pendirian tersebut, yang isinya antara lain :
3) Nama, pekerjaan serta tempat tinggal para sekutu;
4) Penetapan nama firma yang dipergunakan;
5) Nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian (bagi) firma dengan
pihak ketiga;
6) Saat dimulainya dan berakhirnya persekutuan (Firma).
c. Pengumuman Selanjutnya ikhtisar resmi dari akta pendirian tersebut harus diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 28 KUHD). Kewajiban mengumumkan ini disertai dengan
sanksi apabila para pendiri melalaikan kewajiban tersebut, persekutuan firma yang didirikan akan
dianggap sebagai persekutuan pedata biasa yang bersifat umum

Menurut Farida Hasim bahwa: “Latar belakang berdiri firma berdasarkan Pasal 22 KUHD adalah
sebagai berikut”:

a. Didirikan bersifat terang-terangan


b. Ada kepastian hukum dalam pendirian firma
c. Sebagai persekutuan menjalankan perusahaan
d. Perlu adanya bukti tulisan

Munir Fuady menyatakan bahwa : “Proses pendirian firma terbagi kedalam beberapa tahap sebagai
berikut :

32
a. Tahap Akta Otentik

Suatu firma harus didirikan dengan suatu akta otentik, dalam hal ini dengan suatu akta notaries.
Apabila suatu firma tidak didirikan dengan akta otentik, maka hal tersebut tidak berpengaruh
terhadap pihak ketiga. Artinya ketidakadaan akta otentik tersebut tidak boleh dipergunakan sebagai
alasan yang merugikan pihak ketiga.

Farida Hasim mengatakan bahwa: “Fungsi akta adalah sebagai alat bukti jika ada perselisihan antara para
pihak, baik intern maupun ekstern Firma, Akta pendirian tersebut memuat anggaran dasar Firma
dengan rincian sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 KUHD yaitu :”

1. Nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal para sekutu


2. Penetapan nama bersama atau firma
3. Firma bersifat umum dan terbatas pada menjalankan perusahaan bidang tertentu
4. Nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian bagi firma
5. Saat mulai dan berakhirnya firma
6. Ketentuan-ketentuan lain mengenai hak pihak ketiga terhadap para sekutu.

b. Tahap Pendaftaran Akta Firma

Setelah akta firma dibuat dengan akta notaries, maka akta firma tersebut haruslah didaftarkan dalam
suatu register khusus yang tersedia di kepaniteraan Pengadilan Negeri di wilayahnya firma tersebut
mempunyai tempat kedudukan.

Dalam Pasal 23 KUHD disebutkan bahwa: “Para persero firma diharuskan untuk mendaftarkan akta
pendirian di kepanitraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya firma bertempat kedudukan.
Yang perlu didaftarkan adalah ikhtisar pendirian Firma. Dalam Pasal 29 KUHD menegaskan bahwa
selama pendaftaran dan pengumuman belum dilaksanakan Perseroan Firma dianggap sebagai :

1. Perseroan Umum
2. Didirikan untuk waktu tidak terbatas
3. Seolah-olah tidak ada seorang persero pun yang dikecualikan dari hak bertindak melakukan
perbuatan hukum dan hak menandatangani untuk firma

c. Tahap Pengumuman dalam Berita Negara

Satu petikan akta firna harus pula diumumkan dalam Berita Negara agar pihak ketiga mengetahuinya
dan agar perusahaan firma tersebut berlaku dan mengikat pihak ketiga.

Menjelaskan Tentang Sistem Tanggung Jawab Para Sekutu dalam Firma

Sebagaimana diketahui firma sebagai sebuah perkumpulan, setidaknya memiliki minimal 2 anggota
sebagai sekutu, dan dalam menjalankan kegiatan usahanya firma dapat melakukan hubungan dengan
pihak ketiga, sehingga di dalam sebuah firma terdapat hubungan internal dan hubungan eksternal di
dalam sebuah firma, dengan penjelasan sebagai berikut :

Hubungan internal firma Pasal 15 KUHD, menyatakan bahwa : “Segala perseroan yang disebut dalam bab
ini dikuasai oleh perjanjian pihak -pihak yang bersangkutan, oleh Kitab ini dan oleh Hukum Perdata”.
Berdasarkan ketentuan ini, menegaskan bahwa aturan dalam KUHPerdata berlaku pada firma, dimana

33
aturan tentang perikatan - perikatan antara para sekutu firma diatur dalam Pasal 1624 sampai dengan
Pasal 1641 KUHPerdata. Masing-masing sekutu firma sebagaimana diatur dalam ketentuan
KUHPerdata tersebut diwajibkan memasukkan modal baik berupa uang, barang atau pun tenaga, dimana
dasar kesepakatan para sekutu untuk mendirikan firma adalah untuk mencapai tujuannya yakni
membagi keuntungan diantara mereka.

Agus Sardjono menyatakan bahwa: “Hubungan eksternal firma Persoalan terkait dengan hubungan
ekternal firma pada hakikatnya terdiri atas dua bagian, yaitu:

1) Siapakah yang berwenang mewakili firma dalam menjalankan kegiatan usaha dan melakukan
hubungan hukum dengan pihak ketiga?
2) Siapakah yang bertanggung jawab terhadap semua perikatan firma dengan pihak ketiga, terutama
siapakah yang bertanggung jawab melaksanakan kewajibankewajiban yang timbul dari perikatan
firma?

Mengenai pertanyaan pertama, dapat dilihat ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHD:
“Tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, mempunyai wewenang dan berhak
untuk bertindak, untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, juga untuk mengikat
perseroan dengan pihak ke tiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkutan
dengan perseroan, atau yang bagi para persero menurut perjanjian tidak berwenang untuk
melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan ini.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 17 KUHD tersebut, dapat diketahui bahwa setiap anggota firma
memiliki kewenangan bertindak keluar atas nama firma. Selanjutnya dengan adanya hubungan yang
dilakukan oleh sekutu firma dengan pihak ketiga tentunya akan menimbulkan hubungan hukum yang
diikuti dengan lahirnya kewajiban kepada pihak ketiga. Hal ini sesuai dengan pertanyaan yang kedua
mengenai pertanggungjawaban atas kewajiban yang timbul dengan adanya hubungan yang dilakukan
antara firma dengan pihak ketiga yang diatur dalam Pasal 18 KUHD, yang menyatakan: “Dalam
perseroan firma, tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya atas
segala perikatan dari perseroannya”

Mengenai tanggung jawab secara tanggung renteng, KUHPerdata mengaturnya dalam Pasal 1280
KUHPerdata, yang menyatakan: “Adalah terjadi suatu perikatan tanggungmenanggung di pihaknya
orang-orang yang berutang, manakala mereka kesemuanya diwajibkan melakukan suatu hal yang
sama, sedemikian bahwa salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah
satu membebaskan orangorang berutang yang lainnya terhadap si berpiutang”.

Ketentuan mengenai tanggung jawab sekutu (anggota) firma secara tanggung renteng tersebut
mengatur bahwa utang ataupun segala kewajiban yang dimiliki oleh firma menjadi tanggungan
secara bersama para sekutu firma. Hal ini memperlihatkan, bahwa firma sebagai sebuah badan usaha
bukan badan hukum didalamnya tidak terdapat pemisahaan harta dan kewajiban antara firma dengan
para sekutu firma. Undang -undang Nomor 37 Tahun 20014 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mengatur mengenai permohonan pailit yang ditujukan kepada
firma dalam Pasal 5, yang menyatakan bahwa: “Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma
harus memuat nama dan tempat tinggal masing -masing pesero yang secara tanggung renteng terikat
untuk seluruh utang firma”.

34
Munir Fuady menjelaskan bahwa: “Terhadap setiap tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama
firma, maka yang bertanggung jawab secara hukum adalah para persero itu secara renteng untuk
seluruh hutang (jointly and severally) dari firma tersebuttanpa melihat siapakah di antara persero
tersebut yang secara riil melakukan tindakan tersebut. Ini adalah wajar mengingat suatu firma bukanlah
suatu badan hukum, sehingga tidak ada kekayaan yang khusus disisihkan untuk berbisnis, tetapi harta
yang dipergunakan untuk berbisnis adalah harta pribadi para persero tersebut”.

Menurut Farida Hasim bahwa: “Firma berakhir apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran
dasar telah berakhir. Firma juga dapat bubar sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam anggaran dasar akibat pengunduran diri atau pemberhentian sekutu. Pembubaran firma harus
dilakukan dengan akta yang autentik yang dibuat di muka notaries, didaftarkan di kepaniteraan
pengadilan negeri setempat dan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara. Kelalaian pendaftaran
dan pengumuman ini mengakibatkan tidak berlakunya pembubaran firma, dan pengunduran diri atau
pemberhentian sekutu atau perubahan anggaran dasar terhadap pihak ketiga. Setiap Pembubaran
firma memerlukan pemberesan, tugas pemberesan adalah menyelesaikan semua utang firma dengan
menggunakan uang kas. Jika masih ada saldo, maka saldo dibagi antara para sekutu. Jika ada
kekurangan maka kekurangan itu harus dipenuhi dari kekayaan pribadi para sekutu”.

Irma Devita Purnamasari mengatakan bahwa: “Dalam Pasal 18 KUHD disebutkan bahwa: “Perseroan
firma tiap-tiap pesero bertanggungjawab secara tanggung -renteng untuk seluruhnya atas perikatan-
perikatan perseroannya”. Berdasarkan pasal 18 KUH Dagang, masing-masing sekutu tersebut
berkewajiban menanggung seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekutu lainnya secara
tanggung menanggung atau secara tanggung renteng. Tanggung renteng tersebut tidak terbatas
hanya pada kekayaan dari para sekutu yang dikontribusikan (diinbrengkan atau dimasukkan) ke dalam
Firma, juga termasuk harta pribadi yang berada diluar persekutuan ”.

Terkait dengan tanggung jawab renteng dari para sekutu Firma tersebut, maka dapat dilihat dari
hubungan sekutu dengan pihak ketiga. Setiap anggota atau sekutu Firma dapat melakukan perikatan
atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama perusahaan (perseroan) tanpa perlu
adanya surat kuasa khusus dari sekutu lainnya.

Misalnya Firma (Fa) Mukti yang sekutunya terdiri dari Adam, Jodi dan Sony, semuanya dapat bertindak
keluar untuk dan atas nama perusahaan. Apabila seorang saja misalnya Adam bertindak keluar maka
secara hukum juga mengikat Jodi dan Sony. Dalam hal pihak ketiga dirugikan, maka ia dapat
menggugat Adam, Jodi dan Sony baik secara sendiri-sendiri atau ketiganya bersama-sama di
Pengadilan. Tanggung jawab demikian dinamakan tanggung jawab renteng atau tanggung jawab
solider. Harta kekayaan yang dapat digugat tidak terbatas pada harta kekayaan perusahaan (firma) saja,
teta pi meliputi juga harta pribadi dari masing-masing sekutu.

MenjelaskanTentang Berakhirnya Firma

Karena firma bentuk persekutuan perdata khusus, maka pengaturan pembubaran firma cukup diatur
dalam KUH perdata, yaitu di buku III bagian IV berdasarkan pasa 1646 KUH perdata persekutuan
dapat berakhir karena:

1. Telah mencapai waktu yang telah ditentukan sebelumnya dalam akta pendirian (apabila ada)
2. Musnahnya barang atau selesai perbuatan yang menjadi pokok perjanjian

35
3. Atas kehendak semeta-mata dari beberapa orang sekutu
4. Jika salah seorang sekutu meninggal atau berada diawah pengampuan atau dinyatakan pailit

Sebab berakhirnya persekutuan firma yang dikarenakan meninggalnya salah seorang sekutu, dapat
dikesampingkan apabila sebelum dia ntara sekutu sekutu tersebut telah diperjanjikan bahwa
meninggalnya salah seorang sekutu tidak berpengaruh terhadap kelangsungan firma.

Menurut Gatot Supramono bahwa: “ sebagai sebuah badan usaha, firma dapat dibubarkan atau
berakhir, adapun empat macam cara berakhirnya firma sebagaimana diatur dalam Pasal 1646
KUHPerdata, yaitu :

a. Dengan lewatnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian persekutuan.


b. Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadai pokok persekutuan.
c. Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu.
d. Apabila salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh pengampuan atau dinyatakan pailit.

H.M.N Purwosutjipto mengatakan bahwa: “Persekutuan Firma sama halnya dengan Persekutuan
Perdata, maka mengenai bubarnya Persekutuan Perdata sama halnya dengan Persekutuan Firma yakni
Bagian Kedelapan, Bab VIII, Buku III KUH Perdata, mulai Pasal 1646 s/d 1652 ditambah dengan Pasal
31 s/d 35 KUHD”. Pada Pasal 31 KUHD menjelaskan secara khusus untuk kepentingan pihak ketiga,
yang berbunyi “ membubarkan persekutuan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian
pendirian atau sebagai akibat atau pemberhentian, begitu juga memperpanjang waktu sehabis waktu
yang telah ditentukan, dan mengadakan perubahan -perubahan dalam perjanjian semula yang penting
bagi pihak ketiga, semua itu harus dilakukan dengan akta otentik didaftarkan seperti tersebut di atas
dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I.”

Setelah persekutuan firma dinyatakan bubar perlu diadakan yang namanya pemberesan walaupun
dalam Pasal 31 KUHD tidak menyebutkan adanya persekutuan firma yang bubar karena lampaunya
waktu sebagai yang ditetapkan dalam perjanjian pendirian persekutuan. Pasal 32 KUHD menjelaskan
tentang siapa yang menjalankan pemberesan pada persekutuan firma yang telah bubar, yakni dimana
harus melihat pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pendirian persekutuan, jika dalam
perjanjian pendirian persekutuan tidak ada ketentuan apa-apa, maka:

a. Sekutu-sekutu penguruslah yang berkewajiban melakukan pemberesan


b. Dalam perjanjian pendirian persekutuan dapat ditentukan satu atau beberapa orang yang
bukansekutu untuk bertindak sebagai pemberes
c. Para sekutu bersama, dengan suara terbanyak, dapat menunjuk sekutu yang bukan sekutu pengurus
untuk mengadakan pemberesan
d. Kalau suara terbanyak tidak berhasil, maka sekutu-sekutu dapat minta bantuan kepada Hakim
untuk menetapkan siapa-siapa pemberes itu.

Abdulkadir Muhammad Tugas pemberes ialah menyelesaikan semua hutang persekutuan firma
dengan menggunakan kas, jika masih ada saldo maka saldo dibagi diantara para sekutu, jika ada
kekurangan maka kekurangan itu harus ditanggung dari kekayaan pribadi para sekutu”. Mengenai
tugas dari para pemberes itu sendiri tidak diatur dalam KUHD, sehingga diserahkan sepenuhnya
kepada para sekutu. Dalam pertanggungjawabannya menurut Pasal 1802 KUH Perdata menyatakan
bahwa pemberes sebagai pemegang kuasa, bertanggung jawab atas segala perbuatannya kepada para

36
sekutu dan berkewajiban untuk membayar ganti kerugian bila persekutuan menderita rugi karena
kelalaian atau kesalahannya.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan tentang Pengertian Firma !

2. Jelaskan Tentang Pendirian Firma !

3. Jelaskan tentang Sistem Tanggung Jawab Para Sekutu dalam Firma !

4. Jelaskan tentang berakhirnya Firma !

D. GLOSARIUM

Firma adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama
bersama, dimana anggotanya langsung dan secara sendiri -sendiri bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap pengurusan firma

Venootschap / Kemitraan

Maatschap/ Kemitraan

Partnership / Kemitraan

Jointly and Severally /bersama dan sedikit

Diinbrengkan/ Dimasukan

37
PERSEKUTUAN KOMANDITER (CV)

( MODUL 5 )

Menjelaskan tentang Pengertian Persekutuan Komanditer (CV)

Secara umum perusahaan artinya tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor
produksi untuk digunakan dan dikoordinir demi memuaskan kebutuhan dengan cara yang
menguntungkan. Berdasarkan definisi diatas maka dapat dilihat adanya lima unsur penting dalam
sebuah perusahaan,yaitu organisasi, produksi, sumber ekonomi, kebutuhan dan cara yang
menguntungkan. Setiap perusahaan ada yang terdaftar di pemerintah dan ada pula yang tidak. Bagi
perusahaan yang terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan usaha untuk perusahaannya.
Badan usaha ini adalah status dari perusahaan tersebut yang terdaftar di pemerintah secara resmi.

Kita tahu sekarang ini banyak sekali perusahaan-perusahaan yang menggunakan bentuk CV ini. Bahkan
CV bukanlah suatu istilah yang asing lagi untuk kita dengar dan akan terus berkembang di masa sekarang
ini. CV itu sendiri telah dibuat hukum nya (peraturannya) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) oleh pemerintah.

Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui lebih dalam lagi apa itu CV sehingga kita dapat
mempertimbangkan bentuk usaha apa yang ingin ki ta gunakan jika kita ingin membuka suatu usaha.
Menurut ketentuan pasal 19 KUH Dagang disebutkan bahwa persekutuan komanditer (CV) adalah
persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk oleh beberapa orang sekutu yang
secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak, dan satu orang atau
lebih sekutu sebagai pelepas uang pada pihak lainnya.

Menurut Munir Fuadi bahwa : ”Bentuk perusahaan yang disebut dengan Commanditaire
Vennootschap jawab secara penuh atas kekayaan pribadinya, sementara satu orang atau lebih lainnya
merupakan persero pasif ( persero komanditer), dimana dia harus bertanggung jawab sebatas uang
yang disetor saja. Dari pengertian CV di atas terlihat bahwa bentuk usaha kamanditer tersebut sering
disingkat dengan CV atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited Corporation, merupakan suatu
bentuk badan usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih, dimana satu orang atau lebih dari
pendirinya adalah persero aktif, yakni yang aktif menjalankan perusahaan dan akan bertanggung
merupakan bentuk kombinasi antara perseroan terbatas dengan perusahaan firma karena suatu CV
memiliki karakteristik perseroan terbatas dan firma sekaligus”.

Pada CV ada yang namanya sekutu pelepas uang atau sekutu pasif (sekutu komanditer) dan sekutu
aktif atau sekutu pengurus (sekutu komplementer). Alam pikiran yang mendasari pembentukan
persekutuan komdanditer (CV) ialah ada nya seorang atau ebih yang mepercayakan uang atau
barang lainnya untuk dipergunakan dalam suatu perusahaan kepada seorang atau lebih yang
menjalankan perusahaannya atau pembiayaan bersama.

Orang yang mempercayakan untuk menyerahkan uang atau barang lainnya itu disebut dengan
“sekutu komanditer”, sedangkan orang yang menerima kepercayaan untukmenjalankan pengurusan
perusahaan disebut dengan sekutu “komplementer”. Jadi, sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya
menyerahkan uang, barang atau tenaga sebaga i pemasukan dalam persekutuan tetapi dia sendiri tidak

38
campur tangan dalam pengurusan pesekutuan. Dengan demikian, seorang sekutu komanditer dapat
disamakan dengan seorang penitip modal pada suatu perusahaan, untuk itu ia akan menerima hasil.

Sementara sekutu komplementer adalah sekutu yang bekerja (sekutu pengurus), dialah yang
menggerakkan modal tersebut. Sekutu komplementer itu adalah sekutu yang mengurus persekutuan.
Dalam hal ini perlu diketahui, baik sekutu komanditer maupun sekutu komplimenter sama-sama
menyetorkan sejumlah uang atau barang sebagai pemasukan pada persekutuan, dengan tanggung
jawab bersama (untung rugi dipikul bersama).

Pengaturan masalah CV ini berada di dalam pengaturan masalah Firma, sebab pada dasarnya CV.
juga merupakan Firma dengan bentuk khusus, dimana kekhususannya terletak pada adanya sekutu
komanditer yang tidak terdapat dalam firma. Secara khusus CV. diatur dalam pasal 19, 20, dan 21
KUHD. Disamping ketentuan khusus tersebut berlaku pula ketentuan umum yang terdapat dalam KUH
Perdata.

KUHD tidak mengatur secara khusus bagaimana prosedur mendirikan CV. Sama seperti Firma. Untuk
mendirikan CV dapat dilakukan dengan lisan, dengan akta dibawah tangan, atau dengan akta notaris.
Dalam praktek CV. umumnya dibuat/didirikan d engan akta notaris. Akta pendirian atau perjanjian
pendirian CV. tersebut kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan
dalam berita negara melalui percetakan negara di Jakarta.

Menjelaskan Tentang Macam-macam Persekutuan Komanditer (CV)

Macam-macam CV ada 3 yaitu sebagai berikut :

a. CV dengan diam-diam adalah CV yang belum menyatakan dirinya dengan terangterangan kepada
pihak ketiga sebagai CV. Bila CV bertindak keluar, masih menyatakan diri sebagai firma,tetapi
kedalam sudah menjadi CV.
b. CV dengan terang-terangan adalah CV yang dengan terang-terangan menyatakan dirinya sebagai CV
kepada pihak ketiga. Misalnya dapat dilihat pada papan nama atau pada kepala surat yang keluar
dengan menggunakan nama CV.
c. CV dengan Saham, sebenarnya merupakan CV terang-terangan yang modalnya terdiri dari saham-
saham

Jenis Persekutuan Komanditer.

Dalam perkembangannya, terdapat beberapa bentuk persekutuan komanditer. Pertama adalah


persekutuan komanditer murni. Dalam bentuk yang paling sederhana ini, hanya terdapat satu pesero
komplementer dan beberapa pesero komanditer. Bentuk yang kedua adalah persekutuan komanditer
campuran. Bentuk ini biasanya terjadi pada persekutuan firma yang sedang membutuhkan tambahan
modal. Pihak yang mau memberikan tambahan modal itu bertindak sebagai pesero komanditer.
Sementara pesero firma secara otomatis akan menjadi pesero komplementer. Sedangkan bentuk ketiga
dari CV adalah persekutuan komanditer bersaham. Dalam bentuk ini, perseroan menerbitkan saham
dengan tujuan untuk memudahkan penarikan kembali modal yang telah disetorkan. Tiap pesero
komplementer dan komanditer memegang saham yang tidak dapat diperjual belikan ini.

Berdasarkan perkembangannya, bentuk perseroan komanditer adalah sebagai berikut:

Persekutuan komanditer murni

39
Bentuk ini merupakan persekutuan komanditer yang pertama. Dalam persekutuan ini hanya terdapat
satu sekutu komplementer, sedangkan yang lainnya adalah sekutu komanditer.

Persekutuan komanditer campuran

Bentuk ini umumnya berasal dari bentuk firma bila firma membutuhkan tambahan modal. Sekutu firma
menjadi sekutu komplementer sedangkan sekutu lain atau sekutu tambahan menjadi sekutu
komanditer.

Persekutuan komanditer bersaham

Persekutuan komanditer bentuk ini mengeluarkan saham yang tidak dapat diperjualbelikan dan sekutu
komplementer maupun sekutu komanditer mengambil satu saham atau lebih. Tujuan dikeluarkannya
saham ini adalah untuk menghindari terjadinya modal beku karena dalam persekutuan komanditer tidak
mudah untuk menarik kembali modal yang telah disetorkan

Menjelaskan Tentang Pendirian Persekutuan Komanditer (CV)

Dalam KUH Dagang tidak ada aturan tentang pendirian, pendaftaran, maupun pengumumannya,
sehingga persekutuan komanditer dapat diadakan berdasarkan perjanjian dengan lisan atau sepakat
para pihak saja (Pasal 22 KUH Dagang). Dalam praktik di Indonesia untuk mendirikan persekutuan
komanditer dengan dibuatkan akta pendirian/berdasarkan akta notaris, didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang berwenang dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Dengan kata
lain prosedur pendiriannya sama dengan prosedur mendirikan persekutuan firma.

Prosedur pendirian CV diatur pada Pasal 16-35 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHD).
Mendirikan CV tidak rumit kalau anda paham prosesnya. Intinya, setiap orang yang hendak
mendirikan CV, dibuat dalam Akta Notaris (Otentik), dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang berwenang, untuk selanjutnya diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I.

CV atau Comanditaire Venootschap adalah bentuk usaha yang merupakan salah satu alternatif yang
dapat dipilih oleh para pengusaha yang ingin melakukan kegiatan usaha dengan modal yang terbatas.
Karena, berbeda dengan PT yang mensyaratkan minimal modal dasar sebesar Rp. 50jt dan harus
di setor ke kas Perseroan minimal 25%nya, untuk CV tidak ditentukan jumlah modal minimal. Jadi,
misalnya seorang pengusaha ingin berusaha di industri rumah tangga, percetakan, biro jasa,
perdagangan, catering, dll dengan modal awal yang tidak terlalu besar, dapat memilih CV sebagai
alternatif Badan Usaha yang memadai.Apakah bedanya CV dengan PT?

Perbedaan yang mendasar antara PT dan CV adalah, PT merupakan Badan Hukum, yang
dipersamakan kedudukannya dengan orang dan mempunyai kekayaan yang terpisah dengan kekayaan
para pendirinya. Jadi, PT dapat bertindak keluar baik di dalam maupun di muka pengadilan sebagaimana
halnya dengan orang, serta dapat memiliki harta kekayaan sendiri. Sedangkan CV, dia merupakan Badan
Usaha yang tidak berbadan hukum, dan kekayaan para pendirinya tidak terpisahkan dari kekayaan CV.

Perbedaan lain yang cukup penting antara PT dengan CV adalah, dalam melakukan penyetoran
modal pendirian CV, di dalam anggaran dasar tidak disebutkan pembagiannya seperti halnya PT.
Jadi, para persero harus membuat kesepakatan tersendiri mengenai hal tersebut, atau membuat

40
catatan yang terpisah. Semua itu karena memang tidak ada pemisahan kekayaan antara CV dengan
kekayaan para perseronya.

Selanjutnya, karena memiliki kesamaaan dengan pendirian firma, maka tahap tahap pendirian CV
adalah Pertama, mempersiapkan ikhtisar isi resmi dari Akta Pendirian CV, yang meliputi:

a. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal para pendiri;


b. Penetapan nama CV;
c. Keterangan mengenai CV itu bersifat umum atau terbatas untuk menjalankan sebuah perusahaan
cabang secara khusus (maksud dan tujuan);
d. Nama sekutu yang berkuasa untuk menandatangani perjanjian atas nama persekutuan;
e. Saat mulai dan berlakunya CV;
f. Klausula-klausula penting lain yang berkaitan dengan pihak ketiga terhadap sekutu pendiri;
g. Pendaftaran akta pendirian ke PN harus diberi tanggal;
h. Pembentukan kas (uang) dari CV yang khusus disediakan bagi penagih dari pihak ketiga, yang jika
sudah kosong berlakulah tanggung jawab sekutu secara pribadi untuk keseluruhan;
i. Pengeluaran satu atau beberapa sekutu dari wewenangnya untuk bertindak atas nama
persekutuan.

Kedua, mendaftarkan akta pendiriannya kepada Panitera Pengadilan Negeri yang berwenang (Pasal 23
KUHD), dan yang didaftarkan hanyalah akta pendirian CV atau ikhtisar resminya saja (Pasal 24
KUHD). CV tersebut didaftarkan pada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan/wilayah hukum CV,
dengan membawa kelengkapan berupa Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) dan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) atas nama CV yang bersangkutan. Ketiga, para pendiri CV diwajibkan untuk
mengumumkan ikhtisar resmi akta pendiriannya dalam Tambahan Berita Negara R.I. (Pasal 28 KUHD)

Menurut Farida Hasyim bahwa : ” Tata cara pendirian CV tidak ada ketentuan yang tegas dalam
KUHD, tetapi dalam praktik dibuat secara autentik (akta notaris). CV didirikan dengan pembuatan
anggaran dasar yang dituangkan dalam akta pendirian yang dibuat dimuka notaris. Akta pendirian
kemudian didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Akta Pendirian yang sudah
didaftarkan diumumkan dalam Tambahan Berita Acara”.

CV dapat didirikan dengan syarat dan prosedur yang lebih mudah daripada PT yaitu hanya
mensyaratkan pendirian oleh 2 orang, dengan menggunakan akta Notaris yang berbahasa Indonesia.
Walaupun dewasa ini pendirian CV mengharuskan adanya akta notaris, namun dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang dinyatakan bahwa pendirian CV tidak mutlak harus dengan akta Notaris.

Pada saat para pihak sudah sepakat untuk mendirikan CV, maka dapat datang ke kantor Notaris dengan
membawa KTP. Untuk pendirian CV, tidak diperlukan adanya pengecekan nama CV terlebih dahulu.
Oleh karena itu prosesnya akan lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan pendirian PT. Namun
demikian, dengan tidak didahuluinya dengan pengecekan nama CV, menyebabkan nama CV sering sama
antara satu dengan yang lainnya.

Pada waktu pendirian CV, yang harus dipersiapkan sebelum datang ke Notaris adalah adanya
persiapan mengenai:

1. Calon nama yang akan digunakan oleh CV tersebut


2. Tempat kedudukan dari CV

41
3. Siapa yang akan bertindak selaku Persero aktif, dan siapa yang akan bertindak selaku persero
diam.
4. Maksud dan tujuan yang spesifik dari CV tersebut (walaupun tentu saja dapat mencantumkan
maksud dan tujuan yang seluas-luasnya).

Untuk menyatakan telah berdirinya suatu CV, sebenarnya cukup hanya denganakta Notaris tersebut,
namun untuk memperkokoh posisi CV tersebut, sebaiknya CV tersebut di daftarkan pada Pengadilan
Negeri setempat dengan membawa kelengkapan berupa Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP)
dan NPWP atas nama CV yang bersangkutan. Apakah itu akta, SKDP, NPWP dan pendaftaran
pengadilan saja sudah cukup? Sebenarnya semua itu tergantung pada kebutuhannya. Dalam
menjalankan suatu usaha yang tidak memerlukan tender pada instansi pemerintahan, d an hanya
digunakan sebagai wadah berusaha, maka dengan surat-surat tersebut saja sudah cukup untuk
pendirian suatu CV. Namun, apabila menginginkan ijin yang lebih lengkap dan akan digunakan untuk
keperluan tender, biasanya dilengkapi dengan surat-surat lainnya yaitu:

1. Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


2. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
3. Tanda Daftar Perseroan (khusus CV)
4. Keanggotaan pada KADIN Jakarta.

Pengurusan ijin-ijin tersebut dapat dilakukan bersamaan sebagai satu rangkaian dengan pendirian CV
dimaksud, dengan melampirkan berkas tambahan berupa:

1. Copy kartu keluarga Persero Pengurus (Direktur) CV


2. Copy NPWP Persero Pengurus (Direktur) CV
3. Copy bukti pemilikan atau penggunaan tempat usaha, dimana
a. Apabila milik sendiri, harus dibuktikan dengan copy sertifikat dan copy bukti pelunasan PBB
th terakhir
b. Apabila sewa kepada orang lain, maka harus dibuktikan dengan adanyaperjanjian sewa
menyewa, yang dilengkapi dengan pembayaran pajak sewa (Pph) oleh pemilik tempat.

Sebagai catatan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta, untuk wilayah Jakarta, yang dapat digunakan
sebagai tempat usaha hanyalah Rumah toko, pasar atau perkantoran. Namun ada daerah-daerah tertentu
yang dapat digunakan sebagai tempat usaha yang tidak membayakan lingkungan, asalkan mendapat
persetujuan dari RT/RW setempat

4. Pas photo ukuran 3X4 sebanyak 4 lembar dengan latar belakang warna merah

Jangka waktu pengurusan semua ijin-ijin tersebut dari pendirian sampai dengan selesai lebih kurang
selama 2 bulan.

MenjelaskanTentang Pertanggungjawaban Perseroan Komanditer (CV)

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 KUHD : "Dalam Perseroan Firma, tiaptiap pesero bertanggung
jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya atas segala perikatan dari peseronya". Tanggung
jawab renteng yang dimaksud dalam Pasal 18 KUHD tersebut adalah merupakan harta kekayaan
Perseroan Firma ditambah dengan harta kekayaan pribadi peseronya. Dalam Perseroan Firma bukan
tanggung jawab terbatas tetapi tanggung jawab renteng, jadi salah satu syarat atau karakter Badan

42
Hukum tidak terpenuhi. Demikian pula halnya dengan Perseroan Komanditer (CV), ka rena Firma hampir
sama dengan Perseroan Komanditer (CV).

Dalam perseroan dibawah Firma, para pesero bertanggung jawab renteng dengan seluruh kekayaannya
terhadap semua hutang perseroan dengan tidak dipersoalkan apakah tindakan itu merupakan tindakan
mereka sendiri atau tindakan dari salah seorang pesero lainnya. Sedangkan dalam Perseroan Komanditer
bertanggung jawab terbatas pada uang yang dimasukkan/diserahkan pada perseroan itu (untuk pesero
komanditer).

Apabila dikaji ketentuan Pasal 19 sampai dengan 21 Kitab UndangUndang Hukum Dagang yang
mengatur tentang Firma, jelaslah bahwa Perseroan Komanditer adalah Firma dengan bentuk khusus.
Kekhususannya itu terletak pada eksistensi pesero komanditer yang tidak ada pada Firma. Firma hanya
mempunyai sekutu aktif yang disebut firmant.

Hubungan intern diantara sekutu biasa/pengurus (gewone vennoot) selain memasukkan uang atau
benda ke dalam perseroan juga memasukkan tenaga dalam rangka mengurus/menjalankan
perseroan. Disamping itu, sekutu biasa/ pengurus juga memikul tanggung jawab tidak terbatas atas
kerugian yang diderita perseroan dalam usahanya, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian
perseroan. Sedangkan sekutu komanditer, tidaklah dibebani kerugian yang lebih dari jumlah modal
yang dimasukkannya. “Kedudukan hukum Perseroan Komanditer (CV) dikenal dalam keadaan statis,
tunduk sepenuhnya dalam Hukum Perdata, demikian pu la dalam keadaan bergeraknya".

Kedudukan hukum Perseroan Komanditer (CV) dalam keadaan statis dimaksudkan semua perbuatan
dan perhubungan hukum intern Perseroan Komanditer (CV), seperti antara lain perbuatan hukum
pendirian Perseroan Komanditer (CV) yang dilakukan dihadapan Notaris berdasarkan ketentuan Pasal
22 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, perhubungan hukum intern Perseroan Komanditer
(CV) antara persero pengurus maupun persero komanditer. Kedudukan hukum Perseroan Komanditer
(CV) dalam keadaan bergeraknya dimaksudkan setiap perbuatan dan hubungan hukum keluar (extern)
dengan pihak ketiga yang mengikat Perseroan Komanditer (CV).

Bagaimanapun dalam kenyataan praktek ada yang dinamakan "harta kekayaan perseroan" yaitu
harta kekayaan yang disisihkan oieh masing-masing sekutu dari harta kekayaan pribadinya yang
dimasukkan dalam perseroan akan wujud "inbreng". Termasuk pula segala hasil yang timbul dari ibreng
ini. Menurut Rudhi Prasetya lebih lanjut, perseroan dijadikan salah satu tergugat. Kalimat ini
mengandung makna disamping perseroan mutlak tergugat pula para sekutu atau beberapa orang
dari sekutu. Yang penting dari hal harta kekayaan sekutu pribadi (vide Pasal 18 KUHD) dapat
dituntut dalam perkara ini.

Tanggung jawab terbatas itu diberikan oleh Undang-Undang (Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang) apabila pesero komanditer itu memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut :

1. Nama pesero komanditer tidak dibenarkan dipakai pada waktu pembentukan perseroan itu,
terkecuali yang ditentukan dalam Pasal 30 Kitab UndangUndang Hukum Dagang.
2. Pesero Komanditer tidak dibenarkan melakukan tindakan-tindakan dalam Perseroan Komanditer
(CV) atau melakukan sesuatu pekerjaan kepengurusan dalam perusahaan itu.
3. Pesero Komanditer tidak ikut memikul kerugian lebih dari pada jumlah uang yang telah dimasukannya

43
Apabila syarat-syarat yang disebut di atas tersebut melanggar, maka hilanglah sifat tanggung jawab
terbatas itu dan Pesero Komanditer itu bertanggung jawab renteng bersama-sama dengan Pesero
Komplementer mengenai seluruh utang dan perjanjian perseroan. "Pesero-pesero pengurus (pesero
komplementer) mendapat bagian dari keuntungan yang jumlahnya seimbang dengan modal yang
telah disetorkannya sedangkan pesero pendiam (pesero komanditer) hanya mendapat bunga yang
jumlahnya tetap dan tidak tergantung pada hasil -hasil perusahaan"

Pelanggaran hal tersebut diatas maka Perseroan Komanditer (CV) menjadi Firma, para pesero
bertanggung jawab renteng dengan seluruh kekayaannya terhadap semua hutang perseroan dengan
tidak dipersoalkan apakah tindakan itu merupakan tindakan mereka sendiri atau tindakan dari salah
seorang pesero lainnya. Sedangkan dalam Perseroan Komanditer (CV) bertanggung jawab terbatas
pada uang yang dimasukkan/diserahkan pada perseroan itu (untuk pesero komanditer).

Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa: “ Akibat dari pertanggungjawaban setiap sekutu untuk
seluruhnya atas perikatan-perikatan dari persekutuan Firma ialah bahwa yang dapat digugat di muka
Pengadilan adalah persekutuannya maupun setiap sekutu”.

Maka sebaiknya dalam gugatan nama-nama dari semua sekutudisebutkan di samping


persekutuannya. Dengan demikian, putusan hakim juga dapat dijalankan (eksekusi) terhadap setiap
sekutu mengenai kekayaannya. Lebih lanjut menurut Wirjono, apabila yang digugat hanya salah
seorang sekutu, maka putusan hakim yang mengab ulkan gugatan hanya dapat dijalankan terhadap
harta kekayaan sekutu yang digugat, tidak terhadap kekayaan persekutuan dan juga tidak terhadap
kekayaan lain -lain

MenjelaskanTentang Berakhirnya Persekutuan Komanditer (CV)

Karena pada hakekatnya persekutuan komanditer adalah persekutuan perdata, maka berakhirnya
persekutuan komanditer adalah sama dengan persekutuan perdata yang diatur dalam Pasal 1646
sampai dengan 1652 KUHPerdata. Pasal 1646 KUH Perdata menyebutkan bahwa paling tidak ada 4
hal yang menyebabkan persekutuan berakhir yaitu, lewatnya masa waktu perjanjian persekutuan,
musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan, kehendak dari
sekutu, dan jika salah seorang sekutu meninggal at au ditaruh di bawah pengampuan atau dinyatakan
pailit.

Karena persekutuan komanditer pada hakikatnya adalah persekutuan perdata (Pasal 16 KUH Dagang),
maka mengenai berakhirnya persekutuan komanditer sama dengan berakhirnya persekutuan perdata
dan persekutuan firma (Pasal 1646 s/d 1652 KUH Perdata). Akta Otentik Pendirian Persekutuan
Komanditer saat ini pada umumnya mencantumkan ketentuan mengenai tidak berakhirnya Persekutuan
dalam hal salah satu Sekutu dinyatakan Pailit. Secara logika, ketentuan tersebut bertentangan dengan
ketentuan dalam KUH Perdata sedangkan perjanjian yang bertentangan dengan Undang Undang adalah
batal demi hukum. Secara logika, berakhirnya Persekutuan Komanditer dalam keadaan Sekutu Pailit
adalah akibat dari persatuan inbreng yang dilakukan.

Padahal Pailit mengharuskan sita atas semua harta milik Debitor. Dari konsep ini terlihat pembubaran
persekutuan bermaksud untuk memisahkan harta sekutu Debitor sebagai budle pailit dari inbreng yang
ada.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

44
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persekutuan komanditer !

2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam persekutuan komanditer !

3. Jelaskan pendirian persekutuan komanditer !

4. Jelaskan pertanggungjawaban persekutuan komanditer !

5. Jelaskan berakhirnya persekutuan komanditer !

D. GLOSARIUM

Perseroan Komanditer (CV)

CV atau Comanditaire Venootschap adalah bentuk usaha yang merupakan salah satu

alternatif yang dapat dipilih oleh para pengusaha yang ingin melakukan kegiatan usaha

dengan modal yang terbatas

Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP)

Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)

Tanda Daftar Perseroan (khusus CV)

Keanggotaan pada KADIN Jakarta.

45
KOPERASI

( MODUL 6 )

Menjelaskan tentang Pengertian Koperasi

Kata koperasi berasal dari bahasa latin yaitu coopere yang dalam bahasa Inggris disebut cooperation dan
cooperative Koperasi berasal dari kata co dan operation yang mengandung arti bekerja sama untuk
mencapai tujuan. Koperasi diatur dalam UndangUndang No.25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
Undang-Undang ini mencabut berlakunya Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perkoperasian.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa: “ Koperasi badan
hukum yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas asas kekeluargaan”.

Menurut Munir Fuady bahwa: “Koperasi merupakan suatu badan usaha yang berbentuk badan
hukum yang anggotanya terdiri dari orang perorangan atau badan hukum koperasi dimana
kegiatannya didasarkan atas prinsip ekonomi kerakyatan berdasarkan atas asas kekeluargaan untuk
mencapai tujuan kemakmuran anggota”.

Sedangkan menurut Kasmir bahwa: ”Koperasi adalah sekumpulan otonom dari orang - orang yang
yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan partisipasi-partisipasi
ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki dan bersama-sama
mereka kendalikan secara demokratis.”

Selanjutnya Munir Fuady menyatakan bahwa: “Koperasi merupakan bentuk usaha yang sarat dengan
visi, misi, dan tujuan-tujuan yang ideal, sehingga sangat mulia jika koperasi ini dapat berkembang
pesat sebagaimana juga dengan usaha -usaha swasta atau

Badan Usaha Milik Negara”.

Lebih lanjut Munir Fuady menegaskan bahwa: “Koperasi dianggap sebagai salah satu sokoguru ekonomi
Indonesia disamping sokoguru yang lain berupa Badan Usaha Milik Negara dan Usaha Swasta. Dalam
suatu koperasi terdapat anggota-anggotanya dimana rapat dari anggota merupakan organ koperasi yang
tertinggi dengan kewenangan yang tinggi pula”.

Menurut Tiktik Sartika Pratomo bahwa: ”Koperasi bisa juga didefinisikan sebagai organisasi yang didirikan
dengan tujuan bersama untuk menunjang kepentingan ekonomi para angotanya melalui suatu
perusahaan bersama”.

Jadi koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya.

46
Menurut Hendar dan Kusnadi bahwa: “Koperasi adalah Badan usaha yang beranggotakan orang-
seorang atau badan-badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan”.

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK No.27 bahwa: “Koperasi Koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan”.

Berdasarkan pasal 4 UU No. 17 Tahun 2012 tentang tujuan koperasi yaitu ”Koperasi bertujuan
meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan
berkeadilan”. Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada
umumnya, serta membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 04 Tahun 2012 bahwa: Koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan
asas kekeluargaan. Berdasar atas asas kekeluargaan.” Asas ini mengandung arti bahwa diperlukan adanya
kesadaran dari setiap anggota koperasi untuk melaksanakan segala sesuatu kegiatan yang terjadi
dalam koperasi sesuai dengan asaa kekeluargaan tersebut, setiap anggota koperasi memiliki hak dan
kewajiban yang sama. Tujuan koperasi seperti yang tercantun dalam Undang–Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 3, “Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945

Menjelaskan Tentang Nilai dan Prinsip-prinsip Koperasi

Berdasarkan pasal 5 ayat 1 UU No.17 Tahun 2012 nilai yang mendasari kegiatan koperasi, yaitu :

a. Kekeluargaan;
b. Menolong diri sendiri;
c. Bertanggung jawab;
d. Demokrasi;
e. Persamaan;
f. Berkeadilan; dan
g. Kemandirian.

Nilai yang diyakini anggota koperasi berdasarkan pasal 5 ayat 2 UU No.17 Tahun 2012, yaitu :

a. Kejujuran;
b. Keterbukaan;
c. Tanggung jawab; dan
d. Kepedulian terhadap orang lain.

Berdasarkan pasal 6 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2012 koperasi melaksanakan prinsip yaitu meliputi :

47
a. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis;
c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi;
d. Koperasi e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengawas,
pengurus dan karyawannya serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri,
kegiatan dan kemanfaatan koperasi;
e. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan koperasi dengan bekerja
sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
f. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui
kebijakan yang disepakati oleh anggota.

Munir Fuady menyebutkan beberapa prinsip-prinsip dari koperasi yaitu :

1. Sifat sukarela dan terbuka bagi para anggota


2. Sifat demokratis kekeluargaan dalam pengelolaannya
3. Sifat pembagian hasil yang adil dan sebanding dengan besarnya jasa para anggota
4. Mengutamakan prinsip kesejahteraan anggota
5. Prinsip kemandirian, swakarsa dan swasembada.

Prinsip-prinsip koperasi yang tercantum dalam Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah:

1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut:


a. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha
d. masing-masing anggota;
e. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
f. Kemandirian.
2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagi berikut:
a. Pendidikan perkoperasian;
b. Kerja sama antar koperasi.

Menurut Hendrojogi bahwa: “Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman bagi koperasi-koperasi dalam
melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktik. Prisnip-prinsip koperasi tersebut adalah sebagai berikut“:

1. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka

Koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela, terbuka bagi semua orang yang bersedia
menggunakan jasa-jasanya dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa
membedakan jenis kelamin (gender), latar belakang sosial, ras, politik atau agama.

2. Pengawasan demokratis oleh anggota

Koperasi adalah organisasi demokratis yang diawasi oleh para anggotanya, yang secara aktif
menetapkan kebijakan dan membuat keputusan. Pria dan wanita yang dipilih sebagai wakil
anggota bertanggung jawab kepada rapat anggota.

3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi

48
Para anggota memberikan kontribusi permodalan koperasi secara adil dan melakuka pengawan
secara demokratis (terhadap modal tersebut). Setidaktidaknya sebagian dari modal itu adalah milik
bersama koperasi. Apabila ada, para anggota biasanya menerima kompensasi yang terbatas atas
modal yang diisyaratkan untuk menjadi anggota. Para anggota mengalokasikan sisa hasil usaha
untuk beberapa atau semau dari tujuan berikut ini:

a. Mengembangkan koperasi mereka, dengan cara membentuk dana cadangan sebagian dari
padanya tidak dapat dibagikan
b. Membagikan kepada anggota seimbang dengan transaksi mereka dengan koperasi
c. Mendukung kegitan lainnya yang disahkan oleh rapat anggota
4. Otonomi dan kemandirian (Independence)

Koperasi adalah organisasi otonom, menolong diri sendiri serta diawasi oleh para anggotanya.
Apabila koperasi mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk pemerintah atau modal
dari sumber luar, koperasi melakukanya berdasarkan persyaratan yang menjamin pengawasan
demokratis oleh para anggotanya dan yang mempertahankan otonomi mereka.

5. Pendidikan, pelatihan dan penerangan

Koperasi memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para anggota, wakilwakil anggota yang dipilih
oleh rapat anggota serta para menajer dan karyawan, agar mereka dapat melakukan tugasnya
lebih efektif bagi perkembangan koperasinya. Mereka memberikan penerangan kepada
masyarakat umum khususnya pemuda dan para pembentuk opini dimasyarakat tentang hakikat
perkoperasian dan manfaat berkoperasi.

6. Kerja sama antar koperasi

Koperasi melayani para anggotanya secara kolektif dan

memperkuat gerakan koperasi dengan berkerja sama melalui organsasi

koperasi, nasional, regional dan internasional.

7. Kepedulian terhadapt masyarakat

Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat

sekitarnya secara bekelanjutan, melalui kebijakan-kebijakan yang

diputuskan oleh rapat anggota.

Menjelaskan Tentang Jenis-jenis Koperasi

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 ada empat jenis koperasi ebagai berikut:

1. Koperasi konsumen, menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan


barang kebutuhan anggota dan non anggota.
2. Koperasi produsen, menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana
produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan anggota kepada anggota dan non anggota.
3. Koperasi jasa, menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non simpan pinjam yang
diperlukan oleh anggota dan non anggota.

49
4. Koperasi simpan pinjam, menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satusatunya yang melayani
anggota.

MenjelaskanTentang Pembentukan Koperasi dan Pembubaran Koperasi

Suatu koperasi hanya dapat didirikan bila memenuhi persyaratan dalammendirikan koperasi. Syarat-
syarat pembentukan koperasi berdasarkan KeputusanMenteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor :104.1/Kep/M.Kukm/X/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pembentukan, PengesahanAkta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperaso, adalah sebagai
berikut :

a. Koperasi primer dibentuk dan didirikan oleh sekurang-kurangnya dua puluh orangyang
mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama;
b. Pendiri koperasi primer sebagaimana tersebut pada huruf a adalah Warga NegaraIndonesia,
cakap secara hukum dan maupun melakuka perbuatan hukum
c. Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi, dikelolasecara efisien
dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggot
d. Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akandilaksanakan
oleh koperasi;
e. Memiliki tenaga terampil dan mampu untuk mengelola koperasi

Dalam Bab IV, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Pekoperasian, “Pendirian
koperasi terdiri dari dua bentuk, yaitu Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Koperasi Primer
adalah koperasi yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang, Sedangkan Koperasi
Sekunder adalah koperasi yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi Primer.”

Tata Cara Pendirian Koperasi berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor
10/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi :

1. Sekelompok orang yang akan membentuk koperasi wajib memahami:


a. pengertian, nilai dan prinsip koperasi;
b. azas kekeluargaan;
c. prinsip badan hukum; dan
d. prinsip modal sendiri atau ekuitas
2. Pembentukan koperasi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Koperasi Primer dibentuk dan didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang yang mempunyai
kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama;
b. Pendiri Koperasi Primer sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah warga negara Indonesia,
mampu melakukan perbuatan hukum dan memiliki kegiatan ekonomi yang sama;
c. Nama koperasi terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) kata;
3. Melaksanakan kegiatan usaha yang langsung memberi manfaat secara ekonomis kepada anggota;
4. Mengelompokkan usaha koperasi menjadi usaha utama, usaha pendukung dan usaha tambahan yang
dicantumkan dalam anggaran dasar;
5. Para pendiri menyetorkan modal sendiri yang terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
sebagai modal awal untuk melaksanakan kegiatan usaha yang jumlahnya sesuai kebutuhan yang
diputuska n oleh rapat pendirian koperasi.

50
6. Para pendiri wajib mengadakan rapat persiapan pembentukan koperasi yang membahas semua
hal yang berkaitan dengan :
7. Dalam rapat persiapan pembentukan koperasi dilakukan penyuluhan koperasi terlebih dahulu oleh
penyuluh perkoperasian baik dari instansi pemerintah maupun dari non pemerintah.
8. Dalam rapat pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud dapat dihadiri oleh Notaris yang
terdaftar di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
9. Notaris sebagaimana dimaksud mencatat pokok–pokok hasil pembahasan yang disepakatidalam
rapat pendirian untuk dirumuskan dalam akta pendirian.
10. Rapat pembentukan koperasi primer dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang pendiri,
11. Rapat pembentukan koperasi sebagaimana dipimpin oleh seorang atau beberapa orang yang
ditunjuk oleh para pendiri.
12. Rapat pembentukan sebagaimana menetapkan anggaran dasar koperasi.
13. Anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya:
a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat kedudukan;
c. jenis koperasi;
d. maksud dan tujuan;
e. jangka waktu berdirinya;
f. keanggotaan;
g. jumlah setoran simpanan pokok dan simpanan wajib sebagai modal awal;
h. permodalan
i. rapat anggota;
j. pengurus;
k. pengawas;
l. pengelolaan dan pengendalian;
m. bidang usaha;
n. pembagian sisa hasil usaha;
o. ketentuan mengenai pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan hukum;dan p.
sanksi.
14. Hasil pelaksanaan Rapat Anggota pembentukan koperasi dibuat dalam :
a. berita acara rapat pendirian koperasi; atau merupakan badan usaha swadaya yang otonom dan
independen;
b. notulen rapat pendirian Koperasi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 46 dan 45 tentang Perkoperasian, bahwa:

1) Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan:


a. Keputusan Rapat Anggota, atau
b. Keputusan Pemerintah.
2) Keputusan pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan apabila:
a. Terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang–Undang
ini;
b. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

Dasar Hukum Pembubaran Koperas

51
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
2. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI Nomor
:123/KEP/M.KUKM/X/2004 tanggal 06 Oktober 2004
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 17 Tahun 1994 tanggal. 20 April 2004 tentang
Pembubaran Koperasi Oleh Pemerintah

Koperasi dapat dibubarkan oleh pemerintah apabila:

Koperasi tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, dan atau tidak melaksanakan ketentuan dalam Anggaran Dasar Koperasi yang
bersangkutan. Kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan yg
dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti;
atau Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti ; atau Koperasi tidak melakukan kegiatan usahanya secara nyata selama dua tahun
berturut -turut terhitung sejak tanggal pengesahan Akta Pendirian

Prosedur Pembubaran Koperas Pembubaran Oleh Pemerintah

Dilakukan Penelitian oleh Dinas Koperasi PK dan M Kabupaten Pasuruan Setelah diadakan penelitian
oleh Dinas Koperasi PK dan M Kabupaten Pasuruan mengirim surat pemberitahuan kepada Pengurus.
Bila tidak ada keberatan dinas Koperasi segera mengeluarkan keputusan pembubaran dan selanjutnya
Membentuk Tim Penyelesai Memberitahukan pembubaran ke Kreditur oleh tiem penyelesai tagihan
mansimal 3 bulan Tim Penyelesai membuat Berita Acara Penyelesaian Pengumuman Pembubaran
Koperasi oleh Menteri koperasi dalam berita Negara Republik Indonesia

Apabila ada anggota yg keberatan maka dilakukan peninjauan ulang apakah surat keberatan tsb
bisa diterima atau ditolak dengan jangka waktu selama 15 hari sampai dengan 1 bulan.

Pembubaran Oleh Rapat Anggota

Rapat Anggota Khusus Pembubaran Koperasi dengan materi :

1. Memutuskan Pembubaran
2. Menunjuk tim Penyelesai

Pengurus Surat Pemberitahuan ke Dinas Koperasi dan Maksimal 14 hari dilampiri :

1. Keputusan Rapat Anggota


2. Daftar Anggota dan daftar Hadir Rapat
3. Berita Acara penyelesaian Pembubaran ( dibuat oleh tiem Penyelesai )
4. Anggaran Dasar Asli

Dinas Menerbitkan Keputusan Pembubaran Koperasi. Pengumuman Pembubaran oleh Menteri dalam
Berita Negara Republik Indonesia

MenjelaskanTentang Modal Koperasi dan Sisa Hasi Usaha (SHU)

Koperasi ataupun perusahaan pada umumnya memerlukan modal dalam jumlah dan peristiwa
tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan usahanya, yaitu:

52
1. Pada waktu didirikan dan hendak memulai usaha koperasi memerlukan modal dala m jumlah
minimum tertentu,
2. Pada waktu melakukan perluasan usaha memerlukan tambahan modal,
3. Pada waktu mengalami kesulitan yang hanya dapat diatasi dengan menambah modal.

Mekanisme dan cara penghimpunan modal pada koperasi tidak sama dengan cara penghimpunan modal
pada perusahaan pada umumnya. Pada koperasi tidak ada ketentuan yang mengharuskan adanya
minimum modal pada waktu didirikan, kecuali untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan
Pinjam (USP). Adanya ketentuan seperti itu tidak menggembirakan dan banyak ditentang oleh
kalangan KSP atau USP, karena dianggap memberatkan. Kebiasaan penghimpunan simpanan berangsur
secara berkala menyulitkan mekanisme penambahan modal yang diperluk an pada waktu tertentu.
Simpanan pokok merupakan syarat keanggotaan yang dibayar waktu masuk menjadi anggota, yang
umumnya dalam jumlah kecil. Simpanan wajib dibayar secara berkala, bulanan atau musiman,
memakan waktu lama untuk mencapai jumlah tertentu.

Selain itu juga disebabkan karena umumnya anggota koperasi tidak mempunyai kemampuan untuk
menyimpan dalam jumlah yang besar.

Dalam Bab VII, Pasal 41 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, bahwa:

1) Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.


2) Modal sendiri dapat berasal dari:
a. Simpanan pokok;

Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh
anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat
diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

b. Simpanan wajib;

Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar
oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat
diambil kembali selama yang ber sangkutan masih menjadi anggota.

c. Dana cadangan;

Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang
dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan

d. Hibah.

Dana pemberian dari orang atau lembaga lain kepada koperasi

3) Modal pinjaman dapat berasal dari:


a. Anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c. Bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya;
e. Sumber lain yang sah.

53
Menurut Riyanto bahwa: “Modal Koperasi ada 2 (dua) yaitu: Modal sendiri adalah modal yang berasal
dari perusahaan itu sendiri (cadangan laba) atau berasal dari pengambil bagian, peserta atau pemilik
(modal saham, modal peserta), dan yang dimaksud dengan modal asing adalah modal yang berasal
dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan
merupakan u tang yang harus dibayar kembali”.

Sisa Hasi Usaha (SHU)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 45, bahwa:

(1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun
buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun
buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding
dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta
digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai
dengan keputusan Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.

Sisa Hasil Usaha dapat dirumuskan sebagai berikut:

SHU = TR – TC

Dimana SHU adalah Sisa Hasil Usaha, TR (total revenue) adalah total pendapatan koperasi dalam satu
periode dan TC (total cost) adalah total biaya koperasi dalam satu periode yang sama. Berdasarkan
persamaan tersebut akan ada tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu:

1. Total pendapatan koperasi lebih besar dari total biaya-biaya koperasi sehingga terdapat sisa
hasil usaha yang surplus.
2. Total pendapatan koperasi lebih kecil dari total biaya-biaya koperasi sehingga terdapat sisa
hasil usaha yang defisit.
3. Total pendapatan koperasi sama dengan total biaya-biaya koperasi sehingga terdapat selisih hasil
usaha yang nihil atau berimbang.

Pendapatan koperasi adalah penerimaan koperasi atas kontribusi anggota koperasi bagi pengeluaran
biaya-biaya koperasi, maka apabila SHU Surplus berarti kontribusi anggota koperasi pada pendapatan
koperasi melebihi kebutuhan akan biaya riil koperasi.

Surplus tersebut dikembalikan oleh koperasi kepada para anggotanya. Apabila SHU Defisit berarti
kontribusi anggota koperasi terhadap pengeluaran untuk biaya koperasi lebih kecil dari pendapatan
koperasi. Apabila SHU Nihil atau Berimbang, maka koperasi harus memperbaiki kinerjanya agar dapat
meningkatkan pendapatannya untuk memperoleh SHU Surplus. Koperasi harus bekerja keras dan
melaksanakan kegiatannya secara efisien baik internal maupun sumber dayanya.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Koperasi!

2. Jelaskan nilai dan prinsip-prinsip Koperasi !

54
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis Koperasi !

4. Jelaskan pembentukan dan pembubaran Koperasi !

5. Jelaskan yang dimaksud dengan modal dan SHU Koperasi !

D. GLOSARIUM

Koperasi berasal dari kata co dan operation yang mengandung arti bekerja sama untuk

mencapai tujuan.

Otonomi dan kemandirian (Independence). Koperasi adalah organisasi otonom,

menolong diri sendiri serta diawasi oleh para anggotanya.

Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Unit Simpan Pinjam (USP)

55
YAYASAN

( MODUL 7 )

Menjelaskan tentang Pengertian Yayasan

Yayasan merupakan suatu badan hukum adalah suatu kenyataan, Undang-Undang No. 28 Tahun 2004
tentang perubahan UndangUndang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Undang-Undang Yayasan)
telah memberikan kepastian hukum dan landasan hukum bagi perkembangan yayasan di Indonesia,
dengan landasan hukum tersebut dimaksudkan agar Yayasan tidak salah kelola yang dapat merugikan
tidak saja bagi Pendiri namun bagi pihak ketiga ataupun pihak yang berkepentingan.

Yayasan merupakan badan hukum apabila akta pendiriannya telah mendapat pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM RI. Ketentuan ini secara tegas telah diatur dalam Pasal 11 Ayat 1 UU
Yayasan. Oleh karena Yayasan merupakan badan hukum, maka Yayasan tersebut dapat melakukan
perbuatan hukum yang dalam hal ini diwakili oleh organ Yayasan. Dalam hal akta pendirian belum
mandapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI, maka akta pendirian tersebut merupakan
ikrar dari Pendiri Yayasan untuk (besama-sama) mendirikan Yayasan. Begitu juga apabila Yayasan yang
100belum mendapat pengesahan dari menteri Hukum dan HAM dalam melakukan perikatan dengan
pihak lainnya, maka perikatan tersebut dianggap dilakukan oleh para Pendiri secara pribadi dan tidak
mengikat Yayasan.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah Yayasan adalah badan atau organisasi yang bergerak
di bidang sosial, keagamaan dan pendidikan yang bertujuan tidak mencari keuntungan. Beberapa
pakar hukum juga memberikan definisi tentang Yayasan diantaranya: Menurut Munir Fuady bahwa:
“Yang dimaksud dengan yayasan adalah suatu badan hukum yang tidak mempunyai anggota, yang
terdiri atas kekayaan yang disisihkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan-tujuan yayasan, yaitu
tujuannya dalam bidang-bidang sebagai berikut:

a. Sosial
b. Keagamaan
c. Kemanusiaan”.

Menurut Utrecht, yang di maksud dengan Yayasan ialah: “Tiap-tiap kekayaan yang tidak merupakan
kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu.” Sementara menurut Paul
Scholten, yang di maksud dengan Yayasan adalah: “Suatu badan hukum yang dilahirkan oleh suatu
pernyataan sepihak. Pernyataa n itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan
tertentu, dengan penunjukan bagaimanakah kekayaan itu diurus dan digunakan”.

Berdasarkan pengertian Yayasan ini, Yayasan diberikan batasan yang jelas dan diharapkan masyarakat
dapat memahami bentuk dan tujuan pendirian Yayasan tersebut, sehingga tidak terjadi kekeliruan
persepsi tentang Yayasan dan tujuan diberikannya Yayasan yang bergeraknya terbatas di bidang
sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga tidak dipakai sebagai kendaraan untuk mencari
keuntungan. Munir Fuady menyataka bahwa: “Karena yayasan merupakan badan hukum, maka
terhadap tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama yayasan, hanya yayasan dan sebatas harta
benda yayasanlah yang dapat dimintakan tanggung jawabnya”.

56
Pengertian Yayasan menurut Pasal 1 ayat(1) dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
adalah: “Badan Hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai
tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.”
Undang-undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Jo Nomor 28 tahun 2004, Pasal 1 ayat (1) dengan tegas
menyebutkan bahwa, ”Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang
tidak mempunyai anggota.” Walaupun Undang-undang ini tidak secara tegas menyatakan Yayasan
adalah badan hukum non profit/nirlaba, namun tujuannya yang bersifat sosial, keagamaan dan
kemanusiaan itulah yang m enjadikan Yayasan sebagai suatu badan hukum non profit/nirlaba.

Menjelaskan Tentang Proses Pendirian Yayasan .

Menurut Munir Fuady bahwa: “Proses pendirian yayasan dilakukan melalui 4 (empat) tahap sebagai
berikut”:

a. Tahap Surat Wasiat

Dapat saja yayasan dibuat berdasarkan surat wasiat dari orang yang sudah meninggal dunia. Jika
seseorang meninggal dunia dan mempunyai harta, sedangkan dia ingin agar harta tersebut
diabadikan untuk kepentingan kepentingan kemanusiaan, maka dia dapat berwasiat agar harta
tersebut dikelola oleh suatu yayasan. Jika ada wasiat seperti itu, para ahli waris wajib mengikuti
wasiat tersebut dalam arti memproses berdirinya yayasan yang demikian.

b. Tahap Akta Notaris

Suatu yayasan didirikan dengan suatu akta notaries yang disebut dengan akta pendirian yayasan.
Jika yayasan dibuat berdasarkan suatu surat wasiat, maka jika para ahli waris atau penerima
wasiat tidak memproses pendirian yayasan, atas permintaan yang berkepentingan, pengadilan
dapat memerintahkan para ahli waris atau penerima wasiat tersebut untuk , memproses pendirian
yayasan.

c. Tahap Pengesahan

Terhadap akta pendirian yang telah dibuat oleh notaries tersebut, yang di dalamnya terdapat
anggaran dasar yayasan, harus dimintakan pengesahannya kepada yang berwenang, dalam hal
ini adalah pengesahan dari Menteri Kehakiman. Setelah pengesahan diberikan, barulah yayasan
tersebut memperoleh statusnya sebagai suatu badan hukum, dengan tanggung jawab sebatas harta
yang disisihkan sebagai harta yayasan terseb ut.

d. Tahap Pengumuman

Akta pendirian yayasan yang telah disahkan oleh menteri haruslah diumumkan dalam tambahan
berita Negara Republik Indonesia. Maka sejak saat diumumkan dalam tambahan berita Negara ini,
pihak pengurus yayasan dibebaskan dari tanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang
diderita oleh yayasan.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004
tentang Yayasan, belum ada keseragaman tentang cara mendirikan Yayasan. Pendirian Yayasan
hanya didasarkan pada kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan

57
yang mengatur tentang tata cara mendirikan Yayasan. Menurut Chaidir Ali bahwa: “Di dalam hukum
perdata disyaratkan pada 2 (dua) aspek, yaitu “:

1. Aspek Material, yang terdiri dari satu, harus ada suatu pemisahan kekayaan, dua, suatu tujuan
yang jelas, tiga, adanya organisasi (nama, susunan dan badan pengurus)
2. Aspek Formal, yaitu pendirian yayasan dengan akta otentikSetelah berlakunya Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 jo UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka suatu
yayasan dapat didirikan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Ada tiga
tahap yang perlu diperhatikan dalam pendirian yayasan yaitu:
a. Proses Pendirian Yayasan
Di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 telah dicantumkan dengan jelas syarat untuk didirikannya yayasan yaitu:
1. Didirikan oleh 1(satu) orag atau lebih
2. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya
3. Harus dilakukan dengan akta notaris dan di buat dalam Bahasa Indonesia
4. Harus memperoleh pengesahan Menteri
5. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain, atau
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaam
7. Nama Yayasan harus didahului dengan kata Yayasan

b. Proses Pengesahan Akta Yayasan

Pengesahan akta Pendirian sebelum Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2004, tidak ada aturan yang mewajibkan yayasan melakukan
pengesahan akta pendiriannya kepada Menteri Kehakiman pada saat itu untuk memperoleh
status badan hukum yayasan. Akibatnya banyak yayasan tidak mengesahkan akta
pendirian yayasannya tersebut sehingga yayasan tersebut belum menjadi badan hukum.
Syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum, yayasan harus mendapat pengesahan dari
pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Namun setelah Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2004 maka pembuatan akta pendirian yayasan dihadapan notaris harus mendapat
pengesahan yang dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia guna
memperoleh status badan hukum. Pengesahan akta pendirian ini merupakan kewajiban
hukum bagi pendiri yayasan. Tanpa ada pengesahan, bukan sebuah lembaga yayasan
namanya. Karena yang disebut yayasan, sesuai dengan pengertian Undang – Undang
Yayasan, adalah mutlak badan hukum. Oleh karena itu, tidak ada alasan sama sekali bagi
pendiri untuk tidak mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian kepada Menteri
karena segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan
sebelum yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus
secara tanggung renteng.

58
c. Proses Pengumuman Yayasan sebagai Badan Hukum
Proses pengumuman yayasan sebagai badan hukum pada saat sebelum adanya Undang
– Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2004, dilakukan
oleh pengurus yayasan, namun belum ada aturan – aturan yang memaksa untuk
mengumumkan yayasan tersebut sebagai badan hukum. Sehingga masyarakat tidak dapat
mengetahui kegiitan apa yang dilakukan oleh yayasan tersebut. Yayasan tidak bersifat
transparan pada saat itu .

Dalam ketentuan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun
2004, pengumuman dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, bukan lagi dilakukan
oleh pengurus yayasan. Hal ini dikarenakan pada masa lalu banyak yayasan yang dengan sengaja
tidak mengajukan permohonan untuk menjadi badan hukum juga tidak melakukan pengumuman pada
Lembaran Berita Negara Republik Indonesia. Setelah yayasan memperoleh status badan hukum,
selanjutnya akta pendirian yang telah disahkan oleh Menteri Huku m dan Hak Azasi Manusia wajib
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Maksud dan tujuan pengumuman
tersebut, agar pendirian sebuah yayasan diketahui oleh masyarakat.

Menjelaskan Tentang Organ Yayasan

Menurut Munir Fuady bahwa: “Sebagaimana hanya dengan suatu perseroan terbatas, maka suatu
yayasan juga memiliki beberapa organ yayasan yang mirip -mirip dengan organ PT. Adapun yang
merupakan organ-organ dari suatu yayasan adalah sebagai berikut:

a. Pembina

Organ Pembina dalam suatu yayasan mirip dengan pemegang saham dalam suatu perseroan
terbatas. Kewenangan dari Pembina yayasan ini merupakan keseluruhan kekuasaan yayasan
yang tidak tercakup ke dalam kewenangan organ pengurus atau organ pengawas.

Adapun yang merupakan kewenangan organ Pembina dari suatu yayasan yang terpenting adalah sebagai
berikut :

1) Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar yayasan


2) Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawaspan
3) Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar
4) Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan
5) Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.

Pembina dari suatu yayasan wajib menyelenggarakan rapat Pembina sekurangkurangnya 1 (satu) kali
dalam setahun yang disebut dengan rapat tahunan.

b. Pengurus

Organ pengurus dalam suatu yayasan mirip dengan Direksi dalam suatu perseroan terbatas.
Yakni organ yang melaksanakan tugas-tugas kepengurusan (eksekutif) dari suatu yayasan.
Anggota Pengurus diangkat, diberhentikan dan diganti oleh rapat Pembina sesuai dengan
anggaran dasar yayasan. Susunan pengurus yayasan sekurang-kurangnya terdiri dari :

1) Seorang Ketua

59
2) Seorang Sekretasi
3) Seorang Bendahara
c. Pengawas

Organ pengawas dalam suatu yayasan mirip dengan organ komisaris dalam suatu perseroan
terbatas. Yakni organ yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat
kepada pengurus dalam menjalankan tugas-tugas kepengurusannya. Setiap yayasan wajib
mempunyai sekurang kurangnya 1 (satu) orang pengawas. Pengangkatan, pemberhentian
dan pergantian pengawas dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pembina menurut tata cara
yang diatur dalam anggaran dasar dari yayasan tersebut.

Sebagai sebuah organisasi dalam hukum, segala tindakan dari yayasan diwakilkan oleh organ-organ
pengurusnya, apa yang diputuskan oleh organ tersebut adalah keputusan dari yayasan. Tidak ada
keharusan bagi pendiri untuk menjadi Pembina, tetapi hanya disinilah Undang-Undang memberikan
ruang bagi Pendiri Yayasan untuk dapat berkecimpung dalam Yayasan. Pembina Yayasan diberikan
kedudukan yang cukup tinggi. Kewenangan yang dimaksud diatur dalam Pasal 28 Ayat 2 yang meliputi:

1. Kewenangan mengenai perubahan anggaran dasar


2. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas
3. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan
4. Penyelesaian program kerja dan rancangan anggaran dasar tahunan yayasan
5. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tidak mengatur ketentuan mengenai
tanggung jawab atas tindakan para Pendiri sebelum diberikan pengesahan oleh Menteri Hukum dan
HAM RI. Kemudian pemerintah menambahkan aturan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004
tentang Yayasan, namun tanggung jawab untuk tindakan tersebut terletak pada Pengurus sebagaimana
diatur dalam Pasal 13 A yaitu: “Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan
sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara
tanggung renteng.”

MenjelaskanTentang Pembubaran Badan Hukum Yayasan

Ketentuan pembubaran badan hukum Yayasan diatur dalam Bab X, Pasal 62-68 Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Beberapa alasan yang dapat membubarkan Yayasan yaitu:

1. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir. Untuk suatu yayasan yang
ditetapkan jangka waktu berdirinya, maka yayasan tersebut akan secara otomatis bubar jika
jangka waktu yang sudah ditetapkan berakhir.
2. Tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai.
3. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasakan alasan:
a. Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan
b. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit
c. Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utang setelah pernyataan pailit
dicabut

Dalam hal yayasan bubar sebagaimana di maksud dalam nomor 1 dan 2 maka pembina menunjuk
likuadator untuk membereskan kekayaan yayasan. Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka

60
Pengurus bertindak selaku likuidator. Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaan dalam proses likuidasi. Dalam hal yayasan
sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar dicantumkan frasa “dalam likuidasi” di belakang
nama yayasan.

Pembubaran yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat pembina yang dihadiri
paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari jumlah anggota pembina dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga per
empat) dari jumlah pembina yang hadir . Dalam hal yayasan bubar karena putusan pengadilan,
maka pengadilan juga menunjuk likuidator.

Dengan demikian, pihak ketiga yang akan melakukan perbuatan hukum dengan yayasan tersebut atau
penjualan atas asset-asset yayasan dapat tetap dilakukan melalui perantaraan likuidator yayasan di
maksud.

Dalam hal pembubaran yayasan karena pailit, maka berlaku peraturan perundang - undangan di bidang
kepailitan. Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara,
pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab serta pengawasan terhadap
pengurus berlaku juga bagi likuidator. Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan
pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak
tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat
kabar harian berbahasa Indonesia.

Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa
Indonesia. Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina. Dalam hal laporan
mengenai pembubaran Yayasan dan pengumuman hasil likuidasi tidak dilakukan, bubarnya Yayasan
tidak berlaku bagi pihak ketiga.

Begitu banyak yayasan yang sudah berdiri sebelum diberlakukannya Undang –Undang Yayasan, mau
tidak mau yayasan – yayasan yang telah lama berdiri sebelum adanya Undang – Undang Yayasan ini
harus mengikuti ketentuan terkait peralihan status sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 71 Undang
– Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 adalah sebagai berikut :

1. Yayasan yang sudah ada sebelum Undang – Undang Yayasan berlaku tetap diakui sebagai badan
hukum jika telah didaftarkan dipengadilan negeri dan diumumkan dalam tambahan berita negara
Republik Indonesia atau didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan
kegiatan dari instansi terkait.
2. Artinya yayasan tersebut tetap diakui sebagai badan hukum tetapi wajib menyesuaikan
anggaran dasarnya dengan Undang – Undang Yayasan paling lama 3 tahun sejak tanggal efektif
undang – undang ini berlaku yaitu tanggal 6 Oktober 2005 atau sampai 6 Oktober 2008, yayasan
itu wajib menyesuaikan anggaran dasarnya.
3. Apabila anggaran dasar telah disesuaikan, penyesuaian tersebut harus diberitahukan kepada
Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia paling lama 1 (satu) tahun sejak penyesuaian anggaran
dasar itu dilakukan. Untuk yayas an yang diakui sebagai badan hukum tetapi tidak menyesuaikan
anggaran dasarnya dalam masa 3 (tiga) tahun, yakni paling lambat 6 Oktober 2008 dapat
dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan ataspermohonan kejaksaan atau pihak yang

61
berkepentingan. Penyesuaian anggaran dasar dimaksudkan agar yayasan mengikuti kaidah –
kaidah yang ada pada Undang – Undang tersebut, karena didalam anggaran dasar akan
memuat penerapan undang – undang tersebut.
4. Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi kriteria sebagai badan hukum (tidak pernah
mendaftarkan ) dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran
dasarnya, dan mengajukan permohonan kepada Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia dalam
jangka waktu paling lambat 1 tahun terhitung sejak 6 Oktober 2005.
5. Terhitung sejak tanggal 6 Oktober 2008, Departemen Hukum Dan Hak Azasi Manusia hanya
menerima pemberitahuan yayasan yang sudah menyesuaikan anggaran dasarnya sebelum
tanggal 6 Oktober 2008 .
6. Dalam pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang –
Undang tentang Yayasan perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang diakui sebagai bada hukum
menurut ketentuan Undang – Undang dilakukan oleh organ yayasan sesuai dengan Anggran
Dasar Yayasan yang bersangkutan. Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan
sebagaimana dimaksud dan telah disesuaikan dengan Undang – Undang disampaikan kepada
Menteri oleh Pengurus yayasan atau kuasanya melalui Notaris yang membuat akta perubahan
Anggaran Dasar Yayasan
7. Pasal 71 ayat (2) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 mengatur tentang kedudukan
yayasan yang telah didirikan sebelum Undang – Undang ini berlaku tetapi yayasan itu belum
diakui sebagai badan hukum. Yayasan yang belum diakui sebagai badan hukum ini dapat
memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan
ketentuan Undang – Undang dan mengajukan permohonan status badan hukum kepada
Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini
mulai berlaku yaitu tanggal 6 Oktober 2006.
8. Menurut ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008, yayasan yang
telah didirikan sebelum berlakunya Undang – Undang dan belum diakui sebagai badan hukum
dan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana Pasal 71 ayat (2) Undang – Undang, harus
mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status badan hukum
kepada menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia oleh pendiri atau kuasanya melalui notaris
yang membuat akta pendirian yayasan. Isi premise Akta Pendiriannya disebutkan asal usul
pendirian yayasan termasuk kekayaan yayasan yang bersangkutan. Perbuatan hukum yang
dilakukan yayasan sebelum memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi
anggota organ yayasan secara tanggung renteng.
9. Bila ketentuan ini tidak dipenuhi, yayasan yang telah didirikan tetapi belum memenuhi
ketentuan Pasal 71 ayat (3) atau yayasan yang tidak pernah mendaftarkan, maka akibat
hukumnya yang terjadi adalah yayasan – yayasan tersebut sebagai subyek hukum menjadi
hilang dan yayasan tersebut ti dak boleh menggunakan kataYayasan” di depan namanya, dan
diberi kesempatan untuk membubarkan diri atau melikuidasi kekayaan Yayasan serta
menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan yang ada pada Pasal 68 Undang –
Undang Nomor 16 Tahun 2004 hal ini tentu saja mempunyai akibat hukum bagi perjanjian –
perjanjian yang ditandatangani maupun harta kekayaan yang dimiliki maupun yang dikuasai.. Hal
lain yang dapat dilakukan adalah membatalkan akta pendirian yang belum didaftarkan di
pengadilan jika ya yasan tersebut belum melaksanakan kegiatan usaha.

62
10. Bila batas waktu penyesuaian anggaran dasar yayasan yaitu tanggal 6 Oktober 2008 telah
lawat, oleh Undang – Undang maka yayasan tersebutdapat dibubarkan dan tidak dapat
menggunakan kata yayasan didepan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008. Apabila yayasan ingin melanjutkan kegiatannya
harus mendirikan yayasan baru dengan memakai nama yayasan lama yang dalam status
“Yayasan dalam likuidasi” dan setelah dilikuidasi sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan
yang

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Yayasan !

2. Jelaskan proses pendirian Yayasan !

3. Sebutkan dan jelaskan Organ Yayasan !

4. Jelaskan tentang pembubaran Yayasan !

D. GLOSARIUM

Aspek Material, yang terdiri dari satu, harus ada suatu pemisahan kekayaan, dua, suatu tujuan yang jelas,
tiga, adanya organisasi (nama, susunan dan badan pengurus)

Aspek Formal, yaitu pendirian yayasan dengan akta otentik

Likuidator adalah orang yang ditunjuk atau diangkat menjadi penyelenggara likuidasi

Likuidasi adalah Pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban
kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham”

63
PERSEROAN TERBATAS (PT)

( MODUL 8 )

Menjelaskan tentang Pengertian Perseroan Terbatas (PT)

Wicaksono, Frans Satrio mengatakan bahwa: “Perseroan terbatas merupakan salah satu pilar
pembangunan perekonomian nasional . Perseroan terbatas merupakan badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan
dengan prinsip-prinsip keadilan dalam berusaha”.

Menurut Abbdulkadir Muhammad bahwa: “Istilah Perseroan menunjuk kepada cara menentukan
modal, yaitu terbagi dalam saham, dan istilah “terbatas” menunjuk kepada batas tanggung jawab
pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki”.

Menurut Abbdulkadir Muhammad bahwa: “Konsep perseroan terbatas dirumuskan dalam Pasal 1
angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 yang memberikan pengertian bahwa perseroan terbatas, yang selanjutnya
disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya. Istilah “perseroan” menunjuk pada cara mene ntukan modal, yaitu terbagai dalam
saham,sedangkan istilah “terbatas” menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu
hanya sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki”.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


2. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.
3. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Perseroan Terbatas.

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, perseroan terbatas yang
selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya. Yahya Harahap bahwa: “Hukum perseroan terbatas pada masa lalu disebut
Naamloze Vennootschap (company limited by shares)”. Pada mulanya hukum tersebut diatur dalam
Pasal 36 hingga Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Menurut C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansi bahwa : “Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk
perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu
yang terbagi-bagi atas saham-saham, dalam mana pemegang saham (persero) ikut serta dengan
mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama
bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan persero itu (dengan
tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan)”.

Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk dapat disebut sebagai perusahaan perseroan menurut
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 maka harus memenuhi unsurunsur sebagai berikut:

64
a. Berbentuk badan hukum
b. Didirikan atas dasar perjanjian
c. Melakukan kegiatan usaha
d. Modal dasar yang terbagi-bagi atas saham
e. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 serta
peraturan pelaksanaannya.

Eksistensi Perseroan Terbatas sebagai badan hukum di dalam peraturan hukum yang berlaku di
Indonesia dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa: “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan
adalah badanhukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkanperjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yangseluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yangditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanannya”.

Kemudian Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa: “Perseroan
memperoleh status badan hukum padatanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badanhukum perseroan”.

Secara definitif, istilah Perseroan Terbatas menurut H.M.N Purwosutjipto, bahwa: “Perseroan Terbatas
adalah Persekutuan yang berbentuk badan hukum, badan hukum ini tidak disebut “persekutuan” tetapi
“perseroan sebab, modal badan hukum terdiri dari sero-sero atau saham-saham.Istilah “terbatas”
tertuju pada tanggung jawab persero atau pemegang saham yang luasnya terbatas pada nilai-nilai
nominal semua saham yang dimilikinya.”

Pendapat lain, antara lain Ali Rido berpendapat, bahwa: “Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk
perusahaan yang berbentuk badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan dengan suatu
perbuatan hukum bersama oleh beberapa orang dengan modal tertentu yang terbagi atas saham-
saham dimana para anggota dapat memiliki satuatau lebih saham dan tanggung jawab terbatas sampai
dengan bagian saham yang dimiliki.”

Menjelaskan Tentang Ciri – Ciri Perseroan Terbatas

Dari pengertian Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 UUPT, dapat disimpulkan bahwa ciri - ciri Perseroan
Terbatas adalah sebagai berikut :

1. Merupakan Badan Hukum

Dalam hukum Indonesia dikenal bentuk-bentuk usaha yang dinyatakan sebagai badan hukum dan
bentuk-bentuk usaha yang bukan badan hukum.

Bentuk usaha yang merupakan badan hukum adalah: Perseroan Terbatas, Yayasan dan Koperasi.
Sedangkan bentuk usaha yang Bukan Badan Hukum adalah sebagai berikut : Usaha Perseorangan,
Firma, Commanditaire Vennotschap (CV), Persekutuan Perdata (Maatschap).

Perbedaan yang mendasar antara badan usaha badan hukum dan badan usaha bukan Badan Hukum
adalah dalam badan usaha badan hukum terdapat pemisahan harta kekayaan dan pemisahan tanggung
jawab secara hukum antara pemilik badan usaha badan hukum dengan badan hukum tersebut
sendiri. Sedangkan dalam badan usaha bukan badan hukum secara prinsip tidak ada pemisahan

65
harta kekayaan dan pemisahan tanggung jawab secara hukum antara pemilik dan badan usaha itu
sendiri.

2. Didirikan Berdasarkan Perjanjian

Perseroan Terbatas harus didirikan berdasarkan perjanjian, maka Perseroan Terbatas minimal harus
didirikan oleh paling sedikit 2 (dua) pihak.

3. Melaksanakan Kegiatan Usaha

Fungsi didirikannya suatu Perseroan Terbatas adalah untuk melakukan kegiatan usaha. Dalam mendirikan
Perseroan Terbatas harus dibuat Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang didalamnya tertulis maksud,
tujuan dan kegiatan usaha yang akan dilakukan oleh Perseroan Terbatas.

4. Memiliki Modal Dasar yang Seluruhnya Terbagi dalam Saham

Salah satu karakteristik dari Perseroan Terbatas adalah modal yang terdapat didalamnya terbagi
atas saham. Suatu Pihak yang akan mendirikan Perseroan Terbatas harus menyisihkan sebagian
kekayaannya menjadi kekayaan/aset dari Perseroan Terbatas. Kekayaan yang disisihkan oleh pemilik
tersebut menjadi modal dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam bentuk saham yang
dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas tersebut

5. Harus Memenuhi Persyaratan yang Ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 serta
Peraturan Pelaksananya.Undang-Undang Perseroan Terbatas sampai saat ini adalah dasar hukum
yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas di Indonesia. Namun sehubungan dengan
PerseroanTerbatas harus diperhatikan pula peraturan pelaksana yang terkait dengan Undang-
Undang Perseroan Terbatas.

Menjelaskan Tentang Jenis-jenis Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan Terbatas mempunyai jenis-jenis Perseroan yang terbagi menurut modal atau saham dan orang
yang ikut dalam Perseroan tersebut, sebagaimana berikut dibawah ini:

1. Perseroan Terbuka Perseroan terbuka adalah Perseroan yang terbuka untuk setiap orang.
Seseorang dapat ikut serta dalam modalnya dengan membeli satu/ lebih surat saham
lazimnya tidak tertulis atas nama.
2. Perseroan Tertutup Perseroan Tertutup ialah perseroan dimana tidak setiap orang dapat ikut
serta dalam modalnya dengan membeli satu atau bebe rapa saham. Suatu kriteria untuk
dapat mengatakan adanya perseroan tertutup ialah bahwa surat sahamnya seluruhnya
dikeluarkan atas nama PT. Dalam akta pendirian sering dimuat ketentuannya yang mengatur
siapa -siapa yang diperkenankan ikut dalam modal. Yang sering terjadi ialah bahwa yang
diperkenankan membeli surat saham ialah hanya orangorang yang mempunyai hubungan
tertentu, misalnya hubungan keluarga.
3. Perseroan Publik. Perseroan Publik terdapat pada Pasal 1 angka 8 UUPT, yang berisi
Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan
modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

66
Menjelaskan Tentang Pendirian Perseroan Terbatas (PT)

Untuk mendirikan Perseroan terbatas, harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UU No. 40
Tahun 2007. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian dua orang atau lebih.


Menurut Pasal 7 ayat (1) UUPT, Perseroan harus didirikan oleh dua orang atau lebih.ketentuan
minimal dua orang ini menegaskan prinsip yang dianut oleh Undang-Undang Perseroan
Terbatas, yaitu perseroan sebagai badan hukum dibentuk berdasarkan perjanjian.Oleh karena
itu, Perseroan Terbatas mempunyai lebih dari satu pemegang saham.
2. Dibuat dengan Akta Autentik dimuka Notaris.
Perjanjian untuk membuat suatu atau mendirikan suatu perseroan harus dengan akta
autentik notaris dan harus berbahasa Indonesia (Pasal 7 ayat (1)).Perjanjian merupakan suatu
akta pendirian yang sekaligus memuat anggaran d dasar yang telah disepakati.
3. Modal Dasar
Modal dasar perseroan paling sedikit adalah 50 ( lima puluh ) juta rupiah, tetapi untuk bidang
usaha tertentu diatur tersendiri dalam suatu Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 32 ayat
(1) yang bisa atau boleh melebihi ketentuan ini.
4. Pengambilan Saham saat Perseroan didirikan.
Setiap pendiri perseroan wajib mengabil bagian saham pada saat perseroan didirikan (Pasal
7 ayat (2)).Ketentuan pasal inimerupakan wujud pernyataan kehendak pendiri ketika membuat
perjanjian pendirian perseroan.

Prosedur Pendirian Perseroan Terbatas

Ada lima Prosedur yang harus dilalui oleh suatu perseroan. Kelima prosedur tersebut adalah:

1. Pembuatan perjanjian tertulis.


Perjanjian tertulis dilakukan oleh dua orang atau lebih dan di dalam perjanjian tersebut
berisi tentang kewajiban, hak dan saham atau modal yang disepakati oleh pendiri Perseroan
Terbatas.
2. Pembuatan akta pendirian.
Akta yang dibuat harus di notariskan dan dibuat dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan Pasal 7
ayat (1) UUPT.
3. Pengesahan oleh Menteri Kehakiman;
Pendirian Perseroan Terbatas harus mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman
4. Pendaftaran Perseroan.
Pendirian Perseroan Terbatas harus didaftarkan terlebih dahulu di Menteri Kehakiman agar
memperoleh keputusan keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam pasal & ayat (4) UUPT.
5. Pengumuman dalam tambahan Berita Negara.
Pengumuman pengesahan Perseroan Terbatas ditambahkan dalam tambahan Berita Negara.

Menjelaskan Tentang Organ Perseroan Terbatas (PT)

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

67
Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau
anggaran dasar. RUPS dalam hal ini terdiri dari para pemegang saham yang menanamkan
modalnya di Perseroan tersebut.Pemegang saham (shareholder) adalah para penyetor modal
Perseroan dengan tanpa dibebani tanggung jawab kepengurusan Perseroan.Kepengurusan suatu
Perseroan akan dilakukan oleh direksi dan komisaris.

Adapun wewenang RUPS menurut UUPT, diantaranya adalah :

1. Menyetujui perbuatan hukum Perseroan yang dilakukan oleh semua Direksi, semua Komisaris
dan semua pendiri atas nama Perseroan yang dihadiri oleh semua pemegang saham.pasal 14
ayat (4);
2. Menetapan perubahan Anggaran Dasar,pasal 19 ayat (1);
3. Menyetujui laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas
pengawasan Komisaris,pasal 69 ayat (1);
4. Menetapkan pembagian tugas dan wewenang antaranggota Direksi, pasal 92 ayat (1);
5. Memberi persetujuan Direksi untuk :
1) mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
2) menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
3) persetujuan ini diperlukan apabila lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan
bersih Perseroan dalam1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain
maupun tidak, pasal 102 ayat (1);
6. Menggangkat Komisaris, pasal 111 ayat (1).

b. Direksi

Pasal 1 angka 5 UU PT menyebutkan Direksi suatu Perseroan berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar. Tugas direksi Perseroan dijelaskan dalam Pasal 92 ayat (1), (2) dan Pasal 97 Ayat (2) UU PT yaitu
menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-
undang dan/atau anggaran dasar dengan iktikadbaik dan penuh tanggung jawab. Saat direksi mewakili
Perseroan baik di dalam maupundi luar pengadilan disebut sebagai tugas representasi sedangkan saat
direksi mengurus Perseroan dengan menjalankan kepemimpinan Perseroan, disebut sebagai tugas
manajemen.

Direksi adalah organ yang Undang-Undang berikan hak dan kewajiban diberikan tugas
melakukan/melaksanakan kegiatan pengurusan dan perwakilan untuk dan atas nama perseroan, dan
bagi kepentingan perseroan, dibawah pengawasan Dewan Komisaris. Mengenai hal ini, dinyatakan oleh
Gunawan Widjaya, bahwa: “Walaupun demikian, organ perseroan itu sendiri adalah juga sesuatu
yang fiktif. Untuk menjadikannya suatu hal yang konkrit, maka organ-organ tersebut dilengkapi dengan
anggota yang merupakan orang-orang yang memiliki kehendak, yang akanmenjalankan perseroan
tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan. Dengan demikian berarti pada
dasarnya perseroan juga dijalankan oleh orang perorangan yang duduk dan menjabat sebagai pengurus
Perseroan (Direktur) yang berada dalam satu wadah/organ yang dikenal dengan nama Direksi.”

68
Menurut Gunawan Widjaya bahwa : “Direksi merupakan salah satu organ Perseroan yang vital, yang
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta
mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (pasal 98 ayat (1) UUPT). Dalam hal
ini, ada dua kewenangan Direksi, yaitu pengurusan dan perwakilan. Pengurusan berbicara soal
hubungan internal antara pengurus dan orang yang hartanya berada dalam pengurusan pengurus, maka
perwakilan berbicara soal hubungan eksternal, yaitu hubungan antara pengurus dan harta kekayaan yang
diurus oleh pengurus tersebut, dengan pihak ketiga dengan siapa suatu perbuatan hukum dilakukan
oleh pengurus dalam kapasitasnya sebagai pengurus harta kekayaan milik orang lain”.

Tanggung jawab Direksi pada Perseroan Terbatas menurut UUPT diatur dalam beberapa ketentuan,
yaitu :

1. Pasal 92 ayat (1), Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
2. Pasal 97 ayat (1) menyatakan, Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). Ayat (2) pasal ini menyatakan, pengurusan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 97 ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Ayat (3) menyebutkan, setiap anggota Direksi
bertanggung jawab secarapribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankantugasnya sesua i dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2). Pada ayat (4) dalam hal Direksi terdiri dari 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, maka
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Direksi Ayat (5), menyatakan anggota

Direksi tidak dapat dipertanggung-jawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
apabila dapat membuktikan :

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;


b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingandan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atastindakan
pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan telah mengambil tindakan untuk mencegah
timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Menurut Munir fuadi bahwa : ”Tanggung jawab dalam suatu perseroan terbatas pada prinsipnya sebatas
atas harta yang ada dalam perseroan tersebut. Itu pula sebabnya disebut terbatas (limited), yakni terbatas
dari segi tanggung jawabnya. Dengan demikian, pada prinsipnya pihak pemegang saham, direksi,
komisaris tidak pernah bertanggung jawab secara pribadi. Artinya jika ada gugatan dari pihak
manapun, pihak pemegang harta pribadi dari pemegang saham, direksi atau komisaris pada prinsipnya
tidak boleh ikut disita”

Munir Fuadi melanjutkan bahwa : ” Namun prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku
dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Persyaratan perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi
2. Pemegang Saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan perseroan terbatas semata -mata u ntuk kepentingan pribadi

69
3. Pemegang saham dari perseroan terbatas terlibat dalam perbuatan melawan hukumyang
dilakukan oleh perseroan
4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak
cukup untuk melunasi hutang perseroan terbatas tersebut.
5. Direksi akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya selaku direksi.
6. Komisaris akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya selaku komisaris”.

c. Komisaris

Pegertian Komisaris menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah organ
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan khusus serta memberikan
nasehat kepada direksi dalam menjalankan Perseroan Terbatas. Pasal 114 mengatur tentang tugas dan
tanggung jawab komisaris antara lain :

1. Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 108 ayat (1).
2. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab
dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan.
3. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
4. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih,
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Dewan Komisaris
5. Sama halnya dengan RUPS dan Direksi, fungsi Dewan komisaris juga sebagai organ perseroan.
Adapun tugas dari dewan komisaris menurut Pasal 1 angka 6 adalah melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi. Pengawasan
perseroan yang dilakukan oleh Dewan komisaris ini terdiri dari 2 (dua) bentuk pengawasan
yang meliputi:
1) Pengawasan Preventif
Pengawasan yang dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
sebelum
2) Pengawasan Represif

Pengawasan yang dilakukan untuk mengontrol tindakan Direksi, apakah semua tindakan yang
telah dilakukannya tidak merugikan perseroan ataukah tidak bertentangan dengan akta
pendirian/anggaran dasar dan undang-undang, serta apakah segala sesuatu yang telah
ditentukan di dalam RUPS telah dijalankan. Apabila Direksi dalam tindakannya bertentangan
dengan anggaran dasar atau undang-undang atau RUPS maka dapat diberhentikan untuk
sementara, namun apabila dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, maka dapat
diangkat kembali

70
Berdasarkan uraian di atas, maka ketiga organ perseroan yaitu RUPS, Direksi dan Dewan komisaris
mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda. Secara garis besar, maka fungsi organ-organ tersebut
terbagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:

1. Fungsi Legislatif, yaitu fungsi untuk membuat kebijakan sehubungan dengan jalannya suatu
perseroan. fungsi ini dilakukan oleh RUPS.
2. Fungsi Eksekutif, yaitu fungsi untuk menjalankan kegiatan perseroan sehari- hari sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. fungsi ini dilakukan oleh Direksi.
3. Fungsi Yudikatif, yaitu fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya suatu perseroan.
fungsi ini dijalankan oleh Dewan komisaris.

Perbedaan fungsi dari tiap-tiap organ tersebut tidak berarti menimbulkan hubungan yang bersifat
subordinatif, yaitu hubungan yang sifatnya atasan dan bawahan, tetapi tiap-tiap organ tersebut
mempunyai kedudukan yang sifatnya paralel dan tidak menyebabkan yang satu berada di bawah yang
lainnya

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (PT) !

2. Sebutkan dan jelaskan cirri-ciri Perseroan Terbatas (PT) !

3. Sebutkan dan jelaskan Jenis-jenis Perseroan Terbatas (PT) !

4. Jelaskan pendirian Perseroan Terbatas (PT) !

5. Jelaskan Organ Perseroan Terbatas (PT) !

D. GLOSARIUM

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang
tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang
ini dan/atau anggaran dasar.

Direksi adalah organ yang Undang-Undang berikan hak dan kewajiban diberikan tugas
melakukan/melaksanakan kegiatan pengurusan dan perwakilan untuk dan atas namaperseroan, dan
bagi kepentingan perseroan, dibawah pengawasan Dewan Komisaris.

Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan khusus
serta memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan Perseroan Terbatas.

71
MODAL DAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS (PT)

( MODUL 9 )

Menjelaskan tentang Pengertian Modal Perseroan Terbatas (PT)

Modal sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk kelangsungan hidup suatu perusahaan dalam
menjalankan kegiatan operasional perusahaan suatu perusahaan. Modal sangat menentukan
perkembangan dan pertumbuhan usaha perusahaan. Modal sangat berperan sebagai sumber
pendanaan perusahaan yang menggambarakan perusahaan dalam memenuhi dapat didanai oleh
modal sendiri secara keseluruhan atau didanai dengan modal sendiri dan ditambah dengan modal
berasal dari pinjaman. Pasal 31 Undang-Undang Persroan Terbatas (PT) menentukan bahwa: “Modal
dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham

Perseroan mempunyai kekayaan sendiri terpisah dari kekayaan masing–masing pemegang saham
perseroan. Termasuk dalam harta kekayaan perseroan terbatas adalah modal, yang terdiri dari:

1. Modal perseroan atau modal dasar, yaitu jumlah maksimum modal yang disebut dalam akta
pendirian.Ketentuan modal dasar diatur pada pasal 31-32 UU No.40 Tahun 2007. Modal dasar
perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.(Pasal 31 (1)).Modal dasar paling sedikit
Rp.50.000.000,00 (Pasal 32 ayat 1).
2. Modal yang disanggupkan atau ditempatkan diatur pada pasal 33 UU No. 40 Tahun 2007. Paling
sedikit 25% dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 harus ditempatkan dan disetor
penuh (Pasal 33 ayat 1).
3. Modal yang disetor, yakni modal yang benar-benar telah disetor oleh para pemegang saham pada
kas perseroan. Diatur pada pasal 34 UU No.40 tahun 2007. Penyetoran atas modal saham dapat
dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya (Pasal 34 ayat 1). Penyetoran atas
modal saham selanjutnya diatur pada pasal 34 ayat 2 dan 3.
4. Perubahan atas besarnya jumlah modal perseroan harus mendapat pengesahan dari Menteri
Kehakiman, sesudah itu didaftarkan dan kemudian diumumkan seperti biasa.

Menurut Faridah Hasyim bahwa : ”Dalam PT dikenal tiga jenis modal, yakni :

1. Modal Dasar
Modal Dasar yakni jumlah modal yang disebutkan dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Dalam
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan modal dasar minimal Rp.
50.000.000
2. Modal Ditempatkan
Modal ditempatkan, yakni sebagian dari modal dasar perseroan yang telah disetujui untuk diambil
oleh para pendiri. Dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang PT disebutkan minimal 25 % dari
modal dasar harus disetujui oleh pendiri.
3. Modal Disetor
Modal Disetor yakni modal yang benar-benar ada dan disetor penuh dan dapat dibuktikan
dengan bukti penyetoran yang sah, seperti yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang
PT Dalam Pasal 43 disebutkan modal tidak harus dalam bentuk uang tunai:

72
1) boleh dalam bentuk lain, penilaian penyetoran modal saham ditentukan berdasarkan
nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh para ahli yang tidak terafilisi
dengan perseroan.
2) Penyetoran dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam satu surat kabar
atau lebih dalam jangka waktu 14 hari setelah akta pendirian ditandatangani”.

Perbedaan Modal Dasar, Modal ditempatkan dan Modal disetor

1. Modal Dasar

Pasal 31 ayat (1) UUPT menyebutkan modal dasar adalah seluruh nominal saham yang ada dalam
PT sebagaimana yang disebutkan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Modal dasar ini menunjukkan
sampai seberapa besar Perseroan dapat menerbitkan saham, baik yang diterbitkan seluruhnya pada
saat pendirian PT atau diterbitkan di kemudian hari bi la para pemegang saham existing ingin
menaikkan modal atau dikarenakan akan masuk pemegang saham baru. Nominal saham dalam
Perseroan biasanya ditentukan dari: “ jumlah saham dikalikan dengan harga per lembar saham”

Sebagai ilustrasi adalah sebagai berikut A dan B sepakat untuk mendirikan PT dan menyepakati jumlah
saham dalam PT nantinya adalah 100 lembar. Adapun per lembar saham nantinya akan mereka
hargai senilai Rp 1 juta. Maka modal dasar dalam Perseroan tersebut adalah: 100 x Rp 1 juta = Rp 100
juta. Dari jumlah Rp 100 juta tersebut kemudian dapat ditentukan apakah A dan B ingin mengambil bagian
seluruhnya atau ada hanya sebagian saja. Bila A dan B memutuskan untuk mengambil sebagian saja.

Misalnya total saham yang diambil oleh A dan B adalah Rp 70 juta, maka nilai Rp 70 juta kemudian
dapat disebut sebagai Modal Ditempatkan/Modal Disetor. Adapun sisa Rp 30 juta yang belum diambil
bagian akan disimpan dan disebut Saham Dalam Portepel. Bila suatu saat PT membutuhkan modal
tambahan, maka Rp 30 juta tersebut dapat diambil bagian/dibayarkan oleh pemegang saham existing
atau pemegang saham baru.

2. Modal Ditempatkan

UUPT tidak secara spesifik mendefinisikan Modal Ditempatkan, adapun merujuk pada pendapat Yahya
Harahap dalam bukunya yang berjudul Hukum Perseroan Terbatas, Modal Ditempatkan adalah jumlah
saham yang diambil oleh para pendiri/pemegang saham. Adapun terhadap saham yang diambil
tersebut dapat sudah dibayarkan atau belum dibayarkan oleh pendiri/pemegang saham kepada PT.

Melanjutkan kisah A dan B diatas maka jumlah Modal Ditempatkan adalah senilai Rp 70 juta. Jumlah Rp
70 juta tersebut dapat sudah dibayarkan secara lunas maupun tidak kepada Perseroan, namun apabila
merujuk pada Pasal 33 ayat (1) UUPT, setidaknya 25% dari Modal Dasar Perseroan harus disetor atau
ditempatkan Maka, untuk memenuhi ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPT tersebut, A dan B bisa memilih:

1) apakah akan membayar secara penuh modal Rp 70 juta; atau 133


2) mengambil batas minimum sebagaimana syarat 25% dari modal dasar, sehingga jumlah
yang harus mereka lunasi kepada PT adalah Rp 25 juta saja.

3. Modal Disetor

73
Bila pada Modal Ditempatkan masih ada saham yang belum dilunasi oleh Para Pemegang Saham/Pendiri,
maka dalam konsep Modal Disetor, seluruh saham yang diambil bagian harus sudah dil unasi
pembayarannya oleh

Para Pemegang Saham/Pendiri. Adapun ketentuan Modal Disetor mengikuti ketentuan Pasal 33 ayat
(1) UUPT. Lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2016 tentang
Perubahan Dasar Perseroan Terbatas diatur bahwa bukti penyetoran/pelunasan atas Modal
Disetor/Modal Ditempatkan tersebut wajib disampaikan secara elektronik dalam waktu paling lama 60
(enam puluh) hari kerja terhitung sejak Akta Pendirian PT ditandatangani.

Menjelaskan Tentang Saham Perseroan Terbatas (PT)

Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal yang paling diminati investor karena memberikan
tingkat keuntungan yang menarik. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seorang
atau sepihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan
modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset
perusahaan, dan berhak hadir dalam rapat umum pemegang saham (RUPS)

Di dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) mengatakan bahwa: “Seluruh saham
yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahan PT dengan bukti penyetoran yang sah.
Pasal 48 Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) menyatakan bahwa: Saham perseroan dikeluarkan atas
nama pemiliknya. Hal ini berarti saham PT merupakan saham atas nama (Op Naam), yaitu saham yang
nama pemiliknya tercantum dalam sertifikat saham. Menurut Pasal 56, pemindahan hak atas nama
tersebut dilakukan dengan akta pemindahan hak.

Kemudia Pasal 52 Undang-Undang Persseroan Terbatas (PT) mengatur hak pemegang saham, yaitu:

1) Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS


2) Menerima pembayaran dividend an sisa kekayaan hasil likuidasi
3) Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas

Hak-hak pemegang saham yang diatur dalam Undang-Undang PT antara lain:

a) Hak pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri
apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris. (Pasal 61)
b) Hak pemegang saham untuk meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan wajar
bila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham
atau perseroan, berupa:
1) Perubahan anggaran dasar
2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50%
kekayaan bersih perseroan
3) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan

Menurut Husnan Suad bahwa: “Pengertian saham adalah Saham adalah secarik kertas yang
menunjukkan hak pemodal yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut untuk memperoleh bagian dari
prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang
memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya”.

74
Menurut Darmadji dan Fakhruddin bahwa: “Pengertian saham adalah Saham (stock) merupakan
tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas.Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut”.

Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal luas di masyarakat. Menurut
Darmadji dan Fakhrudin, ada beberapa jenis saham yaitu:

1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau kalim, maka saham terbagi atas:
a. Saham biasa (common stock), yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling
junior terhadap pembagian deviden, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila
perusahaan tersebut dilikuidasi.
b. Saham preferen (preferred stock), merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan
antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga
obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti ini yang dikehendaki oleh investor
2. Dilihat dari cara peralihannya, saham dibedakan menjadi :
a. Saham atas unjuk (bearer stock),artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar
mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain.
b. Saham atas nama (registered stock), merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama
pemiliknya, di mana cara peralihannyaharus melalui prosedur tertentu.
3. Ditinjau dari kinerja perdagangannya, maka saham dapat dikategorikan menjadi:
a. Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki
reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan
konsisten dalam membayar deviden.
b. Saham pendapatan (income stock), yaitu saham biasa dari suatu emiten yang memiliki
kemampuan membayar deviden lebih tinggi dari rata-rata deviden yang dibayarkan pada
tahun sebelumnya.
c. Saham pertumbuhan (growth stock-well known), yaitu saham-saham dari emiten yang
memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang
mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock lesser known, yaitu saham
dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock.
d. Saham spekulatif (speculative stocks), yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara
konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memungkinkan penghasilan
yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti.
e. Saham sklikal (counter cyclical stocks), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi
makro maupun situasi bisnis secara umum

Menurut Munir Fuadi bahwa : ” Karena pada prinsipnya yang harus membiayai perusahaan adalah pihak
pemegang saham, setidak-tidaknya pada saat awal berdirinya perusahaan tersebut, yakni dengan jalan
menyetor saham, maka pihak pemegang saham dalam praktek sering disebut juga dengan istilah pemilik
perusahaan. Pada saat mendapat pengesahan anggaran dasar dari yang berwenang, maka modal
ditempatkan sudah harus disetor semua berjumlah minimal 25 % dari modal dasar yaitu minimal 25 %
dari Rp. 20.000.000”.

Munir Fuadi melanjutkan bahwa : ” Hak-hak pemegang saham adalah sebagai berikut :

1. Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham

75
2. Hak untuk menerima Deviden
3. Hak Untuk menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi”.

Lebih lanjut Munir Fuadi menyebutkan bahwa : ” Klasifikasi Saham dari suatu perseroan adalah
sebagai berikut :

1. Saham Biasa
2. Saham dengan hak suara yang ;
a. Khusus
b. Bersyarat
c. Terbatas
d. Tanpa hak suara
3. Saham yang setelah jangka waktu tertentu dapat
a. Ditarik kembali
b. Ditukar dengan klasifikasi saham yang lain
4. Saham Yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendapatkan
a. Pembagian dividen secara kumulatif
b. Pembagian dividen secara nonkumulatif”.
5. Saham yang memberikan terlebih dahul kepada pemegangnya daripada pemegang saham
lainnya atas pembagian dividen dan sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.”

Saham adalah bukti telah dilakukan penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang
saham dalam Perseroan Terbatas. Saham dalam Perseroan Terbatas tersebut dikelompokan berdasarkan
karateristik yang sama, yang disebut klasifikasi saham. Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan, Anggaran Dasar Perseroan menetapkan lebih
dari satu klasifikasi saham.

Saham Biasa

Berdasarkan Pasal 53 ayat (3) UUPT, setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada
pemegangnya hak yang sama, jika terdapat lebih dari satu klasifikasi saham maka Anggaran Dasar
menetapkan salah satu diantaranya sebagai saham biasa. Saham biasa adalah saham yang
mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan
dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima
sisa kekayaan hasil likuidasi.

Hak Suara

Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga oleh pemegang saham
klasifikasi lain.

Klasifikasi Saham

Klasifikasi saham yang dimaksud pada Pasal 53 ayat (3) UUPT tersebut, antara lain:

1) Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;


2) Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris;

76
3) Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi
saham lain;
4) Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu
dari pemegang saham klasifikasi lain atass pembagian dividen secara kumulatif atau non
kumulatif;
5) Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari
pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.

Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut masing-
masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan gabungan dari 2 (dua)
klasifikasi saham atau lebih.

Jenis-jenis saham

Saham di dalam sebuah Perseroan Terbatas dapat terbagi atas:

a. Saham/Sero Atas Nama, yaitu nama persero ditulis di atas surat sero setelah didaftarkan
dalam buku Perseroan Terbatas sebagai persero.
b. Saham/Sero Pembawa, yaitu suatu saham yang di atas surat tidak disebutkan nama
perseronya.

Ditinjau dari hak-hak persero, saham/sero dapat pula dibagi sebagai berikut:

a. Saham/Sero Biasa
Sero yang biasanya memperoleh keuntungan (dividen) yang sama sesuai dengan yang ditetapkan
oleh rapat umum pemegang saham.
b. Saham/Sero Preferen
Sero preferen ini selain mempunyai hak dan dividen yang sama dengan sero biasa, juga
mendapat hak lebih dari sero biasa.
c. Saham/Sero Kumulatif Preferen
Sero kumulatif preferen ini mempunyai hak lebih dari sero preferen. Bila hak tersebut tidak
bisa dibayarkan pada tahun sekarang, maka dibayarkan pada tahun berikutnya

Menurut Anoraga dan Pakarti bahwa: “dari berbagai saham di bursa efek indonesia dikenal dua
jenis saham, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferen stock)”.

a. Saham biasa (common stocks)


Menurut Anoraga dan Pakarti bahwa: Saham biasa adalah saham yang tidak mendapatkan hak
istimewa. Apabila perusahaan bangkrut, maka pemegang saham biasa akan mengalami
kerugian terlebih dahulu. Saham biasa akan menerima laba setelah laba bagian saham
preferen dibayarkan. Penghitungan indeks harga saham didasarkan pada harga saham biasa.
Hanya pemegang saham biasa yang mempunyai suara dalam RUPS. Ciri-ciri saham biasa adalah :
1) Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.
2) Memiliki hak suara (one share one vote)
3) Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan apabila bangkrut dilakukan setelah semua
kewajiban perusahaan dilunasi
b. Saham Preferen ( preffered stocks)

77
saham preferen merupakan saham yang memiliki hak -hak istimewa. Hak untuk mendapatkan
deviden pada saat perusahaan dilikuidasi terlebih dahulu daripada saham biasa. Menurut
Fakhruddin dan Hadianto bahwa: “Saham preferen adalah saham yang memiliki karakteristik
gabungan antara saham biasa dan obligasi. Klaim atas laba dan aktiva perusahaan serta dapat
ditukarkan dengan saham biasa merupakan persamaan antara saham preferen dan obligasi.
Ciri-ciri saham preferen adalah :
1) Memiliki hak paling dahulu memperoleh deviden.
2) Tidak memiliki hak suara,
3) Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus.
4) Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah
kreditur apabila perusahaan dilikuidasi.

Ada tiga jenis penilaian saham menurut Hartono yaitu :

1. Nilai buku
Nilai buku adalah nilai asset yang tersisa setelah dikurangi kewajiban perusahaan jika
dibagikan. Nilai buku hanya mencerminkan berapa besar jaminan atau seberapa besar aktiva
bersih untuk saham yang dimiliki investor.
2. Nilai pasar
Nilai pasar merupakan harga yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran saham di pasar
modal atau disebut juga dengan harga pasar sekunder. Nilai pasar tidak lagi dipengaruhi oleh
emiten atau pihak pinjaman emisi, sehingga boleh jadi harga inilah yang sebenarnya mewakili
nilai suatu perusahaan.
3. Nilai intrinsic
Nilai intrinsik adalah nilai saham yang menentukan harga wajar suatu saham agar saham
tersebut mencerminkan nilai saham yang sebenarnya sehingga tidak terlalu mahal. Perhitungan
nilai intrinsik ini adalah mencari nilai sekarang dari semua aliran kas di masa mendatang baik yang
berasal dari dividen maupun capital gain.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Modal Perseroan Terbatas (PT) !

2. Sebutkan dan jelaskan Jenis-jenis Modal Perseroan Terbatas (PT) !

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Saham Perseroan Terbatas (PT)

4. Sebutkan dan jelaskan Jenis-jenis Saham Perseroan Terbatas (PT)

D. GLOSARIUM

Modal Dasar yakni jumlah modal yang disebutkan dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas

Modal Ditempatkan adalah jumlah saham yang diambil oleh para pendiri/pemegang saham

Modal Disetor adalah seluruh saham yang diambil bagian harus sudah dilunasi pembayarannya oleh
Para Pemegang Saham/Pendiri.

Saham/Sero Atas Nama, yaitu nama persero ditulis di atas surat sero setelah didaftarkan dalam buku
Perseroan Terbatas sebagai persero.

78
Saham/Sero Pembawa, yaitu suatu saham yang di atas surat tidak disebutkan nama perseronya.

Saham biasa (common stocks) adalah saham yang tidak mendapatkan hak istimewa

Saham Preferen ( preffered stocks) saham preferen merupakan saham yang memiliki hak-hak istimewa.

79
MERGER

( MODUL 10 )

Menjelaskan tentang Pengertian Merger

Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang
memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Proses merger ini
melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspek hukum yang bahkan mengiringi proses merger dari
permulaan proses hingga akhir proses.

Dengan demikian pengaruh yang timbul atas tindakan penggabunganperseroan terbatas dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu pengaruh-pengaruhyang bersifat yuridis dan pengaruh-
pengaruh yang bersifat non yuridis.Pengaruh yang bersifat yuridis dapat terjadi atau timbul baik terhadap
institusi ataulembaga maupun terhadap pendukung institusional, sedangkan pengaruh yangbersifat non
yuridis adalah setiap dampak yang timbul karena adanya perbuatanhukum penggabungan perusahaan.

Dewi Nurjanah menulis bahwa: “Dunia bisnis telah memasuki masa kebebasan dan keterbukaan di
akhir abad ke-20. Tidak ada lagi jarak atau halangan yang selama ini membatasi semua aktivitas bisnis,
khususnya aktivitas antar-daerah dan antar-negara.

Perubahan signifikan dalam lingkungan bisnis seperti globalisasi, deregulasi, kemajuan teknologi serta
fragmentasi pasar telah menciptakan persaingan yang sangat ketat (fierce competition). Respon
perusahaan-perusahaan terhadap meningkatnya persaingan sangat beragam. Sebagian perusahaan
memilih untuk memfokuskan sumber daya ekonomi yang dimiliki pada segmen tertentu yang lebih kecil,
sebagian tetap bertahan dengan strategi usaha yang dilakukan sebelumnya dan sebagian menggabungkan
diri dengan perusahaan lainnya menjadi satu perusahaan yang lebih besar di dalam pasar. Strategi yang
dipilih terakhir ini merupakan bagian upaya restrukturisasi untuk menciptakan sinergi”.

Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup
dan mengembangkan perusahaan. Ikatan akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) Indonesia Nomor 12 (PSAK No.22) mendefinisikan penggabungan badan
usaha sebagai bentuk penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas
ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain ataupun memperoleh kendali
atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Jenis penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu
akuisisi dan penyatuan pemilikan (merger)

Pengertian penggabungan usaha secara umum adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang
terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau
memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain.

Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain, atau
pembelian aktiva neto suatu perusahaan. Secara teori penggabungan usaha dapat berupa merger,
akuisisi, dan konsolidasi. Istilah merger berasal dari kata merge yang dalam Bahasa Indonesia berarti
menggabungkan atau memfusikan

Joni Emirzon menyatakan bahwa ada beberapa ahli hukum bisnis Indonesia memberikan pengertian
merger sebagai berikut:

80
a. Barcelius Ruru mengartikan merger sebagai penggabungan usaha dari dua atau lebih perusahaan
yang bergabung ke dalam salah satu perusahaan yang telah ada sebelumnya.
b. Kartini Muliadi merngartikan merger sebagai transaksi dua atau lebih perseroan
menggabungkan usaha mereka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada sehingga
hanya satu perseroan saja yang tinggal.

Secara yuridis pengertian merger dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Peraturan
Pemerintah Nomo 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau Peleburan badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat, yang mengartikan merger sebagai berikut:“Penggabungan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari badan
Usaha yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Badan Usaha yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena
hukum”.

Selanjutnya peraturan di bidang pasar modal di bidang merger dan kosolidasi yang tertuang dalam
Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-52/PM/1997 tanggal 26 Desember 1997 yang memberi arti
kepada merger perusahaan, yang dalam peraturan tersebut disebut dengan istilah “penggabungan
usaha” sebagai sesuatu “perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang
menggabungkan diri menjadi bubar”.

Menurut Joni Emirzon bahwa: “pada dasarnya ada kesamaan dalam unsure-unsur perngertian merger
yaitu:

1. Merger atau penggabungan perusahaan adalah salah satu cara penyatuan perusahaan,
disamping peleburan perusahaan (konsolidasi) dan pengambilalihan perusahaan (akuisisi).
2. Merger melibatkan dua pihak, yaitu satu perusahaan yang menerima penggabungan dan satu
atau lebih perusahaan yang menggabungkan diri.
3. Perusahaan yang menerima penggabungan akan menerima pengambilalihan seluruh saham,
harta kekayaan, hak, kewajiban, dan ut ang perusahaan yang menggabungkan diri”.

Menjelaskan Tentang Tata Cara Merger Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas

Mengenai prosedur dan tata cara penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan yang tidak
diatur di dalam UUPT 2007 tetap mengacu kepada peraturanpelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburandan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Di
dalam ketentuan peraturan pemerintah tersebut tata cara penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan diatur di dalam BAB II mulai dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 19 UUPT 2007. Di samping
itu apabila yang melakukan penggabungan perusahaan adalah bank, maka perlu pula mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai merger, akuisisi,dan konsolidasi
di lingkungan perbankan.

Sedangkan ketentuan mengenai penggabungan (merger) suatu perseroan terbatas menurut UUPT 2007
diatur dalam BAB VIIImulai Pasal 122 sampai dengan Pasal 134 UUPT 2007. Berdasarkan ketentuan Pasal

81
122 UUPT 2007 penggabungan dan peleburan mengakibatkan perseroan yang menggabungkan atau
meleburkan diri berakhir karena hukum. Sebagai contoh terjadinya penggabungan (merger) : PT. A
adalah perusahaan yang akan melakukan penggabungan (merger), PT. B adalah perusahaan target
atau sasaran penggabungan (merger). Setelah kedua perseroan terbatas tadi melakukan
penggabungan (merger) PT.A berakhir karena hukum.

Adapun proses hukum (prosedur) dan tata cara yang harus dilalui olehperseroan yang hendak melakukan
merger (penggabungan) menurut UUPT 2007 adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi Syarat-Syarat Penggabungan


Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126 Undang-Undang No.40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas bahwa perbuatan hukum
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan
kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
2. Menyusun Rancangan Penggabungan
Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, rancangan penggabungantersebut harus
disetujui oleh RUPS dan memuat paling sedikit atau sekurang-kurangnya :
a. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukanpenggabungan
(merger).
b. Alasan serta penjelasan masing-masing direksi perseroan yang akan melakukan
penggabungan dan persyaratan penggabungan.
c. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang menggabungkandiri terhadap
saham perseroan yang menerima penggabungan.
d. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerimapenggabungan apabila
ada.
e. Laporan keuangan yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari tiap perseroan.
f. Rencana kelanjutan atau pengakhiran perseroan yang akan melakukanpenggabungan.
g. Neraca proforma perseroan yang menerima penggabungan sesuai denganprinsip akuntansi
yang berlaku di Indonesia
3. Penggabungan Disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham
Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris dari masing-masing
perseroan yang menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut harus diajukan kepada
RUPS masing -masing perseroan untuk mendapat persetujuan. Ketentuan mengenai RUPS ini
dapat juga kita temui dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT 2007 yang menyatakan bahwa RUPS untuk
menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4
(tigaperempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam
RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tigaperempat) bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

Sehubungan dengan itu, menurut M. Yahya Harahap, cara mengambil keputusan RUPS dalam rangka
penggabungan perseroan yang harus diterapkan dan ditegakkan :

82
1. Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan keputusan diambil dengan cara musyawarah
untuk mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan RUPS yang disetujui bersama oleh
pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS;
2. Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarahuntuk mufakat yang
digariskan Pasal 87 ayat [1] UndangUndangPerseroan Terbatas dimaksud, baru diterapkan
dan ditegakkan ketentuanyang ditetapkan Pasal 89 ayat [1] Undang-Undang Perseroan
Terbatas,yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tigaperempat) bagi dari
jumlah suara yang dikeluarkan.

Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai kuorum, dapatdiadakan RUPS kedua dengan
kuorum kehadiran paling sedikit 2/3 (dua pertiga)bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara,
hadir atau diwakili dalam RUPS.Sedang keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian
darijumlah suara yang dikeluarkan. Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidakmencapai kuorum,
dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan perseroanmengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorumRUPS ketiga

4. Pembuatan Akta Penggabungan

Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang diajukan, maka rancangan
penggabungan dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan yang dibuat di hadapan notaris dan
dalam Bahasa Indonesia.

Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk menyampaikan pemberitahuan


penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatatdalam daftar perseroan. Apabila
terdapat perubahan terhadap anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPT 2007,
maka perlu adanya persetujuan dari menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk
mendapat persetujuan menteri atas penggabungan dengan perubahan anggaran dasar. Sementara
itu menurut Pasal 21 ayat (3) UUPT 2007, perubahan anggaran dasar yang tidak tertentu atau yang selain
disebut pada Pasal 21 ayat (2), “cukup diberitahukan” kepada menteri. Dan anggaran dasar ini
dinyatakan dalam akta notaries dalam bahasa Indonesia.

Adapun hal-hal yang harus diberitahukan kepada menteri tentang perubahan anggaran dasar ini
diatur lebih lanjut didalam Pasal 12 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia No : M.01-HT.01.10 Tahun 2007 tentangT ata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan
Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasardan Perubahan Data Perseroan :

(1) Akta perubahan anggaran dasar Perseroan yang harus diberitahukan kepada Menteri adalah
perubahan anggaran dasar di luar ketentuan Pasal 8 ayat (2).
(2) Perubahan data Perseroan yang harus diberitahukan kepada Menteri meliputi:
a. perubahan nama pemegang saham dan jumlah saham yangdimilikinya;
b. perubahan nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
c. perubahan alamat lengkap Perseroan;
d. pembuatan Perseroan;
e. berakhirnya status badan hukum karena hukum akibat penggabungan, peleburan,
pemisahan murni, danf. telah berakhirnya proses likuidasi.

83
(3) Pemberitahuan akta perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan
perubahan data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan oleh Notaris
selaku kuasa direksi kepada Menteriatau Pejabat yang Ditunjuk.
(4) Dalam hal perubahan data perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)memerlukan izin
dari instansi terkait pemberitahuan kepada Menteri atauPejabat yang Ditunjuk disampaikan
paling lambat 14 (empat belas) hariterhitung sejak tanggal izin tersebut diterbitkan.
(5) Pengumuman hasil penggabunganPasal 133 ayat (1) UUPT 2007 mensyaratkanbagi direksi
perseroan yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasilpenggabungan dengan cara:
a. diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih;
b. dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggalberlakunya penggabungan.

Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan
Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan.Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 30(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal:

a) persetujuan menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b) pemberitahuan diterima menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupunyang tidak disertai perubahan anggaran dasar.

Pengaturan tentang merger atau penggabungan ini, dari apa yang dijabarkan diatas tentang prosedur
dan tata cara merger, baik menurut UUPT 1995 maupun UUPT 2007, terdapat beberapa perbedaan,
antara lain :

1) Pada UUPT 2007 terdapat penambahan 11 (sebelas) muatan rancangan penggabungan


sebagaimana yang diuraikan didalam Pasal 123ayat (2).
2) Pada UUPT 2007 Pasal 123 ayat (3), Rancangan Penggabungan dan Peleburan perlu
dimintakan persetujuan Dewan Komisaris sebelum diajukan ke RUPS. Sedangkan dalam UUPT
1995 Pasal 102 ayat (3) Rancangan Penggabungan dan Peleburan langsung diajukan ke RUPS.
3) Pada UUPT 2007 Pasal 123 ayat (4) diatur bahwa Penggabungan Perseroan tertentu yaitu
Perseroan yang mempunyai bidang usaha khusus, antara lain lembaga keuangan bank dan
lembaga keuangan non bank perlu untuk mendapat persetujuan instansi terkait, misalnya Bank
Indonesia untuk Penggabungan Bank. Sedangkan dalam UUPT 1995 hal ini tidak ditegaskan.
4) UUPT 2007 Pasal 123 ayat (5), secara tegas dinyatakan bahwa ketentuan perihal
Penggabungan dan Peleburan mengikat Perseroan Terbuka sedangkan pada UUPT 1995 hal ini
tidak ditegaskan

Menjelaskan Tentang Jenis-Jenis Merger

Menurut Munir Fuady bahwa: “ Merger dapat dikatagorikan menjadi beberapa jenis, yaitu: Menurut
jenis usahanya, merger dapat dikatagorikan ke dalam empatbagian sebagai berikut :

1. Merger horizontal.
Adalah merger di antara dua atau lebih perusahaan dimana semua perusahaan tersebut bergerak
pada bidang bisnis (line of business) yang sama atau dapatlah dikatakan terjadinya fusi/ merger
horizontal yaitu apabila dua atau lebih perusahaan yang sebagian besar mempunyai pasar
pembelian dan pasar penjualan yang sama-sama berlebu rmenjadi satu, seperti misalnya antara
perusahaan kelapa sawit. Sementara itu, untuk merger horizontal khusus apabila dilakukan dalam

84
satu kelompok usaha, ada dua perusahaan dalam satu kelompok, yang disebut dengan sister
company. Saham mereka sama-sama dipegang oleh satu perusahaan holding. Namun kemudian
setelah merger horizontal, perusahaan holding memegang saham pada anak perusahaan hasil
merger yang telah bersatu. Dan dalam proses merger horizontal ini, khususnya apabila dipilih
merger tanpa likuidasi, tindakan -tindakan yuridis minimal yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Semua aktiva dan passiva dialihkan dari anak perusahaan yang satu terhadap anak perusahaan
lain (kecuali aktiva yang harus dibayarkepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju
merger).Kecuali dipilih model merger dengan likuidasi.
b) Anak perusahaan satu menghentikan kegiatannya, kemudian dibubarkan tanpa likuidasi.
c) Pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger dapat memilih antara menjadi
pemegang saham dalam anak perusahaan atau meminta kompensasi harga saham yang sedang
dipegangnya tanpa menjadi pemegang saham pada anak perusahaan hasil merger.
2. Merger vertical
Merger vertikal adalah suatu gabungan di antara dua perusahaan atau lebih dengan mana yang satu
bertindak sebagai suplier bagi yang lainnya. Atau dapat dikatakan fusi/ merger vertikal ini terjadi
apabila perusahaan bersatu dengan perusahaan lainnya, yang mengerjakan lebih lanjut barang-
barang yang dibuat oleh perusahaan yang pertama. Misalnya kerjasama antara pabrik pemintalan
benang dan pabrik tekstil.
3. Merger kon-generik
Yang dimaksud dengan merger kon-generik adalah merger diantara 2(dua) atau lebih perusahaan
yang saling berhubungan tetapi bukan terhadap produk yang sama seperti pada merger horizontal
dan bukan pula antara perusahaan hulu dengan hilir seperti dalam merger vertika.
4. Merger konglomerat
Merger konglomerat adalah penggabungan dua perseroan atau lebih yang tidak memiliki kesamaan
bidang usaha. Sehingga aktivitas bisnis tidak berkaitan sama sekali antara perseroan yang
menggabungkan diri dengan perseroan yang menerima penggabung

Menjelaskan Tentang Tujuan Penggabungan (Merger)

Menurut Emmy Pangaribuan bahwa:

“Alasan penggabungan perseroan ini biasanya dikarenakan perseroankekurangan modal ataupun karena
manajemen yang lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing.

Sedangkan perusahaan tempat mereka bergabung berdaya saing kuat dan berkedudukan monopoli atau
sebagai kelompok konglomerasi. Karena itulah perusahaan ini berposisi sebagai penerima
penggabungan, sehingga menjadilebih besar dan kuat sementara perusahaan yang menggabungkan
diri menjadi bubar. Jadi, Merger atau penggabungan ini dilakukan bertujuan untuk mencapai hal-
halsebagai berikut” :

1. Memperbesar jumlah modal;


2. Menyelamatkan kelangsungan produksi
3. Mengamankan jalur distribusi;
4. Memperbesar sinergi perusahaan; dan
5. Mengurangi persaingan serta menuju kepada monopolistic

85
Sri Redjeki Hartono mengatakan bahwa: “Tujuan penggabungan suatu perusahaan adalah untuk
kemajuan dari masing-masing perusahaan dan secara tidak langsung adalah untuk dan demi keuntungan
dan kepentingan orang-orang (pemilik) yang berada di belakang nama perusahaan yang bersangkutan.
Di samping itu tujuan untuk memperluas usaha secara optimal, memperkokoh keadaan pasar baik
untuk pembelian maupunpenjualan dan memperoleh kedudukan keuangan yang lebih kuat”.

Menurut Kwik Kian Gie bahwa: “Penggabungan usaha, baik merger ataupun akuisisi memiliki manfaat
sebagai berikut”:

a. Komplementaris. Penggabungan 2 perusahaan sejenis atau lebih secara horisontal dapat


menimbulkan sinergi dalam berbagai bentuk, misal: perluasan produk, transfer teknologi,
sumber daya manusia yang tangguh, dan sebagainya.
b. Pooling kekuatan. Perusahaan-perusahaan yang terlampau kecil untuk mempunyai fungsi-fungsi
penting untuk perusahaannya. Misalnya fungsi Research dan Development, akan lebih efektif
jika bergabung dengan perusahaan lain yang telah memiliki fungsi tersebut.
c. Mengurangi persaingan. Penggabungan usaha diantara perusahaan sejenis akan
mengakibatkan adanya pemusatan pengendalian, sehingga dapat mengurangi pesaing.
d. Menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. Bagi perusahaan yang kesulitan likuiditas dan
terdesak oleh kreditur, keputusan merger dan akuisisi den gan perusahaan yang kuat akan
menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan

Menjelaskan Tentang Akibat Hukum Merger

Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang
memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Proses merger ini
melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspek hukum yang bahkan mengiringi proses merger dari
permulaan proses hingga akhir proses.

Dengan demikian pengaruh yang timbul atas tindakan penggabunganperseroan terbatas dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu pengaruh-pengaruhyang bersifat yuridis dan pengaruh-
pengaruh yang bersifat non yuridis.Pengaruh yang bersifat yuridis dapat terjadi atau timbul baik terhadap
institusi ataulembaga maupun terhadap pendukung institusional, sedangkan pengaruh yangbersifat non
yuridis adalah setiap dampak yang timbul karena adanya perbuatanhukum penggabungan perusahaan.

Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 menggunakan istilah “penggabungan”, sebagai


pengganti terminologi “merger”. Penggabungan menurut Undang-Undang Perseroat Terbatas adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau ebih untuk meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum, kepada perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Pengertian penggabungan tersebut sebelumnya secara khusus disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun1998 mengenai Penggabungan, Peleburan,dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Peraturan Pemerintah ini mengartikan Penggabungan adalah perbuatan hukumyang dilakukan oleh
satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan
selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.

86
Berakhirnya eksistensi dari perseroan yang menggabungkan diri dapat terjadi baik tanpa terlebih dahulu
dilakukan likuidasi atau melalui likuidasi. Dalam hal penggabungan perseroan dilakukan tanpa likuidasi,
maka akibat hukum dari penggabungan tersebut diatur didalam Pasal 122 ayat (3) Undang-Undang
PerseroanTerbatas 2007 .Seperti halnya dengan pranata hukum lainnya, maka pranata hukum dalam
melakukan merger perusahaan juga oleh hukum dilarang dilakukan jika merugikan pihak-pihak
lainnya. Oleh karena itu, didalam pelaksanaan merger, harus diperhatikan batasan-batasan hukum yang
tidak boleh dilanggar agar kepentingan pihak lain yang terkait dapat dilindungi. Dan hal ini menjadi tugas
sektor hukum untuk menjaga keadilan/ kesebandingan dengan melindungi pihak yang lemah/ kecil.

Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 mensyaratkan perlindungan terhadap karyawan


perusahaan, namun disamping perlindungan pihak-pihak lainnya, dalam hal terjadinya merger,
akuisisi dan konsolidasi, seperti yang diatur dalam Pasal 126 ayat(1) UUPT 2007, yang berbunyi sebagai
berikut:

Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan


kepentingan:

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;


b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1) menegaskan bahwa penggabungan (merger)
:

a. Tidak dapat dilakukan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu;


b. Penggabungan harus juga dicegah dari kemungkinan terjadinya “monopoli” atau
“monopsoni” dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.

Merger Perseroan Terbatas ini juga menimbulkan dampak bagi pemegang saham, sebagaimana hal ini
disebutkan didalam Pasal 122 ayat (3) butir b U ndang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 bahwa
pemegang saham perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum, menjadi
pemegang saham perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil peleburan. Di dalam
Undang-Undang Perseroan

Terbatas Tahun 2007 tegas dikatakan bahwa tindakan merger tidak boleh merugikan hakhak dari
pemegang saham minoritas., UUPT 2007 mempunyai asumsi bahwa pelaksanaan merger tersebut
dilakukan untuk kepentingan pemegang saham mayoritas dengan pertimbangan bahwa apabila
merger dilakukan dengan merugikan kepentingan pemegang saham mayoritas, maka tentunya
pemegang saham mayoritas tidak akan setuju dalam RUPS untuk melakukan merger tersebut, sehingga
dengan demikian merger tidak dapat dilaksanakan atau pihak pemegang saham mayoritas dapat
menghentikan merger tersebut, dengan mengganti Direksi yang dianggap tidak kooperatif dengan
pemegang saham mayoritas. Kewenangan -kewenangan yang demikian hanya dimiliki oleh pemegang
saham mayoritas dan tidak dimiliki oleh pemegang saham minoritas.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Penggabungan (Merger) !

2. Sebutkan dan jelaskan tentang tata cara Penggabungan (Merger) menurut UU PT!

87
3. Sebutkan dan jelaskan Jenis-jenis Penggabungan (Merger) !

4. Jelaskan Tujuan Penggabungan (Merger)!

5. Jelaskan akibat hukum dari Penggabungan (Merger)

D. GLOSARIUM

Merger konglomerat adalah penggabungan dua perseroan atau lebihyang tidak memiliki kesamaan
bidang usaha.

Merger kon-generik adalah merger diantara 2(dua) atau lebih perusahaan yang saling berhubungan tetapi
bukan terhadap produk yang sama seperti pada merger horizontal dan bukan pula antara perusahaan
hulu dengan hilir seperti dalam merger vertika.

Merger vertikal adalah suatu gabungan di antara dua perusahaan atau lebih dengan mana yang satu
bertindak sebagai suplier bagi yang lainnya

Merger horizontal. Adalah merger di antara dua atau lebih perusahaan dimana semua perusahaan
tersebut bergerak pada bidang bisnis (line of business) yang sama atau dapatlah dikatakan terjadinya
fusi/ merger horizontal yaitu apabila dua atau lebih perusahaan yang sebagian besar mempunyai pasar
pembelian dan pasar penjualan yang sama-sama berlebu rmenjadi satu, seperti misalnya antara
perusahaan kelapa sawit

88
KONSOLIDASI dan AKUISISI

( MODUL 11 )

Menjelaskan tentang Pengertian Konsolidasi

Menurut Zaeni Asyhadie bahwa :

”Antara konsolidasi dan merger sering kali dipersamakan sehingga dalam praktik, kedua istilah itu sering
dipertukarkan dan dianggap sama artinya, namun sebenarnya terdapat perbedaan pengertian antara
konsolidari dan merger. Dalam merger penggabungan antara dua atau lebih badan usaha tidak membuat
badan usaha yang bergabung menjadi lenyap.

Sedangkan konsolidasi adalah penggabungan antara dua atau lebih badan usaha yang
menggabungkan diri saling melebur menjadi satu dan membentuk satu badan usaha yang baru. Oleh
karena itu, konsolidasi sering kali disebut dengan peleburan”.

Sedangkan menurut Farida Hasyim bahwa: ”Konsolidasi (Peleburan usaha) adalah penggabungan dari
dua perusahaan atau lebih dengan cara mendirikan perusahaan baru dan melikuidasi perusahaan-
perusahaan yang ada”.

Dalam PP No.57 Tahun 2010 Konsolidasi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua badan
usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan usaha baru yang karena
hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari badan usaha yang meleburkan diri dan status badan usaha
yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Merger diartikan sebagai
penggabungan perusahaan, sedangkan Konsolidasi diartikan sebagai peleburan perusahaan. Secara
hukum, keduanya memiliki perbedaan pokok, sebagai berikut :

1. Dalam Merger, status badan hukum yang dipertahankan adalah perusahaan yang menerima
penggabungan (bukan perusahaan baru), sedangkan status badan hukum perusahaan yang
bergabung kemudian dibubarkan tanpa melalui likuidasi.
2. Dalam Konsolidasi, status badan hukum perusahaan yang meleburkan diri menjadi bubar
tanpa melalui likuidasi, dan kemudian membentuk badan hukum perusahaan yang benar-
benar baru.

Menjelaskan Tentang Ciri-ciri Konsolidasi Perusahaan (peleburan)

1. Ada dua atau lebih perusahaan yang meleburkan diri untuk membentuk perusahaan baru.
2. Perusahaan yang meleburkan diri, bubar demi hukum tanpa likuidasi.
3. Perusahaan baru hasil peleburan harus mendapatkan status badan hokum yang baru dari
menhukham
4. Rancangan konsolidasi dan konsep akta konsolidasi wajib disetujui RUPS di masing-masing
perseroan.
5. Konsep akta konsolidasi yang telah disetujui RUPS dituangkan dalam akta konsolidasi yang dibuat
di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.

89
6. Salinan akta konsolidasi dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan
Menhukham mengenai pengesahan badan hukum perseroan hasil peleburan.
7. Perseroan hasil konsolidasi memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya
keputusan Menhukham mengenai perusahaan yang meleburkan diri bubar demi hukum tanpa
proses likuidasi.
8. Aktiva dan pasiva perusahaan yang meleburkan diri demi hokum akan beralih ke dalam perusahaan
baru hasil konsolidasi berdasarkan titel umum.

Menjelaskan Tentang Tata Cara Konsolidasi

1. Direksi PT yang akan meleburkan diri menyusun usulan rencana Konsolidasi. Usulan rencana
konsolidasi wajib disetujui komisaris masing-masing PT.
2. Usulan rencana konsolidasi dijadikan bahan menyusun rancangan konsolidasi yang disusun
bersama oleh direksi PT yang akan melakukan peleburan.
3. Ringkasan atas rancangan konsolidasi wajib diumumkan direksi dalam dua surat kabar harian dan
diumumkan secara tertulis kepada karyawan PT yang akan melakukan peleburan paling lambat
14 hari sebelum pemanggilan RUPS.
4. Rancangan konsolidasi dan konsep akta konsolidasi wajib disetujui RUPS masing-masing. Konsep
akta konsolidasi yang telah disetujui RUPS dituangkan dalam akta konsolidasi yang dibuat
dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia. Akta konsolidasi yang sudah disahkan notaris
selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pembuatan akta pendirian PT hasil peleburan.
5. Direksi PT yang meleburkan diri wajib mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian PT hasil
peleburan kepada Menkumham paling lambat 14 hari sejak tanggal keputusan RUPS.
6. Menkumham memberikan pengesahan paling lama 60 hari setelah permohonan diterima. PT
yang meleburkan diri dianggap bubar terhitung sejak tanggal akta pendirian PT hasil peleburan
disahkan oleh Menkumham.
7. Setelah mendapat pengesahan Menkumham, akta pendirian PT hasil peleburan wajib dimasukkan
dalam daftar perusahaan serta diumumkan dalam tambahan berita Negara RI.

Menjelaskan Tentang Pengertian Akuisisi

Akuisisi perusahaan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengambilalihan perusahaan dengan
cara membeli saham mayoritas perusahaan sehingga menjadi pemegang saham pengendali. Dalam
peristiwa akuisisi, pihak peusahaan yang melakukan akuisisi dan yang diakuisisi tetap hidup sebagai
badan hukum yang terpisah. Akuisisi dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah acquisition atau
take over yang berarti sebuah perusahaan mengambilalih kontrol modal saham atas perusahaan
lain. Kata acquisition berasal dari acquire yang berarti mendapatkan sesuatu atau keuntungan atau usaha
sendiri.

Menurut Munir Fuadi bahwa:

”Dalam bahasa Indonesia istilah akuisisi perusahaan disebut dengan istilah pengambilalihan
perusahaan. Yang dimaksudkan adalah mengambil alih kepentingan pengontrol terhadap suatu
perusahaan , yang dilakukan biasanya dengan mengambil alih mayoritas saham atau mengambil alih
sebagian besar aset-aset perusahaan. Berbeda dengan merger dan konsolidasi di mana hasilnya
akan ada perusahaan yang lenyap sebagai akibatnya, maka akibat dari tindakan akuisisi tidak ada

90
perusahaan yang lenyap. Baik perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang diambil alih
tetap eksis setelah tindakan akuisisi terjadi”.

Sedangkan menurut Farida Hasyim

Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan, seperti merger dan konsolidasi”
Akuisisi merupakan salah satu strategi eksternal yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk
melakukan ekspansi usaha tanpa perlu memulai usaha dari awal. Akuisisi dilakukan melalui pembelian
seluruh atau sebagian dari kepemilikan suatu perusahaan.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1998 tentang pengabungan, peleburan dan
pengambilalihan Perseroan Terbatas dimana pengertian akuisisi adalah sebagai perbuatan hukum
yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau
sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan berlaihnya pengendalian terhadap
perseorangan tersebut.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 57 tahun 2010 tentang penggabungan, peleburan,
dan pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatmenkan terjadinya praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak mendefinisikan akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
Pelaku Usaha untuk mengambilalih saham badan usaha yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas badan usaha tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (11)
yang menjelaskan bahwa definisi akuisisi adalah "Pengambilaliahan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut."

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.22 menyatakan bahwa akuisisi adalah bentuk
pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi (acquirer), sehingga akan
mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih (acquiree) tersebut. Kendali
perusahaan yang dimaksud adalah kekuatan untuk:

a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan


b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen
c. Mendapat hak suara mayoritas dalam rapat redaksi

Menurut Gunawan Widjaja bahwa: “Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan dan kontrol
menajemen oleh satu perusahaan terhadap perusahaan yang lain. Sedangkan merger hanya
pengambilalihan sebuah perusahaan tanpa diikuti pengambilalihan kontrol manajemennya”,

Sedangkan menurut Iswi Hariyanti bahwa: “Dalam dunia hukum dan bisnis, yang dimaksud dengan
akuisisi adalah setiap perbuatan hukum untuk mengambilalih seluruh atau sebagian besar saham dan
atau aset dari perusahaan lain”.

Perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara
independen tetapi telah terjadi pengalihan oleh pihak pengakuisisi. Beralihnya kendali berarti
pengakuisisi memiliki mayoritas saham- saham berhak suara (voting stock) yang biasanya ditunjukan
atas kepemilikan lebih dari 50 persen saham berhak suara tersebut. Dimungkinkan bahwa walaupun
memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi juga dapat dinyatakan sebagai pemilik suara
mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal yang demikian. Namun

91
dapat juga pemilik dari 51 persen belum dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika dalam anggaran
dasar perusahaan menyebutkan lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk
(pengakuisisi) dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi.

Menjelaskan Tentang Ciri-ciri Akuisis

1. Ada perusahaan yang mengambil alih (perusahaan pengakuisisian da nada perusahaan yang
diambilalih (perusahaan yang diakuisisi perusahaan target).
2. Akuisisi bisa dilakukan terhadap saham atau asset milik perusahaan target.
3. Akuisisi saham hanya dapat dilakukan terhadap perusahaan target berbentuk PT sebab
kepemilikannya diwujudkan dalam bentuk saham.
4. Akuisisi asset dapat dilakukan terhadap perusahaan perseorangan (UD dan PD), persekutuan (CV dan
firma), badan hokum (PT dan Koperasi).
5. Pihak pengakuisisi berbentuk perseroan terbatas sebelum melakukan akuisisi harus lebih dahulu
mendapat persetujuan dari RUPS perusahaan pengakuisisi.
6. Akuisisi saham berbeda dengan pembelian saham biasa karena dalam akuisisi saham jumlah
saham yang dibeli relative banyak sehingga dapat mengubah posisi pemegang saham moyoritas atau
pemegang saham pengendali.
7. Perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakuisisi sama-sama tetap hidup. Namun, ada pula
akuisisi yang diikuti dengan merger sehingga perusahaan yang diakuisisi digabungkan dan kemudian
bubar demi hokum tanpa likuidasi.
8. Akuisisi terhadap saham perusahaan perbankan harus mendapat persetujuan Bank Indonesia,
sedangkan akuisisi terhadap saham perusahaan terbu ka harus mendapat persetujuan Bapepam-LK.

Menjelaskan Tentang Tata Cara Akuisisi

1. Pihak yang akan mengakuisisi PT menyampaikan maksud dan tujuannya kepada direksi PT yang akan
diakuisisi. Pihak pengakuisi dapat berbentuk PT, koperasi yayasan, CV, Firma, atau Perorangan.
2. Direksi PT yang akan diakuisisi dan pihak pengakuisisi masing-masing menyusun usulan rencana
akuisisi. Usulan rencana akuisisi wajib mendapat persetujuan komisaris PT yang akan diakuisisi
atau lembaga serupa dari pihak pengakuisisi.
3. Usulan rencana akuisisi digunakan sebagai bahan penyusunan rancangan akuisisi yang disusun secara
bersama-sama antara direksi PT yang akan diakuisisi dengan pihak pengakuisisi. Ringkasan
rancangan akuisisi wajib diumumkan direksi PT pengakuisisi dalam dua surat kabar harian serta
diberitahukan secara tertulis kepada karyawan PT pengakuisisi paling lambat 14 hari sebelum
pemanggilan RUPS.
4. Rancangan akuisisi wajib disetujui RUPS dari PT yang akan diakuisisi. Rancangan akuisisi juga
harus disetujui oleh pemegang kekuasaan dari pihak pengakuisisi. Apabila pihak pengakuisisi
berbentuk PT, rancangan akuisisi harus disetujui RUPS. Pada pihak pengakuisisi berbentuk koperasi,
rancangan akuisisi harus disetujui rapat anggota koperasi. Jika pihak pengakuisisi berbentuk yayasan
maka rancangan akuisisi harus disetujui rapat dewan Pembina yayasan. Untuk pihak pengakuisisi
berbentuk CV dan Firma, rancangan akuisisi harus disetujui oleh para sekutu atau pemilik CV dan
Firma.
5. Rancangan akuisisi yang telah disetujui selanjutnya dituangkan dalam akta akuisisi yang dibuat di
hadapan notaris dan ditulis dalam Bahasa Indonesia. Akta akuisisi yang sudah disahkan notaris
selanjutnya didaftarkan kepada Menkumham

92
6. Apabila akuisisi PT diikuti perubahan AD yang membutuhkan persetujuan Menkumham, akuisisi
dianggap mulai berlaku sejak tanggal persetujuan AD oleh Menkumham. Apabila akuisisi PT disertai
perubahan AD yang tidak memerlukan persetujuan Menkumham, akuisisi dianggap mulai berlaku
sejak tanggal pendaftaran akta akuisisi dalam daftar perusahaan. Di sisi lain, apabila akuisisi PT tidak
mengakibatkan perubahan AD, akuisisi dianggap mula i berlaku sejak tanggal penandatanganan
akta akuisisi di hadapan notaris.

Menjelaskan Tentang Jenis-jenis Akuisisi

1. Akuisisi Horizontal Akuisisi horizontal yaitu suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain yang
memiliki produk atau jasa yang sama atau daerah pemasaran yang sama, dengan tujuan untuk
memperbesar pangsa pasar atau membunuh pesaing.
2. Akuisisi Vertikal Akuisisi dalam bentuk integrasi vertikal yaitu suatu bentuk akuisisi dimana suatu
perusahaan mengakuisisi perusahaan lain yang bergerak dalam tahapantahapan produksi yang
sama.
3. Akuisisi Konglomerat Akuisisi terhadap perusahaan yang tidak terkait baik secara horizontal maupun
vertikal.
4. Akuisisi Eksternal Akuisisi yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan, masingmasing dalam grup
yang berbeda, atau tidak dalam grup yang sama.
5. Akuisisi Internal Kebalikan akuisisi eksternal, dalam akuisisi internal perusahaanperusahaan yang
melakukan akuisisi masih dalam satu grup usaha.
6. Akuisisi Saham Akuisisi perusahaan dimana yang diakuisisi atau dibeli adalah saham nya
perusahaan target, baik dengan uang tunai, maupun dibayar dengan sahamnya pengakuisisi atau
perusahaan lainnya. Untuk dapat disebut transaksi akuisisi, maka saham yang dibeli tersebut
haruslah paling sedikit 51% (simple majority), atau paling tidak setelah akuisisi tersebut, pihak
pengakuisisi memegang saham paling tidak 51%. Sebab jika kurang dari presentase tersebut,
perusahaan target tidak bisa dikontrol, karenanya yang terjadi hanya jual beli saham biasa saja.
7. Akuisisi Aset Pengakuisisian terhadap aset perusahaan target dengan atau tanpa ikut mengasumsi
atau mengambil alih seluruh kewajiban perusahaan target terhadap pihak ketiga.
8. Akuisisi Kombinasi Kombinasi antara akuisisi saham dengan akuisisi aset.
9. Akuisisi Bertahap Akuisisi yang tidak dilaksanakan sekaligus, misalnya dengan pembelian
convertible bonds oleh perusahaan pengakuisisi, maka tahap pert ama perusahaan pengakuisisi
mendrop dana ke perusahaan target lewat pembelian bonds yang kemudian ditukar dengan
equity. Jika kinerja perusahaan target semakin baik, hak opsi ada pada pemilik convertible
bonds, yang adalah perusahaan pengakuisisi.
10. Akuisisi Strategis Akuisisi perusahaan yang dilakukan dengan latar belakang untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan, sebab dengan akuisisi diharapkan dapat meningkatkan sinergi usaha,
mengurangi risiko (karena diversivikasi), memperluas pangsa pasar, meningkatkan efisiensi, dsb.
11. Akuisisi Finansial Akuisisi yang dilakukan untuk meningkatkan keuntungan finansial sematamata
dalam waktu sesingkat -singkatnya. Bersifat spekulatif, dengan keuntungan yang diharapkan lewat
pembelian saham/aset yang murah tetapi dengan income perusahaan target yang tinggi

Menjelaskan Tentang Motif Akuisisi

Moin ,mengemukakan bahwa:

93
“Pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan akuisisi yaitu
motif ekonomi dan motif non-ekonomi”. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan
yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi
lain, motif non-ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut,
tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajeman perusahaan”.

1. Motif Ekonomi Akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah mencapai
peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu, seluruh aktivit as dan keputusan yang diambil oleh
perusahaan harus diarahkan mencapai tujuan ini. Implementasi program yang dilakukan oleh
perusahaan harus melalui langkahlangkah konkrit misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan
penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumber daya manusia.
2. Motif Sinergi Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan akuisisi adalah
menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah akuisisi yang lebih
besar daripada penjumlahan nilai masingmasing perusahaan sebelum akuisisi. Sinergi dihasilkan
melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan
yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang
lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja
sendiri.
3. Motif Diversivikasi Diversivikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui
akuisisi. Diversivikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk
mengamankan posisi bersaing (competitive advantage). Akan tetapi jika melakukan diversivikasi
yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang
mendukung kompetensi ini (core competence). Disamping memberikan manfaat seperti transfer
teknologi dan pengalokasian modal, diversivikasi juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi
silang.
4. Motif Non-Ekonomi Aktivitas akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja
tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat nonekonomi, seperti prestise dan ambisi. Motif
non-ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan

Menjelaskan Tentang Manfaat dan Risiko Akuisisi

Akuisisi memberikan banyak manfaat. Hal ini dijelaskan dari beberapa literatur manajemen. Beberapa
manfaat yang mungkin dihasilkan dari proses akuisisi menurut David antara lain:

1. Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta diantara perusahaan yang diakuisisi
2. Memperluas portofolio jasa yang ditawarkan yang akan berakibat pada bertambahnya sumber
pendapatan bagi perusahaan
3. Memperkuat daya saing perusahaan, dan lain sebagainya.

Namun selain manfaat yang mungkin dihasilkan, menurut David perlu juga diperhatikan
kemungkinan risiko yang akan muncul sebagai hasil dari akuisisi yaitu:

a. Seluruh kewajiban masing-masing perusahaan akan menjadi tanggungan perusahaan hasil akuisisi,
termasuk kewajiban pembayaran dan penyerahan produk kepada vendor yang masih terhutang
b. Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan semakin meningkat sebagai akibat dari
proses penggabungan usaha

94
c. Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang diterapkan di masing-masing
perusahaan selama ini akan memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif lama, dan
sebagainya.

Menjelaskan Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Akuisisi

Keberhasilan suatu akuisisi sangat bergantung pada ketepatan analisis dan penelitian yang
menyeluruh terhadap faktor-faktor penyelaras atau kompatibilitas antara organisasi yang akan
bergabung. Kinerja keuangan pada perusahaan hasil akuisisi merupakan faktor penting yang harus
dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih akan bergabung.

1. Faktor Pasar dan Pemasaran


Kay mengemukakan bahwa: “Perusahaan dapat berhasil dalam melakukan akuisisi apabila
terdapat kesamaan atau komplementaritas dalam hal pasar yang ia sebut sebagai market
linkages. Salah satu hasil yang diharapkan dari akuisisi adalah sinergi yang dihasilkan oleh
meningkatnya akses perusahaan ke pasar baru yang selama ini tidak tersentuh”.
2. Faktor Teknologi
Kay mengemukakan bahwa: “Perusahaan dapat melakukan akuisisi apabila terdapat
kesamaan atau komplementaritas dalam hal sumber daya teknologi dan produksi yang
disebut sebagai technological linkages. Technological linkages ini dapat meliputi penggabungan
proses produksi karena proses yang sama seperti halnya yang terjadi pada akuisisi horizontal”.
3. Faktor Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan salah satu aspek non-ekonomis yang sangat penting untuk
dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih melakukan akuisisi. Dalam banyak kasus
akuisisi di berbagai perusahaan, masalah budaya sering kali menjadi masalah yang sangat
krusial. Latar belakang budaya yang sangat berbeda di antara karyawan dapat menyebabkan
karyawan enggan untuk melakukan kerjasama. Masing-masing berusaha melakukan sesuatu
berdasarkan cara metode yang selama ini telah mereka lakukan di perusahaan lama mereka.
Untuk bisa beradaptasi seringkali membutuhkan waktu yang lama.
4. Faktor Keuangan
Salah satu alasan mengapa akuisisi dilakukan adalah harapan akan terjadinya sinergi melalui
penggabungan sumber daya beberapa perusahaan. Dari sisi finansial, sinergi ini bermakna
kemampuan 18 menghasilkan laba perusahaan hasil akuisisi yang lebih besar dari kemampuan
laba masing-masing perusahaan sebelum akuisisi. Sinergi inilah yang menjadi syarat awal
terjadinya sebuah akuisisi. Sinergi ini kemudian memungkinkan perusahaan hasil akuisisi
dapat membiayai proses merger dan akuisisi serta mampu memberikan deviden yang
premium kepada pemilik modal perusahaan.

Menjelaskan Tentang Kelebihan dan Kekurangan Akuisisi

Harianto menyebutkan bahwa: “Kelebihan Akuisisi dan kekurangan akuisisi adalah sebagai berikut”:

1. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga
jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan
tidak menjual kepada pihak Bidding firm.

95
2. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang
saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan
persetujuan manajemen perusahaan.
3. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham
dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile takeover).
4. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara
pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham
minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi

Sedangkan kekurangannya adalah sebagai berikut:

1. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut,
maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit
dua per tiga ( sekitar 67% ) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
2. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
3. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama
sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Konsolidasi !

2. Sebutkan dan jelaskan tentang cirri-ciri Konsolidasi !

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Akuisisi !

4. Sebutkan dan jelaskan Jenis-jenis Akuisisi !

D. GLOSARIUM

Posisi bersaing (competitive advantage)

Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang diterapkan di masingmasing
perusahaan selama ini akan memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif

lama, dan sebagainya.

Motif Diversivikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui

akuisisi

96
PERLINDUNGAN KONSUMEN

( MODUL 12 )

Menjelaskan tentang Pengertian Perlindungan Konsumen

Pengertian perlindungan konsumen di kemukakan oleh berbagai sarjana hukum salah satunya Az.
Nasution mendefinisikan bahwa: “perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat
asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur hubungan dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen”.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.

Menurut Husni Syawali bahwa: “Setiap orang pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun
berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk
barang dan/atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya
kelemahan pada konsumen, sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh
karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang bersifat
universal”.

Selanjutnya Husni Syawali menyatakan bahwa: “Perlindungan terhadap konsumen sangatlah penting,
mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan tekonologi yang merupakan motor penggerak bagi
produktifitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai
sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, baik langsung atau tidak
langsung maka konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya”.

Erman Rajagukguk menyebutkan bahwa: “Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan
informasi, serta menjamin kepastian hukum;
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha;
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan;
e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan konsumen
dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.

Menurut Munir Fuady bahwa: “Para konsumen merupakan golongan yang rentan dieksploitasi oleh
pelaku usaha. Karena itu diperlukan seperangkat aturan hukum untuk melindungi konsumen”.
Selanjutnya Munir Fuady menyatakan bahwa: “Yang dimaksud konsumen adalah pengguna akhir (end
user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.

Lebih lanjut Munir Fuady menyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan produsen atau pelaku usaha
adalah setiap perorangan atau badan usaha yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Negara Indonesia, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama melalui

97
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai kegiatan ekonomi tentang perlindungan
konsumen ini diatur oleh seperangkat aturan hukum di bidang perlindungan konsumen”.

Menjelaskan Tentang Asas Perlindungan Konsumen

Menurut Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keamanan, dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum. Menurut Ahmadi Mirubahwa: “Perlindungan konsumen
diselenggarakan sebagi usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan
nasional, yaitu ”:

1) Asas Manfaat
Asas manfaat mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan.
2) Asas Keadilan
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3) Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spritual.
4) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
5) Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun konsumen menaati dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum. Menurut

Munir Fuadi bahwa: “Yang merupakan asas dari perlindungan konsumen adalah sebagai berikut”:

a. Untuk mendapatkan keadilan


b. Untuk mencapai asas manfaat
c. Untuk mencapai asas keseimbangan
d. Untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan konsumen
e. Untuk mendapatkan kepastian hukum

Menjelaskan Tentang Tujuan Perlindungan Konsumen

Menurut Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Perlindungan Konsumen bertujuan:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;


2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

98
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-
haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Menurut Munir Fuady bahwa: “Tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah” :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,


2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative
pemakaian barang dan atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen.
4. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Menjelaskan Tentang Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Hak Konsumen
Menurut Janus Sidalabok bahwa: “Hak-hak konsumen itu terdiri dari”:
a. Hak konsumen sebagai manusia (yang perlu hidup);
b. Hak konsumen sebagai subyek hukum dan warga negara (yang bersumber dari undang-
undang/ hukum); dan
c. Hak konsumen sebagai pihak-pihak dalam kontrak (dalam hubungan kontrak dengan
konsumen-pelaku usaha)

Selanjutnya Janus Sidalabok menyebutkan bahwa: “Masyarakat Ekonomi Eropa menetapkan hak-hak
dasar konsumen (warga masyarakat Eropa) yang perlu mendapat perlindungan di dalam perundang-
undangan negara-negara Eropa, yaitu” :

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan;


b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi;
c. Hak mendapat ganti rugi; dan
d. Hak untuk didengar.

Menurut Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, hak konsumen adalah:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau
jasa;

99
b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/
atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk memdapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
f. Hak untuk memdapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak se suai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya
2. Kewajiban Konsumen

Menurut Pasal 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, kewajiban konsumen adalah:

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

Menurut Ahmadi Miru, bahw

a: “Yang dimaksud dari masing-masing kewajiban konsumen tersebut adalah sebagai berikut” :

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan;
Adapun kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan merupakan
hal penting mendapat pengaturan. Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha
menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca
peringatan yang telah disampaikan kepadanya.
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Menyangkut kewajiban konsumen beritikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang
dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat
merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. Berbeda dengan
pelaku usaha kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak
barangdirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha).
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha,
adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian.
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelesan lebih lanjut adalah kewajiban mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai
hal baru, sebab sebelum diundangkannya UUPK hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara

100
khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka/terdakwa
lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan/atau kejaksaan. Menurut Ahmadi Miru
bahwa: “Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam UUPK dianggap tepat, sebab kewajiban ini
adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelessaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut”.

3. Hak Pelaku Usaha


Menurut Janus Sidalabok bahwa: “Produsen-pelaku usaha diartikan sebagai pengusaha yang
menghasilkan barang dan/atau jasa. Dalam pengertian ini, termasuk di dalamnya pembuat, grosir,
dan pengecer. Produsen tidak hanya diartikan sebagai pelaku usaha pembuat/pabrik yang
menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/peredaran
produk hingga sampai ke tangan konsumen”.

Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

4. Kewajiban Pelaku Usaha


Menurut Ahmadi Miru bahwa: “Yang dimaksud Pasal 7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban pelaku usaha adalah:
1) Beritikad baik;
Kewajiban beritikad baik berarti produsen-pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
wajib melakukannya dengan itikad baik, yaitu secara berhati-hati, mematuhi dengan aturan-
aturan, serta dengan penuh tanggung jawab.
2) Memberi informasi;
Kewajiban memberi informasi berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi informasi kepada
masyarakat konsumen atas produk dan segala hal sesuai mengenai produk yang dibutuhkan
konsumen. Informasi itu adalah infornasi yang benar, jelas, dan jujur.
3) Melayani dengan cara yang sama;
Kewajiban melayani berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi pelayanan kepada
konsumen secara benar dan jujur serta tidak membedabedakan cara ataupun kualitas
pelayanan secara diskriminatif.
4) Memberikan kesempatan mencoba;
Kewajiban memberi kesempatan berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi kesempatan
kepada konsumen untuk menguji atau mencoba produk tertentu sebelum konsumen
memutuskan membeli atau tidak membeli, dengan maksud agar konsumen memperoleh
keyakinan akan kesesuaian produk dengan kebutuhannya.
5) Memberi kompensasi;
Kewajiban memberi kompensasi berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi konpensasi,
ganti rugi, dan/atau penggantian kerugian akibat tidak atau kurang bergunanya produk untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsinya dan karena tidak sesuainya produk yang
diterima dengan yang diperjanjikan.

MenjelaskanTentang Penegagakan Hukum Konsumen

101
Menurut Wahyu Sasongko bahwa: “Penyelenggaraan perlindungan konsumen oleh pemerintah harus

memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Dalam kaitan ini, pemerintah memerlukan


masukan-masukan, saran, dan pertimbangan dari suatu lembaga berkompeten (competence) dan
dapat dipercaya (credible) yang disebut dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)”.

Selain lembaga pemerintah yang menangani perlindungan konsumen, terdapat juga lembaga
perlindungan konsumen nonpemerintah, yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Di Indonesia LSM di bidang perlindungan yang telah eksis sejak orde baru hingga saat ini adalah
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut undang-undang, pengertian Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yaitu: “Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah
badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen”. Sedangkan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat mempunyai pengertian, yaitu : “Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan
diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen”.

Dasar berdirinya BPKN selain UUPK adalah Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang Badan
Perlindungan Konsumen Nasional. Namun demikian, operasional BPKN baru terlaksana pada 5
Oktober 2004, sesuai Keppres Nomor 150 Tahun 2004. BPKN yang dibentuk Pemerintah merupakan
lembaga independen yang berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam
upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsinya, BPKN
mempunyai tugas sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) PP No. 57 Tahun2001 tentang

Badan Perlindungan Konsumen yaitu:

a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan


kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.
b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku
di bidang perlindungan konsumen.
c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen.
d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
e. Menyebarkan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha, dan
g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Berdasarkan tugas tersebut, BPKN diharapkan dapat menjadi lembaga perlindungan konsumen yang
mengelola kepentingan dan hak-hak konsumen, mengingat BPKN bertanggungjawab langsung terhadap
presiden.

Menurut Ahmadi Miru bahwa:

“Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, juga tak kalah berperan dalam menangani
perlindungan konsumen. Walaupun Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya Masyarakat dikatakan
sebagai Lembaga non Pemerintah, tatapi bukanlah Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya
Masyarakat yang selama ini diketahui “independen”, mengingat Lembaga Perlindunga Konsumen

102
Swadaya Masyarakat yangdimaksud dalam undang - undang ini harus didaftarkan dan mendapat
pengakuan pemerintah, dengan tugastugas yang masih diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Tugas
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya
Masyarakat meliputi kegiatan:

a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan
kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya.
c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen.
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau
pengaduan konsumen.
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan
perlindungan konsumen.

Dalam penyelesaian sengketa konsumen, pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa


Konsumen (BPSK) yang dibentuk atas amanat UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999, untuk
melindungi konsumen. Secara hukum, BPSK kedudukannnya setara dengan pengadilan. BPSK hanya
menangani kasus perdata saja yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami oleh
konsumen atas kesalahan/kelalaian Pelaku Usaha. Cara penyelesaiannya adalan denga n konsiliasi,
mediasi dan arbitrase, tetapi BPSK lebih mengutamakan musyawarah dalam melakukan penyelesaian
sengketa konsumen dan keputusan BPSK bersifat final dan mengikat.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Pengertian Perlindungan Konsumen!

2. Jelaskan Asas Perlindungan Konsumen.!

3. Jelaskan Tujuan Perlindungan Konsumen!

4. Jelaskan tentang Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha!

5. Jelaskan tentang Penegagakan Hukum Konsumen !

D. GLOSARIUM

Pengguna akhir (end user)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

103
BADAN USAHA MILIK NEGARA

( MODUL 13 )

Menjelaskan tentang Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Filosofi dibentuknya Badan Usaha
Milik Negara adalah karena berdasarkan pada bunyi ketentuan UUD 1945 Pasal 33 khususnya ayat
(2) dan (3) yang mengandung maksud bahwa; cabang-cabang produksi penting bagi Negara yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Kemudian bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

Menurut Munir Fuadi bahwa : ”Badan Usaha Milik Negara atau yang sering disingkat dengan BUMN,
merupakan bentuk usaha di bidang tertentu yang umumnya menyangkut dengan kepentingan umum,
dimana peran pemerintah di dalamnya relatif besar, minimal dengan menguasai mayoritas pemegang
saham. Eksistenti dari Badan Usaha Milik Negara adalah sebagai konsekuensi dan amanah dari konstitusi
di mana hal - hal yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara”.

Pengertian BUMN berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan . Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -
117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 BUMN wajib menerapkan Good Corporate Governace secara
konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini dengan tetap
memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN.

Menurut Sentosa Sembiring bahwa: “Dengan mencermati ketentuan diatas, hal yang pertama yang
kiranya perlu dikemukakan disini adalah secara yuridis formal yang menyangkut BUMN diatur dalam
satu undang-undang tersendiri. Yang kedua adalah BUMN dalam menjalankan kegiatan mengacu
pada ketentuan internal yang ditetpkan ketika BUMN didirikan yakni anggaran dasar. Pada umumnya
dalam anggaran dasar perusahaan dijelaskan yang berkaitan dengan modal, pengelolaan dan
penggunaan dana. Ketiga BUMN selain tunduk pada UU BUMN juga tunduk pada peraturan
perundang - undangan lainnya”.

Dalam penjelasan pasal 3 UU BUMN dikemukakan; Yang dimaksud dengan peraturan perundang-
undangan lainnya adalah ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 termasuk perubahannya jika
ada dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur
bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh departemen/lembaga nondepartemen.

Andi Sri Rezky Wulandari mengatakan bahwa: “Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah
badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.
Yang berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Pada beberapa BUMN di Indonesia, Pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada
kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahan terbuka(TBK) yang sahamnya
bisa dimiliki oleh masyarakat (publik)”.

104
Menjelaskan Tentang Sejarah BUMN

a. Sebelum Tahun 2003


Menurut Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo bahwa: “ Secara politik-ekonomi, pendirian
BUMN di Indonesia mempunyai tiga alasan pokok.
Pertama, sebagai wadah bisnis aset yang dinasionalisasi. Alasan ini terjadi di tahun 1950-an ketika
pemerintah menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Peristiwanya dimulai pada tahun 1957,
ketika kabinet Ali Satroamidjojo II jatuh disertai krisis ekonomi yang parah. Kejatuhan kabinet ini
seakan memperkuat sinyal bahwa pemerintahan parlementer akan membawa Indonesia ke dalam
keterpurukan”.
Kedua, membangun industri yang diperlukan masyarakat, namun masyarakat sendiri (atau
swasta) tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun risiko
usaha yang sangat besar. Pada pertengahan tahun 1960-an pemerintah mulai mendirikan pabrik-
pabrik pupuk urea, mulai di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan
Aceh. Pemerintah mengambil alih Indosat sebagai home-base pemilikan dan pengelolaan Satelit
Palapa. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi
nasional. Pemerintah juga mendirikan industri-industri kelistrikan sebagai bahan bakar energi
nasional. Pemerintah mendirikan industri pesawat terbang, IPTN, dengan tujuan menjadi pelaku
bisnis regional di bidang pesawat angkut jenis menengah dan keci”.
Ketiga, bahwa: “membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan
negara. Oleh karena itu pemerintah membangun ndustri persenjataan Pindad, bahan peledak,
Dahana, pencetakan uang, Peruri, hingga pengelolaan stok pangan, Bulog”.

Menurut Ibrahim.Y bahwa: “Sejarah Perusahaan Perseroan di Indonesia dapat ditemukan dalam
sejarah pembentukan perusahaanperusahaan negara oleh pemerintah. Perusahaan negara telah
lama dikenal sejak masuknya Belanda di Indonesia, adanya VOC dapat dijadikan bukti keterlibatan negara
dalam kegiatan ekonomi sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan hingga sekarang, Badan
Usaha Negara telah memainkan Peranan penting dalam pembangunan dan perekonomian Negara”

Lahirnya beberapa Badan Usaha Milik Negara di Negara Republik Indosia ini, merupakan tulang
punggung Negara, hal ini beberapa perusahaan strategis mayoritas menjadi pionir untuk membangun
negeri ini, sebut saja misalnya dari penerangan dikuasai oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN),
Transportasi penumpang laut dilayani oleh perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) serta
Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP), dibidang bahan bakar dilayani PT. Pertambangan
Minyak Negara (Pertamina) dan PT. Perusahan Gas Negara (PGN).

Haryo Budi Wibowo mengatakan bahwa: “Sebagaimana yang dikemukan ole Badan Usaha Milik
Negara atau yang disingkat BUMN merupakan unit usaha yang sebagaian besar atau seluruh
modalnya berasal dari keuangan Negara yang dipisahkanuntuk membuat suatu produk atau jasa
yang sebesar-besarnya ditunjukan untuk kemakmuran rakyat. Pengertian keuangan Negara yang
dipisahkan, diartikan secara normatif bahwa keuangan tersebut telah dipisahkan dari keuangan Negara
yang bersifat Murni.

Mendiskusikan ikut sertanya Negara dalam mengelola suatu Badan Usaha Negara saat ini masih cukup
hangat dibicarakan oleh berbagai pihak. Tampaknya keberadaan negara dalam badan usaha bukanlah
suatu hal yang baru. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasrun Yasabari, jika ditilik dari sjarah
bangsa ini, terlihat bahwa keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bukanlah suatu yang baru.

105
Hal ini terlihat ketika lahirnya Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) melakukan kegiatannya
(1602-1709) di negeri ini (dulu lebih dikenal dengan Hindia Belanda) VOC merupakan trust yang dibentuk
oleh pemerintah Belanda untuk mengatasi kegagalan dari sejumlah perusahaan Belanda yang bersaing
keras dan akhirnya hancur berantakan.

Adanya campur tangan Belanda dalam VOC merupakan bukti keterlibatan negara dalam bidang
perekonomian. Pendapat senada dikemukakan oleh M. Natzir Said sebelum Perang Dunia II pada zaman
Nederlandsch Indie telah dikenal perusahaan negara yang diatur dalam Indische Comptbiliteeitswet
staatblad (Stbl.) 1925 No. 106 jo. 448 (ICW) dan yang diatur dalam Indische Bedrijvenwet Stb. 1927 No.
419 (IBW). Selanjutnya dikemukakan jauh sebelum lahirnya perusahaan, baik yang diatur dalam ICW
maupun IBW sudah dikenal sudah dikenal perusahaan-perusahaan pemerintah (Governments
Bedrijven) yang merupakan bagian dari suatu usaha jawatan, seperti rumah gadai yang dibentuk dengan
kroonordonantie Stb 1903 No.402. Pada tahun 1960, Pemerintah Indonesia menerbitkan UU No. 19
Perpu tahun 1960, Lembaran Negara RI tahun 1960 No. 59, tambahan Lemaran Negara Tahun 1960
No. 1989 tentang Perusahaan Negara. Oleh karena itu tidak berkelebihan jika disebut tahun 1960
sebagai era baru dalam perusahaan negara di Indonesia.

Keberadaan perusahaan-perusahaan negara di Indonesia dapat dilihat dari beberapa periode, yaitu
periode pertama periode sebelum kemerdekaan, periode kedua tahun 1945-1960, periode ketiga
tahun 1960-1969, periode keempat tahun 1969-2003. Pada periode berikutnya tahun 2003 sampai
sekarang. Pada periode pertama, periode sebelum kemerdekaan, perusahaan-perusahaan negara
dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda yang melakukan usaha untuk kepentingan pemerintah Belanda.

Sesuai ketentuan Undang-undang No. 19 Perpu tahun 1960 tahun 1960 ditegaskan bahwa
Perusahaan Negara adalah perusahan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk seluruhnya
merupakan kekayaan negara Ripublik Indonesia, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan
undang-undang. Selanjutnya dalam perkembangan diterbitkannya PERPU No. 1 tahun 1969 tentang
Bentuk-bentuk Usaha Negara kemudian ditetapkan menjadi UU No. 9 tahun 1969 tentang Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), yang mana BUMN dibagi dalam 3 bentuk sebagai berikut;

1. Perusahaan Jawatan (Perjan)


2. Perusahaan Umum (Perum)
3. Perusahaan Perseroan (Persero)

Sebagai tindak lanjut dari bentuk 3 BUMN Pemerintah mengeluarkan PP Republik Indonesia No.3
tahun 1983 tentang tata cara pembinaan dan pengawasan Persahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan
Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan(Persero) serta PP Republik Indonesia No. 13 tahun 1998
tentang Perusahaan Umum (Perum).

b. Sejak Tahun 2003

Sejak tahun 2003 terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan BUMN. Hal ini ditandai
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara t anggal 19
juni 2003 (Lembaran Negara Ripublik Indonesia tahun 2003 Nomor 70; Tambahan Lembaran Negara
Negara Republik Indonesia Nomor 4297), untuk selanjutnya disebut UUBUMN. Adapun alasan
diterbitkan Undang-Undang ini dijelaskan dalam pertimbangan atau konsidereans yang
mengemukakan sebagai berikut:

106
a. Bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi;
b. Bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan
perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
c. Bahwa pelaksanaan peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat belum optimal;
d. Bahwa untuk mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya
harus dilakukan secara profesional;
e. Bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur Badan Usaha Milik Negara sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang semakin pesat,
baik secara nasional maupun internasional;

Lebih lanjut dalam penjelasan umum UU BUMN disebutkan : Untuk dapat mengoptimalkan perannya
dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin
terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain
melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkahlangkah restrukturisasi
dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif
sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang
meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan
keuangan.

Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan
cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah
peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen,
penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing
dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal
domestik.

Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN
yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap
menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi
melaksanakan kegiatan usahanya. Dari latar belakang diterbitkannya UU No. 19 tahun 2003 tentang
BUMN, terlihat bahwa pembentuk undang-undang mengharapkan agar BUMN dikelolan secara
profesional..

Menjelaskan Tentang Usaha

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN bahwa
maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah sebagai berikut:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan


penerimaan negara pada khususnya;
b. Mengejar keuntungan;

107
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta
dan koperasi;
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat.

Fungsi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

1. Fungsi BUMN yang pertama yaitu untuk menyediakan berbagai barang dan jasa.
2. Fungsi BUMN yang kedua sebagai alat pemerintah untuk menata kebijakan perekonomian
Indonesia
3. Fungsi BUMN yang ketiga ialah untuk membuka lapangan pekerjaan baru
4. Fungsi BUMN yang keempat yaitu digunakan sebagai penghasil devisa Negara
5. Fungsi BUMN yang kelima adalah untuk membantu pengembangan usaha kecil koperasi.
6. Fungsi BUMN yang keenam ialah sebagai pendorong aktivitas masyarakat di berbagai lapangan usaha.
7. Fungsi BUMN yang selanjutnya yaitu untuk mengelolah cabang-cabang produksi SDA (Sumber
Daya Alam) untuk masyarakat.
8. Fungsi BUMN yang terakhir ialah untuk menjadi pelopor terhadap pembangunan sektor-sektor
usaha yang belum diminati oleh pihak swasta.

Manfaat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) –BUMN dalam fungsi dan peranannya memiliki berbagai
macam manfaat-manfaat yang diberikan kepada negara dan rakyat indonesia. Manfaat Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) adalah sebagai berikut:

1. Memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh kebutuhan hidup berupa barang
dan jasa
2. Membuka dan memperluas lapangan pekerjaan bagi penduduk angkatan kerja
3. Mencegah monopoli pihak swasta dipasar dalam pemenuhan barang dan jasa
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas dalam komiditi ekspor berupa penambah devisa baik migas
maupun non migas.
5. Mengisi kas negara yang bertujuan memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.

Menjelaskan Tentang Modal Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan kekayaan yang dipisahkan Sebagaimana disebutkan
dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Sedangkan Pasal 4 ayat
(3) menyebutkan yang dimaksud dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara adalah modal negara
dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Menurut M Shidqon Prabowo bahwa: “Maksud ketentuan ini adalah pemisahan kekayaan negara
untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara
penyertaan langsung negara ke dalam modal BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan tersebut
perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Modal BUMN sebagian atau seluruhnya dipunyai oleh Negara melalui penyertaan langsung. Dapat
disimpulkan bahwa sumber modal dari BUMN berdasar ketentuan dalam UU BUMN adalah berupa :

108
1. Penyertaan Negara semata bila sebuah BUMN merupakan badan usaha yang seluruh modalnya
dimiliki oleh Negara, atau
2. Penyertaan Negara dan swasta bila sebuah BUMN merupakan badan usaha yang sebagian modalnya
dimiliki oleh Negara.

MenjelaskanTentang Pengurusan dan Pengawasan Badan Usaha Milik Negara

Pada prinsipnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara Pasal 5, bahwa Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. Direksi bertanggung jawab
penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di
dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.

M Shidqon Prabowo menyatakan bahwa: “Direksi selaku organ BUMN yang ditugaskan melakukan
pengurusan, tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap BUMN dan tetap berpegang pada
penerapan prinsip-prinsip good corporate governenceyang meliputi”:

a. Transparansi
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalammengungkapkan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian
Yaitu keadan bahwa perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. Akuntabilitas
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertangungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
d. Pertanggung-jawaban
Yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Kewajaran
Yaitu kesusaian dalampengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat, yang tidak merugikan kepentingan masyarakat dan Negara

Adapun untuk pengawasan Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.19
tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 6 menyebutkan bahwa Pengawasan BUMN
dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas. Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab
penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN. Dalam melaksanakan tugasnya,
Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.

Selanjutnya pada pasal 7 Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
menegaskan bahwa Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil

109
keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan
yang sah. Lebih lanjut disisi lain dalam Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Negara
pasal 8 diatur bahwa Anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili
BUMN,apabila :

a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi atau Komisaris atau
Dewan Pengawas yang bersangkutan; atau
b. Anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang bersangkutanmempunyai kepentingan
yang bertentangan dengan kepentingan BUMN.

Menurut M Shidqon Prabowo bahwa: “Dalam anggaran dasar ditetapkan yang berhak mewakili
BUMN apabila terdapatkeadaan sebagaimana dimaksud diatas. Dalam hal anggaran dasar tidak
menetapkan yang berhak mewakili BUMN, RUPS mengangkat 1 (satu) orang atau lebih pemegang
saham untuk mewakiliPersero, dan Menteri mengangkat 1 (satu) orang atau lebih untuk mewakili
Perum”

MenjelaskanTentang Karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Bagaimana setatus karyawan BUMN? Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara ini, sepertinya status karyawan BUMN, dalam hal tertentu mengacu pada
ketentuan pegawai negri sipil, misalnya menggunakan istilah eselonisasi bahkan sistim penggajiannya
sebagaian BUMN masih menggunakan standar pegawai negeri sipil, atau dalam hal lain masih terkesan
birokrasi, yang menempatkan beberapa pejabat seperti birokrat, padahal disisi lain sebagaimana
tuntutan persaingan bisnis dengan perusahaan swasta atau bahkan globalisasi ekonomi, sehingga
sangat membutuhkan teknokrat-teknokrat ekonomi yang kreatif dan inovatif.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 87
menegaskan bahwa Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian,
kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan. Karyawan BUMN dapat
membentuk serikat pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut M
Shidqon Prabowo mengatakan bahwa: “Serikat pekerja wajib memelihara keamanan dan ketertiban
dalam perusahaan, serta meningkatkan disiplin kerja. Dengan status karyawan BUMN seperti ini, bagi
BUMN tidak berlaku lagi segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku sebagaimana ketentuan
bagi pegawai negeri sipil”.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan Pengertian BUMN?

2. Jelaskan Sejarah BUMN?

3. Apa Maksud dan Tujuan serta Fungsi Pendirian BUMN?

4. Dari manakah sumber Modal BUMN?

5. Siapakah yang menjadi Pengurus dan Pengawasan BUMN?

6. Bagaimana Status Karyawan BUMN?

110
D. GLOSARIUM

Normatif adalah berpegang teguh pada norma, aturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) adalah persekutuan dagang asal Belandayang memiliki
monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia yang Didirikan pada tanggal 20 Maret1602.

Indische Comptbiliteeitswet adalah Undang-undang Perbendaharaan Indonesia.

Staatsblad adalah saat periode colonial disebut Het Staatsblad van Nederlandsch-Indie atau periode
transisi disebut Het Staatsblad van Indonesie dengan penyebutan singkat

Staatsblad merupakan referensi pemuatan publikasi dari segala bentuk pengumuman.

Trust adalah peleburan dari beberapa badan usaha menjadi satu perusahaan baru, sehingga akan
membentuk dan mendapatkan kekuasaan yang besar dan monopoli.

Birokrat adalah anggota darisuatubirokrasi yang menjalantugas-tugas administrasi darisebuah


organisasi yang sering kali merupakan cerminan atas kebijakan organisasinya.dalam bentuk ukuran
besar maupun kecil, namun biasanya istilah inimengacu pada seseorang yang berada di dalam sebuah
lembaga pemerintah.

111
BENTUK-BENTUK BADAN USAHA MILIK NEGARA

( MODUL 14 )

Menjelaskan tentang Pengertian Persero

a. Pengertian Persero

Pengertian Persero dijelaskan dalam pasal 1 angka 2 UU BUMN sebagai berikut: Perusahaan
Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Sentosa Sembiring menyatakan bahwa: “Dari pengertian persero diatas dapat diketahui bahwa bentuk
hukum badan usaha persero adalah perseroan terbatas. Hal ini berarti ketentuan tentang perseroan
terbatas berlaku juga untuk persero”.

Sebagaimana juga dijelaskan dalam pasal 11 UU BUMN yang menegaskan: Terhadap Persero berlaku
segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas. Yang cukup menarik dalam perusahaan perseroan ini adalah masalah modal.
Dalam UU BUMN disebutkan, modal ada kemungkinan seluruhnya atau sebagian besar (minimal 51%)
dimiliki oleh negara.

b. Maksud dan Tujuan Persero

Berdasarkan UU BUMN pasal 12 disebutkan bahwa maksud dan tujuan persero adalah sebagai
berikut:

1) Menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat
2) Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan

Dalam penjelasan pasal 12 UU BUMN disebutkan: Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi
nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan
demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan
memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-pihak yang terkait.

Dengan demikian, dapat meningkatkan keuntungan dan nilai persero yang bersangkutan sehingga
akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihak -pihakyang terkait. Dari ketentuan diatas dapat
diketahui bahwa persero sebagai salah satu pelaku ekonomi. Sebagai pelaku ekonomi berarti badan
usaha ini harus mampu bersaing dengan badan usaha lainnya dalam menghasilkan produk-produknya.

c. Karakteristik Perusahaan Perseroan

Menurut Andi Sri Rezky Wulandari bahwa: “Jika dicermati secara seksama pengertian persero, kiranya
tidak berkelebihan jika dikemukakan, perusahaan perseroan mempunyai karakteristik sebagai
berikut”:

112
1. Tujuan usahanya memupuk keuntungan
2. Status usahanya badan hukum perdata
3. Hubungan hukum usahanya diatur oleh hukum perdata
4. Modal dipisahkan dari kekayaan negara
5. Tidak memiliki fasilitas negara
6. Dipimpin oleh suatu direksi
7. Peranan negara sebagai pemegang saham
8. Status karyawan sebagai karyawan perusahaan BUMN.

d. Organ Perusahaan Perseroan

Sebagaimana tercantum dalam pasal 13 UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN disebutkan bahwa
Organ persero adalah rapat umum pemegang saham, direksi, dan komisaris.

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


Berdasarkan pasal 1 angka 13 UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN disebutkan bahwa Rapat
Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Persero yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan
kepada Direksi atau Komisaris.
Penjabaran lebih lanjut, apa saja tugas dan wewenang RUPS dijelaskan dalam pasal 14 UU BUMN,
sebagaiberikut:
1) Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan
bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak
seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
2) Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan
hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
3) Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib terlebih dahulu
mendapat persetujuan Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai :
a. perubahan jumlah modal;
b. perubahan anggaran dasar;
c. rencana penggunaan laba;
d. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Persero;
e. investasi dan pembiayaan jangka panjang;
f. kerja sama Persero;
g. pembentukan anak perusahaan atau penyertaan;
h. pengalihan aktiva.

Menurut M Shidqon Prabowo bahwa: “Bagi persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara,
menteri yang ditunjuk mewakili Negara selaku pemegangsaham dalam setiap keputusan tertulis yang
berhubungan dengan persero merupakan keputusan RUPS. Bagi persero dan perseroan terbatas yang
sahamnya dimiliki Negara 100%, menteri selaku pemegang saham dan keputusannya diambil
bersama-sama pemegang saham dalam RUPS”.

113
2. Direksi
Salah satu organ yang cukup penting dalam BUMN adalah Direksi. Disebutkan demikian karena
direksilah yang menjalankan kegiatan seharihari persero. Untuk itu, maju atau mundurnya suatu
perusahaan perseroan, peran direksi sangat penting, Didalam pasal 1 angka 9 UU BUMN dijelaskan:
Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan
dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Seperti halnya dalam perseroan terbatas pada umumnya, dalam perseroanpun direksi diangkat oleh
RUPS. Hanya saja pada perusahaan perseroan ada kekhususan, yakni dalam hal saham dipegang
oleh negara seluruhnya, direksi diangkat oleh Menteri BUMN selaku kuasa pemegang saham. Hal ini
dijelaskan dalam pasal 15 UU BUMN:

1) Pengangkaan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS.


2) Dalam hal Menteri BUMN bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi
ditetapkan oleh Menteri BUMN.

Selanjutnya, dalam pasal 17 UU BUMN disebutkan : Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat


diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Mencermati tugas yang
diemban oleh direksi cukup berat, maka yang dapat diangkat menjadidireksi harus memenuhi
kualifikasi tertentu, tepatnya dalam Pasal 16 UU BUMN menyebutkan sebagai berikut:

1) Anggota Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan,


pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan
mengembangkan Persero.
2) Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
3) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib
menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota
Direksi.
4) Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
5) Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi
diangkat sebagai direktur utama.
3. Komisaris
Organ yang tidak kalah pentingnya dalam perusahaan perseroan adalah komisiris. Didalam pasal
1 angka UU BUMN dijelaskan Pengertian Komisaris adalah organ Persero yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan
Persero. Seperti halnya Direksi, komisaris diangkat diberhentikan oleh RUPS. Tepatnya dalampasal
7 UU BUMN menyebutkan :
1) Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh RUPS.
2) Dalam hal Menteri BUMN bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan memberhentikan
Komisaris ditetapkan oleh Menteri BUMN.

Lebih lanjut dalam pasal 29 UU BUMN disebutkan bahwa: “Anggota komisaris sewaktu-waktu dapat
diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Persyaratan dapat diangkat
menjadi komisaris harus memiliki kualifikasi tertentu. tepatnya dalam Pasal 28 UU BUMN menyebutkan
sebagai berikut”:

114
1) Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi,memahami
masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satufungsi manajemen,
memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perserotersebut, serta dapat
menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
2) Komposisi Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkanpengambilan
keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapatbertindak secara
independen.
3) Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembaliuntuk 1
(satu) kali masa jabatan.
4) Dalam hal Komisaris terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggotaKomisaris
diangkat sebagai komisaris utama
5) Pengangkatan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatananggota
Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.

Menjelaskan Tentang Pengertian Perusahaan Umum

a. Pengertian Perusahaan Umum


Pengertian Perusahaan Umum (Perum), menurut pasal 1 angka 4 UU No. 19 tahun 2003 tentang
BUMN adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu
tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Dari
pengertian perum diatas, tampak bahwa perum sebagai BUMN modal seluruhnya dimiliki negara
serta modal tersebut tidak terbagi-bagi atas saham.
b. Maksud dan Tujuan Perum
Berdasarkan UU BUMN pasal 36 disebutkan bahwa maksud dan tujuan didirikan perum adalah
sebagai berikut:
1. Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga
yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
2. Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dengan persetujuan Menteri, Perum dapat melakukan penyertaan
modal dalam badan usaha lain.

Dalam penjelasan pasal 12 UU BUMN disebutkan bahwa: “ Persero sebagai salah satu pelaku
ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun
internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan
sehingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihak-pihak yang terkait”.

Dengan demikian, dapat meningkatkan keuntungan dan nilai persero yang bersangkutan sehingga akan
memberikan manfaat yang optimal bagi pihak -pihak yang terkait. Dari ketentuan diatas dapat
diketahui bahwa persero sebagai salah satu pelaku ekonomi. Sebagai pelaku ekonomi berarti badan
usaha ini harus mampu bersaing dengan badan usaha lainnya dalam menghasilkan produkproduknya.

115
c. Karakteristik Perusahaan Perseroan

Jika dicermati secara seksama pengertian persero, kiranya tidak berkelebihan jika dikemukakan,
perusahaan perseroan mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Makna usahanya memupuk keuntungan


2. Status usahanya badan hukum perdata
3. Hubungan hukum usahanya diatur oleh hukum perdata
4. Modal dipisahkan dari kekayaan negara
5. Tidak memiliki fasilitas negara
6. Dipimpin oleh suatu direksi
7. Peranan negara sebagai pemegang saham
8. Status karyawan sebagai karyawan perusahaan BUMN.

d. Organ Perusahaan Umum


Sebagaimana tercantum dalam pasal 37 Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN
disebutkan bahwa Organ perum adalah Menteri, direksi, dan Pengawas.
1. Menteri
Barangkali diberikannya posisi menteri sebagai organ dalam perum menunjukkanperum sebagai
BUMN mempunyaikedudukan tersendiri. Yang dimaksud dengan menteri dalam hal ini adalah
meneteri yang ditunjuk khusus untuk itu. Tepatnya dalam pasal 1 angka 5 UU BUMN disebutkan:
Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah
selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemil ik modal pada Perum dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 37 UU BUMN dikemukakan:
Kedudukan Menteri adalah sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perum
yang mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Pengawas
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan/atau Peraturan Pemerintah
tentang Pendiriannya.

Sekalipun posisi menteri cukup penting dalam perum, tidsk berarti ia juga turut serta menjalankan
kegiatan operasional perum. Dalam pasal 39 UU BUMN disebutkan: Menteri tidak bertanggung jawab
atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila
Menteri i:

1. Baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata
untuk kepentingan pribadi;
2. Terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau
3. Langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum.
Sedangkan kewenangan menteri selaku organ Perum dijabarkan dalam pasal 38 UU BUMN,
sebagai beriku t:
1) Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang
diusulkan oleh Direksi.
2) Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh
Direksi kepada Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.

116
3) Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perum yang bersangkutan.
2. Direksi Perum
Berdasarkan pasal 1 angka 9 UU BUMN disebutkan bahwa Salah satu organ yang cukup
penting dalam BUMN dijelaskan Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas
pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam
maupun di luar pengadilan. Mencermati tugas yang diemban oleh direksi cukup berat, maka
yang dapat diangkat menjadi direksi Perum harus memenuhi kualifikasi tertentu, tepatnya
dalam Pasal 45 UU BUMN menyebutkan sebagai berikut:
1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu
melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota
Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suat
perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
2) Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) anggota Direksi diangkat berdasarkan
pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik,
serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan pengembangkan Perum.
3) Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
4) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib
menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai
anggota Direksi.
5) Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
6) Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi
diangkat sebagai direktur utama.

Sedangkan yang mengangkat direksi Perum adalah menteri, tepatnya dinyatakan dalam pasal 44 UU
BUMN, sebagai berikut; Pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri sesuai
dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Dewan Pengawas
Memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perum Berdasarkan pasal 1 angka 8 UU
BUMN disebutkan bahwa Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan
Perum . Jika diperhatikan dewan pengawas sebgaiamana yang dijabarkan dalam ketentuan
diatas, tampak bahwa makna daripengawas ini hampir sama dengan komisaris dalam persero.
Satu hal yang dapat diambil disini adalah tugas yang dilakukan oleh dewan pengawas bukanlah
pekerjaan yang ringan. Disebut demikian karena berhasil tidaknya kegiatan yang dilakukan oleh
direksi dalam mencapai tujuan yang dibebankan kepadanya, juga sangat dipengaruhi oleh
pengawasan yang dilkukan oleh dewan pengawas. Oleh karena itu untuk dapat diangkat
menjadi dewan pengawas pun harus memiliki kualifikasi tertentu. tepatnya dalam Pasal 57
UU BUMN menyebutkan sebagai berikut:
1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang
mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi
anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah

117
menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
2) Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anggota Dewan Pengawas diangkat
berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen
perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajementersebut, serta dapat
menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
3) Komposisi Dewan Pengawas harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat
bertindak secara independen.
4) Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
5) Dalam hal Dewan Pengawas terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang
anggota Dewan Pengawas diangkat sebagai ketua Dewan Pengawas.
6) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan anggota Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu
pendirian.

Yang berhak mengangkat dewan pengawas adalah menteri. Tepatnya pasal 56 UU BUMN disebutkan:
Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menjelaskan Tentang Badan Layanan Umum (BLU)

a. Istilah dan dasar hukum Badan layanan Umum


Sejak diterbitkan UU BUMN tahun 2003 tidak dikenal lagi istilah Perusahan Jawatan (Perjan) yang
fungsinya adalah sebagai pelayanan untuk kepentingan publik, merupakan bagian BUMN.
Selanjutnya digantikan suatu lembaga yang bernama Badan Layanan Umum (BLU). Dasar hukum
dan pengertian BLU ini adalah terdapat alam beberapa peraturan perundang-undaangan, antara lain,
dalam :
1. UU RI No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU PBN 1/2004). Dalam pasal 1
butir 1 disebutkan: Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
2. PP RI No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dalam pasal 1
butir 1 disebutkan: Badan LayananUmum, yang selanjutnyadisebut BLU, adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untukmemberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
3. Permen Keuangan RI No. 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administrasi dalam Rangka
Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untukMenerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum. Dalam pasal 1 butir 1 dikemukakan: Badan Layanan Umum,
yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk
untuk memberikanpelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang

118
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
b. Tujuan Dibentuknya Badan Layanan Umum
Berdasarkan UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendahaaraan Negara (PBN) pasal 68 tujuan
dibentuknya BLU adalah sebagai berikut :
1) Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakatdalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2) Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidakdipisahkan
serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakankegiatan Badan Layanan
Umum yang bersangkutan.
3) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh MenteriKeuangan
dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atasbidang
pemerintahan yang bersangkutan.
4) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah daerah dilakukan oleh
pejabatpengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan
kerjaperangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yangbersangkutan
c. Pengelolaan Badan Layanan Umum
Berdasarkan UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendahaaraan Negara (PBN) pasal 69 disebutkan :
1) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
2) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan
Umumdisusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja
dananggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian
Negara/Lembaga/pemerintahdaerah.
3) Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum dalam rencana kerja dan anggaran tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikonsolidasikan dalamrencana kerja dan
anggaran Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah yangbersangkutan.
4) Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasa layananyang
diberikan merupakan Pendapat an Negara/Daerah.
5) Badan Layanan Umum dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat ataubadan
lain.
6) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat digunakanlangsung
untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum diatur
dalamperaturan pemerintah.

d. Karakteristik Perusahaan Perseroan


Jika dicermati secara seksama bahwa landasan hukum BLU mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
1) Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan negara
2) Menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan masyarakat.
3) Tidak bertujuan untuk mencari laba.
4) Dikelola secara otonom dengan prinsipefesiensi dan produktivitas ala korporasi.
5) Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawabannya dikoordinasikan pada instansi induk.
6) Penerimaan, baik pendapatan maupun sumbangan dapat dipergunakan secara langsung.

119
7) Pegawai dapat terdiri PNS maupun bukan PNS.
8) BLU bukan subjek pajak.

e. Dewan Pengawas BLU


Lembaga Dewan Pengawas BLU sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI No. 09/PMK.02/2006
tentang pembentukan dewan pengawas BLU, sebagaimana disebutkan pada pasal 3, tugas dan
kewajiban Dewan Pengawas BLU adalah sebagai berikut :
1) Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan BLU yang dilakukan
oieh Pejabat Pengelola BLU mengenai pelaksanaan Rencana Bisnis dan Anggaran, Rencana
Strategis Bisnis Jangka Panjang, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan Pemerintah Pusat berkewajiban;
a. Memberikan pendapat dan saran kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri
Keuangan mengenai Rencana Bisnis dan Anggaran yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola BLU;
b. Mengikuti perkembangan kegiatan BLU, memberikan pendapat dansaran kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga clan Menteri Keuangan mengenai setiap masalah yang
dianggap penting bagi pengurusan BLU;
c. Melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan apabila terjadi
gejala menurunnya kinerja BLU; dan
d. Memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLU dalam melaksanakan pengurusan BLU.
3) Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan Pemerintah Daerah berkewajiban:
a. Memberikan pendapat dan saran kepada gubernur/bupati/ walikota mengenai Rencana
Bisnis dan Anggaran yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola BLU. Mengikuti perkembangan
kegiatan BLU, memberikan pendapat dan saran kepada gubernur/bupati/walikota mengenai
setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan BLU.
b. Melaporkan kepada gubernur/bupati/walikota apabila terjadi gejala menurunnya kinerja
BLU; dan
c. Memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLU dalam melaksanakan pengurusan BLU.
d. Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan untuk BLU di lingkungan
Pemerintah Pusat dan kepada gubernur/bupati/walikota untuk BLU di lingkungan Pemerintah
Daerah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu semester dan sewaktu-sewaktu
apabila diperlukan.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan Pengertian Perusahaan Perseroan?

2. Apa maksud didirikan Perusahaan Umum?

3. Apa maksud didirikan Badan Layanan Umum?

D. GLOSARIUM

Persero adalah BUMN yang bentuk usahanya adalah perseoran terbatas atau PT. Bentuk persero
semacam itu tentu saja tidak jauh berbeda sifatnya dengan perseroan terbatas / PT swasta yakni
sama-sama mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya / sebesar-besarnya.

120
Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilainilai,
metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan.

Dedikasi adalah sebuah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha
yang mempunya itujuan yang mulia.

121
PERTEMUAN KE 15:

URUSAN PERUSAHAAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Pengertian Urusan

Perusahaan, Wujud Urusan Perusahaan, Kekayaan Perusahaan, Penyerahan Urusan

Perusahaan, Goodwill. Anda harus mampu :

1.1 Menjelaskan tentang Pengertian Urusan Perusahaan

1.2 Menjelaskan tentang Wujud Urusan Perusahaan

1.3 Menjelaskan tentang Kekayaan Perusahaan

1.4 Menjelaskan tentang Penyerahan Urusan Perusahaan

1.5 Menjelaskan tentang Goodwill

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

A. Menjelaskan tentang Pengertian Urusan Perusahaan

Suatu perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu.

Tujuan utama dari suatu perusahaan bersifat profit oriented, yaitu mencapai laba yang

optimal. Untuk menghasilkan laba dibutuhkan pengelolaan manajemen dan pelaksanaan

prosedur yang baik. Dibutuhkan manajemen yang kompeten meliputi perencanaan dan

pengendalian. Karena perencanaan dilakukan untuk menetapkan kebijakan agar

perusahaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan sedangkan pengendalian dilakukan

perusahaan untuk mengetahui apakah tindakan telah sesuai dengan apa yang telah

direncanakan.

226

Menurut Purwosutjito bahwa : “Urusan perusahaan adalah terjemahan dari istilah

aslinya dalam bahasa belanda handelszaak adalah segala macam urusan, baik yang

bersifat materiil maupun yang immaterial, yang termasuk dalam lingkungan

perusahaan”.

Soekardono mengartikan bahwa: “Urusan Perusahaan menerjemahkannya

122
dengan “usaha perniagaan”.

Dari dua terjemahan tersebut, yang lebih tepat adalah

urusan perusahaan karena cakupan pengertiannya lebih luas, melingkupi segala objek

yang ada dalam lingkungan perusahaan, baik berupa harta kekayaan perusahaan maupun

usaha perusahaan.

Selanjutnya Purwosutjito menyatakan bahwa: “Urusan Perusahaan adalah segala

sesuatu, yang berwujud benda maupun yang bukan benda, yang termasuk dalam

lingkungan perusahaan tertentu, misalnya gedung -gedung, mebel, alat-alat kantor, mesinmesin. Buku-
buku, barang-barang dagangan, piutang, nama perusahaan, merek, patent,

goodwill, utang, relasi, langganan, rahasia perusahaan dan lain-lain. Urusan perusahaan

dapat ditinjau dari segi ekonomi dan dari segi hukum”.

1. Dari Segi Ekonomi

Urusan perusahaan adalah segala harta kekayaan dan usaha yang terdapat

dalam lingkungan perusahaan sebagai satu kesatuan yang bulat dengan

perusahaan yang digunakan untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya


denganpengorbanan yang sekecil-kecilnya. Urusan perusahaan dapat

juga dikatakan masalah keuntungan dan kerugian. Dikatakan masalah keuntungan

karena adanya kekayaan sebagai modal berkembangnya usaha, modal yang

bersifat produktif menimbulkan nilai lebih, dari keadaan awal yang lebih sedikit

lalu berkembang menjadi keadaan akhir yang lebih ban yak. Dikatakan masalah

kerugian karena dalam perhitungan ekonomi, setiap kekayaan selalu mengenal

penyusutan yang mengakibatkan jumlah nilainya berkurang dari waktu ke waktu,

baik digunakan ,aupun tidak digunakan, misalnya penyusutan karena membayar

pajak ataupun penyusutan karena sifat barang yang menjadi rusak, aus, busuk,

H.M.N. Purwosutjito, Pengertian Pokok hukum dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2007, hal. 23

123
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid l, Dian Rakyat, Jakarta, 1977, hal. 31.

H.M.N. Purwosutjito, Op.Cit.

227

atau menguap. Oleh karena itu kekayaan perusahaan sebagai modal usaha harus

produktif untuk menghindari kerugian tersebut.

Urusan perusahaan adalah usaha atau kegiatan yang bergantung pada

sumber daya manusia. Apabila sumber daya manusia (pengusaha) berkemampuan

tinggi, kreatif, dan produktif, baik dari segi berfikir maupun cara mengelola

perusahaan (manajemen) nilai lebihnya makin besar. Artinya modal yang

diusahakan itu bertambah jumlahnya yang disebut keuntungan. Sebaliknya

apabila sumber daya manusia (pengusaha) berkemampuan rendah, kurang

produktif, tidak kreatif, dan mismanajemen, diusahakan dapat niali lebih, modal

usaha yang adapun akan menjadi habis (rugi). Di sini arti penting sumber daya

manusia ( human resource ) dari segi ekonomi.

2. Dari Segi Hukum

Urusan perusahaan yang berupa harta kekayaan adalah segala benda yang

dapat diperalihkan kepada pihak lain, baik sendiri-sendiri terpisah dari

perusahaan maupun secara bersama-sama dengan perusahaan sebagai satu

kesatuan. Mengenai kesatuan urusan perusahaan ini dari sudut yuridis ada

beberapa pendapat, di antaranya :

1. Molengraaf mengatakan bahwa: “Bila dengan nama “zaak” itu

dimaksudkan benda-benda, di antara benda-benda itu ada hubungan

yang erat, mungkinkah kesemuanya itu dianggap satu kesatuan urusan

menurut hukum yang disebut “rechtszaak”.

2. Soekardono berpendapat bahwa: “urusan perusahaan itu harus

merupakan satu kesatuan menurut hukum, bila bentuk perusahaanitu

merupakan sebuah badan hukum”

124
5

Dari segi hukum urusan perusahaan yang berupa usaha perusahaan terdiri

atas perbuatan hukum dan produk yang dihasilkannya. Setaip perbuatan hukum

Molengraaff, Leidraad I. Cetakan ke 9, 1966, hal.70

Soekardono, Op.Cit, hal. 32-33

228

diatur oleh (Undang-Undang, Kebiasaan) sebagai perbuatan seharusnya

perusahaan berbuat dan bertindak menjalankan perusahaannya. Sedangkan produk

perbuatan hukum tersebut dapat berupa benda dan bukan benda. Perbuatan hukum

dan produk bukan benda tidak dapat dialihkan (dijual) kepada pihak lain, karena

tidak ada aturan hukum yang mengaturnya. Karena merupakan satu kesatuan

dengan perusahaan, hanya dapat dialihkan (dijual) bersama dengan perusahaan

jika perusahaan tersebut dijual. Dalam hal ini yang mempunyai arti penting adalah

perusahaannya yang di dalamnya melekat usaha perusahaan.

Perbuatan hukum yang terpenting mengenai urusah perusahaan adalah perbuatan

jual-beli. Hal ini disebabkan karena peraturan yang mengatur jual -beli urusan perusahaan

ini tidak ada keseragaman. Peraturan jual beli tetap misalnya tanah, adalah berbeda

dengan peraturan jual-beli benda bergerak, misalnya mesin, mebel. Perlu dipahami

bahwa dalam system hokum barat, perbuatan jual-beli terdiri dari dua macam perjanjian,

yatu pertama,. Perjanjian jual-beli yang sifatnya obligator (yaitu perjanjian jual-beli yang

belum memindahkan hak milik, tetapi baru meletakan hak-hak dan kewajibankewa.jiban kepada
kedua belah pihak secara timbale balik. Kedua, perjanjian penyerahan

yang sifatnya mengalihkan hak milik.

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan Tentang Wujud Urusan Perusahaan

Purposutjipto menyebutkan bahwa : “Wujud dari urusan perusahaan itu dapat

dibagi atas beberapa jenis “ :

125
6

1) Benda tetap (tidak bergerak)

a. Yang berwujud: Tanah, Kapal terdaftar, gedung di atas tanah milik dan lainlain.

b. Tidak berwujud: Hipotik dan lain-lain

H.M.N. Purwosutjito, Op.Cit.hal. 25

229

2) Benda Bergerak

a. Yang berwujud : Mesin-mesin, Mebil, Mobil, Alat Telekomunikasi, Bukubuku, barang dagangan
dan lain-lain.

b. Yang tidak berwujud : Piutang, Gadai. Nama Perusahaan, Patent, Goodwill,

dan lain-lain

3) Yang bukan benda : Utang, langganan, rahasia perusahaan, relasi, dan lain-lain

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Kekayaan Perusahaan

Kekayaan adalah benda milik orang atau perusahaan, mempunyai nilai ekonomi,

diakui dan dilindungi oleh hukum, serta dapat dialihkan kepada pihak lain. Pasal 499

KUHPdt menyatakan bahwa benda meliputi barang dan hak. Barang adalah benda

berwujud sedangkan hak adalah benda yang tidak berwujud. Setiap pemilik benda adalah

juga pemilik hak atas benda itu.

Pemilik benda dapat berupa manusia pribadi (milik pribadi) dapat pula berupa

badan hukum (milik pemerintah atau swasta/perusahaan). Benda yang memiliki nilai

ekonomi yang dikatakan kekayaan apabila tidak memiliki nilai ekonomi bukan kekayaan

Karena benda memiliki nilai ekonomi maka dapat dialihkan kepada pihak lain, baik

karena perjanjian maupun karena undang- undang. Karena perjanjian (sewa menyewa,

jual beli). Karena undang-undang (warisan, ganti rugi untuk kepentingan umum).

Orang pemilik benda dapat berupa manusia pribadian dan dapat pula berupa

badan hukum.Apabila pemilik benda adalah manusia pribadi, miliknya itu disebut milik

pribadi, milik pribadi dapat berupa milik satu orang, dapat pula milik bersama

126
(sosial).Apabila pemilik benda adalah badan hukum, miliknya itu disebut milik badan

230

hukum.Milik badan hukum dapat berupa milik negara (pemerintah) dan dapat pula milik

swasta.Apabila swasta itu adalah perusahaan, benda itu dikatakan milik

perusahaan.Setiap benda pasti ada pemiliknya.Benda itu dikatakan milik

perusahaan.Setiap benda pasti ada pemiliknya.Apabila tidak ada pemiliknya, benda

bergerak disebut tak bertuan (res nullius), sedangkan benda tidak bergerak dimiliki oleh

negara.

Setiap benda mempuanyai nilai ekonomi, yaitu nilai kebutuhan yang diukur

dengan sejumlah uang.Apabila benda tidak mempunyai nila i ekonomi, benda tersebut

bukan kekayaan. Nilai ekonomi merupakan nilai baku bagi kehidupan manusia. Makin

banyak benda milik seseorang, makin tinggi pula jumlah nilai ekonominya sehingga

orang itu dikatakan orang kaya. Karena memiliki nilai ekonomi, benda dapat dialihkan

kepada pihak lain dapat pihak lain itu mau menerimanya.

Baik benda maupun hak yang melekat di atasnya diakui dan dilindungi oleh

hukum berdasarkan bukti yang sah. Diakui oleh hukum artinya masyarakat menghargai

dan tidak akan mengambil, menunggu, atau merugikan benda milik orang. Dilindungi

oleh hukum artinya hukum mencegah dengan ancaman hukuman apabila ada pihak lain

yang akan mengambil, menunggu, atau merugikan benda milik orang. Apabila benar benar telah
terjadi kerugian atas milik orang, pihak yang merugikan itu berhak menuntut

pemulihannya sesuai dengan hukum yang berlaku.Adanya pengakuan dan perlindungan

hukum atas benda milik orang karena adanya bukti yang sah, yaitu bukti yang

dikeluarkan oleh pihak yang berwenang atau oleh pemerintah berdasarkan peraturan

hukum yang berlaku.Bukti tersebut menyatakan bahwa yang menguasai benda itu adalah

benar memiliknya.Di samping itu, dalam pasal 1977 ayat (1) BW juga diakui bahwa

setiap orang yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik nya.

Karena benda itu memiliki nilai ekonomi, maka setiap benda memiliki orang

dapat dialihkan kepada pihak lain, baik karena perjanjian maupun karena undang-undang.

Pengalihan karena perjanjian artinya pemilik benda setuju memindahkan penguasaannya

127
231

kepada pihak lain, dan pihak lain itu setuju menerima pengusaan tersebut, misalnya pada

jual beli dan sewa menyewa. Pengaliahan karena undang-undang artinya ketentuan

undang-undanglah yang memerintahkan pemindahan penguasaan benda kepada pihak

lain walaupun tidak ada persetujuan sebelumnya, misalnya pada pewaris.

Klasifikasi Kekayaan

1. Benda Bergerak

Benda bergerak terdiri atas benda berwujud (kendaraan, komputer, televisi, lemari

besi dll). Sedangkan benda bergerak yang tidak berwujud berupa hak (piutang,

gadai, hak cipta dan paten).

2. Benda Tidak Bergerak

Benda Tidak Bergerak yang Berwujud (tanah, rumah, gedung, pabrik, tanaman

dll). Sedangkan benda Tidak Bergerak dan Tidak Berwujud (Hak Guna

Bangunan, Hak Tanggungan, Hak Sewa Rumah dll) .

Kekayaan perusahaan adalah benda yang dapat dialihkan enurut hukum.

Kekayaan Perusahaan terdiri atas: Modal Perusahaan berupa uang tunai Inventaris

perusahaan berupa barang dan hak Produk usaha perusahaan berupa keuntungan (nilai

lebih) berupa uang dan barang serta piutang (tagihan) perusahaan. Klasifikasi ini

mempunyai arti penting dalam pengalihannya. Pengalihan benda bergerak berbeda

dengan benda tidak bergerak. Setiap jenis benda tersebut di atas dapat dialihkan (dijual)

kepada pihak lain menurut ketentuan undang-undang yang mengaturnya, antara lain

seperti berikut ini:

a. Komputer dapat dijual dan dialihkan (diserahkan) kepada pembelian dari tangan

ke tangan (Pasal 612 BW).

b. Kendaraan bermotor dapat dijual dan dialihkan (diserahkan) kepada pembelian

dan cara balik mana di Kantor Samsat setempat (Undang-Undangan Nomor 14

Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan).

232

c. Hak cipta dapat dialihkan kepada penerbit buku dengan perjanjian tertulis

128
(Undang-Undang Nomor 19 Tunan 2002 tentang Hak Cipta).

d. Rumah dan tanah pekarangan dapat dijual dan dialihkan (diserahkan)kepada

pembeli dengan cara akta otentik balik nama di muka PPAT dan didaftarkan di

Bagian Pendaftaran Tanah pada Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat

(Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997).

Kekayaan perusahaan adalah benda yang dapat dialihkan menurut hukum.

Kekayaan perusahaan terdiri atas:

a. Modal perusahaan berupa uang tunai.

b. Inventaris perusahaan berupa barang dan hak.

c. Produk usaha perusahaan berupa keuntungan (nilai lebih) berupa uang dan

barang serta piutang (tagihan) perusahaan.

Kekayaan perusahaan lebih mengutamakan motif komersial dari pada motif

sosial.

Tujuan Pembelajaran 1.4:

Menjelaskan Tentang Penyerahan Urusan perusahaan

Penyerahan adalah perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum pindahnya

hak milik. Adapun bentukbentuk penyerahan bagi urusan perusahaan antara lain diatur

dalam Pasal 612 dan 613 KUHPerdata dapat dirinci sebagai berikut :

1. Penyerahan benda bergerak yang bertubuh dapat dilakukan dengan :

a. Secara fisik dari tangan ke tangan (hand by hand);

b. Menyerahkan kunci gudang, dimana benda itu berada;

233

c. Tidak perlu diserahkan, bila benda tersebut sudah ada dalam penuasaan si

penerima atas dasar alas hak yang lain.

2. Penyerahan piutang atas nama atau benda bergerak tak bertubuh, dilakukan dengan

cara membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan ( cessie) yang disetujui oleh

debitur.

3. Penyerahan piutang atas pembawa (aan toonder), cukup diserahkan secara fisik (hand

by hand), sedang penyerahan piutang atas pengganti (aan order) harus dilakukan

129
dengan cara andosemen dan penyerahan fisik.

4. Penyerahan benda tetap (benda tak bergerak) dilakukan dengan balik nama benda

tetap tersebut dan mendaftarkan atas hak hipotik,

Menurut Purwosutjipto bahwa: “Pengusaha dapat menggadaikan sebagian atau

seluruh urusan perusahaan untuk mendapat uang dengan cara khusus yang disebut

”penyerahan hak milik atas kepercayaan” (fiduciaire eigendoms overdracht ). Artinya

barang yang difidusiakan tidak diserahkan secara fisik kepada kreditur tetapi barang

tersebut masih tetap ditangan (dikuasai) oleh debitur, sedangkan yang diserahkan hanya

akta Fiduser (fidusia). Penyerahan ini merupakan pengecualian dari pasal 1150 -1152

KUHPerdata, hal ini sesuai dengan keputusan HR (HoogRaght) arrest 25 januari 1928

dan arrest 21 juli 1929”.

H.M.N. Purwosutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Djambatan, Jakarta, 2003,

hal.17

234

Dengan mengikuti ketentuan undang-undang yang mengatur cara penyerahan

benda, maka pengalihan kekayaan perusahaan juga mengikuti cara penyerahan benda

bergerak dan tidak bergerak berdasarkan klasifikasi yang telah dikemukakan di atas.

Berikut ini dibahas beberapa cara penyerahan benda. Menurut ketentuan Pasal 612

KUHPdt, pengalihan benda bergerak berwujud dilakukan dengan:

a. Penyerahan dari tangan ke tangan, misalnya jual beli barang di toko.

b. Penyerahan kunci gudang tempat barang itu berada, misalnya perdagang beras

yang tersimpan di gudang.

c. Pernyataan saja apabila barang sudah berada dalam kekuasaan penerima

berdasarkan alas hak (perbuatan hukum) tertentu.

Akan tetapi, penyerahan benda bergerak berwujud yang terdaftar, seperti

kendaraan bermotor diatur secara khusus dengan cara balik nama di kontor sistem

administrasi menunggal satu atap (samsat) setempat berdasarkan Undang-Undang Nomor

130
14 Tahun 1992 tetang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penyerahan tersebut dilakukan

dengan akta balik nama yang dibuat oleh pejabat samsat disertai pembayaran bea balik

nama oleh pihak pembeli kendaraan bermotor yang bersangkutan. Kantor samsat adalah

sistem administrasi manunggal di bawah satu atap, yang terdiri atas unsur kepolisian,

unsur pemerintah daerah (pemda), dan unsur lalu lintas angkutan jalan (LLAJ).

Mewujudkan ketentuan pasal 613 KUHPdt, pengadilan benda bergerak tidak

berwujud dilakukan dengan:

a. Penyerahan secara cessie bagi piutang atas nama (on name) Yaitu dengan cara

membuat akta otentik atau tidak otentik yang menyatakan pengalihan atas hak

atas piutang tersebut, kemudian surat piutang dan akta cessie diserahkan kepada

pihak yang menerima penyerahan hak tersebut, contohnya surat saham atas nama.

235

b. Penyerahan dari tangan ke tangan bagi piutang atas tunjuk (to bearer) Yaitu pihak

yang satu penyerahkan dan pihak yang menerima surat piutang tersebut, cara ini

disebut juga penyerahan nyata, contohnya surat cek.

c. Penyerahan secara endosemen bagi piutang atas pengganti (to order) Yaitu

dengan cara membuat pernyataan pengalihan hak tagih atas piutang dan ditanda

tangani di sebelah belakang surat piutang tersebut, contohnya surat wesel.

Pengalihan benda tidak bergerak berupa tanah, gedung, rumah, dan semua yang

melekat di atas tanah dilakukan dengan penyerahan yuridisberdasarkan peraturan

pemerintah Nomor 34 Tahun 1997, yaitu dengan cara balik nama berdasarkan akta

otentik, yang dibuat di muka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kemudian didaftarkan

di Bagian Pendaftaran Tanah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat guna

diberikan sertifikatnya. Pengalihan benda tidak bergerak berupa kapal terdaftar dilakukan

dengan penyerahan yuridisberdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut 11

April 1970 No. 4/3/4, yaitu dengan cara balik nama berdasarkan akta otentik yang dibuat

di muka syahbandar, kemudian didaftarkan di kantor syahbandar yang bersangkutan guna

diterbitkan sertifikatnya.

Urusan perusahaan dapat dijual secara En Bloc (bersama-sama sehingga

131
merupakan suatu kesatuan). Dasar hokum yang secara spesifik mengatur penjualan

urusan perusahaan secara En Bloc tidak ada, tetapi dijadikan rujukannya adalah pasal

1537 KUH Perdata yang memperbolehkan harta warisan tanpa rincian, dan Pasal 1533

KUH Perdata, yang menentukan bahwa penjualan piutang berikut segal yang melekat

padanya seperti jaminan (borgtocht), hak istimewa, hak hipotik, dll. Meskipun urusan

perusahaan dapat dijual secara en bloc, tetapi tidak dapat diserahkan secara en bloc,

sebab setiap benda itu memiliki cara-cara penyerahan sendiri-sendiri, yang dapat

diperinci sebagai beikut :

1. Penyerahan benda bergerak bertubuh, cukup dengan menyerahkan dari tangan

ketangan, atau jika yang diperjual belikan itu berupa hasil bumi yang diletakan di

236

gudang penyimpanan, maka penyerahannya cukup dilakukan dengan menyerahkan

kuncinya kepada pembeli. (Pasal 612 KUH Perdata).

2. Penyerahan surat piutang atas nama atau benda tidak bertubuh lainnya, dilaksanakan

dengan cessie yaitu dengan cara membuat akta otentik atau akta dibawah tangan,

yang khusus dibuat untuk memindahtangankan piutang atau benda tidak bertubuh itu

dengan ketentuan penyerahan atas kebendaan itu harus diberitahukan, serta diakui

atau disetujui terlebih dahulu oleh pihak debitur. Pasal 613 ayat (1) (2) KUH Perdata.

3. Penyerahan surat piutang atas pembawa (aan toonder) cukup penyerahan dari t angan

ke tangan atas surat itu, sedangkan penyerahan surat piutang atas pengganti (aan

order) dilakukan dengan penyerahan surat secara fisik disertai endosemen. Pasal 613

ayat (3) KUH Perdata.

4. Penyerahan benda tetap tidak berwujud berupa tanah tidak cukup dilakukan

penyerahan dari tangan ke tangan saja, tetapi harus dilakukan dengan cara

mendaftarkan benda tetap tersebut ke BPN.

5. Penyerahan benda bergerak khusus, misalnya kendaraan bermotor dan lain-lain diatur

dengan peraturan tersendiri secara khusus untuk kepentingan perpajakan.

Tujuan Pembelajaran 1.5:

MenjelaskanTentang Goodwill

132
1. Dari Segi Ekonomi

Menurut Purwosutjipto bahwa: “Goodwill adalah benda ekonomi tidak berujud

yang timbul dalam hubungan antara perusahaan dan pelanggan serta kemungkinan

perkembangan yang akan datang. Goodwill dapat diperhitungkan bersama dengan urusan

237

perusahaan dan dicatat dalam neraca sebagai keuntungan atau laba”.

Selanjutnya

Purwosutjipto mengatakan bahwa: “goodwill adalah hubungan perusahaan dengan

pelanggan atau konsumen yang menciptakan keuntungan perusahaan. Berdasarkan

pernyataan ini jelas bahwa dari segi ekonomi goodwill adalah benda tidak berujud hasil

kemajuan perusahaan yang digambarkan sebagai nilai lebih. Oleh karena itu, goodwill

dicatat dalam pembukuan sebagai keutungan atau laba. Keutungan atau laba ini ad alah

hasil kegiatan ekonomi suatu perusahaan”

Sebagai perusahaan, goodwill dapat terjadi karena hal-hal berikut:

a. Hubungan baik antara perusahaan dan konsumen;

b. Menajemen perusahaan yang baik dan teratur;

c. Pemilihan tempat penjualan perusahaan yang strategis;

d. Pemasangan iklan yang tepat dan menarik pelanggan atau konsumen;

e. Produksi yang tinggi memenuhi selera konsumen dengan harga layak;

f. Pelayanan perusahaan yang ramah dan menarik pembeli; dan

g. Barang produksi perusahaan dibutuhkan orang terus-menerus karana vital, jumlah

penduduk bertambah, dan daya beli masyarakat meningkat.

Perusahaan dengan goodwill yang tinggi menjadi terkenal, dipercaya, dan

sahamnya dijualbelikan dengan harga mahal di pasar modal. Goodwill merupakan sumber

nilai lebih yang bukan berasal dari modal uang, melainkan dari kegiatan pelayanan (jasa),

kreativitas, pemasaran, dan prospek usaha.

133
2. Dari Segi Hukum

Goodwill adalah salah satu unsur urusan perusahaan yang termasuk dalam

kelompok benda bergerak tidak berwujud yang bersifat imateriil. Dengan demikian,

beliau menganggap goodwill itu benda bergerak tidak berwujud sama dengan hak

kekayaan intelektual, seperti hak cipta, hak paten, dan hak merek yang dapat

dialihkan kepada pihak lain. Pendapat beliau ini mungkin dapat dibenarkan jika

H.M.N. Purwosutjipto,Op.Cit. hal.26.

Ibid

238

dilihat dari segi ekonomi.Akan tetapui, dari segi hukum, goodwill tidak mungkin

dijualbelikan, goodwill bukan hak, melainkan kegiatan, pelayanan, dan kreativitas

usaha.

Goodwill merupakan salah satu unsure dari urusan perusahaan, yang termasuk

kedalam benda bergerak tidak bertubuh atau benda yang berifat immaterl, yang terjadi

karena :

a. Manajemen yang baik dalam mengatur kegiatan perusahaan.

b. Penempatan kegiatan usaha yang strategis.

c. Pelayanan yang baik kepada para pelanggan sehingga adanya hgubungan yang

baik antara perusahaan dan para pelanggan, yang akhirnya para langganan (relasi)

akan tetap mencari produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Goodwill ini baru ada pada perusahaan yang berkembang baik, sehingga

mendapatkan banyak keuntungan (laba). Perusahaan demikianlah yang disebut memiliki

Goodwill. Goodwill dapat dipindah tangankan bersama-sama dengan urusan perusahaan,

yang jika dijual akan meningkatkan harga jual perusahaan tersebut.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Urusan Perusahaan!

2. Jelaskan tentang Wujud Urusan Perusahaan !

134
3. Jelaskan tentang Kekayaan Perusahaan !

4. Jelaskan tentang Penyerahan Urusan Perusahaan !

5. Jelaskan tentang Goodwill !

D. GLOSARIUM

Aan toonder : Piutang atas Pembawa

Aan order : Piutang atas Pengganti

239

Fiduciaire eigendoms overdracht : Penyerahan hak milik atas kepercayaan

On mame : Atas Nama

To bearer : Atas Tunjuk

To order : Atas Pengganti

Goodwill adalah benda ekonomi tidak berujud yang timbul dalam hubungan antara

perusahaan dan pelanggan serta kemungkinan perkembangan yang akan dating

E. DAFTAR PUSTAKA

H.M.N. Purwosutjito, Pengertian Pokok hukum dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta,

2007

-------------------------, Jilid 1, Djambatan, Jakarta, 2003

Molengraaff, Leidraad I. Cetakan ke 9, 1966

Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid l, Dian Rakyat, Jakarta, 1977

PERTEMUAN KE 16:

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DAN DOKUMEN

PERUSAHAAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Pengertian Wajib Daftar

Perusahaan, Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan, Perusahaan yang Wajib Didaftarkan

dan Tidak Wajib Didaftarkan, Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat,

Pengertian Dokumen Perusahaan, Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan,

Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan, Legalisasi Pengalihan

Dokumen dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan. Anda harus mampu :

135
1.1 Menjelaskan tentang Pengertian Wajib Daftar Perusahaan

1.2 Menjelaskan tentang Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan

1.3 Menjelaskan tentang Perusahaan yang Wajib Didaftarkan dan Tidak Wajib

Didaftarkan

1.4 Menjelaskan tentang Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat

1.5 Menjelaskan tentang Pengertian Dokumen Perusahaan

1.6 Menjelaskan tentang Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan

1.7 Menjelaskan tentang Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan

1.8 Menjelaskan tentang Legalisasi Pengalihan Dokumen dan Pemusnahan Dokumen

Perusahaan

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian Wajib Daftar Perusahaan

Keberadaan daftar perusahaan bagi dunia usaha begitu penting dalam hal untuk

mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur, seperti: persaingan

curang, penyelundupan. Bagi pengusaha sendiri, pendaftaran perusahaan ini akan lebih

241

dianggap sebagai kebutuhan dan bukan sebagai kewajiban semata -mata. Untuk itu

kesadaran bagi para pengusaha sangat diperlukan untuk mendaftarkan perusahaannya

sehingga perusahaan tersebut akan mendapat kepercayaan dari masyarakat dan akan

tercapai suatu kepastian berusaha.

Hal ini seperti yang disebutkan dalam Bab II dan pasal 2 Undang-Undang No.3

tahun 1982: “Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat

secara benar dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang

berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan lainnya tentang perusahaan

yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian usaha.

Menurut Abdulkadir Muhammad bahwa: “Perusahaan merupakan istilah ekonomi

yang sering dipakai dalam beberapa perundang-undangan, namun tidak ada satu pasalpun

136
yang memberikan pengertian perusahaan secara jelas. Sejak dikel uarkannya . UndangUndang No.
3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, secara resmi pengertian

atau definisi perusahaan tertuang dalam pasal 1 huruf b Undang-Undang Wajib

DaftarPerusahaa”.

Pasal 1 huruf b Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan, menyatakan bahwa perusahaan adalah bahwa setiap bentuk hukum yang

menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan,

bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh

keuntungan dan atau laba. Menurut pasal 1 UU No.3 tahun 1982 Tentang Wajib Daftar

Perusahan. pengertian daftar perusahaan adalah catatan-catatan resmi yang diadakan

menurut ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan

memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh

pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal, 7.

242

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan Tentang Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan

1. Undang-undang No 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

2. Keputusan Menperindag:No 596/MPP/KEP/9/2004 Tentang Standart

Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan.

3. Keputusan Menteri Perdagangan: No 285/KP/II/85 Tentang Pejabat Penyelenggara

Wajib Daftar Perusahaan.

4. Keputusan Menteri Perdagangan: No 286/KP/II/85 Tentang Penetapan Tarif Biaya

Administrasi Wajib Daftar Perusahaan.

5. Keputusan Menteri Perdagangan : No 288/kp/II/85 Tentang Hal-hal Yang Wajib

Didaftarkan Khusus Bagi Perseroan Terbatas Yang Menjual Sahamnya Dengan

Perantaraan Pasal Modal.

137
Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Tentang Perusahaan yang Wajib Didaftarkan dan Tidak Wajib

Didaftarkan

Menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentan Wajib daftar Perusahaan Pasal

5 menyebutkan bahwa:

(1) Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.

(2) Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang

bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat

kuasa yang sah.

243

(3) Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk

melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi

kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.

(4) Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di

wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara

Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan

perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan

Adapun yang didaftar ialah segala macam perusahaan yang ada di Negara

Republik Indonesia, baik yang nasional maupun perusahaan asing.

a. Perusahaan yang berkewajiban mendaftarkan diri ini dapat berbentuk:

1. Koperasi

2. Badan Hukum

3. Persekutuan

4. Perusahaan Perseorangan

5. Perusahaan selain tersebut di atas.

b. Perusahaan yang tidak wajib didaftarkan

Tidak semua perusahaan harus mendaftarkan pada kantor pendaftaran perusahaan.

Adapun perusahaan yang tidak wajib mendaftarkan ialah :

1. Perusahaan jawatan (Perjan) seperti yang diatur dalam Penetapan Peraturan

138
Pemrintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun

1969 No. 16 Tambahan Lembaran Negara No.2890) Tentang Bentuk-Bentuk Usaha

Negara Menjadi Undang-Undang. Perusahaan bentuk ini dibebaskan dari kewajiban

pendaftaran karena tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau l aba

(Penjeladan paal 6 ayat (1)).

244

2. Perusahan kecil perseorangan yaitu perusahaan yang melakukan kegiatan yang

memperoleh keuntungan dan laba yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi

kebutuhan nafkah sehari-hari. Perusahaan kecil perseorangan ini dijalankan oleh

pengusahanya sendiri atau dengan bantuan anggota keluarganya sendiri yang

terdekat, tidak memerlukan izin usaha dan tidak berbentuk badan hukum atau

persekutuan.

Tujuan Pembelajaran 1.4:

Menjelaskan Tentang Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat

Menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentan Wajib daftar Perusahaan Pasal

2 dan Pasal 3 serta Pasal 4 menyebutkan bahwa:

Pasal 2

Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar

dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang

berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan

yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha.

Pasal 3

Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak.

Pasal 4

(1) Setiap pihak yang berkepentingan, setelah memenuhi biaya administrasi yang

ditetapkan oleh Menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara

mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar

Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dari kantor

pendaftaran perusahaan.

139
245

(2) Setiap salinan atau petikan yang diberikan berdasarkan ketentuan ayat (1) pasal ini

merupakan alat pembuktian sempurna.

Selanjutnya manfaat daftar perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sumber informasi resmi bagi semua pihak yang berkepentingan, untuk

meminta keterangan-keterangan yang diperlukan mengenai hal-hal didaftarkan,

sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang identitas perusahaan / badan usaha.

2. Sebagai pencegah dan untuk menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur,

karena dengan adanya daftar perusahaan dapat dicegah dan dihindari timbulnya

perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab yang dapat merugikan

masyarakat.

3. Sebagai alat untuk mendidik pengusaha agar tetap dalam tindakan menjalankan

usahanya bersifat jujur dan terbuka, karena keterangan yang diberikan adalah sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya.

4. Sebagai alat untuk melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan

iklim dunia usaha yang sehat. Karena dengan daftar perusahaan akan mempermudah

sewaktu-waktu mengikuti secara resmi keadaan dan perkembanganya dari dunia

usaha di wilayah negara republik Indonesia.

Bagi Pemerintah

1. Memudahkan sewaktu-waktu dapat mengikuti secara seksama keadaan dan

perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah negara Republik Indonesia,

termasuk tentang perusahaan asing.

246

2. Sebagai masukan dalam menyusun dan menetapkan kebijaksanaan dalam rangka

memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan atas dunia usaha serta upaya

menciptakan iklim usaha yang sehat dan tertib

Bagi Dunia Usaha

1. Menciptakan keterbukaan antar perusahaan;

2. Memudahkan mencari mitra bisnis;

140
3. Mendasarkan investasi pada perkiraan yang jelas;

4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kredibilitas suatu perusahaan

Tujuan Pembelajaran 1.5:

Menjelaskan Tentang Pengertian Dokumen Perusahaan

Pengaturan hukum dokumen perusahaan yang ada di Indonesia dewasa ini

terdapat di dua tempat, yaitu di Pasal 7 sampai 12 KUHD dan UU No. 8 Tahun 1997

tentang Dokumen Perusahaan. Di dalam KUHD menggunakan istilah pembukuan,

sedangkan UU No. 8 tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan. KUHD

tidak menjelaskan makna dari pembukuan tersebut. Namun, dalam Pasal 6 KUHD secara

jelas mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan mengadakan

catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal mengenai perusahaannya,

sehingga dari catatan itu setiap waktu dapat diketahui hak -hak dan kewajibannya.

Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1

dan Pasal 2 menyebutkan bahwa:

Ayat (1) : Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap

dan terus menerus dan tujuannya adalah mmemperoleh keuntungan atau laba, baik yang

247

diselengarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hokum, yang

didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Ayat (2) : Dokumen perusahaan adalah data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat

dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di

atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat

dilihat, dibaca, atau didengar.

Ayat (3) : Jadwal retensi adalah jangka waktu penyimpanan dokumen perusahaan yang

disusun dalam suatu daftar sesuai dengan jenis dan nilai kegunaannya dan dipakai

sebagai pedoman pemusnahan dokumen perusahaan.

Pasal 2 disebutkan bahwa : Dokumen perusahaan terdiri dari dokumen keuangan dan

dokumen lainnya. Dokumen keuangan terdiri dari catatan, bukti pembukuan dan data

pendukung administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta

141
kegiatan usaha suatu perusahaan.

Catatan yang dimaksud di atas adalah terdiri dari neraca tahunan, perhitungan rugi

laba perusahaan tahunan, catatan transaksi harian, atau setiap tulisan yang berkaitan

dengan kegiatan usaha perusahaan. Sedangkan bukti pembukuan yang dimaksud adalah

terdiri dari warkat-warkat (dokumen tertulis yang bentuk dan penggunaannya ditetapkan

menurut aturan tertentu dan merupakan bukti transaksi, contoh : cek, giro) yang

digunakan sebagai dasar yang mempengaruhi perubahaan kekayaan, utang dan modal.

Untuk data pendukung administrasi keuangan terdiri dari ;

1. Data pendukung yang merupakan bagian dari bukti pembukuan;

2. Data pendukung yang tidak merupakan bagian dari bukti pembukuan.

Orang atau perusahaan tersebut wajib menyimpannya selama jangka waktu yang

ditentukan, yakni 30 tahun untuk catatan tersebut, dan 10 tahun untuk surat -surat,

telegram-telegram yang diterimanya serta turunan dari surat -surat atau telegram yang

248

dikeluarkan. Namun jika dalam UUDP di dalamnya memberikan pengertian tentang

dokumen perusahaan serta jenisnya yang harus dicatat dan disimpan.

Terdapat pengertian lain kaitannya dengan dokumen perusaahaan, yaitu menurut

pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan bahwa

“dokumen perusahaan adalah data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang

mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait secara langsung dengan

dokumen keuangan”.

Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 8

jo Pasal 5 menyebutkan bahwa: Mewajibkan bagi setiap perusahaan membuat catatan

yang terdiri daari neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening jurnal

transaksi harian, atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengen ai hak dan kewajuban

serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.

Catatan yang berkaitan dengan neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan

atau tulisan lain yang menggambarkan neraca laba rugi, menurut pasal 9 UUDP wajib

ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan

142
perusahaan yang bersangkutan. Kemudian dalam hal peraturan perusahaan perundang undangan
yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan di bidang tertentu tidak

menentukan lain, maka catatan tersebut wajib dibuat paling lambat enam bulan terhitung

sejak akhir tahun buku perusahaan yang bersangkutan.

Tujuan Pembelajaran 1.6:

Menjelaskan Tentang Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan

Didalam Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan tersebut

dinyatakan bahwa : “Setiap perusahaan harus/wajib membuat dan menyimpan setiap jenis

dokumen untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan para pihak

249

dalam suatu hubungan hukum”. Di dalam Pasal 12 ayat (4) d isebutkan bahwa : “Dalam

hal dokumen perusahaan yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya adalah

naskah asli yang mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih mengandung

kepentingan hukum tertentu, pimpinan perusahaan wajib tetap menyimpan na skah asli

tersebut”. Di dalam Pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa : “Dokumen perusahaan yang

telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

ayat (1) dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah”.

Walaupun ada kata kewajiban untuk membuat catatan dan menyimpan doikumen

perusahaan, baik dalam KUHD atau UUDP tidak mengatur adanya sanksi yang jelas,

sehingga kewajiban itu menjadi kewajiban yang tidak mempunyai sanksi. Makna

kewajiban atau diwajibkan itu jika tidak mempunyai sanksi akan mempunyai makna

"boleh diadakan boleh tidak", "boleh dilakukan boleh tidak". Karena jika tidak dilakukan

tidak akan memberikan sanksi apapun. Namun jika itu dilakukan akan memberikan

manfaat bagi yang melaksanakan, karena hakim dapat melihat catatan atau dokumen itu

sebagai alat bukti yang menguntungkan bagi si pembuat catatan.

Penggunaan kata wajib dalam UUDP ini sebenarnya lebih dimaksudkan untuk

memberikan penekanan adanya kewajiban perusahaan untuk membuat dokumen, agar

setiap saat dapat diketahui keadaan kekayaan, utang, modal, hak dan kewajiban serta

untuk melindungi pememrintah maupun pihak ketiga. Sedangkan maksud dari

143
penggunaan kata "tidak memaksa" untuk pengusaha dalam mengadakan catatan tersebut,

namun sebenarnya memberikan kesempatan yang menguntungkan bagi pengusaha atau

perusahaan yang membuatnya (catatan atau dokumen perusahaan). Karena itulah Pasal

22 KUHD menentukan, bahwa orang tidak dapat memaksa seseorang untuk membuka

pembukuannya, kecuali :

1. Jika mengenai tuntutan waris; atau

2. Tuntutan seorang sekutu dalam persekutuan; atau

3. Dalam hal terjadinya pailit.

250

Tujuan Pembelajaran 1.7:

Menjelaskan Tentang Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan

Tentang pengalihan bentuk dokumen dan legalisasi ini di atur dalam UU No. 8

Tahun 1997 Pasal 12 dan Penjelasannya serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 88 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan Ke Dalam

Mikrofilm Atau Media Lainnya Dan Legalisasi. Di dalam Pasal 12 Undang-Undang No 8

Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan disebutkan bahwa :

1. Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya.

2. Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam mikrofilm atau media lainnya

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan sej ak dokumen tersebut dibuat

atau diterima oleh perusahaan yang bersangkutan

3. Dalam mengalihkan dokumen perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah asli dokumen yang

perlu tetap disimpan karena mengandung nilai tertentu demi kepentingan perusahaan

atau kepentingan nasional.

Pengalihan bentuk dokumen perusahaan sudah datur di Pasal 12 sampai 16

UUDP. Dalam Pasal 11 UUDP menentukan bahwa dokumen perusahaan dapat dialihkan

ke dalam micro film atau media lainnya. Micro film adalah film yang memuat rekaman

bahan tertulis, tercetak, dan tergambar dalam ukuran yang sangat kecil. Sedangkan yang

dimaksud dengan media lainnya adalah penyimpanan informasi yang bukan kertas dan

144
mempunyai tingkat keamanan tinggi dan menjamin keaslian dokumen yang dialihkan

misalnya CD, Harddisk, Flashdisk, dan media penyimpanan lainnya. Dalam mengalihkan

dokumen perusahaan, pimpinan wajib mempertimbangkan kegunaan isi naskah asli

dokumen yang perlu tetap disimpan karena mengandung nilai tertentu demi kepentingan

perusahaan dan nasional.

251

Sebelum melakukan pengalihan, perusahaan yang bersangkutan wajib melakukan

persiapan dan penelitian dari berbagai aspek atas dokumen perusahaan yang akan

dialihkan. Persiapan dan penelitian dari berbagai aspek sebelum melakukan pengalihan

meliputi :

1. Aspek ekonomi, misalnya penentuan jenis dokumen-dokumen yang perlu dialihkan

dengan mempertimbangkan factor biaya dan efisiensi,proses pengalihan akan

dilakukan sendiri atau menggunakan jasa perusahaan lain;

2. Aspek teknis, misalnya pemilihan pertelaan yang digunakan untuk mengalihkan jenis

microfilm atau media lainnya yang akan dipakai;

3. Aspek administratif, misalnya perlu dibentuk suatu organisasi tersendiri atau tidak,

pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan pengalihan, penyusunan mekanisme kerja

pengalihan dokumen.

Dalam pengalihan dokumen perusahaan, pimpinan perusahaan atau pejabat yang

ditunjuk wajib menjamin keamanan proses pengalihan agar :

a. Dokumen perusahaan hasil pengalihan, yang disimpan di dalam microfilm atau

media lainnya tersebut, merupakan dokumen pengganti yang sepenuhnya sama

dengan naskah aslinya;

b. Microfilm atau media lainnya tetap dalam keadaan baik untuk dapat disimpan

dalam jangka waktu sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan mengenai

daluwarsa suatu tuntutan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku; dan

c. Dokumen hasil pengalihan dapat dibaca atau dicetak kembali di atas kertas

Tujuan Pembelajaran 1.8:

145
Menjelaskan Tentang Legalisasi Pengalihan Dokumen dan Pemusnahan Dokumen

Perusahaan

Ada hal penting lain, jika perusahaan melakukan pengalihan dokumen asli

perusahaan ke dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya, yaitu harus di Legalisasi.

252

Legalisasi ini bertujuan untuk menerangkan dan menyatakn bahwa isi daripada dokumen

perusahaan yang ada di dalam mikrofilm atau media lainnya itu sesuai dengan aslinya.

Legalisasi dokumen yang dilakukan oleh pemimpin perusahaan harus disertai pejabat

yang ditunjuk di lingkungan perusahaan dan dibuatkan berita acara. Berita acara tersebut

sekurang-kurangnya memuat :

1. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukannya legalisasi;

2. Keterangan bahwa pengalihan dokumen perusahaan telah dilakukan sesuai dengan

aslinya;

3. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan.

Menurut Pasal 19 Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen

Perusahaan menyebutkan bahwa: “Pemusnahan catatan, bukti pembukuan, dan data

pendukung administrasi keuangan dilaksanakan berdasarkan putusan dari pimpinan

perusahaan. Sedangkan pemusnahan data pendukung administrasi keuangan dilaksanakan

berdasakan retensi. Sedangkan pemusnahan dokumen perusahaan yang telah dialihkan ke

dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya dapat segera dilaksanakan kecuali ketentuan

lain oleh pimpinan perusahaan berdasarkan pasal 12 ayat 3 dan 4 U ndang-Undang No.8

Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

Pimpinan perusahaan yang bertanggungjawab atas pemusnahan dokumen

perusahaan atau pejabat lain yang ditunjuk, bertanggungjawab atas segala kerugian

perusahaan dan atau pihak ketiga dalam hal :

1. Pemusnahan dokumen perusahaan dilakukan sebelum habis jangka waktu wajib

simpan, atau

2. Pemusnahan dokumen perusahaan dilakukan, sedangkan diketahui atau patut

diketahui bahwa dokumen perusahaan tersebut masih tetap harus disimpan,

146
karena mempunyai nilai guna baik yang berkaitan dengan kekayaan, hak, dan

kewajiban perusahaan maupun kepentingan lainnya.

253

Pemusnahan dokumen perusahaan di atas dilaksanakan dengan pembuatan berita

acara dengan mengingat persyaratan yang ditentukan pasal 21 Undang-Undang

No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Berita acara memuat :

1. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya pemusnahan;

2. Keterangan tentang pelaksanaan pemusnahan; dan

3. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang melaksanakan pemusnahan.

Berita acara pemusnahan dokumen perusahaan sekurang-kurangnya dibuat dalam

rangkap 3 dengan ketentuan :

1. Lembar pertama untuk pimpinan perusahaan;

2. Lembar kedua untuk unit pengolahan; dan

3. Lembar ketiga untuk unit kearsipan.

Pada setiap lembar berita acara pemusnahan dilampirkan daftar pertelaan

dokumen yang dimusnahkan. Pelaksanaan pemusnahan dokumen perusahaan wajib

disaksikan oleh 2 orang pejabat dari perusahaan yang bersangkutan. Pengalihan dokumen

perusahaan yang telah dilegalisasi merupakan alat bukti hukum yang sah. Keabsahan ini

telah memperoleh dukungan hukum dari Undang-Undang No.11 Tahun 2018 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE). UUITE telah menegaskan, bahwa

informasi elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah. Selain legalisasi hasil

pengalihan, hasil cetak dari hasil pengalian itupun, untuk keperluan tertentu, dapat

dilakukan legalisasi.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Pengertian Wajib Daftar Perusahaan !

2. Sebutkan Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan !

3. Jelaskan tentang Perusahaan yang Wajib Didaftarkan dan Tidak Wajib Didaftarkan !

4. Jelaskan tentang Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat !

254

147
5. Jelaskan tentang Pengertian Dokumen Perusahaan !

6. Jelaskan tentang Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan !

7. Jelaskan tentang Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan !

8. Jelaskan tentang Legalisasi Pengalihan Dokumen dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan

D. GLOSARIUM

Warkat-warkat (dokumen tertulis yang bentuk dan penggunaannya ditetapkan menurut

aturan tertentu dan merupakan bukti transaksi, contoh : cek, giro).

Hard copy (hasil cetak)

Microfilm (film yang memuat rekaman bahan tertulis, tercetak, dan tergambar dalam ukuran

yang sangat keci)

E. DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2006

Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentan Wajib daftar Perusahaan

Keputusan Menperindag:No 596/MPP/KEP/9/2004 Tentang Standart Penyelenggaraan

Wajib Daftar Perusahaan.

Keputusan Menteri Perdagangan: No 285/KP/II/85 Tentang Pejabat Penyelenggara Wajib

Daftar Perusahaan.

Keputusan Menteri Perdagangan: No 286/KP/II/85 Tentang Penetapan Tarif Biaya

Administrasi Wajib Daftar Perusahaan.

\Keputusan Menteri Perdagangan : No 288/kp/II/85 Tentang Hal-hal Yang Wajib

Didaftarkan Khusus Bagi Perseroan Terbatas Yang Menjual Sahamnya Dengan

Perantaraan Pasal Modal.

Undan

PERTEMUAN KE 16:

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DAN DOKUMEN

PERUSAHAAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Pengertian Wajib Daftar

148
Perusahaan, Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan, Perusahaan yang Wajib Didaftarkan

dan Tidak Wajib Didaftarkan, Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat,

Pengertian Dokumen Perusahaan, Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan,

Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan, Legalisasi Pengalihan

Dokumen dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan. Anda harus mampu :

1.1 Menjelaskan tentang Pengertian Wajib Daftar Perusahaan

1.2 Menjelaskan tentang Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan

1.3 Menjelaskan tentang Perusahaan yang Wajib Didaftarkan dan Tidak Wajib

Didaftarkan

1.4 Menjelaskan tentang Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat

1.5 Menjelaskan tentang Pengertian Dokumen Perusahaan

1.6 Menjelaskan tentang Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan

1.7 Menjelaskan tentang Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan

1.8 Menjelaskan tentang Legalisasi Pengalihan Dokumen dan Pemusnahan Dokumen

Perusahaan

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian Wajib Daftar Perusahaan

Keberadaan daftar perusahaan bagi dunia usaha begitu penting dalam hal untuk

mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur, seperti: persaingan

curang, penyelundupan. Bagi pengusaha sendiri, pendaftaran perusahaan ini akan lebih

241

dianggap sebagai kebutuhan dan bukan sebagai kewajiban semata -mata. Untuk itu

kesadaran bagi para pengusaha sangat diperlukan untuk mendaftarkan perusahaannya

sehingga perusahaan tersebut akan mendapat kepercayaan dari masyarakat dan akan

tercapai suatu kepastian berusaha.

Hal ini seperti yang disebutkan dalam Bab II dan pasal 2 Undang-Undang No.3

tahun 1982: “Daftar perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat

secara benar dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang

149
berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan lainnya tentang perusahaan

yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian usaha.

Menurut Abdulkadir Muhammad bahwa: “Perusahaan merupakan istilah ekonomi

yang sering dipakai dalam beberapa perundang-undangan, namun tidak ada satu pasalpun

yang memberikan pengertian perusahaan secara jelas. Sejak dikel uarkannya . UndangUndang No.
3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, secara resmi pengertian

atau definisi perusahaan tertuang dalam pasal 1 huruf b Undang-Undang Wajib

DaftarPerusahaa”.

Pasal 1 huruf b Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan, menyatakan bahwa perusahaan adalah bahwa setiap bentuk hukum yang

menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan,

bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh

keuntungan dan atau laba. Menurut pasal 1 UU No.3 tahun 1982 Tentang Wajib Daftar

Perusahan. pengertian daftar perusahaan adalah catatan-catatan resmi yang diadakan

menurut ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan

memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh

pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal, 7.

242

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan Tentang Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan

1. Undang-undang No 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

2. Keputusan Menperindag:No 596/MPP/KEP/9/2004 Tentang Standart

Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan.

3. Keputusan Menteri Perdagangan: No 285/KP/II/85 Tentang Pejabat Penyelenggara

Wajib Daftar Perusahaan.

4. Keputusan Menteri Perdagangan: No 286/KP/II/85 Tentang Penetapan Tarif Biaya

150
Administrasi Wajib Daftar Perusahaan.

5. Keputusan Menteri Perdagangan : No 288/kp/II/85 Tentang Hal-hal Yang Wajib

Didaftarkan Khusus Bagi Perseroan Terbatas Yang Menjual Sahamnya Dengan

Perantaraan Pasal Modal.

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Tentang Perusahaan yang Wajib Didaftarkan dan Tidak Wajib

Didaftarkan

Menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentan Wajib daftar Perusahaan Pasal

5 menyebutkan bahwa:

(1) Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.

(2) Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang

bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat

kuasa yang sah.

243

(3) Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk

melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi

kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.

(4) Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di

wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara

Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan

perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan

Adapun yang didaftar ialah segala macam perusahaan yang ada di Negara

Republik Indonesia, baik yang nasional maupun perusahaan asing.

a. Perusahaan yang berkewajiban mendaftarkan diri ini dapat berbentuk:

1. Koperasi

2. Badan Hukum

3. Persekutuan

4. Perusahaan Perseorangan

5. Perusahaan selain tersebut di atas.

151
b. Perusahaan yang tidak wajib didaftarkan

Tidak semua perusahaan harus mendaftarkan pada kantor pendaftaran perusahaan.

Adapun perusahaan yang tidak wajib mendaftarkan ialah :

1. Perusahaan jawatan (Perjan) seperti yang diatur dalam Penetapan Peraturan

Pemrintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun

1969 No. 16 Tambahan Lembaran Negara No.2890) Tentang Bentuk-Bentuk Usaha

Negara Menjadi Undang-Undang. Perusahaan bentuk ini dibebaskan dari kewajiban

pendaftaran karena tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau l aba

(Penjeladan paal 6 ayat (1)).

244

2. Perusahan kecil perseorangan yaitu perusahaan yang melakukan kegiatan yang

memperoleh keuntungan dan laba yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi

kebutuhan nafkah sehari-hari. Perusahaan kecil perseorangan ini dijalankan oleh

pengusahanya sendiri atau dengan bantuan anggota keluarganya sendiri yang

terdekat, tidak memerlukan izin usaha dan tidak berbentuk badan hukum atau

persekutuan.

Tujuan Pembelajaran 1.4:

Menjelaskan Tentang Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat

Menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentan Wajib daftar Perusahaan Pasal

2 dan Pasal 3 serta Pasal 4 menyebutkan bahwa:

Pasal 2

Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar

dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang

berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan

yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha.

Pasal 3

Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak.

Pasal 4

(1) Setiap pihak yang berkepentingan, setelah memenuhi biaya administrasi yang

152
ditetapkan oleh Menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara

mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar

Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dari kantor

pendaftaran perusahaan.

245

(2) Setiap salinan atau petikan yang diberikan berdasarkan ketentuan ayat (1) pasal ini

merupakan alat pembuktian sempurna.

Selanjutnya manfaat daftar perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sumber informasi resmi bagi semua pihak yang berkepentingan, untuk

meminta keterangan-keterangan yang diperlukan mengenai hal-hal didaftarkan,

sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang identitas perusahaan / badan usaha.

2. Sebagai pencegah dan untuk menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur,

karena dengan adanya daftar perusahaan dapat dicegah dan dihindari timbulnya

perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab yang dapat merugikan

masyarakat.

3. Sebagai alat untuk mendidik pengusaha agar tetap dalam tindakan menjalankan

usahanya bersifat jujur dan terbuka, karena keterangan yang diberikan adalah sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya.

4. Sebagai alat untuk melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan

iklim dunia usaha yang sehat. Karena dengan daftar perusahaan akan mempermudah

sewaktu-waktu mengikuti secara resmi keadaan dan perkembanganya dari dunia

usaha di wilayah negara republik Indonesia.

Bagi Pemerintah

1. Memudahkan sewaktu-waktu dapat mengikuti secara seksama keadaan dan

perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah negara Republik Indonesia,

termasuk tentang perusahaan asing.

246

2. Sebagai masukan dalam menyusun dan menetapkan kebijaksanaan dalam rangka

memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan atas dunia usaha serta upaya

153
menciptakan iklim usaha yang sehat dan tertib

Bagi Dunia Usaha

1. Menciptakan keterbukaan antar perusahaan;

2. Memudahkan mencari mitra bisnis;

3. Mendasarkan investasi pada perkiraan yang jelas;

4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kredibilitas suatu perusahaan

Tujuan Pembelajaran 1.5:

Menjelaskan Tentang Pengertian Dokumen Perusahaan

Pengaturan hukum dokumen perusahaan yang ada di Indonesia dewasa ini

terdapat di dua tempat, yaitu di Pasal 7 sampai 12 KUHD dan UU No. 8 Tahun 1997

tentang Dokumen Perusahaan. Di dalam KUHD menggunakan istilah pembukuan,

sedangkan UU No. 8 tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan. KUHD

tidak menjelaskan makna dari pembukuan tersebut. Namun, dalam Pasal 6 KUHD secara

jelas mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan mengadakan

catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal mengenai perusahaannya,

sehingga dari catatan itu setiap waktu dapat diketahui hak -hak dan kewajibannya.

Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1

dan Pasal 2 menyebutkan bahwa:

Ayat (1) : Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap

dan terus menerus dan tujuannya adalah mmemperoleh keuntungan atau laba, baik yang

247

diselengarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hokum, yang

didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Ayat (2) : Dokumen perusahaan adalah data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat

dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di

atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat

dilihat, dibaca, atau didengar.

Ayat (3) : Jadwal retensi adalah jangka waktu penyimpanan dokumen perusahaan yang

disusun dalam suatu daftar sesuai dengan jenis dan nilai kegunaannya dan dipakai

154
sebagai pedoman pemusnahan dokumen perusahaan.

Pasal 2 disebutkan bahwa : Dokumen perusahaan terdiri dari dokumen keuangan dan

dokumen lainnya. Dokumen keuangan terdiri dari catatan, bukti pembukuan dan data

pendukung administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta

kegiatan usaha suatu perusahaan.

Catatan yang dimaksud di atas adalah terdiri dari neraca tahunan, perhitungan rugi

laba perusahaan tahunan, catatan transaksi harian, atau setiap tulisan yang berkaitan

dengan kegiatan usaha perusahaan. Sedangkan bukti pembukuan yang dimaksud adalah

terdiri dari warkat-warkat (dokumen tertulis yang bentuk dan penggunaannya ditetapkan

menurut aturan tertentu dan merupakan bukti transaksi, contoh : cek, giro) yang

digunakan sebagai dasar yang mempengaruhi perubahaan kekayaan, utang dan modal.

Untuk data pendukung administrasi keuangan terdiri dari ;

1. Data pendukung yang merupakan bagian dari bukti pembukuan;

2. Data pendukung yang tidak merupakan bagian dari bukti pembukuan.

Orang atau perusahaan tersebut wajib menyimpannya selama jangka waktu yang

ditentukan, yakni 30 tahun untuk catatan tersebut, dan 10 tahun untuk surat -surat,

telegram-telegram yang diterimanya serta turunan dari surat -surat atau telegram yang

248

dikeluarkan. Namun jika dalam UUDP di dalamnya memberikan pengertian tentang

dokumen perusahaan serta jenisnya yang harus dicatat dan disimpan.

Terdapat pengertian lain kaitannya dengan dokumen perusaahaan, yaitu menurut

pasal 4 Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan bahwa

“dokumen perusahaan adalah data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang

mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait secara langsung dengan

dokumen keuangan”.

Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 8

jo Pasal 5 menyebutkan bahwa: Mewajibkan bagi setiap perusahaan membuat catatan

yang terdiri daari neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening jurnal

transaksi harian, atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengen ai hak dan kewajuban

155
serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.

Catatan yang berkaitan dengan neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan

atau tulisan lain yang menggambarkan neraca laba rugi, menurut pasal 9 UUDP wajib

ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan

perusahaan yang bersangkutan. Kemudian dalam hal peraturan perusahaan perundang undangan
yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan di bidang tertentu tidak

menentukan lain, maka catatan tersebut wajib dibuat paling lambat enam bulan terhitung

sejak akhir tahun buku perusahaan yang bersangkutan.

Tujuan Pembelajaran 1.6:

Menjelaskan Tentang Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan

Didalam Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan tersebut

dinyatakan bahwa : “Setiap perusahaan harus/wajib membuat dan menyimpan setiap jenis

dokumen untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan para pihak

249

dalam suatu hubungan hukum”. Di dalam Pasal 12 ayat (4) d isebutkan bahwa : “Dalam

hal dokumen perusahaan yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya adalah

naskah asli yang mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih mengandung

kepentingan hukum tertentu, pimpinan perusahaan wajib tetap menyimpan na skah asli

tersebut”. Di dalam Pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa : “Dokumen perusahaan yang

telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

ayat (1) dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah”.

Walaupun ada kata kewajiban untuk membuat catatan dan menyimpan doikumen

perusahaan, baik dalam KUHD atau UUDP tidak mengatur adanya sanksi yang jelas,

sehingga kewajiban itu menjadi kewajiban yang tidak mempunyai sanksi. Makna

kewajiban atau diwajibkan itu jika tidak mempunyai sanksi akan mempunyai makna

"boleh diadakan boleh tidak", "boleh dilakukan boleh tidak". Karena jika tidak dilakukan

tidak akan memberikan sanksi apapun. Namun jika itu dilakukan akan memberikan

manfaat bagi yang melaksanakan, karena hakim dapat melihat catatan atau dokumen itu

sebagai alat bukti yang menguntungkan bagi si pembuat catatan.

156
Penggunaan kata wajib dalam UUDP ini sebenarnya lebih dimaksudkan untuk

memberikan penekanan adanya kewajiban perusahaan untuk membuat dokumen, agar

setiap saat dapat diketahui keadaan kekayaan, utang, modal, hak dan kewajiban serta

untuk melindungi pememrintah maupun pihak ketiga. Sedangkan maksud dari

penggunaan kata "tidak memaksa" untuk pengusaha dalam mengadakan catatan tersebut,

namun sebenarnya memberikan kesempatan yang menguntungkan bagi pengusaha atau

perusahaan yang membuatnya (catatan atau dokumen perusahaan). Karena itulah Pasal

22 KUHD menentukan, bahwa orang tidak dapat memaksa seseorang untuk membuka

pembukuannya, kecuali :

1. Jika mengenai tuntutan waris; atau

2. Tuntutan seorang sekutu dalam persekutuan; atau

3. Dalam hal terjadinya pailit.

250

Tujuan Pembelajaran 1.7:

Menjelaskan Tentang Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan

Tentang pengalihan bentuk dokumen dan legalisasi ini di atur dalam UU No. 8

Tahun 1997 Pasal 12 dan Penjelasannya serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 88 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan Ke Dalam

Mikrofilm Atau Media Lainnya Dan Legalisasi. Di dalam Pasal 12 Undang-Undang No 8

Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan disebutkan bahwa :

1. Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya.

2. Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam mikrofilm atau media lainnya

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan sej ak dokumen tersebut dibuat

atau diterima oleh perusahaan yang bersangkutan

3. Dalam mengalihkan dokumen perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah asli dokumen yang

perlu tetap disimpan karena mengandung nilai tertentu demi kepentingan perusahaan

atau kepentingan nasional.

Pengalihan bentuk dokumen perusahaan sudah datur di Pasal 12 sampai 16

157
UUDP. Dalam Pasal 11 UUDP menentukan bahwa dokumen perusahaan dapat dialihkan

ke dalam micro film atau media lainnya. Micro film adalah film yang memuat rekaman

bahan tertulis, tercetak, dan tergambar dalam ukuran yang sangat kecil. Sedangkan yang

dimaksud dengan media lainnya adalah penyimpanan informasi yang bukan kertas dan

mempunyai tingkat keamanan tinggi dan menjamin keaslian dokumen yang dialihkan

misalnya CD, Harddisk, Flashdisk, dan media penyimpanan lainnya. Dalam mengalihkan

dokumen perusahaan, pimpinan wajib mempertimbangkan kegunaan isi naskah asli

dokumen yang perlu tetap disimpan karena mengandung nilai tertentu demi kepentingan

perusahaan dan nasional.

251

Sebelum melakukan pengalihan, perusahaan yang bersangkutan wajib melakukan

persiapan dan penelitian dari berbagai aspek atas dokumen perusahaan yang akan

dialihkan. Persiapan dan penelitian dari berbagai aspek sebelum melakukan pengalihan

meliputi :

1. Aspek ekonomi, misalnya penentuan jenis dokumen-dokumen yang perlu dialihkan

dengan mempertimbangkan factor biaya dan efisiensi,proses pengalihan akan

dilakukan sendiri atau menggunakan jasa perusahaan lain;

2. Aspek teknis, misalnya pemilihan pertelaan yang digunakan untuk mengalihkan jenis

microfilm atau media lainnya yang akan dipakai;

3. Aspek administratif, misalnya perlu dibentuk suatu organisasi tersendiri atau tidak,

pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan pengalihan, penyusunan mekanisme kerja

pengalihan dokumen.

Dalam pengalihan dokumen perusahaan, pimpinan perusahaan atau pejabat yang

ditunjuk wajib menjamin keamanan proses pengalihan agar :

a. Dokumen perusahaan hasil pengalihan, yang disimpan di dalam microfilm atau

media lainnya tersebut, merupakan dokumen pengganti yang sepenuhnya sama

dengan naskah aslinya;

b. Microfilm atau media lainnya tetap dalam keadaan baik untuk dapat disimpan

dalam jangka waktu sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan mengenai

158
daluwarsa suatu tuntutan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku; dan

c. Dokumen hasil pengalihan dapat dibaca atau dicetak kembali di atas kertas

Tujuan Pembelajaran 1.8:

Menjelaskan Tentang Legalisasi Pengalihan Dokumen dan Pemusnahan Dokumen

Perusahaan

Ada hal penting lain, jika perusahaan melakukan pengalihan dokumen asli

perusahaan ke dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya, yaitu harus di Legalisasi.

252

Legalisasi ini bertujuan untuk menerangkan dan menyatakn bahwa isi daripada dokumen

perusahaan yang ada di dalam mikrofilm atau media lainnya itu sesuai dengan aslinya.

Legalisasi dokumen yang dilakukan oleh pemimpin perusahaan harus disertai pejabat

yang ditunjuk di lingkungan perusahaan dan dibuatkan berita acara. Berita acara tersebut

sekurang-kurangnya memuat :

1. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukannya legalisasi;

2. Keterangan bahwa pengalihan dokumen perusahaan telah dilakukan sesuai dengan

aslinya;

3. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan.

Menurut Pasal 19 Undang-Undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen

Perusahaan menyebutkan bahwa: “Pemusnahan catatan, bukti pembukuan, dan data

pendukung administrasi keuangan dilaksanakan berdasarkan putusan dari pimpinan

perusahaan. Sedangkan pemusnahan data pendukung administrasi keuangan dilaksanakan

berdasakan retensi. Sedangkan pemusnahan dokumen perusahaan yang telah dialihkan ke

dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya dapat segera dilaksanakan kecuali ketentuan

lain oleh pimpinan perusahaan berdasarkan pasal 12 ayat 3 dan 4 U ndang-Undang No.8

Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

Pimpinan perusahaan yang bertanggungjawab atas pemusnahan dokumen

perusahaan atau pejabat lain yang ditunjuk, bertanggungjawab atas segala kerugian

perusahaan dan atau pihak ketiga dalam hal :

159
1. Pemusnahan dokumen perusahaan dilakukan sebelum habis jangka waktu wajib

simpan, atau

2. Pemusnahan dokumen perusahaan dilakukan, sedangkan diketahui atau patut

diketahui bahwa dokumen perusahaan tersebut masih tetap harus disimpan,

karena mempunyai nilai guna baik yang berkaitan dengan kekayaan, hak, dan

kewajiban perusahaan maupun kepentingan lainnya.

253

Pemusnahan dokumen perusahaan di atas dilaksanakan dengan pembuatan berita

acara dengan mengingat persyaratan yang ditentukan pasal 21 Undang-Undang

No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Berita acara memuat :

1. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya pemusnahan;

2. Keterangan tentang pelaksanaan pemusnahan; dan

3. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang melaksanakan pemusnahan.

Berita acara pemusnahan dokumen perusahaan sekurang-kurangnya dibuat dalam

rangkap 3 dengan ketentuan :

1. Lembar pertama untuk pimpinan perusahaan;

2. Lembar kedua untuk unit pengolahan; dan

3. Lembar ketiga untuk unit kearsipan.

Pada setiap lembar berita acara pemusnahan dilampirkan daftar pertelaan

dokumen yang dimusnahkan. Pelaksanaan pemusnahan dokumen perusahaan wajib

disaksikan oleh 2 orang pejabat dari perusahaan yang bersangkutan. Pengalihan dokumen

perusahaan yang telah dilegalisasi merupakan alat bukti hukum yang sah. Keabsahan ini

telah memperoleh dukungan hukum dari Undang-Undang No.11 Tahun 2018 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE). UUITE telah menegaskan, bahwa

informasi elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah. Selain legalisasi hasil

pengalihan, hasil cetak dari hasil pengalian itupun, untuk keperluan tertentu, dapat

dilakukan legalisasi.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Pengertian Wajib Daftar Perusahaan !

160
2. Sebutkan Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan !

3. Jelaskan tentang Perusahaan yang Wajib Didaftarkan dan Tidak Wajib Didaftarkan !

4. Jelaskan tentang Arti Penting Pendaftaran/ Tujuan, Sifat, dan manfaat !

254

5. Jelaskan tentang Pengertian Dokumen Perusahaan !

6. Jelaskan tentang Kekuatan Pembuktian Dokumen Perusahaan !

7. Jelaskan tentang Pengalihan Dokumen Perusahaan dan Tata Cara Pengalihan !

8. Jelaskan tentang Legalisasi Pengalihan Dokumen dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan

D. GLOSARIUM

Warkat-warkat (dokumen tertulis yang bentuk dan penggunaannya ditetapkan menurut

aturan tertentu dan merupakan bukti transaksi, contoh : cek, giro).

Hard copy (hasil cetak)

Microfilm (film yang memuat rekaman bahan tertulis, tercetak, dan tergambar dalam ukuran

yang sangat keci)

E. DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2006

Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentan Wajib daftar Perusahaan

Keputusan Menperindag:No 596/MPP/KEP/9/2004 Tentang Standart Penyelenggaraan

Wajib Daftar Perusahaan.

Keputusan Menteri Perdagangan: No 285/KP/II/85 Tentang Pejabat Penyelenggara Wajib

Daftar Perusahaan.

Keputusan Menteri Perdagangan: No 286/KP/II/85 Tentang Penetapan Tarif Biaya

Administrasi Wajib Daftar Perusahaan.

\Keputusan Menteri Perdagangan : No 288/kp/II/85 Tentang Hal-hal Yang Wajib

Didaftarkan Khusus Bagi Perseroan Terbatas Yang Menjual Sahamnya Dengan

Perantaraan Pasal Modal.

Undan

161
PERTEMUAN KE 17:

HUKUM SURAT BERHARGA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai pengertian surat berharga, dasar

hukum Surat Berharga, penggolongan surat berharga, jenis-jenis surat berharga, fungsi

surat berharga, dasar hukum yang mengikat antara penerbit dan pemegang surat

berharga. Anda harus mampu :

1.1 Menjelaskan tentang pengertian surat berharga.

1.2 Menjelaskan tentang dasar hukum Surat Berharga

1.3 Menjelaskan tentang penggolongan surat berharga

1.4 Menjelaskan tentang jenis-jenis surat berharga

1.5 Menjelaskan tentang fungsi surat berharga

1.6 Menjelaskan tentang dasar hukum yang mengikat antara penerbit dan pemegang surat

berharga

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian Surat Berharga

Mengenai pengertian atau definisi surat berharga tidak terdapat dalam peraturan

perundang-undangan, oleh karena itu dalam tulisan ini akan diambil pendapat dari para

sarjana. Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sebagai pelaksanaan

pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran

di sini tidak menggunakan mata uang melainkan dengan alat pembayaran lain yaitu surat

berharga. Dari definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa surat

berharga pada dasarnya adalah suatu surat yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai

pelaksanaan prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang dari suatu perikatan yang

terjadi sebelummya.

256

Menurut Djoko Imbawani Atmadjaja bahwa: “Salah satu klausula dalam suatu

transaksi dagang tidak lepas dari masalah pembayaran. Pembayaran dalam hukum

162
perdata merupan salah satu unsur yang menyebaban suatu perikatan itu berlahir. Secara

umum pembayaran dalam suatu perikatan perdata adalah penyerahan prestasi, atau yang

lebih sempit adalah penyerahan suatu sejumlah uang sebagai kewajiban pembeli sesuai

dengan harga barang yang telah disepakati”.

Menurut Zainal Asikin bahwa: “Hukum Surat berharga adalah sebuah dokumen

yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran

sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar kepada pihak -pihak yang memegang

surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak

ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan”.

Selanjutnya Zainal Asikin mengatakan bahwa: “Surat berharga adalah surat

pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivative dan surat

berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang

lazim diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar uang”.

Lebih lanjut Zainal

Asikin mengatakan bahwa: “Surat berharga adalah sepucuk surat yang bernilai uang,

serta memberikan hak kepada pemegangnya atas apa yang tercantum di dalamnya. Dan

surat berharga ini mudah dan dapat diperdagangkan”

H.M.N Purwosutjipto bahwa: “Surat berharga adalah surat bukti tuntutan hutang,

pembawa hak dan mudah dijualbelikan. Hal ini mengandung beberapa unsur, seperti”:

1. Surat bukti tuntutan hutang ialah perikatan yang harus ditunaikan oleh

penandatangan akta, sebaliknya penerima akta itu mempunyai hak menuntut

kepada orang yang menandatangani akta tersebut.

163
Djoko Imbawani Atmadjaja, Hukum Dagang Indonesia, (Sejarah, Pengertian, Dan Prinsip -Prinsip

Hukum Dagang), Setara Press, Malang, 2012 ,hal. 247.

Zainal Asikin, Hukum Dagang, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, hal.73

Ibid.

Ibid.

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1990, hal. 5.

257

2. Pembawa hak ialah pemegang hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur yang

berarti bahwa hak tersebut melekat pada akta surat berharga, seolah - olah

menjadi satu atau senyawa.

3. Mudah diperjualbelikan yakni agar surat berharga itu mudah di perjualbelikan,

maka harus diberi bentuk kepada pengganti (aan order) atau bentuk kepada

pembawa (aan toonder).

Menurut Emmy Pangaribuan: “Bahwa suatu surat disebut surat berharga

haruslah dalam surat itu tercantum nilai yang sama dari perikatan dasarnya.

Perikatan dasar inilah yang menjadi causa diterbitkannya surat berharga tersebut.

Dengan kata 8 lain bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga karena di

dalam surat itu tercantum nilai perikatan dasarnya”.

Pengertian surat berharga menurut Abdulkadir Muhammad bahwa: “Surat

berharga adalah surat yang menurut penerbitannya sengaja diterbitkan sebagai

pelaksana pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang.

Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang

melainkan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu suatu surat yang di

dalamnya mengandung perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup,

164
untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang tersebut.”.

Definisi surat berharga yang dikemukakan oleh Wirjono Projodikoro,

bahwa: “Surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang

tunai, jadi yang dapat dipakai untuk melakukan pembayar an. Ini berarti pula

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Penerbit Seksi Hukum Dagang

Fakultas Hukum Gajah Mada, Jogjakarta, 1982, hal. 19.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,

hal.5.

258

bahwa suratsurat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan

dengan uang tunai atau negotiable instruments”.

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan Tentang Dasar Hukum Surat Berharga

Pengaturan surat berharga terbagi menjadi 2 (dua) yaitu surat berharga yang

diatur di dalam KUHD dan surat berharga yang diatur di luar KUHD. Surat berharga

yang diatur, surat sanggup, promese, serta kuitansi-kuitansi atas tunjuk. Sistematika

peraturan untuk surat berharga yang diatur dalam KUHD adalah:

1. Wesel, yang diatur dalam Buku I Titel keenam bagian pertama sampai dengan

bagian kedua belas KUHD.

2. Surat sanggup diatur dalam Buku I Titel keenam dalam bagian tiga belas KUHD.

3. Cek diatur dalam Buku I Titel ketujuh dalam bagian kesepuluh KUHD.

4. Kwitansi-kwitansi atas tunjuk diatur dalam Buku I Titel ketujuh dalam bagian

kesebelas KUHD.

Jadi pengaturan surat berharga itu semua ada di dalam Buku I Titel 6 dan 7

KUHD.

165
Menurut Kingkin Wahyuningdiah bahwa: “Surat berharga, tidak hanya terdapat

dalam KUHD. Akibat dari perkembangan masyarakat dan kebutuhan praktis dunia

perdagangan sehingga hukum itu selalu menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan

masyarakat. Surat-surat berharga di luar KUHD antara lain”:

1) surat bilyet giro ;

Projodikoro, Wirjono, Hukum Wesel, Cek dan Aksep di Indonesia, Penerbit Sumur Bandung. Bandung,

1992, hal. 34.

Wahyuningdiah, Kingkin, Dimensi Hukum Surat Berharga, Unila, Bandar Lampung, 2007, hal. 26.

259

2) surat kredit berdokumen dalam negeri ;

3) surat berharga komersial.

Oleh karena itu, berdasarkan pengelompokan diatas, dapat dikatakan bahwa surat

bilyet giro merupakan jenis surat berharga yang tidak diatur di dalam KUHD, namun

bilyet giro tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di zaman

modern yang lebih mengutamakan hal-hal bersifat praktis dalam menjalankan lalu lintas

perdagangan dan pembayaran.

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Tentang Penggolongan Surat Berharga

1. Menurut isi perikatan dasarnya, menggolongkan surat atas tunjuk dan atas

pengganti menjadi 3 golongan yaitu :

a. Surat berharga yang mempunyai sifat kebendaan, misalnya : konosemen

b. Surat berharga yang mempunyai sifat keanggotaan, misalnya : saham

c. Surat berharga yang mempunyai sifat tagihan hutang (utang piutang),

misalnya: wesel, cek, surat aksep, promis, kwitansi.

2. Surat berharga dalam lembaga keuangan, yaitu:

a. Surat berharga yang dikenal dalam lembaga keuangan bank, misalnya :

166
sertifikat deposito, simpanan giro dan cek.

b. Surat berharga pada lembaga keuangan non bank, misalnya : efek (pasar

modal), interbank call money.

c. Surat berharga dalam kegiatan perdagangan internasional, misalnya : Bill

of Lading (konosemen), dokumen barang seperti invoice (faktur), polis

asuransi

260

Tujuan Pembelajaran 1.4:

Menjelaskan Tentang Jenis-jenis Surat Berharga

Pengaturan Surat berharga terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang

dan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Jenis Surat Berharga yang diatur dalam

Kitab Undang Undang Hukum Dagang yaitu:

1. Surat wesel

Menurut Dijan Wijiowati bahwa: “Surat berharga yang memuat kata

wesel didalamnya, diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dimana

penerbit member perintah tak bersyarat kepada tertarik untuk membayar

sejumlah uang kepada orang yang ditunjuk atau penggantinya pada tanggal

dan tempat tertentu”.

10

Selanjutnya Dijan Wijiowati menyebutkan bahwa: “Surat wesel

mempunyai unsure-unsur sebagai berikut”:

11

a. Surat wesel mempunyai judul atau nama “surat wesel”

b. Surat wesel memiliki perintah tak bersyarat untuk membayar suatu

jumlah uang tertentu.

c. Surat wesel memiliki nama orang atau pihak yang harus membayar

(tertarik).

d. Surat wesel memiliki hari dan tanggal jatuh tempo pembayaran.

e. Surat wesel memiliki tempat dilakukan pembayaran.

167
f. Surat wesel memiliki nama orang atau pihak sebagai penerima

pembayaran.

10

Dijan Wijiowati, Hukum Dagang, CV. Andi, Yagyakarta, 2012, hal.172.

11

Ibid, hal. 173.

261

g. Surat wesel memiliki hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat

wesel itu.

h. Surat wesel memiliki tanda tangan dari orang atau pihak yang

mengeluarkan surat wesel itu (penarik)

2. Surat sanggup

Menurut Dijan Wijiowati bahwa: “Dalam arti surat berharga yang

memuat kata “askep” atau promes dalam mana penerbit menyanggupi untuk

membayar sejumlah uang kepada orang yang disebut dalam surat sanggup itu

atau penggantinya atau pembawanya pada hari bayar”.

12

Berdasarkan pasal 174 KUHD, surat sanggup memiliki unsure-unsur

sebagai berikut:

a. Surat sanggup memiliki klausula tertunjuk maupun sebutan, “surat

sanggup” atau promes kepada tertunjuk yang digunakan dalam hak

atas itu.

b. Surat sanggup memiliki materi peyanggupan tak bersyarat untuk

membayar sejumlah uang tertentu.

c. Surat sanggup memiliki pernyataan yang menunjukkan tentang hari

jatuh tempo dan tempat pembayaran yang harus dilakukan.

d. Surat sanggup memiliki nama orang atau pihak sebagai penerima

pembayaran.

e. Surat sanggup memiliki hari ditandatangani beserta tempat penarikan

168
surat sanggup.

f. Surat sanggup memiliki tanda tangan dari orang atau pihak yang

mengeluarkan surat sanggup (penarik).

Perbedaan antara surat sanggup dengan wesel adalah sebagai berikut:

12

Ibid, hal. 174

262

a. Surat sanggup tidak mempunyai tersangkut

b. Penerbit dalam surat sanggup tidak memberikan perintah untuk

membayar, tetapi menyanggup

c. untuk membayar.

d. Penerbit surat sanggup tidak menjamin seperti penerbit wesel, tetapi

melakukan pembayaran sendiri

e. Sebagai debitur surat sanggup.

f. Penerbit surat sanggup tidak menjadi debitur regres, tetapi debitur

surat sanggup.

g. Penerbit surat sanggup merangkap kedudukan sebagai akseptan pada

wesel yaitu mengikatkan diri untuk membayar.

3. Cek

Menurut Dijan Wijiowati bahwa: “Surat berharga yang berisi perintah

tidak bersyarat kepada bank yang memelihara rekening nasabah untuk

membayarkan suatu jumlah uang tertentu kepada orang tertentu atau yang

ditunjuk olehnya atau kepada pembawanya”.

13

Berdasarkan pasal 178 KUHD cek memiliki unsur-unsur sebagai

berikut:

a. Memiliki judul atau nama “cek”

b. Cek memiliki perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang

tertentu.

169
c. Cek memilki nama atau pihak yang harus membayar

d. Cek memiliki tempat dilakukan pembayaran

e. Cek memilki hari ditandatangani beserta tempat penarikan cek itu.

f. Cek memilki tanda tangan dari orang atau pihak yang mengeluarkan cek

itu.

13

Ibid, hal. 169

263

4. Promes atas Unjuk

Menurut Joni Emirzon bahwa: “Suatu surat yang ditanggali dimana

penandatangannya sendiri berjanji akan membayar sejumlah uang yang

ditentukan di dalamnya kepada tertunjuk pada waktu diperlihatkan pada

suwaktu waktu tertentu.Promes artinya janji untuk membayar sejumlah uang.

Sifat dari surat promes atas unjuk adalah atas tunjuk (aan toonder) artinya

siapa saja yang memegang surat itu dan setiap saat memperlihatka nnya

kepada yang bertandatangan ia akan memperoleh pembayaran”.

14

Jenis surat berharga yang diatur di Peraturan Perundang Undangan lain di luar

Kitab Undang Undang Hukum Dagang antara lain:

1. Bilyet Giro

Menurut Imam Prayogo bahwa: “surat perintah nasabah yang telah

di standarisasi bentuknya, kepada bank penyimpan dana untuk

memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan

kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama

atau pada bank lainnya. Dengan demikian pembayaran dana billet giro

tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahkan

melalui endosemen”.

15

2. Commercial Paper

170
Menurut Rachmadi Usman bahwa:

“Commercial Paper adalah surat berharga tanpa jaminan spesifik yang

diterbitkan oleh perusahaan bukan bank, diperdagangkan melalui bank

14

Emirzon Joni, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya Di Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta,

2002, hal. 88

15

Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Surat Berharga Alat Pembayaran Dalam

Masyarakat Modern, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal.227

264

atau perusahaan efek, berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto.

Jadi pada esensialnya Commercial Paper merupakan surat sanggup yang

tujuan penerbitannya untuk dalam waktu yang relative pendek

mendapatkan sejumlah modal kerja bagi pembiayaan perusahaan penerbit

dengan cara mengikatkan diri janji tidak bersyarat untuk membayar

sejumlah uang tertentu kepada pemegang/pembawa commercial pap er

pada hari bayar yang telah ditentukan”.

16

3. Sertifikat Bank Indonesia.

Adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah, yang diterbitkan

Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan

sistem diskonto.

Tujuan Pembelajaran 1.5:

Menjelaskan Tentang Fungsi Surat Berharga

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai

pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan

menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain yang berupa

surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga untuk membayar

sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.

171
Menurut Farida Hasyim bahwa: Surat berharga mempunyai tiga fungsi yaitu”:

17

1. Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang);

2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah

atau sederhana);

3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).

16

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

2001, hal.92.

17

Farida Hasyim, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 233

265

Selanjutnya Farida Hasyim mengatakan bahwa: “Tujuan penerbitan surat

berharga adalah untuk berbagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang.

Meskipun telah disebutkan bahwa surat wesel, cek adalah dapat diperjualbelikan dengan

mudah, tetapi dilakukan hanya apabila terjadi insiden saja.Namun demikian, tidak harus

selalu begitu atau bersifat mutlak karena tujuan penerbitannya bukanlah untuk

diperjualbelikan”.

18

Tujuan Pembelajaran 1.6:

Menjelaskan Tentang Dasar Hukum Yang Mengikat Antara Penerbit dan Pemegang

Surat Berharga

Menurut Farida Hasyim bahwa: “ Pada mulanya apa yang disebut hak dan

kewajiban di dalam lalu lintas perdagangan adalah ditimbulkan oleh ad anya transaksi

perdagangan. Pihak yang satu berhak atas penyerahan barang dan pihak lainnya berhak

atas pembayaran. Pihak yang satu berkewajiban untuk menyerahkan barang dan pihak

lainnya berkewajiban untuk melakukan pembayaran”.

19

Dasar mengikat para pihak yang terlibat dalam penerbitan surat berharga adalah :

172
1. Teori Dasar

a. Teori Kreasi

Surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena tindakan

penerbit menandatangani surat berharga tersebut. Teori ini

dikemukaan oleh Heinert, seorang sarjana hukum Jerman pada

tahun 1839, kemudian diteruskan oleh Kuntze dalam bukunya

Dielehre Vanden Inhaberpapieren pada tahun 1857. Menurut teori

ini, yang menjadindasar hukum mengikatnya surat berharga antara

18

Ibid

19

Ibid, hal. 234.

266

penerbit dan pemegang. Karena ada perikatan itu, penerbit

bertanggung jawab membayar kepada pemegang surat berharga

itu,walaupun tanpa perjanjian dengang pemegang berikutnya.

b. Teori Kepatutan

Penerbit surat berharga terikat dan harus membayar surat berharga

kepada siapapun pemegangnya. Tetapi jika pemegang surat

berharga tergolong “tidak pantas” maka penerbit tidak terikat

untuk membayarnya. Kata “pantas” maksudnya adalah menurut

cara yang lazim, yang diakui oleh masyarakat dan dilindungi oleh

hukum.

Teori ini masih berkaitan dengan teori kreai. Teori Kreasi

menyatakan bahwa penerbit yang menandatangani surat itu tetap

terikat untuk membanyar kepada pemegang, meskipun pemegang

tidak jujur. Maka dari itu, harus ada pernyataan persetujuan dari

pihak lainnya yang dalam hal ini adalah pemegang aslinya.

c. Teori Perjanjian

173
Sebab surat berharga mengikat penerbitnya karena penerbit telah

membuat suatu perjanjian dengan pihak pemegang surat berharga

tersebut yakni perjanjian membayar.

Teori ini dikemuakan oleh Hthoi, seorang sarjana hukum Jerman

(1987). Menurut teori ini, yang menjadi dasar hukum mengikatnya

Surat Berharga antara penerbit danpemegang adalah surat

perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak, yaitu penerbit yang

menandatangani dan pemegang pertama yang menerima surat

berharga itu. Di perjanjian, disetujui bahwa jika pemegang pertama

mengalihkan surat itu kepada pemegang berikutnya, penerbit tetap

267

terikat bertanggung jawab untuk membayar. Dalam keadan

tertentu, teori ini bisa diterima karena masih tetap didasarkan pada

perjanjian.

d. Teori Penunjukan

Sebab surat berharga mengikat penerbitnya karena pihak

pemegang surat berharga menunjukkan surat berharga tersebut

kepada penerbit untuk mendapatkan pembayarannya.

Teori ini dikemukakan oleh sarjana hukum tersohor Land (1881)

dan Wittenwall (1893), dan di Jerman sendiri oleh Rieser. Menurut

teori ini, yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga

antara penerbit dan pemegang adalah perbuatan penunjukan surat

itu kepada debitur. Debitur yang pertama adalah penerbit selaku

debitur wajib membayarnya. Teori ini tidak sesuai dengan fakta

karena pembayaran adalah pelaksanaan dari suatu

perjanjian/perikatan.

2. Perikatan Dasar

Awal terbitnya surat berharga tidak akan terlepas dari perjanjian atau

selalu didahului dengan suatu transaksi atau perbuatan hukum antara para

174
pihak dengan kata lain adanya perikatan dasar. Perikatan tersebut

berbentuk perjanjian. Penerbitan surat berharga merupakan tindak lanjut

dari perikatan dasarnya.Dalam penerbitan surat berharaga dikenal

klausula-klausula yang dapat menunjukkan cara peralihan serta akibat

hukumnya. Klausula-klausula yang terdapat dalam surat berharga yaitu:

a. Klausula atas pembawa atau atas unjuk (aan toonder)

Yaitu surat berharga yang pengalihannya cukup dengan

menyerahkan surat berharga tersebut kepada pemegang berikutnya.

268

b. Klausula atas pengganti (aan order)

Yaitu surat berharga yang pengalihannya dengan cara endosemen.

Suatu surat dapat di kategorikan sebagai surat berharga yaitu

apabila surat tersebut memenuhi syarat-syarat umum sebagai

berikut:

1. Nama surat

Surat berharga harus diberi atau dituliskan nama dari surat

tersebut. Surat tersebut bernama wesel atau cek atau surat

sanggup, dan lain sebagainya. Penamaan surat ini harus

terdapat di dalam suatu surat berharga.

2. Perintah atau janji tanpa syarat

3. Nama orang yang harus membayar

4. Hari gugur

5. Tempat pembayaran

6. Nama orang kepada siapa atau kepada penggantinya

pembayaran harus dilakukan

7. Tanggal, tempat surat diterbitkan

8. Tanda tangan penerbit

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Pengertian Pengertian Surat

175
Berharga !

2. Jelaskan tentang Dasar Hukum Dasar Hukum Surat Berharga !

3. Jelaskan tentang Penggolongan Surat Berharga !

4. Jelaskan tentang Jenis-jenis Surat Berharga!

269

5. Fungsi Surat Berharga

6. Dasar Hukum yang mengikat antara Penerbit dan Pemegang Surat Berharga

D. GLOSARIUM

Invoice (faktur)

“Commercial Paper adalah surat berharga tanpa jaminan spesifik yang diterbitkan oleh

perusahaan bukan bank, diperdagangkan melalui bank atau perusahaan efek, berjangka

waktu pendek dengan sistem diskonto.

Klausula atas pembawa atau atas unjuk (aan toonder)

Klausula atas pengganti (aan order)

E. DAFTAR PUSTAKA

Dijan Wijiowati, Hukum Dagang, CV. Andi, Yagyakarta, 2012

Djoko Imbawani Atmadjaja, Hukum Dagang Indonesia, (Sejarah, Pengertian, Dan

Prinsip -Prinsip Hukum Dagang), Setara Press, Malang, 2012

Emirzon Joni, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya Di Indonesia, PT.

Prenhallindo, Jakarta, 2002

Farida Hasyim, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta,

1990

Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Surat Berharga Alat Pembayaran

Dalam Masyarakat Modern, Rineka Cipta, Jakarta, 1991

Abdulkadir Muhammda, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2003

Projodikoro, Wirjono, Hukum Wesel, Cek dan Aksep di Indonesia, Penerbit Sumur

Bandung. Bandung, 1992, hal.

176
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 2001

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Penerbit Seksi

Hukum Dagang Fakultas Hukum Gajah Mada, Jogjakarta, 1982

270

Wahyuningdiah, Kingkin, Dimensi Hukum Surat Berharga, Unila, Bandar Lampung,

2007

Zain

PERTEMUAN 18:

HUKUM KEPAILITAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenaiPengertian Dan Dasar

Hukum Kepailitan, Pihiak-Pihak Dalam Kepailitan, Syarat-Syarat Pengajuan

Permohonan Pailit, Prosedur Pengajuan Permohon Pailit, Akibat Putusan

Hukum Kepailitan, Upaya Hukum Dalam Kepailitan, Anda harus mampu

menjelaskan :

1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan

1.2 Pihak-Pihak Dalam Kepailitan

1.3 Syarat-Syarat Pengajuan Permohonan Pailit

1.4 Prosedur Pengajuan Permohon Pailit

1.5 Akibat Putusan Hukum Kepailitan

1.6 Upaya Hukum Dalam Kepailitan

B. URAIAN MATERI

TujuanPembelajaran 1.1:

Pengertian dan Dasar HukumKepailitan

Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit.

Istilah pailit

berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

177
sebagai kata benda dan sebagai kata sifat. Istilah Faiyit sendiri berasal

dari bahasa Perancis yaitu Faillite yang berarti pemogokan atau

kemacetan pembayaran.

Pada negara yang berbahasa Inggris pailit dan

Victor Situmorang & Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1994), hal. 18.

Kartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran(Jakarta:Pramadya

Pramita, 1974), hal. 11.

272

kepailitan menggunakan istilah bankrupt dan bankruptcy. Pailit adalah

suatu keadaan dimana seorang Debitor tidak membayar utang -utangnya

yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Martias gelar Iman Radjo Mulano mengemukakan pailit

sebagaimana yang ditentukan dalam Kitab Undang -Undang Hukum

Perdata (KUH Pdt) yaitu seluruh harta dari kekayaan Debitor menjadi

jaminan untuk seluruh utang-utangnya. Pailit merupakan penyitaan

umum atas seluruh kekayaan Debitor untuk kepentingan Kreditor secara

bersama-sama.

Pengertian atau definisi kepailitan yang terdapat dalam Pasal 1

angka 1 Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU) adalah sita umum atas
semua kekayaan Debitor pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.

178
Kepailitan juga diartikan sebagai suatu proses dimana:

1. Seorang Debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk

membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini

Pengadilan Niaga dikarenakan Debitor tersebut tidak dapat

membayarutangnya.

2. Harta Debitor dapat dibagikan kepada para Kreditor sesuai dengan

peraturan kepailitan.

Zaeny Asyhadie, Hukum Bisnis Proses dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 225

Martias gelar Iman Radjo Mulano, Pembahasan Hukum; Penjelasan-Penjelasan IstilahIstilah Hukum
Belanda Indonesia untuk Studi dan Praktik, (Medan: PD. Sumut,1969)

Rudi A. Lontoh, et al., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hal. 23.

273

Berdasarkan definisi atau pengertian yang diberikan para sarjana

diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepailitan merupakan suatu

keadaan dimana seorang Debitor berhenti membayar utang-utangnya

kepada Kreditor. Debitor itu dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan

Niaga atas permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Debitor itu

sendiri atau Kreditor. Terhadap putusan atas permohonan pernyataan

pailit tersebut, Pengadilan Niaga dapat menunjuk Kurator untuk

melakukan pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta Debitor

pailit. Kurator kemudian membagikan harta Debitor pailit kepada para

Kreditor sesuai dengan piutangnyamasing-masing.

Pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia telah ada sejak

179
berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van

Koophandel) Buku III tentang Ketidakmampuan Pedagang yang hanya

berlaku bagi pedagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

(Reglement op de Rechtsvordering Staatblads 1847-52 jo. 1849-63) Buku

III Bab VII tentang Keadaan Nyata-Nyata Tidak Mampu yang berlaku

bagi orang-orang bukan pedagang. Dua aturan kepailitan tersebut

kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang Kepailitan

(Faillissements Verordening Staatblads 1905 Nomor 217 jo. Staatblads

1906 Nomor 348) yang berlaku bagi semua orang, baik pedagang

maupun bukan pedagang, baik perseorangan maupun badan hukum.

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada pertengahan Tahun

1997 telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap

perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap

dunia usaha dalam menyelesaikan utang-piutang untuk meneruskan

kegiatannya. Faillissements Verordening yang masih berlaku pada saat

itu sebagian besar materinya sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu

274

dilakukan penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan di dalamnya.

Pada tanggal 22 April 1998 dibentuklah Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 untuk

menggantikan berlakunya Faillissements Verordening. Perpu tersebut

kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998,

namun perubahan tersebut belum juga memenuhi perkembangan dan

kebutuhan hukum masyarakat sehingga dibentuk Undang-Undang Nomor

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UUK-PKPU).

UUK-PKPU ini mempunyai cakupan lebih luas baik dari segi norma,

ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang-piutang.

180
Cakupan yang lebih luas tersebut diperlukan karena adanya

perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sedangkan

ketentuan yang selama ini berlaku belum memadai sebagai sarana hukum

untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka

dan efektif.

Beberapa pokok materi baru yang diatur dalam UUK-PKPU ini

antara lain diatur secara tegas mengenai batasan dalam pengertian utang

dan pengertian jatuh waktu, mengenai syarat-syarat dan prosedur

permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU termasuk

pemberian jangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan atas

permohonan pernyataan pailit dan PKPU, oleh karena itu undang-undang

ini masih berlaku sampai sekarang karena sesuai dengan kebutuhan

hukum masyarakat

Tujuan dikeluarkannya UUK-PKPU adalah untuk:

a. Menghindari pertentangan apabila ada beberapa Kreditor pada waktu

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004

275

yang sama meminta pembayaran piutangnya dari Debitor.

b. Menghindari adanya Kreditor yang ingin mendapatkan hak istimewa,

yang menuntut haknya dengan cara menguasai sendiri barang milik

Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau

Kreditorlainnya.

c. Menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh Debitor sendiri,

seperti melarikan harta kekayaan Debitor untuk melepaskan tanggung

jawab terhadapKreditor.

d. Membagikan harta Debitor secara adil dan seimbang menurut besar

181
atau kecilnya piutangmasing-masing.

TujuanPembelajaran 1.2:

Pihak-Pihak dalam Kepailitan

Adapun pihak-pihak yang terlibat terlibat dalam proses kepailitan

adalah sebagai berikut:

1. Pihak PemohonPailit

Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah

pihak Pemohon Pailit yaitu pihak yang dapat mengajukan

permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga. Pihak-pihak

Pemohon Pailit berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU

yaitu Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

Kreditornya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU di atas

maka dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang berhak mengajukan

permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga adalah sebagai

276

berikut:

2. Pihak Debitor itu sendiri.

Permohonan pernyataan pailit yang diajukan sendiri oleh

Debitor (voluntary petition) menandakan bahwa permohonan

pernyataan pailit bukan saja dapat diajukan untuk kepentingan para

Kreditornya tetapi dapat pula diajukan untukkepentingan Debitor

sendiri. Debitor harus dapat mengemukakan dan membuktikan bahwa

ia memiliki lebih dari satu Kreditor dan tidak membayar salah satu

utang Kreditornya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Tanpa

membuktikan hal itu maka pengadilan akan menolak permohonan

182
pernyataan pailit tersebut.

3. Salah satu atau lebih dari pihakKreditor.

Syarat seorang Kreditor untuk mengajukan permohonan

pernyataan pailit tentu sama dengan syarat yang harus dipenuhi

Debitor dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap

dirinya karena landasan bagi keduanya adalah Pasal 2 Ayat (1) UUKPKPU. Selain itu, UUK-PKPU juga
mengatur mengenai pihak- pihak

diluar perjanjian utang-piutang antara Debitor dan Kreditor yang bisa

mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Debitor-Debitor

tertentu, yaitu:

(1) Kejaksaan

Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh kejaksaan

diatur dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (2) UUK-PKPU. Kejaksaan

dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit untuk

kepentingan umum dengan syarat bahwa ketentuan dalam Pasal 2

Ayat (1) UUK-PKPU terpenuhi dan tidak ada pihak yang

mengajukan permohonan pernyataan pailit atas Debitor itu.

Kepentingan umum dalam Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) UUK-

277

PKPU adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan

masyarakat luas misalnya: Debitor melarikan diri; Debitor

menggelapkan bagian dari harta kekayaan; Debitor mempunyai

utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain

yang menghimpun dana dari masyarakat; Debitor mempunyai

utang yang berasal dari perhimpunan dana dari masyarakat luas;

Debitor beritikad tidak baik atau tidak koperatif dalam

menyelesaikan masalah utang-piutang yang telah jatuh waktu;

Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan

kepentingan umum.

183
Adapun tata cara pengajuan permohonan pernyataan pailit

oleh kejaksaan adalah sama dengan permohonan pernyataan pailit

yang diajukan oleh Debitor atau Kreditor, hanya saja permohonan

pernyataan pailit yang diajukan oleh kejaksaan dilakuka n tanpa

menggunakan jasa Advokat. Adapun tata cara pengajuan

permohonan pernyataan pailit oleh kejaksaan adalah sama dengan

permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Debitor atau

Kreditor, hanya saja permohonan pernyataan pailit yang diajukan

oleh kejaksaan dilakukan tanpa menggunakan jasa Advokat.

(2) Bank Indonesia

Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Bank

Indonesia diatur dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (3) UUK -PKPU.

Apabila Debitor merupakan bank maka permohonan pernyataan

pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Pengajuan

permohonan pernyataan pailit tersebut harus didasarkan atas

penilaian kondisi keuangan dan perbankan secara keseluruhan.

(3) Bapepam

Permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Bapepam

278

diatur dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (4) UUK-PKPU. Permohonan

pernyataan pailit yang debitornya merupakan Perusahaan Efek,

Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga

Penyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat diajukan oleh Badan

Pengawas Pasar Modal (Bapepam) karena lembaga-lembaga

tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana

masyarakat yang diinvestasikan dalam efek dibawah pengawasan

Bapepam.

(4) Menteri Keuangan

Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan

184
pernyataan pailit apabila Debitor merupakan Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik

Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik berdasarkan

ketentuan dalam Pasal 2 Ayat (5) UUK-PKPU. Dari penjelasan di

atas, dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak pemohon pailit dapat

dilakukan oleh Debitor atau Kreditor dari perjanjian utang-piutang

itu sendiri ataupun pihak lain (lembaga pemerintah) yang sama

sekali tidak ada kaitannya dengan perjanjian utang-piutang antara

Debitor dan Kreditor.

(5) Likuidator

Likuidator perusahaan terbatas dalam hal likuidator tersebut

memperkirakan bahwa utang perseroan lebih besar dari kekayaan

perseroan, yang dalam hal ini kepailitan wajib diajukan oleh

likuidator tersebut kecuali perundang-undangan menentukan lain

atau jika semua Kreditor menyetujui penyelesaian di luar

kepailitan.

4. Pihak DebitorPailit

Pihak Debitor pailit adalah pihak yang memohon/dimohonkan

279

pailit ke pengadilan yang berwenang, dan yang dapat menjadi

Debitor pailit adalah Debitor yang mempunyai dua atau lebih

Kreditor dan tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang

telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Debitor yang mengajukan sendiri

permohonan pernyataan pailit harus dapat mengemukakan dan

membuktikan bahwa ia memiliki lebih dari satu Kreditor dan tidak

membayar salah satu utang Kreditornya yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih. Tanpa membuktikan hal itu maka pengadilan akan

menolak permohonan pernyataan pailit tersebut.

5. Hakim Niaga

185
Perkara kepailitan diperiksa oleh hakim majelis (tidak boleh

oleh hakim tunggal), baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat

kasasi. Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa dan memutus

perkara pada tingkat pertama dalam tugasnya dibantu oleh seorang

Panitera atau seorang Panitera pengganti dan Juru Sita (Pasal 301 ayat

(3) UUK-PKPU).

6. Hakim Pengawas

Secara umum dalam Pasal 65 UUK-PKPU, dinyatakan bahwa

Hakim Pengawas bertugas mengawasi pengurusan dan pemberesan

harta pailit. Sebelum pengadilan mengambil suatu ketetapan dalam

suatu hal yang mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit,

pengadilan harus terlebih dahulu mendengar pendapat dari Hakim

Pengawas. Hakim Pengawas berhak memperoleh segala keterangan

yang diperlukan mengenai kepailitan, mendengar saksi -saksi ataupun

untuk memerintahkan diadakannya penyelidikan oleh ahli-ahli.

7. Kurator

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2000, hal. 73.

280

Dalam Pasal 69 UUK-PKPU disebutkan, tugas Kurator adalah

melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Kurator

dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola harta pailit harus

independen, artinya Kurator yang diangkat tidak ada kepentingan baik

langsung maupun tidak langsung terhadap harta pailit.

813

Adapun

syarat untuk menjadi seorang Kurator yakni:

186
a. Orang perorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki

keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus

dan/atau membereskan harta pailit.

b. Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan tanggung

jawabnya dibidang hukum dan peraturanperundang-undangan.

Menurut penjelasan Pasal 72 ayat (2) huruf a yang dimaksud

dengan “keahlian khusus” adalah mereka yang mengikuti dan lulus

pendidikan Kurator dan Pengurus. Sementara itu yang dimaksud

“terdaftar” menurut Pasal 70 ayat (2) huruf b adalah telah memenuhi

syarat-syarat pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan

adalah anggota aktif organisasi profesi Kurator dan Pengurus.

Pengangkatan Kurator adalah kewenangan pengadilan niaga,

boleh saja masing- masing pihak baik Debitor maupun Kreditor

mengusulkan Kurator yang berbeda tetapi tetap saja kata akhir pada

Majelis Hakim Pengadilan Niaga. Mengenai imbalan jasa Kurator

ditentukan setelah kepailitan berakhir. Pasal 76 UUK-PKPU

menentukan besarnya imbalan jasa yang harus dibayarkan kepada

Kurator ditetapkan oleh Menteri Kehakiman RI. Penjelasan pasal

tersebut mengemukakan bahwa dalam menetapkan pedoman

dimaksud, Menteri Kehakiman RI mempertimbangkan besarnya

Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait

dengan Kepailitan, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hal. 32.

281

imbalan jasa yang lazim dilaksanakan oleh Kurator yang memiliki

kemampuan atau keahlian setara tingkat kerumitanperkara.

8. Panitia Kreditor

Salah satu pihak dalam proses kepailitan adalah apa yang

disebut Panitia Kreditor. Pada prinsipnya, suatu Panitia Kreditor

187
adalah pihak yang mewakili pihak Kreditor sehingga Panitia Kreditor

tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak

Kreditor.

Ada dua macam Panitia Kreditor yaitu:

a. Panitia Kreditor sementara, yakni panitia yang ditunjuk dalam

putusan pernyataanpailit.

b. Panitia Kreditor tetap, yakni yang dibentuk oleh Hakim Pengawas

apabila dalam putusan pailit tidak diangkat Panitia

Kreditorsementara.

TujuanPembelajaran 1.3:

Syarat-Syarat Pengajuan Permohonan Pailit

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit ke

Pengadilan Niaga merupakan hal yang sangat penting karena apabila

permohonan pernyataan pailit tidak memenuhi syarat-syarat yang terdapat

dalam UUK-PKPU maka Pengadilan Niaga tidak akan mengabulkan

permohonan pernyataan pailit tersebut. Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UUKPKPU yang menyatakan bahwa
Debitor yang mempunyai dua atau lebih

Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik

atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu ataulebih

Kreditornya. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU di atas

Ibid., hal. 38.

282

maka syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap

Debitor adalah sebagai berikut:

1. Debitor memiliki dua Kreditor atau lebih

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU seorang

188
Debitor dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga apabila

mempunyai dua Kreditor atau lebih (concursus creditorum). Syarat ini

merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata yang

menyebutkan bahwa harta kekayaan Debitor merupakan jaminan bersama

bagi para Kreditor dan hasil penjualan harta Debitor harus dibagikan

kepada Kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya, kecuali jika dia ntara

Kreditor itu berdasarkan undang-undang harus didahulukan dalam

pembagiannya.

10

Ada 3 macam Kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata yaitu:

a. Kreditor Konkuren adalah para Kreditor yang memperoleh pelunasan

berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing. Para Kreditor

Konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan utang

dari harta Debitor tanpa ada yangdidahulukan.

b. Kreditor Preferen adalah Kreditor yang oleh undang-undang diberikan

hak istimewa untuk mendapatkan pelunasan piutang terlebih dahulu

dibandingkan Kreditor lainnya. Hak istimewa ini diberikan

berdasarkan sifat piutangnya yang harusdidahulukan.

c. Kreditor Separatis adalah Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan

yaitu hipotek, gadai, hak tanggungan dan fidusia. Kreditor separatis

ini dipisahkan dan tidak termasuk dalam pembagian harta Debitor

Pailit. Kreditor ini dapat mengeksekusi sendiri haknya seolah-olah

tidak terjadi kepailitan. Akan tetapi, hak eksekusi jaminan utang

tersebut tidak dapat dilakukan oleh Kreditor Separatis setiap waktu,

Kreditor harus menunggu dengan jangka waktu penangguhan paling

10

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.107.

283

189
lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan atas permohonan

pernyataan pailitdiucapkan.

2. Syarat adanya utang

Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit harus

dapat membuktikan bahwa Debitor itu mempunyai utang kepadanya.

UUK-PKPU mendefinisikan utang dalam Pasal 1 angka 6 yaitu sebagai

kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang,

baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara

langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang

timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib terpenuhi

oleh Debitor, bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk

mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

3. Salah satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta tidak dapat

dibayar.

Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU menyebutkan bahwa syarat utang

yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam Penjelasan Pasal 2 Ayat

(1) UUK-PKPU yaitu kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh

waktu, baik karena telah diperjanjikan, percepatan waktu penagihannya

sebagaimana diperjanjikan, pengenaan sanksi atau denda oleh instansi

yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis

arbitrase. Suatu permohonan pernyataan pailit haruslah dikabulkan

apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa

persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi. Oleh karena itu,

apabila dalam sidang pengadilan terbukti bahwa ada satu utang yang

telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta tidak dapat dibayar oleh Debitor

maka pengadilan menyatakan bahwa Debitor dalam keadaan pailit.

284

TujuanPembelajaran 1.4:

Prosedur Pengajuan Permohonan Pailit

190
Penyelesaian perkara kepailitan dapat dilakukan dengan adanya

permohonan pernyataan pailit oleh Kreditor maupun Debitor sendiri secara

sukarela, atau oleh pihak-pihak lain yang telah ditentukan oleh UUK-PKPU

untuk, kemudian mengajukanpermohonan pailit ke Pengadilan Niaga.

Pengadilan Niaga memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama

dengan hakim majelis, walau demikian hal-hal yang menyangkut perkara

lainnya dibidang perniagaan.

11

Prosedur permohonan dan putusan pernyataan

pailit pada Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11

Undang-Undang Kepailitan.

Adapun prosesnya yaitu sebagaiberikut:

a. Tahap PendaftaranPermohonan

Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UUKPKPU, Pemohon mengajukan
permohonan pernyataan pailit kepada

Pengadilan Niaga. Panitera Pengadilan Niaga wajib mendaftarkan

permohonan tersebut pada tanggal permohonan yang bersangkutan

diajukan dan kepada Pemohon diberikan tandaterima tertulis yang

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama

dengan tanggal pendaftaran (Pasal 6 ayat (2) UUK-PKPU).

12

b. Tahap Pemanggilan Para Pihak

Sebelum persidangan dimulai, pengadilan melalui Juru Sita

melakukan pemanggilan para pihak, antara lain:

a) Wajib memanggil Debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit

diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau

11

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.cit., hal. 139.

12

191
Jono, Hukum Kepailitan, Sina Grafika, Jakarta, 2007, hal. 87.

285

Menteri Keuangan (Pasal 8 ayat (1) huruf aUUK-PKPU);

b) Dapat memanggil Kreditor, dalam hal permohonan pernyataan pailit

diajukan oleh Debitur (voluntary petition) dan terdapat keraguan

bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telahterpenuhi.

c. Tahap Persidangan atas Permohonan PernyataanPailit

Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari setelah tanggal

permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari

permohonan dan menetapkan sidang (Pasal 6 ayat (5) UUK-PKPU).

Sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut diselenggarakan dalam

jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan

didaftarkan (Pasal 6 ayat (6) UUK-PKPU). Atas permohonan Debitor dan

berdasarkan alasan yang cukup seperti adanya surat keterangan sakit dari

dokter, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang pemeriksaan

sampai dengan paling lambat 25 hari setelah tanggal permohonan

didaftarkan (Pasal 6 ayat (7)UUK-PKPU).

d. Tahap Putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit

Putusan Pengadilan Niaga atas permohonan pernyataan pailit

harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan

pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5) UUK-PKPU). Putusan atas

permohonan pernyataan pailit wajib diucapkan dalam sidang terbuka

untuk umum dan wajib memuat secara lengkap pertimbangan hukum

yang mendasari putusan tersebut. Salinan putusan pengadilan atas

permohonan pernyataan pailit disampaikan oleh Juru Sita dengan surat

kilat tercatat kepada Debitor, pihak yang mengajukan permohonan

pernyataan pailit, Kurator, dan Hakim Pengawas paling lambat 3 (tiga)

hari setelah putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan (Pasal

192
8 ayat (6) UUK-PKPU).

286

TujuanPembelajaran 1.5:

Akibat Hukum Putusan Pailit

Putusan pernyataan pailit Pengadilan Niaga akan membawa akibat

bagi Debitor dan Kreditor. Akibat hukum dari putusan pernyataan pailit itu

diatur dalam Pasal UK-PKPU yaitu meliputi seluruh kekayaan Debitor pada

saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh

selama kepailitan. Debitor yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak

perdatanya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan yang telah

dimasukkan ke dalam harta pailit namun Debitor yang dinyatakan pailit itu

tetap dapat melakukan perbuatan hukum yang menyangkut dirinya karena

kepailitan hanya berakibat pada harta kekayaan Debitor Pailit, bukan

mengenai diri pribadi Debitor Pailit.

Apabila seorang Debitor pailit itu sudah menikah maka kepailitan

juga berlaku bagi istri atau suaminya yang menikah atas dasar persatuan

harta. Ketentuan inimengakibatkan seluruh harta istri atau suami yang

termasuk ke dalam persatuan harta juga terkena sita kepailitan. Namun

ketentuan ini tidak berlaku bagi harta bawaan dari istri atau suami dan harta

yang merupakan hadiah atau warisan.

Untuk perusahaan yang bukan badan hukum yaitu Firma dan

Persekutuan Komanditer (CV) kepailitan tidak dijatuhkan kepada

persekutuannya tetapi yang dinyatakan pailit adalah sekutunya. Para sekutu

masing-masing bertanggung jawab sepenuhnya terhadap perikatan-perikatan

persekutuan tersebut maka utang utang yang tidak dibayar oleh persekutuan

adalah utang-utang dari para sekutu Firma dan CV.

13

Apabila CV mengalami

kepailitan maka yang bertanggung jawab secara hukum adalah sekutu

193
komplementer karena sekutu komplementer merupakan sekutu pengurus

yang bertanggung jawab atas jalannya persekutuan, sedangkan tanggung

13

Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hal. 26.

287

jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumla h modal yang

disetorkansaja.

14

Pasal 69 Ayat (1) UUK-PKPU menentukan bahwa Kurator

berwenang melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit untuk

kepentingan Kreditor dan Debitor dengan pengawasan Hakim Pengawas.

Pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit itu dilaksanakan sejak tanggal

putusan pernyataan pailit diucapkan. Dalam hal Debitor Pailit adalah

perusahaan yang berbadan hukum yaitu Perseroan Terbatas maka

berdasarkan ketentuan Pasal 104 UUK-PKPU yang menentukan bahwa atas

persetujuan Panitia Kreditor sementara.Kurator dapat melanjutkan usaha

Debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit

tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Dari ketentuan pasal

tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang dinyataka n pailit

kehilangan haknya untuk mengurus perusahaan itu namun kepailitan tidak

secara langsung membuat perusahaan itu berhenti menjalankan operasional

perusahaan karena Kurator yang akan mengambil alih perusahaan itu dengan

melanjutkan usaha Debitor Pailit.

Dengan diteruskannya usaha debitor pailit itu maka ada beberapa

keuntungan yang diperoleh yaitu:

1) Dapat menambah harta Debitor Pailit dengan keuntungan-keuntungan

yang mungkin diperoleh dari perusahaanitu;

2) Ada kemungkinan Debitor Pailit akan dapat membayar utangutangnya secara penuh;

3) Ada kemungkinan tercapainya suatuperdamaian.

194
Apabila dalam masa pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit itu

ternyata putusan pernyataan pailit dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena

14

Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia

Indonesia, Bogor, 2010, hal. 59.

288

adanya upaya hukum kasasi atau peninjauan kembali maka pengurusan

dan/atau pemberesan harta pailit yang telah dilakukan Kurator sebelum

pembatalan putusan itu adalah tetap sah dan mengikat Debitor. Setelah

putusan pernyataan pailit itu dibatalkan maka Majelis Hakim menetapkan

jumlah biaya kepailitan yang timbul dan imbalan jasa Kurator.

Biaya-biaya tersebut dibebankan kepada Pemohon Pailit dan Debitor

dalam perbandingan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim. Untuk Pelaksanaan

pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator tersebut, Kurator dapat

memohonkan kepada Ketua Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan

eksekusi. Terhadap penetapan biaya dan pemberesan ini tidak dapat diajukan

upaya hukum apapun untuk melawannya.

TujuanPembelajaran 1.5:

Upaya Hukum Dalam Kepailitan

a. Selama Proses Permohonan

Upaya hukum atas permohonan kepailitan yang telah diajukan ke

Pengadilan Niaga dapat dilakukan selama proses pengajuan/pemeriksaan

permohonan pernyataan pailit atau setelah putusan atas permohonan

pernyataan pailit jatuhkan oleh Pengadilan Niaga. Upaya hukum selama

proses pengajuan/pemeriksaan permohonan pernyataan pailit dapat

dilakukan dengan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) terhadap debitor. Pada dasarnya pemberian PKPU kepada

Debitor dimaksudkan agar Debitor mempunyai kesempatan untuk

melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utang sehingga

195
tidak sampai dinyatakan pailit. Dalam hal permohonan PKPU dan

permohonan pailit diajukan dan diperiksa bersama di Pengadilan Niaga,

maka atas permohonan PKPU harus diputus terlebih dahulu dan harus

diajukan pada sidang tingkat pertama (Pasal 229 ayat 4UUK-PKPU).

289

Selama berlangsungnya PKPU debitor tidak dapat dipaksa

membayar utang- utangnya, termasuk melakukan semua tindakan

eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang, harus

ditangguhkan. Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh

pengadilan, semua sitaan yang telah diletakkan gugur, dan dalam hal

Debitor disandera maka harus segera dilepaskan segera setelah diucapkan

putusan PKPU tetap.

Seluruh proses PKPU tidak boleh melebihi jangka waktu 270 hari

terhitung sejak putusan Pengadilan Niaga terhadap PKPU tresebut

diucapkan. Apabila lewat dari jangka waktu tersebut belum dicapai dan

disahkan perdamaian, maka Debitor yang bersangkutan demi hukum

dianggap pailit, dan proses atas permohonan pernyataan pailit di

Pengadilan Niaga dapat dilanjutkan.

1) Setelah Putusan atasPermohonan

Setelah permohonan pernyataan pailit diputus oleh Pengadilan

Niaga, maka upaya hukum yang dapat dilakukan jika para pihak

keberatan atas putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga

adalah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI, dalam hal masih

merasa keberatan, maka para pihak dapat mengajukan peninjauan

kembali ke Mahkamah Agung.

a) Kasasi

Kasasi adalah salah satu tindakan Mahkamah Agung RI

sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan pengadilan lain.

Hal ini disebabkan dalam tingkat kasasi tidak dilakukan suatu

196
pemeriksaan kembali perkara tersebut, tetapi hanya terbatas

memeriksa perkara terhadap aspek yuridis yaitu apakah judex facti

(pengadilan pertama yang memeriksa bukti -bukti dan fakta,

memutus dan menyelesaikan perkara) benar atau salah dalam

menerapkan hukum.

290

Mahkamah Agung RI memeriksa terhadap penerapan

hukumnya dan tidak terhadap peristiwa pembuktian sebagaimana

kedudukan judex facti, sehingga aspek peristiwa dan penilaian

mengenai hasil pembuktian yang bersifat penghargaan terhadap

suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan atau tidaktermasuk

dalam pemeriksaan kasasi.

15

Dalam perkara kepailitan, upaya

hukum kasasi dapat diajukan oleh Debitor atau Kreditor yang

merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama dan Kreditor

lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat

pertama karena merasa tidak puas terhadap putusan pernyataan

pailit sebagaimana ketentuan Pasal 11 Ayat (3) UUK-PKPU.

Permohonan kasasi ke Mahkamah Agung RI diajukan

dalam jangka waktu selambat-lambatnya 8 hari setelah tanggal

putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan. Setelah Mahkamah

Agung RI mempelajari permohonan kasasi, sidang pemeriksaan

dilakukan paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan kasasi

diterima oleh Mahkamah Agung RI dan putusan atas permohonan

kasasi harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal

permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung RI.

Putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi dapat

diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:

197
16

(1) Permohonan kasasi tidak dapat diterima

Apabila suatu permohonan kasasi tidak memenuhi

syarat formal untuk mengajukan kasasi seperti dilampauinya

tenggang waktu mengajukan kasasi, surat kuasa khusus

kasasi tidak memenuhi syarat, tidak ada atau terlambat

mengajukan memori kasasi maka hal demikian dapat

15

Lilik Mulyadi, Perkara Kepalitan dan PKPU Teori dan Praktik, Alumni, Bandung,

2010, hal. 195.

16

Ibid., hal. 198.

291

diklasifikasikan bahwa permohonan kasasi dinyatakan tidak

dapat diterima.

(2) Permohonan kasasi ditolak

Permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi yang ditolak

oleh Mahkamah Agung dapat disebabkan oleh judex facti tidak

salah menerapkan hukum. Pemohon kasasi dalam memori

kasasi mempersoalkan tentang kejadian atau hal yang tidak

merupakan wewenang Majelis Hakim kasasi. Penolakan

permohonan kasasi juga dapat disebabkan karena Pemohon

Kasasi dalam mengajukan memori kasasi tidak relevan dengan

pokok perkara

(3) Permohonan kasasi dikabulkan

Permohonan kasasi yang dikabulkan disebabkan

alasan-alasan atau keberatan keberatan yang dikemukakan

pemohon kasasi dalam memori kasasi dibenarkan oleh

Mahkamah Agung bahwa judex facti telah salah dan tidak

198
tepat dalam penerapan hukum atau karena alasan-alasan

hukum lain. Apabila permohonan kasasi dikabulkan karena

alasan dari pemohon kasasi atau karena alasan hukum lain

maka Mahkamah Agung akan membatalkan putusan judex

facti. Dengan demikian, ada dua kemungkinan dalam putusan

akhirnya yaitu Mahkamah Agung menyerahkan perkara

tersebut ke pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan

memutuskannya atau Mahkamah Agung memutus sendiri

perkara yang dimohonkan itu dan putusannya bersifat final.

Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004

tentang Mahkamah Agung menyebutkan Mahkamah Agung

dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilanpengadilan dari semua lingkungan peradilan
karena:

292

(a) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang

Pengertian tidak berwenang dapat diartikan

berdasarkan kompetensi relatif dan kompetensi absolut

misalnya Pengadilan Niaga telah mengadili perkara

Kepailitan dan PKPU seolah-olah merupakan

kewenangannya. Sedangkan alasan kasasi yang

disebabkan judex facti melampaui batas wewenang

adalah judex facti telah mengadili melebihi kewenangan

yang ditentukan dalam undang-undang yang dapat

diartikan bahwa dalam putusannya judex facti telah

mengabulkan lebih dari apa yang dituntut Penggugat

dalam surat gugatannya.

(b) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

Salah menerapkan hukum dapat diartikan salah

menerapkan ketentuan hukum formal (hukum acara) atau

199
hukum materil yang dapat dilihat dari penerapan hukum

yang berlaku. Sedangkan melanggar hukum yang berlaku

berhubungan dengan penerapan hukum itu sendiri tidak

dapat, salah dan tidak sesuai serta bertentangan dengan

ketentuan yang ditentukan dalam undang-undang.

(c) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

peraturan perundang undangan yang mengancam kelalaian

itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Persyaratan formal yang tidak dipenuhi oleh Majelis

Hakim dalam melakukan tugas peradilan merupakan alasan bagi

Mahkamah Agung untuk menyatakan batalnya perbuatan Majelis

293

Hakim itu.

17

b) Peninjauan Kembali

Pasal 14 Ayat (1) UUK-PKPU merumuskan bahwa

terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan

kembali ke Mahkamah Agung RI. Permohonan peninjauan

kembali dapat diajukan apabila ditemukan bukti baru dan apabila

dalam putusan yang bersangkutan terdapat kekeliruan hakim

dalam menerapkan hukum.

18

Sesuai dengan ketentuan Pasal 295

ayat (2) huruf a UU No. 4 Tahun 1998, bukti baru harus berupa

buktitertulis.

Proses permohonan peninjauan kembali atas putusan

pernyataan pailit hampir sama dengan proses permohonan kasasi

di Mahkamah Agung RI. Pemohon peninjauan kembali wajib

200
menyampaikan bukti pendukung yang menjadi dasar pengajuan

permohonan peninjauan kembali, dan putusan permohonan

peninjauan kembali diucapkan oleh Mahkamah Agung RI paling

lambat 30 hari setelah permohonan peninjauan kembali diterima

Panitera Mahkamah Agung RI.

C. SOAL LATIHAN TUGAS

1. Jelaskan Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan?

2. Jelaskan Pihak-Pihak yang terkait dalam Kepailitan?

3. Apa saja Syarat-Syarat Pengajuan Permohonan Pailit?

4. Bagaimana Prosedur Pengajuan Permohon Pailit?

5. Apakah Akibat Putusan Hukum Kepailitan?

17

Ibid, hal. 202.

18

Jono, Op.Cit.,hal. 96.

294

6. Apa Upaya Hukum Dalam Kepailitan

D. GLOSARIUM

Debitur adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan

menerima sesuatu dari kreditur yang dijanjikan debitur untuk dibayar kembali

pada masa yang akan datang. Pemberian pinjaman kadang memerlukan juga

jaminan atau agunan dari pihak debitur.

Kreditur adalah pihak ( perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah)

yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau

layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau

perjanjian) di mana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan

mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut

sebagai peminjam atau yang berhutang.

Firma (bahasa Belanda: venootschap onder firma; perserikatan dagang antara

201
beberapa perusahaan) atau sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk

persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan

memakai nama bersama.

Persekutuan Komanditer (commanditaire vennootschap atau CV) adalah

suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang

mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang

menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin. .

E. DAFTAR PUSTAKA

Victor Situmorang & Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia,

Rineka Cipta, Jakarta, 1994.

Kartono, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Pramadya

Pramita, Jakarta, 1974.

Zaeny Asyhadie, Hukum Bisnis Proses dan Pelaksanaannya di Indonesia, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

295

Martias gelar Iman Radjo Mulano, Pembahasan Hukum; Penjelasan-Penjelasan

Istilah-Istilah Hukum Belanda Indonesia untuk Studi dan Praktik , PD. Sumut,

Medan, 1969.

Rudi A. Lontoh, et al., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001.

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009.

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja,Seri Hukum Bisnis: Kepailitan, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2000.

Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan

Terkait dengan Kepailitan, CV. Nuansa Aulia, Bandung, 2006.

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Jono, Hukum Kepailitan, Sina Grafika, Jakarta, 2007.

202
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009.

Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia

Indonesia, Bogor, 2010.

Lilik Mulyadi, Perkara Kepalitan dan PKPU Teori dan Praktik, Alumni,

Bandung, 201

PERTEMUAN 19:

HUKUM PENGANGKUTAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada bab ini akan dijelaska nmengenai Pengertian Hukum

Pengangkutan, Azas-azas Hukum Pengangkutan, Para Pihak yang terkait

dalam Pengangkutan, Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan, sehingga

diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan mengenai :

1.1 Pengertian Hukum Pengangkutan.

1.2 Azas-azas hukum pengangkutan

1.3 Para Pihak Yang terkait dalam Pengangkutan.

1.4 Sifat Hukum Perjanjiaan Pengangkutan.

A. URAIAN MATERI

TujuanPembelajaran 1.1:

Pengertian Hukum Pengangkutan

Menurut Abdul Kadir Muhammad bahwa: “Pengangkutan berasal dari

kata dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau

kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan

membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan

pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang,

barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu

tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke tempat la in”.

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT.

203
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1881, hal. 19.

297

Lebih lanjut Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa: “Dalam

definisi pengangkutan tersebut dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan

sebagai berikut”:

a. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan, pelaku ini ada yang

berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang

berupa manusia pribadi.

b. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan

pengangkutan, alat ini bergerak secara mekanik dan memenuhi syarat

Undang-undang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara,

derek.

c. Barang/penumpang, yaitu muatan yang diangkut, barang muatan yang

diangkut adalah barang perdagangan yang sah menurut undang-undang

termasuk juga hewan.

d. Perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpang sejak

pemuatan sampai dengan penurunan ditempat tujuan.

e. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatnya kegunaan nilai barang atau

penumpang (tenaga kerja).

f. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang

ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas

Suatu barang akan terjadi nilai harga yang berbeda, sangat tergantung

pada dimana lokasi teritorial itu berada. Oleh karena itu peran jasa transportasi

atau pengangkutan mempunyai andil yang sangat penting, sehingga akan

mempengaruhi nilai harga suatu barang. Oleh karena itu bagi kepentingan

perdangan, tiap-tiap selalu akan berusaha mendapatkan frekuensi angkutan

yang kontinu dan tinggi dengan biaya angkutan yang rendah. Untuk semua itu

diperlukan peraturan-peraturan yang selain mengatur ketertiban dan

204
keamanan, juga mengatur hubungan-hubungan keperdataan antara pedagang

Ibid, hal.20.

298

dengan konsumen, pedagang satu sama lainnya dan pedagang dengan para

pengangkut barang-barang dagangan tersebut.

Jadi setiap orang untuk melaksanakan perjanjian angkutan barang

didarat itu diadakan dengan petugas. Yang berkepentingan dengan barangbarang muatan sedangkan
apa yang diartikan dengan pengangkutan

sesungguhnya ialah mereka yang melaksanakan pengangkutan barang atau

sebab atau sebagian pengangkutan diperbanyak oleh pengangkut dan

termasuk pula orang lain siapa pelaksananya.

Beberapa pandangan para ahli mengenai pengangkutan sebagai

berikut:

Menurut Siregar Muhtaruddin Pengangkutan adalah Segala kegiatankegiatan yang dilakukan untuk
memindahkan orang ataupemegang dan

barang atau muatan dari suatu tempat tujuan. Dengan demikian dapat

dirumuskan bahwa pengangkutan itu menghasilkan jasa-jasa angkutan

sebagai produksinya,yaitu merupakan jasa dalam pemindahan barang atau

orang.

Sementara menurut Abdulkadir Muhammad pengangkutan ialah

proses kegiatan memuat barang atau penumpangke dalam alat pengangkut,

membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke gempat tujuan,

dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ke tempat

yangditentukan.

Dari pengertian diatas dapatlah dikatakan bahwa pengangkutan dapat

memberikan kegunaan kepada mereka yang memakai jasa angkutan

205
tersebut,dengan adanya pengangkutan maka dapatlah diadakan pemindahan

barang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya dimana barang-barang itu

Andi Sri RezkyWulandari, Buku Ajar HukumDagang, MitraWacana Media, Jakarta,

2014, hal. 117.

M ShidqonPrabowodanPujiono, Buku Ajar HukumDagang, Rangkang Education,

Yogyakarta, 2016, hal. 54

299

dirasakan dapat lebih bermanfaat. Dengan demikian pengangkutan tersebut

pada umumnya memberikan suatu nilai dan kegunaan tempat kepada

mereka yang menggunakan jasa tersebut. Selain faktor tersebut diatas maka

pengangkuatan juga banyak manfaat menyangkut faktor waktu. Maka dapat

terjadi pemindahan yang lebih cepat dari tempat yang satu ke tempat yang

lain. Jadi dengan adanya faktor-faktor tersebut maka terciptalah suatu

hubungan dimana yang satu menghendaki balas jasa.

Jadi hukum pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara

pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat

ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan

diri untuk membayar angkutan.Dengan demikian dapat diketahui bahwa

pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat

dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masingmasing pihak mempunyai
kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak

pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang

atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat,

sedangkan pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan.

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari

206
kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Pengangkutan

menurut H.M.N Purwosutjipto adalah orang yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat

ke tempat tujuan tertentu dengan selamat

Andi Sri RezkyWulandari, Op,Cit, hal. 118.

Purwosutjipto H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 5, Penerbit

Djambatan, Jakarta , 2000, hal. 10.

300

TujuanPembelajaran 1.2:

Asas-asas Hukum Pengangkutan

Pada prinsipnya bahwa Asas-asas hukum pengangkutan merupakan

landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1) Asas Hukum Yang bersifat publik

Berdasarkan ketentuan pasal 2 Undang-Undang No.23 tahun 2007

tentang Perkeretaapian, Pasal 2 Undang-Undang No.22 tahun 2009

tentangLalu lintas dan Angkutan Jalan, pasal 2 Undang -Undang No.27

tahun 2008 tentangPelayaran, Pasal 2 Undang-Undang No.1 tahun 2009

tentang Penerbangan, pada prinsipnya menyebutkan asas-asas yang

bersifat publik adalah sebagai berikut:

a) Asas Manfaat adalah pengangkutan harus dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan

rakyat dan pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan

pertahanan dan keamanan negara.

b) Asas usaha bersama dan kekeluargaan adalah penyelenggaraan

pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang

dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat

207
dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.

c) Asas adil dan merata tanpa diskriminasi adalah penyelenggaraan

pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan

merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang

terjangkau oleh masyarakat tanpamembedakan suku, agama, dan

keturunan serta tingkat ekonomi.

d) Asas keseimbangan, keserasian, dankeselarasan adalah pe ngangkutan

harus diselenggarakan sedemikianrupa sehingga terdapat

keseimbangan, keserasian, dankeselarasan antara sarana dan prasarana,

301

antara kepentinganpengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan

individu danmasyarakat, serta antara kepentingan nasional dan

international.

e) Asas kepentingan umum adalahpenyelenggaraan pe ngangkutan harus

mengutamakan kepentinganpelayanan umum bagi masyarakat luas.

f) Asas keterpaduan adalah pengangkutanharus merupakan kesatuan

yang bulat dan utuh, terpadu, salingmenunjang, dan saling mengi si

baik intra-maupun antarmodatransportasi.

g) Asas Kesadaran hukum adalah Pemerintah wajib menegakkandan

menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiapwarga

negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepadahukum dalam

penyelenggaraan pengangkutan.

h) Asas kemandirian adalah pngangkutanharus bersendikan kepada

kepribadian bangsa, berlandaskan padakepercayaan akan kemampuan

dan kekuatan sendiri,mengutamakan kepentingan nasional.

i) Asas berwawasan lingkungan hidupadalah penyelenggaraan

pengangkutan harus dilakukan berwawasanlingkungan.

j) Asas kedaulatan negaraadalahpenyelenggaraan pe ngangkutan harus

dapat menjaga keutuhanwilayah Negara Republik Indonesia.

208
k) Asas kebangsaanadalahpenyelenggaraan pengangkutan harus dapat

mencerminkan sifat danwatak bangsa Indonesia yang pluralistik

(kebhinekaan) dengantetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

2) Asas Hukum Yang bersifat perdata

a. Asas Konsensual

Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah

cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan

bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan

dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.

302

b. Asas Koordinatif

Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara

atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.

Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah

penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan

penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah perjanjian

pemberian kuasa.

c. Asas Campuran

Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu

pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari

pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini

berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam

perjanjian pengangkutan.

d. Asas Retensi

Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak

retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan.

Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas

biaya pemiliknya.

209
e. Asas Pembuktian dengan dokumen

Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen

angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian

pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum,

misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa

karcis/tiket penumpang.

303

TujuanPembelajaran 1.3:

Pihak-pihak Yang Terkait Dalam Pengangkutan

Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan disini adalah

para subjek hukum yang terkait pendukung hak dan kewajiban dalam

hubungan hukum pengangkutan. Mengenai siapa saja yang menjadi pihakpihak dalam pengangkutan
ada beberapa pendapat yang dikemukakan para

ahli.

Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut

terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan ada tiga

unsur, yaitu pengirim barang, pihak penerima barang, dan barangnya itu

sendiri.

Sementara menurut H. M. N. Purwosutjipto, pihak-pihak dalam

pengangkutan yaitu terdiri pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah

orang yang mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan barang dan/at au

orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sebaliknya

lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan

diri untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan

muatan.

Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, subjek hukum

pengangkutan adalahpendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum

pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses

210
perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. Mereka itu adalah

pengangkit, penumpang, penerima, ekspeditur, agen penjualan, pengusaha

muat bongkar, dan perusahaan pergudangan. Selanjutnya akan dijelaskan

sebagai berikut:

Zainal Asikin, Hukum Dagang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016, Hal.163

304

a. Pengangkut (Carrier)

Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni

pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang

dan berhak atas penerimaan pemabayaran tarif angkutan sesuai yang

telah diperjanjikan. Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak

pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa

angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif

(ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

b. Pengirim (Consigner, Shipper)

Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonsia tidak mengatur

devinisi pengirim secara umum. Akan tetapi dilihat dari pihak dalam

perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri

untuk mmembayar pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak

memperoleh pelayanan pengangangkutan barang dari pengangkut. Dalam

bahasa inggris disebut consigner, khusus pada pengangkutan perairan

pengangkut disebut shipper.

c. Penumpang (passanger)

Penumpang adalah pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa

angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarof (ongkos)

angkutan sesuai yang disepakati. Menurut perjanjian pengangkutan,

penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia

adalah muatan yang harus diangkut. Kenyataan menunjukkan bahwa

211
anak-anak dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan

yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan kebiasaan, anak-anak

mengadakan perjanjian pengangkutan itu sudah mendapat restu dari

pihak orang tua atau walinya. Berdasarkan kebiasaan itu juga pihak

pengangkut memaklumi hal tersebut. Jadi yang bertanggung jawab wali

yang mewakili anak itu. Hal ini bukan menyimpangiundang -undang,

305

bahkan sesuai undang-undang dan kebiasaan yang berlaku dalam

masyarakat.

d. Penerima

Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal

pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subyek yang berbeda.

Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah juga pihak yang

menerima barang yang diangkut di tempat tujuan. Dalam perjanjian

pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak

ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka

penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam penerima

adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam

perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang

berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga se bagai subjek

hukum pengangkut

e. Ekspeditur

Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam

bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai

subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat

erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur

berfungsi sebagai pengantara dalam perjanjian pengangkutan yang

bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur

bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini

212
ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal ini Nampak

sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan.

Seorang ekspeditu rmemperhitungkan atas biaya muatan

(vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah

untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport.

306

Berdasarkanuraian di atas, dapat diketahui criteria ekspeditu rmenurut

ketentuan undang-undang, yaitu:

1. perusahaan pengantara pencari pengangkut barang;

2. bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan

3. menerima provisi dari pengirim.

f. AgenPerjalanan ( Travel Agent)

Agen perjalanan (travel agent) dikenal dalam perjanjian

pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolongkan sebagai subjek

hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat

dengan pengangkut, yaitu perusahaan pengangkutan penumpang. Agen

perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam perjanjian keagenan

(agency agreement) yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut.

Agen perjalanan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan

penumpang bagi perusahaan pengangkutan kereta api, kendaraan umum,

kapal, atau pesawat udara. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan

criteria agen perjalanan menurut undang-undang, yaitu :

1. pihak dalam perjanjian keagenan perjalanan;

2. bertindak untuk dan atas nama pengangkut;

3. menerima provisi (imbalanjasa) dari pengangkut; dan

4. menjamin penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat.

f. Pengusaha Muat Bongkar (Stevedoring)

Untuk mendukung kelancaran kegiatan angkutan barang dari dan

kesuatu pelabuhan, maka kegiatan bongka rmuat barang dari dan

213
kekapal mempunyai kedudukan yang penting. Di samping itu

keselamatan dan keamanan barang yang dibongka rmuat dari dan

307

kepelabuhan sangat erat kaitannya dengan kegiatan bongkar muat

tersebut.

Menurut Pasal 1 butir 16 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

1999 pengusaha muat bongkara dalah ”kegiatan usaha yang bergerak

dalam bidang bongkar muat barang dan/atau hewan dari dan kekapal”.

Perusahaan ini memiliki tenaga ahli yang pandai menempatkan barang

di dalam ruang kapal yang terbatas itu sesuai dengan sifat barang,

ventilasi yang diperlukan, dan tidak mudah bergerak/bergeser. Demikian

juga ketika membongkar barang dari kapal diperlukan keahlian sehingga

barang yang dapat dibongkar dengan mudah, efisien, dan tidak

menimbulkan kerusakan.

Menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999

untuk memperoleh izin usaha bongka rmuat, wajib memenuhi

persyaratan :

1. memiliki modal danp eralatan yang cukup sesuai dengan

perkembangan teknologi;

2. memiliki tenaga ahli yang sesuai;

3. memiliki akte pendirian perusahaan;

4. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan

5. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

h. Pengusaha Pergudangan (Warehousing)

Menurut Pasal 1 alinea kedua Peraturan Pemerintah Nomor 2

Tahun 1969, pengusaha pergudangan adalah perusahaan yang bergerak di

bidang jenis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan

selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan kedalam kapal

atau penunggu pemuatan kedalam kappa atau menunggu pengeluarannya

214
308

dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan

Cukai”.

TujuanPembelajaran 1.4:

Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu

pengangkut dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian

perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai

kedudukan lebih tinggi dari si buruh. Kedudukan tersebut disebut Subordinasi

(gesubordineerd), sedangkan dalam penanjian pengangkutan adalah

kedudukan sama tinggi atau koordmasi (Geeoordineerd).

Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan

untuk melakukaan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan

yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu

tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana

pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak

yang lainnya dengan menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan

pekerjaan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat

hukum perjanjian pengangkutan, yaitu :

a. Pelayanan berkala

Dalam meiaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja antara

pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya

kadangkala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk

pengiriman barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala,

sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadangkala saja, bila

pengirim membutuhkan pengangkutan .

215
Ibid, hal. 167

309

b. Pemborongan

Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang

menentukan, Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan mana

pihak yang satu sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

suatu persetujuan bagi pihak yang lain, dengan menerima suatu harga

yang ditentukan.

c. Campuran

Pada pengangkutan ada unsur melakuka pekerjaan (pelayanan

berkala) dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk

menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang

diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD).

Purwosutjipto setuju apabila perjanjian pengangkutan itu merupakan

perjanjian campuran, karena mengandung unsur melakukan pekerjaan,

penyimpanan, dan pemberi kuasa.

d. Penyimpanan

Dalam pasal 468 ayat (1) KUHD dan pasal 346 KUHD ditentukan.

Nakhoda diwajibkan merawat barang-barang seorang penumpang yang

meninggal selama perjalanan, yang berada di kapal dan dari barangbarang itu harus dibuatnya atau
disuruh membuatnya suatu daftar

perincian di hadapan dua orang penumpang, daftar mana harus

ditandatangani oleh dua orang penumpang itu.

e. Pemberi kuasa

Pasal 371 ayat (1) KUHD menentukan, nakhoda diwajibkan

menjaga kepentingan pemilik muatan, mengambil tindakan-tindakan yang

diperlukan untuk itu dan jika perlu untuk itu menghadap di muka Hakim

310

apabila terjadiperistiwa yang membahayakan. Sedangkan pasal 371 ayat

216
(3) menentukan, Dalam hal keadaan yang mendesak ia diperbolehkan

menjual barang muatan atau sebagian dari itu, atau guna membiayai

pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan guna kepentingan muatan

tersebut, meminjam uang dengan mempertaruhkan muatan itu sebagai

jaminan.

B. SOAL LATIHAN TUGAS

1. Jelaskan apa pengertian perjaanjian pengangkutan !

2. Jelaskan apa saja asas-asa perjanjian pengangkutan !

3. Jelaskaan pihak-pihak apa saja yang terkait dalam pengangkutan!

4. Jelaskaan sifat-sifat hukum perjanjian pengangkutan !

C. GLOSARIUM

AGENCY adalah orang yang menjembatani antara principal dengan konsumen

serta memperkenalkan produk namun tidak punya alas hak atau title terhadap

produk.

Cargo atau kargo adalah semua (goods) yang dikirim melalui udara

(pesawatterbang), laut (kapal), atau darat (truk container) yang biasanya untuk

diperdagangkan, baik antar wilayah/kota di dalam negeri maupun antar

Negara (internasional) yang dikenal dengan istilah ekspor-impor.

D. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara,

Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991

Andi Sri RezkyWulandari, Buku Ajar HukumDagang, MitraWacana Media,

Jakarta, 2014.

Purwosutjipto H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 5,

Penerbit Djambatan, Jakarta , 2000.

311

M ShidqonPrabowodanPujiono, Buku Ajar HukumDagang, Rangkang

Education, Yogyakarta, 2016

Niniek Suparmi, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kepailitan,

217
Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

Zainal Asikin, Hukum Daga

PERTEMUAN KE 20:

HUKUM INVESTASI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Hukum Investasi, Dasar,

Asas-asas dan Tujuan Hukum Investasi, Manfaat, Jenis-jenis, Peran Investasi dalam

Perekonomian di Indonesia, Anda harus :

1.1 Mampu menjelaskan tentang Pengertian Hukum Investasi

1.2 Mampu menjelaskan tentang Dasar, Asas-asas dan Tujuan Hukum Investasi

1.3 Mampu menjelaskan tentang Manfaat Investasi

1.4 Mampu menjelaskan tentang Jenis-jenis Investasi

1.5 Mampu menjelaskantentang Peran Investasi dalam Perekonomian di Indonesia

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian Hukum Investasi

Berdasarkaan bermacam-macam kepustakaan hukum ekonomi dan atau hukum

bisnis, terminology penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan

secara langsung oleh investor lokal (domestik investor), investor asing (foreign direct

Investment, FDI) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak

asing (foreign Indirect Investment, FII). FII dikenal dengan istilah penanaman modal

dalam bentuk portofolio yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (capital

market), yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

313

Menurut Andi Sri Rezky Wulandari bahwa: “Untuk mengetahui, apakah ada

perbedaan makna antara penanaman modal dengan investasi, berikut dikutip berbagai

pengertian investasi antara lain” :

1. Dalam kamus istilah keuangan dan investasi digunakan istilah Investment (investasi)

218
yang mempunyai arti : “penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui

sarana yang menhasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi

ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula berarti

menunjuk ke investasi keuangan ( dimana investor menempatkan uang kedalam suatu

sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin

memetik keuntungan dari keberhasian pekerjaannya”.

2. Dalam ensiklopedia ekonomi keuangan perdagangan, dijelaskan istilah Investment

atau investasi, penanaman modal digunakan untuk : “Penggunaan atau pemakaian

sumber-sumber ekonomi untuk produksi barang-barang produsen atau barang-barang

konsumen. Dalam arti yang semata-mata bercorak keuangan, investmen mungkin

berarti penempatan dana-dana kapital dalam suatu perusahaan selama jangka waktu

yang relative panjang, supaya memperoleh suatu hasil yang teratur dengan maksimum

keamanan”

3. Dalam kamus ekonomi dikemukakan, Investment (investasi) mempunyai 2 (dua)

makna yakni: “Pertama, Investasi berarti pembelian saham, obligasi dan benda-benda

tidak bergerak, setelah dilakukan analisa akan menjamin modal yang dilekatkan dan

memberikan hasil yang memuaskan. Kedua, dalam teori ekonomi investasi berarti

pembelian alat produksi (termasuk didalamnya benda-benda untuk dijual) dengan

modal berupa uang”.

4. Dalam disuatu kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), disebutkan investasi berarti

pertama, penanaman uang atau modal perusahaan atau proyek untuk tujuan

memperoleh keuntungan. Kedua, jumlah uang atau modal yang ditanam”.

Andi Sri Rezky Wulandari, Buku Ajar Hukum Dagang, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2014, hal. 139.

314

5. Dalam kamus Hukum Ekonomi digunakan terminology Investment, penanaman

modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk

jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli

sekuritas dengan maksud untuk meperoleh keuntungan”.

219
6. Dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman

Modal (UUPM): “Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman

modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing

untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia”.

7. Menurut Ida Bagus Wiyasa Putra: “Norma-norma hukum mengenai kemungkinankemungkinan


dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan

yang terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi

rakyat”.

8. Menurut T. Mulya Lubis: “tidak hanya terdapat dalam Undang-undang, tetapi dalam

hukum dan aturan lain yang diberlakukan berikutnya yang terkait dengan masalah masalah investasi
asing”. (other the subsequent law and regulations coming into force

relevan to foreign investment matters).

9. Menurut H. Salim HS: “Keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan antara

investor dengan penerima modal, bidang-bidang usaha yang terbuka untuk investasi,

serta mengatur tentang prosedur dan syarat-syarat dalam melakukan investasi dalam

suatu Negara”.

Dari berbagai pengertian investasi seperti yang telah dikutip diatas, tampak

bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antara investasi dengan penanaman modal.

Makna dari investasi atau penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat

digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu

akan mendapatkan hasil keuntungan. Istilah investasi dan penanaman modal

merupakan istilah-istilah yang dikenal. Istilah investasi lebih popular dalam kegiatan

dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lebih banyak digunakan dalam

bahasa perundang-undangan. Dikalangan masyarakat luas kata investasi memiliki

pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct

315

investment) maupun investasi tidak langsung (indirect investment / portofolio

investment). Sedangkan penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada

220
investasi langsung.

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Dasar, Asas-Asas dan Tujuan Hukum Investasi Di Indonesia

a. Dasar Hukum Investasi

Pada zaman orde baru awalnya Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan

Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Modal Asing (UUPMA) dan Undang

Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Modal dalam Negeri (UUPMDN), selanjutnya pada

era Reformasi Pemerintah menerbitkan Undang-UndangNomor 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal. UU ini memiliki beberapa pasal yang secara jelas mengatur hukum

atau aturan investasi di Indonesia. Selengkapnya dapat dilihat konsideran ditegaskan

sebagai berikut;

a) Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut UUD ini,

dijelaskan bahwa ada tujuan yang dilakukan untuk membuat perekonomian negara

Indonesia agar lebih baik lagi yakni melalui pembangunan ekonomi nas ional yang

berkelanjutan. Tentu saja, menurut UUD tersebut, pembangunan ekonomi ini

diharuskan berlandaskan pada demokrasi ekonomi.

b) Menjalankan amanat yang sudah ditetapkan di Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/ 1998. Adapun isi amanat tersebut

adalah guna melaksanakan aturan atau kebijakan investasi (penanaman modal), maka

diharuskan dengan landasan sistem ekonomi kerakyatan. Didalam ekonomi

kerakyatan tersebut ada usaha kecil, mikro, menengah serta koperasi.

c) Untuk percepatan pembangunan ekonomi, maka dilakukan peningkatan penanaman

modal. Ini dilakukan untuk mengolah segala potensi ekonomi menjadi kinerja

ekonomi yang riil atau nyata. Adapun modal tersebut bisa datang dari dalam atau luar

negeri.

316

d) Untuk membuat Indonesia ikut serta dalam kerjasama di dunia internasional maka

harus ada iklim investasi atau penanaman modal. Iklim investasi ini sudah seharusnya

bersifat promotif, adil, kondusif serta efisien. Selain itu, iklim ini juga harus tetap

221
memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.

Menurut Andi Sri Rezky Wulandari Tampaklah bahwa dalam Undang-Undadang

No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pembentuk Undang-Undang ini kala itu

menyadari risiko dan konsekuensi dari sebuah investasi yang harus tunduk pada

ketentuan hukum di Indonesia. Gangguan keamanan, amuk penjarahan, ketidakpastian

hukum, korupsi, dan perselisihan perburuhan muncul untuk memudarkan daya tarik

investasi ke Indonesia, ketika di Negara lain bersinar cerahuntuk investasi, sepert i Cina

untuk kelompok yang sama. Terlihat jelas bahwakemajuan teknologi berdampak kepada

luasnya bidang usaha dan bisnis, artinya aliran dana modal akan cepat berpindah dari satu

tempat lainnya. Modal akan cepat berhenti pada tempat yang investasinya kondusif.

Salah satu dari parameter kondosif tersebut adalah kepastian hukum. Artinya, apakah

pelaku usaha dalam menjalankan usaha atau bisnisnyaakan dijamin oleh peraturan

perundang-undangan yang jelas. Ini merupakan tantangan bagi Indonesia, bagaimana

menciptakan iklim investasi yang kompetitif dengan negara-negara lain yang juga tengah

berupaya menarik investor masuk ke negaranya.

M Shidqon Prabowo menyatakan bahwa: “Jika dicermati secara seksama, apa

yang dijabarkan dalam tataran normatif mengenai kebijakan Pemerintah dalam

memajukan perekonomian nasional adalah dengan cara mengundang investor asing

khususnya yang berbasis ekoitas. Foreign Direct Investment atau biasa disingkat FDI

yang merupakan sumber modal swasta yang penting bagi negra -negara berkembang baik

baik secara nasional maupun internasional “.

Ibid, hal.144.

M Shidqon Prabowo dan Pujiono, Buku Ajar Hukum Dagang, Rangkang Education, Yogyakarta, 2016,

hal. 159.

317

222
b. Asas-Asas Hukum Investasi

Yang menarik dari Undang-undang Penanaman Modal adalah sejumlah asas

yang menjiwai norma yang ada dalam undaang-undang tersebut. Pembentuk Undangundang sendiri
sepertinya berusaha untuk menangkap nilai-nilai yang hidup dalam

tatanan pergaulan masyarakat, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum internasional dianggap telah

menjadikan norma universal yang diakomodasikan ke dalam hukum nasional. Hal ini

sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal (UUPA) pasal 3 ayat (1) serta penjelasannya, sebagai berikut:

a) Asas kepastian hukum.

Yang dimaksud dengan asas kepastian hukum adalah asas dalam Negara

hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan

sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang investasi.

b) Asas keterbukaan.

Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap

hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak

diskriminatif tentang kegiatan investasi.

c) Asas akuntabilitas.

Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan

bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan investasi harus

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan

tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

d) Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara.

Yang dimaksud dengan asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal

negara adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan

318

peraturan perundang-undangan, baik antara investor dalam negeri dan investor asing

maupun antara investasi dari satu negara asing dan investasi dari negara asing.

e) Asas kebersamaan.

223
Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran

seluruh investasi secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat.

f) Asas efisiensi berkeadilan.

Yang dimaksud dengan asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari

pelaksanaan investasi dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha

untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing.

g) Asas berkelanjutan.

Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana

mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui investasi untuk menjamin

kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini

maupun yang akan datang.

h) Asas berwawasan lingkungan.

Yang dimaksud dengan asas berwawasan lingkungan adalah asas investasi

yang dilakukan dengan tetap memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan

pemeliharaan lingkungan hidup.

i) Asas kemandirian.

Yang dimaksud dengan asas kemadirian adalah asas investasi yang dilakukan

dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri

pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

319

j) Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Yang dimaksud dengan asas keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional

adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dan

kesatuan ekonomi nasional.

c. Tujuan Investasi di Indonesia

Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal (UUPA) pasal 3 ayat (2) bahwa pada dasarnya tujuan

penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

224
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

2. Menciptakan lapangan kerja;

3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usahanasional;

5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologinasional;

6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatanekonomi riil dengan

menggunakan dana yang berasal,baik dari dalam negeri maupun dari luar

negeri; dan

8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tidak hanya itu, Investasi memiliki tujuan yang real dalam segala sektor dalam

kehidupan pribadi atau kelompok penanam modal ataupun juga dalam masyarakat.

Berikut tujuan investasi.:

1. Bertujuan mendapatkan pendapatan tetap dalam setiap periode, seperti deviden,

uang sewa, bunga, royalti, deviden dan sebagainya.

2. Bertujuan membentuk suatu dana khusus, seperti dana kepentingan ekspansi atau

perluasan dan kepentingan sosial

320

3. Bertujuan mengontrol atau mengendalikan perusahaan lain, seperti pemilikan

sebagai ekuitas perusahaan.

4. Bertujuan menjamin tersedianya bahan baku dan mendapatkan pasar produksi

yang dihasilkan

5. Bertujuan mengurangi persaingan antara perusahaan yang sejenis

6. Bertujuan menjaga hubungan antara perusahaan

Tujuan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan dari asset yang menjadi

objek investasi. Selain itu menurut Fahmi dan Hadi menyatakan bahwa: : Dalam bidang

investasi kita perlu menetapkan tujuan yang hendak dicapai ya itu”:

1. Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi tersebut.

225
2. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan atau keuntungan

yang diharapkan (profit actual)

3. Terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham

4. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Tentang Manfaat Investasi

Pada dasarnya bagi suatu negara investasi diharapkan dapat menggerakkan

perekonomian suatu bangsa, sehingga Negara yang bersangkutan yang paling utama

adalah mampu mensejahterakan rakyatnya, bahkan bisa berkembang dan mampu

bersaing mengikuti persaingan ekonomi global.

Selanjutnya M Shidqon Prabowo menyatakan bahwa: “Terlepas dari pro dan

kontra adanya investasi asing, secara teoritis dapat dikatakan bahwa kehadiran investasi

bermanfaat cukup luas (multiplier effect), adapun manfaat infestasi tersebut adalah

sebagai berikut:

Fahmi, Irham, dan Hadi, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Alfabeta, Bandung, 2011, hal. 7

Ibid, hal. 153.

321

a. Menyerap tenaga kerja

b. Menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku.

c. Menambah devisa, apalagi investor asing yang berorientasi ekspor.

d. Menambah penghasilan negara dari sektor pajak.

e. Adanya alih teknologi (transfer of tehnology) maupun alih pengetahuan (transfer of

know how) serta memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi

tersebut.

f. Kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal.

g. Tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.

226
h. Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal

dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.

Tujuan Pembelajaran 1.4:

Peranan Investasi Jenis-jenis Investasi

Menurut Sadono bahwa: “Jenis-jenis investasi terbagi atas dua yaitu”:

1. Investasi yang terdorong yaitu investasi yang tidak diadakan akibat penambahan

permintaan, pertambahan permintaan yang diakibatkan pertambahan pendaptan.

2. Investasi otonomi yaitu investasi yang dilaksanakan ata u diadakan secara bebas,

artinya investasi yang diadakan bukan karena pertambahan permintaan efektif.

Jenis-jenis investasi menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam “Standar Akuntansi

Keuangan” yaitu :

1. Investasi Lancar Investasi lancar adalah investasi yan g dapat segera dicairkan dan

untuk dimiliki selama setahun atau kurang.

Sadono, Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.108.

Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, PSAK No.2, Salemba Empat, Jakarta,2009, hal.

13.02.

322

2. Investasi Jangka Panjang Investasi jangka panjang adalah investasi selain

investasi lancar.

3. Mempertahankan Investasi Properti Properti adalah investasi pada tanah atau

bangunan yang tidak digunakan oleh perusahaan yang berinvestasi.

4. Investasi Dagang Investasi dagang adalah investasi yang ditunjuk untuk

mempermudah atau mempertahankan bisnis atau hubungan perdagangan.

Sedangkan menurut Abdul Halim bahwa: “Investasi dibagi menjadi dua jenis,

yaitu”:

227
8

1. Investasi pada financial assets. Investasi ini dapat dibedakan lagi menjadi dua.

Pertama investasi pada financial assets yang dilakukan di pasar uang, misalnya

berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang dan

lainnya. Kedua investasi pada financial assets yang dilakukan di pasar modal,

misalnya berupa saham, obligasi, waran, opsi dan lainnya.

2. Investasi pada real asset. Investasi ini diwujudkan dalam bentuk pembelian asset

produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan

dan lainnya.

Tujuan Pembelajaran 1.5:

Peranan Investasi Dalam Perekonomian di Indonesia

Apabila kita cermati secara sekasama, maka apayang dicita-citakan oleh the

Founding Fathers kita sangatlah mulia dan sungguh menakjubkan, yaitu bagaimana

mensejahterakan masyarakat. Ini bisa kita lihat dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945. Tetapi demikian, kita menyadari bahwa ini tidaklah semudah yang dikira.

Semua membutuhkan kerja yang sangat keras dari berbagai pihak. Sarana yang dicapai

dalam mencapai tujuan tersebut, yakni dengan Pranata Pembangunan kita.

Abdul Halim, Analisis Investasi, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat , Jakarta, 2003, hal. 2.

323

Lebih lanjut M Shidqon Prabowo menyatakan bahwa: “Demi pelaksanaan

pembangunan tersebut, tak dipungkiri membutuhkan modal yang tidak sedikit.

Apabilahanya mengandalkan modal dan sumber dana dari Pemerintah, tentu tidak akan

mencukupi. Maka diperlukan sumber dana lain, yang mana salah satunya adalah melaui

penanaman modal. Maka dari itu diharapkan pranata hukum penanaman modal yang

jelas bagi investor. Peran investasi cukup signifikan dalam membangun perekonomian.

Tidak mengherankan jika di berbagai Negara maju berusaha secara maksimal agar

negaranya dapat menjadi tujuan investasi asing. Dari sisi investor, adanya keterbukaan

pasar di era globalisasi yang membuka peluang untuk berinvestasi di berbagai negara.

228
Dimana tujuannya sangat jelas, adalah untuk mencari untung sebanyak-banyaknya.

Sedangkan bagi negara penerima modal, tujuannya adalah agar adanya partisipasi dari

investor di dalam pembangunan nasional negara tersebut.

Mengingat adanya perbedaan kepentingan tersebut, maka perlu

mengakomodasikan kedua kepentingan tersebut dalam norma yang jelas. Sebagaimana

dikemukakan oleh Sumantoro : “ bahwa motif dari investor dalam menanamkan modal

adalah mencari untung. Untuk itu, perlu dicari hubungan antara motif investor mencari

untung dengan tujuan negara penerima modal yakni usaha untuk mencapai tujuannegara

penerima modal yakni usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasionalnya. Agar

investor mau menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya. Sebagai

konsekuensi, maka pemerintah perlu menyelenggarakan perencanaan dengan mantap,

termasuk menetapkan kebijakan pelaksanaan dan pengawasan yang efektif, sehinggah

tercapai tujuan pembangunan nasional. Dengan pendekatan ini, maka peran investor

dapat diarahkan ke prioritas pembagunan. Dengan pendekatan semacam ini, maka teori

pembanguanan merupakan satu proses kerja sama dan bukan masalah ketergantungan

dan bukan pula masalah pertentangan kepentingan”.

Untuk menyatukan antara kepentingan investor dengan negaranegara penerimapenerima modal


harus disadari tidak mudah. Artinya, apabila negara penerima modal

terlalu ketat dalam menentukan syarat penanaman modal investor, mungkin saja para

Ibid, hal. 155

324

investor tidak akan datang lagi bahkan bagi investor yang sudah adapun akan

merelokasi prusahaannya. Disebut demikian karena para investor sangat leluasadalam

menentukan tempat berinvestasi yang tidak terlalu dibatasiruang geraknya.selanjutnya

dalam menyikapi arus globalisasi yang terus merambah ke berbagai bidang tersebut,

peraturan perundang-uundangan investasi asing di berbagai negara pun terus

diperbaharui sesuai dengan perkembangan dunia bisnis yang semakin mengglobal.

229
Dengan kata laindalam perspektif, dunia bisnis tidak lagi mengenal sekat-sekat atau

batas negara.

Tidak kalah pentingnya, ikut andil dalam perubahan kebijakan investasi asing

adalah pesatnya perkembangan teknologi di berbagai sektor, khususnya di sektor

informasi. Hal ini menimbulkan ekspansi perusahaan -perusahaan multi nasional

terutama di bidang jasa keuangan. Menyikapi hal tersebut, maka beberapa negara

melakukan kebijakan liberalisasi di bidang investasi, antara lain dengan membuka

seluas-luas bidangusaha yang dapat dimasuki oleh investor asing, selain

menyederhanakan prosedur berinvestasi.

Menurut Andi Sri Rezky Wulandari bahwa: “Era globalisasi dan liberalisasi

perdagangan mewarnai mellenium baru, yaitu abad 21. Dunia ibarat sebuah dusun

global (global village). Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, telekomunikasi,

teknologi informasi, jaringan transportasi dan sektor -sektor kehidupan lainnya

menyebabkan arus informasi semakin mudah dan lancar mengalir diantara individuindividu atau
kelompok. Batas negara dan geografis sudah tidak signifikan lagi. Ha l ini

menyebabkan konsumen sebagai pemakai mulai terdidik dan banyak menuntut, antara

lain:

10

1) Produk berkualitas tinggi

2) Harga yang wajar

3) Cara pembayaran yang lunak dan alternatif pembayaran yang mudah .

4) Layanan khusus

10

Andi Sri Rezky Wulandari, Buku Ajar Hukum Dagang, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2014, hal. 143

325

5) Produk yang fleksibilitasnya tinggi

6) Akrab dengan pemakai

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum investasi!

230
2. Sebutkan asas-asas hukum Investasi!

3. Jelaskan tujuan investasi di Indonesia!

4. Jelaskan jenis-jenis investasi !

5. Jelaskanapa manfaat Investasi!

6. Jelaskan apa peran investasi dalam perekonomian di Indonesia!

D. GLOSARIUM

Foreign Direct Investment atau FDI adalah suatu media atau sebagai alat di dalam

sistem ekonomi yang dimana dinamika ekonomi di dunia sudah mengglobal.

The Founding Fathers adalah julukan bagi 68 orang tokoh Indonesia yang

memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing dan

berperan dalam perumusan bentuk atau format negara yang akan dikelola setelah

kemerdekaan.

Pranata pembangunan adalah suatu sistem disebut juga sebagai sekumpulan

aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan

pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu

dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan.

Multiplier Effect adalah hasil kali pertambahan tiap pos pendapatan nasional atau

pengganda Pajak, Pengganda Investasi, dan Pengganda Belanja Pemerintah.

326

Investor adalah orang perorangan atau lembaga baik domestik atau non domesti k yang

melakukan suatu investasi (bentuk penanaman modal sesuai dengan jenis investasi yang

dipilihnya) baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.

Portofolio adalah kumpulan dokumen seseorang, kelompok, lembaga, organisasi,

perusahaan atau sejenisnya yang bertujuan untuk mendokumentasikan perkembangan

suatu proses dalam mencapai tujuan yang telahditetapkan.

Global Villageadalah suatu kondisi mengenai perkembangan teknologi komunikasi

dimana dunia dapat dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar dan luas.

E. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, Analisis Investasi, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat , Jakarta, 2003.

231
Andi Sri Rezky Wulandari, Buku Ajar Hukum Dagang, Mitra Wacana Media, Jakarta,

2014.

Fahmi, Irham, dan Hadi, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Alfabeta, Bandung,

2011

Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, PSAK No.2, Salemba Empat,

Jakarta,2009

M Shidqon Prabowo dan Pujiono, Buku Ajar Hukum Dagang, Rangkang Education,

Yogyakarta, 2016

Sad

PERTEMUAN KE 21 :

PASAR MODAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Pasar Modal, Instrumen

Pasal Modal, Sumber Hukum dan Perkembangan Pasar Modal, Manfaat Pasar Modal,

Anda harus mampu menjelaskan :

1.1 Mampu menjelaskan Pengertian Pasar Modal

1.2 Mampu menjelaskan Instrumen Pasal Modal

1.3 Mampu menjelaskan Sumber Hukum dan Perkembangan PasarModal

1.4 Mampu menjelaskan Manfaat Pasar Modal

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian PasarModal

Menurut Nasrudin bahwa: “Pasar modal adalah bagian dari pasar keuangan

(financial market), dimana kegiatan pasar keuangan ini meliputi “:

1. Pasar uang (moneymarket)

2. Pasar modal (capitalmarket)

3. Lembaga pembiayaan lainnya seperti sewa beli (leasing), anjak piutang (factoring),

modal ventura (venture capital), kartu kredit (creditcard).

232
Sehingga pasar modal merupakan konsep yang lebih sempit atau bagian dari pasar

keuangan. Pasar modal sering disebut sebagai pasar tempat dilakukannya penawara n

umum atau diperdagangkannya berbagai bentuk instrumen keuangan jangka panjang,

berbeda dengan pasar uang yang merupakan tempat diperdagangkannya dana jangka

Nasrudin dan Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana , Jakarta, 2004, hal. 13.

328

pendek.

Selanjutnya Nasrudin menyatakan bahwa: “Pasar modal (capital market)

mempertemukan pemilik dana (supplier of funds) dengan pengguna dana (user of funds)

untuk tujuan investasi jangka menengah (middle-term investment) dan jangka panjang

(long-term investment). Pemilik dana menyerahkan sejumlah dana sedangkan penerima

dana (perusahaan terbuka) menyerahkan surat bukti kepemilikan berupa efek. Pasar

(market) adalah sarana/tempat yang mempertemukan pembeli dan penjual untuk

melakukan transaksi atas suatu komoditas atau jasa. Pengertian modal (capital) dapat

dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu “:

1. Barang modal (capital goods), misalnya: tanah, bangunan/gedung,mesin.

2. Modal uang (fund) yang berupa financialassets.

Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bahwa pasar

modal adalah seluruh kegiatan yang mempertemukan penawaran dan permintaan atau

merupakan aktifitas yang memperjualbelikan surat-surat berharga. Menurut Munir Fuady

menyatakan bahwa: “Pasar modal berarti suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang

baik utang maupun modal sendiri diperdagangkan. Dana-dana jangka panjang yang

merupakan utang biasanya berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang

merupakan modal sendiri biasanya berbentuksaham”.

Abdulbasith Anwar yang mengutip pernyataan Hugh T. Patrick dan U Tun Wai

membedakan pengertian pasar modal menjadi 3 (tiga), yaitu:

233
4

1. Dalam arti luas:

”Pasar modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang terorganisir,

termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan,

surat berharga/klaim panjang pendek primer dan yang tidak langsung.”

Ibid., hal . 10.

Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu, cet. II, Citra Aditya
Bakti,Bandung,

2001, hal. 10.

Hugh T. Patrick dan U Tun Wai, ”Stock and Bond Issues and Capital Market in Less Developed Countries”,

dikutip oleh Abdulbasith Anwar, Manajemen dan Usahawan Indonesia No. 9, Tahun XIX (September
1990): 12.

329

2. Dalam arti menengah:

”Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga

yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya berjangka lebih dari satu

tahun) termasuk saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotik, tabungan dan

deposito berjangka.”

3. Dalam arti sempit

”Pasar modal adalah tempat pasar uang terorganisir yang

memperdagangkan saham dan obligasi dengan menggunakan jasa makelar

dan underwriter.” Dalam pasal 1 butir 13 Undang-Undang Pasar Modal

tentang ketentuan umum menyatakan bahwa:

” Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran

umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek

yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek ” .

234
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka pasar modal dapat diartikan

sebagai pasar tempat bertemunya pemilik dana yang akan menyerahkan sejumlah

dana kepada pengguna dana untuk tujuan investasi dengan pengguna dana

yangakan memberikan surat bukti kepemilikan berupa efek kepada pemilik dana,

dimana mereka akan melakukan transaksi berbagai bentuk instrumen keuangan

jangka panjang. Dana-dana jangka panjang yang merupakan utang biasanya

berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang merupakan modal

sendiri biasanya berbentuksaham.

Pemilik dana, baik perorangan maupun suatu lembaga atau badan hukum

menginvestasikan kelebihan dana yang dimilikinya agar lebih produktif dan lebih

berkembang. Mereka mengharapkan memperoleh suatu keuntungan di masa

datang (future earning) yang memberikan nilai tambah atas dana yang

diinvestasikannya selama periode waktu tertentu dalam bentuk efek di pasar

modal.

330

Menurut Tandelilin, dalam konteks perekonomian ada beberapa motif

mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain adalah:

1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang

Kebutuhan untuk mendapatkan hidup yang layak di masa depan merupakan

keinginan setiap manusia, sehingga upaya -upaya untuk mencapai hal tersebut

selalu akan dilakukan.

2. Mengurangi tekananinflasi

Faktor inflasi tidak pernah dapat dihindari dalam kehidupan ekonomi, yang

dapat dilakukan adalah meminimalisir risiko akibat adanya inflasi. Investasi

dalam sebuah bisnis tentunya dapat dikategorikan sebagai langkah yang

efektif .

3. Sebagai usaha untuk menghematpajak

Di beberapa negara banyak diberlakukan kebijakan yang bersifat mendorong

235
tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajaka

tersendiri kepada masyarakat yang melakukan investasi pada suatu usaha

tertentu.

Hal ini sejalan dengan fungsi pasar modal dari segi ekonomi yang

menfasilitasi berpindahnya dana dari pemilik dana yang kelebihan dana kepada

penerima dana untuk diinvestasikan dengan harapan akan mendapatkan

imbalanatas penyertaan dana tersebut. Sedangkan dari sisi penerima atau

pengguna dana, dengan tersedianya dana tersebut memungkinkan bagi

perusahaan yang bersangkutan untuk mengembangkan bidang usahanya.

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan Tentang Instrumen Pasar Modal

Objek yang diperjualbelikan di pasar modal adalah hak kepemilikan atas suatu

perusahaan (modal) dan surat pernyataan utang perusahaan dalam bentuk berbagai

Huda dan Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Kencana, Jakarta, 2007, hal. 8-9.

331

instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang. Yang menjadi objek transaksi dalam

pasar modal, yang dalam terminologi pasar keuangan disebut efek, selain saham dan

obligasi dikenal beberapa instrumen derivatif lainnya seperti: option, warrant,right.

Nasarudin menyatakan bahwa: “Secara umum dari seluruh instrumen pasar modal

yang ada, dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

1. Instrumen Utang (Obligasi)

Bentuk efek dimana penerbitnya (issuer) yaitu

perusahaan/lembaga/ pemerintah mengeluarkan/menjual surat utang

jangka panjang, dengan kewajiban membayar bunga tertentu secara

periodik dan kewajiban untuk melakukan pelunasan pokok pinjaman

(principal) pada saat jangka waktu yang telah disepakati para pihak jatuh

tempo (maturity date/due date). Bunga dihitung secara discount (discount

236
rate) ataupun secara perhitungan bunga biasa (interest bearing). Dalam

praktek, khususnya untuk efek di pasar modal, lebih sering digunakan

perhitungan bunga secara discountrate.

Dikenal beberapa jenis obligasi, yang dari cara pengalihannya

dibedakan menjadi: obligasi atas unjuk (bearer bond) dan obligasi atas

nama (registered bond). Jenis obligasi dilihat dari segi jaminan yang

diberikan, yaitu:

1. Obligasi dengan jaminan (secured bond debentures) yaitu obligasi

yang diberi agunan (collateral) untuk pelunasan pokok pinjaman

beserta bunganya. Agunan yang diberikan berupa harta kekayaan

perusahaan, baik berupa tanah, gedung dan lain-lain.

2. Obligasi tanpa jaminan yaitu obligasi yang tidak didukung agunan

(unsecuredbond/debenture).

Nasarudin dan Surya, op. cit. hal . 182-205

332

3. Obligasi dengan penanggungan utang (guaranteedbond).

4. Obligasi dengan jaminan hak tanggungan dan agunan aset

(mortgage and other asset backedbonds).

Jenis obligasi berdasarkan cara penetapan dan pembayaran bunga:

1. Obligasi dengan bunga tetap yaitu obligasi yang memberikan bunga tetap

untuk setiap periode tertentu dan pada waktu jatuh tempo jangka waktu

yang telah ditentukan maka pokok pinjaman dibayarkan kepada

pemegangobligasi.

2. Obligasi dengan buga tidak tetap dimana bunga ditetapkan dengan cara

yang berbeda-beda, ada yang dikalikan dengan indeks atau dengan tingkat

suku bunga deposito, bahkan dengan tingkat suku bunga yang berlaku di

luar negeri seperti LIBOR (London Inter Bank Offer Rate) atau SIBOR

(Singapore Inter Bank OfferRate).

237
3. Obligasi tanpa bunga (zerro coupon) dimana pemegang obligasi tidak

mendapat pembayaran bunga dan keuntungan yang diperoleh berdasarkan

selisih antara harga pembelian dengan nilai obligasi pada saat jatuh tempo

(sebesar nilai pari atau nilainominal).

4. Obligasi yang tidak terbatas jatuh temponya (perpectual bond) adalah

jenis obligasi yang tidak mempunyai batas jatuh tempo sehingga

perusahaan penerbit obligasi tidak mempunyai kewajiban untuk

mengembalikan utang tersebut kecuali jika perusahaandilikuidasi.

5. Obligasi dengan bunga mengambang (floating rate bond) menjanjikan

untuk memberikan bunga secara mengambang, misalnya 1% diatas rata rata tingkat suku bunga
deposito berjangka pada bank pemerintah atau

diatas tingkat suku bunga LIBOR atauSIBOR.

Jenis obligasi berdasarkan nilai pelunasan dimana nilai pelunasan obligasi

dikaitkan dengan indeks harga tertentu, seperti klausula emas, perak, valuta asing,

indeks harga konsumen, dan lain-lain.Jenis obligasi berdasarkan konvertibilitas

333

(convertible bond) dimana dalam jangka waktu tertentu pemegang obligasi diberi

hak untuk menukarkan obligasi yang dimilikinya dengan saham (common stock)

sesuai dengan syarat-syarat pinjaman.

Jenis obligasi berdasarkan penerbit yaitu obligasi pemerintah pusat,

obligasi pemerintah daerah, obligasi perusahaan swasta, obligasi asing ( foreign

bonds), obligasi sampah (junk bonds) yaitu obligasi yang ratingnya

dibawah.Obligasi berdasarkan waktu jatuh tempo dapat dikelompokkan dalam 3

(tiga) golongan yaitu: obligasi jangka pendek dengan jangka waktu kurang dari 1

tahun, obligasi jangka menengah dengan jangka waktu diatas satu tahun sampai

lima tahun dan obligasi jangka panjang dengan jangka waktu lebih dari lima

tahun.

2. Instrumen Penyertaan (Saham)

Yaitu efek yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk ikut

238
serta kedalam modal suatu perusahaan yakni menjadi pemegang saham

dari perusahaan yang bersangkutan, berupa modal dasar, modal

ditempatkan maupun modal disetor. Instrumen ini adalah instrumen yang

paling populer dikalangan investor dan saham yang dikeluarkan dalam

rangka pendirian perusahaan, pemenuhan modal dasar atau peningkatan

modal dasar.

Dimana sebagai pemegang saham, investor berhak untuk

mendapatkan pembagian deviden, hadir dalam Rapat Umum Pemegang

Saham dan mendapat sisa harta kekayaan perusahaan jika dilikuidasi.

Selain itu juga mendapat keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual,

yaitu jika harga jual lebih tinggi dari hargabeli.Jenis saham berdasarkan

cara peralihannya dikenal saham atas unjuk (bearer stock) yang sangat

mudah dialihkan dan saham atas nama (registered stock) yaitu saham yang

cara peralihannya harus melalui prosedur pencatatan dokumen peralihan.

334

Jenis saham berdasarkan hak tagihan berupa saham biasa (common

stock) yang memposisikan pemegangnya pada posisi paling akhir dalam

pembagiandeviden saham maupun dalam perolehan hak atas harta

kekayaan perusahaan apabila perusahaan mengalami likuidasi, saham

preferen (preferred stock) yang memberikan prioritas tertentu kepada

pemiliknya, misalnya: hak didahulukan dalam pembagian deviden, berhak

untuk menukarkan saham preferennya dengan saham biasa dan mendapat

prioritas pembayaran kembali permodalan jika terjadi likuidasi perusahaan

yang mengeluarkan saham dan saham istimewa (golden share) yang

pemegangnya memiliki hak lebih dibandingkan dengan pemegang saham

lainnya, terutama dalam proses penunjukan direksi perusahaan. Saham

istimewa ini dikenal dengan nama saham dwiwarna karena dimiliki oleh

pemerintah Indonesia dan jumlahnya hanya satu buah.

3. Instrumen Efek Lain

239
Adalah efek yang merupakan pengembangan dari efek utama

(saham dan obligasi) yang telah dipasarkan terlebih dahulu, efek ini

berbentuk Indonesian Depository Receipt/IDR yang disebut juga Sertifikat

Penitipan Efek Indonesia dan Efek Beragun Aset.Pengertian Sertifikat

Penitipan Efek Indonesia menurut Peraturan Bapepam-LK Nomor:

IX.A.10, yaitu:

”Efek yang memberikan hak kepada pemegangnya atas efek utama yang

dititipkan secara kolektif pada bank kustodian yang telah mendapatkan

persetujuan dari Bapepam-LK.”

Penawaran umum efek ini berdasarkan Peraturan Bapepam-LK

Nomor: IX.A.10 harus melalui pengajuan pernyataan pendaftaran kepada

Bapepam-LK dan jika penawaran umum efek utamanya berupa badan

hukum Indonesia maka wajib memenuhi ketentuan penawaran umum yang

berlaku untuk efek utamanya tersebut.

335

Efek Beragun Aset adalah efek yang disekuritisasi dimana aset

tersebut dinilai dengan efek yang kemudian diperjual belikan. Sekuriti aset

adalah suatu proses dimana suatu aset dijadikan piutang atau t agihan yang

kemudian ditransformasikan kedalam efek yang dijaminkan dengan aset

tersebut. Kumpulan dari piutang atau tagihan tersebut kemudian diubah

menjadi investasi yang ditransaksikan di pasar modal. Menurut ketentuan

Peraturan Bapepam-LK Nomor: IX.K.1 sebagai dasar hukum efek ini

memberikan definisi bahwa:

”Efek Beragun Aset (EBA) adalah efek yang diterbitkan oleh Kontrak

Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang portofolionya terdiri dari aset

keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, sewa

guna usaha, perjanjian jual beli bersyarat, perjanjian pinjaman cicilan,

tagihan kartu kredit, tagihan yang timbul dikemudian hari ( future

receivables), pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah, atau

240
apartemen, efek bersifat utang yang dijamin pemerintah, Sarana

Peningkatan Kredit (credit enhancement)/Arus Kas (cash flow), serta aset

keuangan setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset

keuangan tersebut.”

Efek Beragun Aset ada 2 (dua) macam, yaitu: Efek Beragun Aset

ArusKas Tetap adalah Efek Beragun Aset yang memberikan kepada

pemegang efek penghasilan tertentu seperti layaknya pemegang efek

bersifat utang dan Efek Beragun Aset Arus Kas Tidak Tetap adalah Efek

Beragun Aset yang menjanjikan kepada pemegang efek penghasilan tidak

tertentu seperti pemegang efek yang bersifatekuitas

4. Instrumen Efek Derivatif

Yaitu efek yang pada dasarnya merupakan kelanjutan dari efek

yang telah dipasarkan terlebih dahulu yaitu Indonesian Depository

Receipt, antara lain berupa: bukti right, option, warrant dan lain-lain.

Right adalah penerbitan surat hak kepada pemegang saham lama

perusahaan publik untuk mendaftar lebih dulu guna mendapatkan saham

biasa dari suatu emisi baru secara proporsional sebelum ditawarkan

kepada masyarakat, yang hendak diterbitkan dengan harga yang telah

336

ditetapkan sebelumnya untuk jangka waktu tertentu yang terbatas.

Pemegang bukti right tidak memperoleh deviden karena right bukan bukti

kepemilikan atassaham.

Option menurut Abdurrahman bahwa: “Suatu privelesa atau hak

istimewa untuk membeli atau menjual, menerima atau menyerahkan harta

benda yang diberikan sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui dan

biasanya dengan ganti rugi atau harga.”

Penjelasan Pasal 1 angka 5

Undang-Undang Pasar Modal menjelaskan bahwa opsi adalah hak yang

241
dimiliki oleh salah satu pihak untuk membeli atau menjual kepada pihak

lain atas sejumlah efek pada harga dan dalam waktu tertentu. Dikenal 2

(dua) tipe opsi yaitu call option dan put option. Call option adalah opsi

yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli saham dan

aset keuangan yang telah ditentukan jumlah, harga dan waktunya,

sedangkan put option adalah opsi yang memberikan hak kepada

pemegangnya untuk menjual asetkeuangan.

Menurut John D. Martin bahwa: “Warrant (waran/surat saham)

yaitu suatu surat yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk

membeli sejumlah tertentu instrumen keuangan berupa saham pada waktu

tertentu dengan harga tertentu “.

Warant mirip dengan opsi akan tetapi

waran dikeluarkan oleh perusahaan yang menerbitkan efek dimana

perolehan bunga dari waran lebih rendah, tidak adanya kesempatan

mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual dan

menurunnya nilai earning per share karena saham terdilusi. Waran dalam

emisi obligasi diterbitkan dengan maksud untuk menarik minat para calon

pembeli obligasi.

Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal.

756.

John D. Martin, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, diterjemahkan oleh Haris Munandar,Rajagrafindo

Persada, Jakarta, 1993, hal. 295.

337

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Pasar Modal menjelaskan bahwa

yang dapat dikategorikan sebagai efek terdiri dari:

1. Surat Pengakuan Utang

242
2. Surat BerhargaKomersial

3. Saham

4. Obligasi

5. Tanda BuktiUtang

6. Unit Penyetoran Kontrak InvestasiKolektif

7. Kontrak Berjangka AtasEfek

8. Setiap Derivatif dari Efek, seperti opsi dan waran

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Tentang Sumber Hukum dan Perkembangan Pasar Modal

Hukum pasar modal di Indonesia berkembang sejalan dengan perkembangan

pasar modal itu sendiri dengan mengacu kepada kaidah hukum yang berlaku secara

umum. Dalam kaidah hukum dikenal perintah, yang mau tidak mau harus dijalankan atau

ditaati dan larangan, yang bersifat memaksa dan mengikat, serta k ebolehan atau

perkenan, yang sifatnyamelengkapi.

Ketentuan-ketentuan yang berlaku di pasar modal harus menjadi acuan bagi

pelaku pasar, lembaga dan pihak lain yang terlibat, dalam melakukan kegiatan di pasar

modal serta dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum dan memberikan

rasa keadilan. Dengan kepatuhan dari seluruh pihak terkait maka akan menciptakan

integritas dan menjaga kredibilitas pasar modal itu sendiri. Latar belakang kegiatan pasar

modal yang berlandaskan kepercayaan, akan terjamin dengan adanya peraturan yang

mendukung kegiatantersebut.

338

Perkembangan pasar modal di Indonesia sendiri dapat dibagi dalam 2 (dua)

periode besar,yaitu:

a. Sebelum Kemerdekaan

Menurut Munir Fuady bahwa: “Terbentuknya perusahaan Dunlop

& Koff yang kemudian menjadi PT. Perdanas yaitu perusahaan yang

mempunyai kegiatan sebagai pedagang perantara di bidang perdagangan

komoditi dan sekuritas pada tahun 1878, merupakan cikal bakal lahirnya

243
kegiatan pasar modal Indonesia. Sedangkan sebelum tahun1878, sejauh ini

tidak ada catatan lengkap tentang transaksi dalam kegiatan pasar modal

Indonesia”.

Menurut Munir Fuady bahwa: “Lahirnya kegiatan pasar modal di

Indonesia secara resmi diawali dengan didirikannya cabang Amsterdamse

Effectenbureurs di Jakarta pada tanggal 14 Desember 1912 dimana yang

diperdagangkan terbatas pada saham dan obligasi perkebunan di Indonesia

dengan tujuan untuk memakmurkan sektor perkebunan. Kegiatan bursa

diselenggarakan oleh Verrniging Voor de Effectenhandel sebagaibursa

tertua keempat di Asia setelah Hongkong (1817), Mumbai (1830) dan

Tokyo(1878)”.

10

Yulfasni menyatakan bahwa: “Pada awal Tahun 1939 sejalan

dengan keadaan politik di Eropa dan meluasnya kekuasaan Adolf Hitler

membuat Pemerintah Hindia Belanda mengambil keputusan untuk

memusatkan kegiatan bursa di Jakarta. Akhirnya karena pecahnya Perang

Dunia ke-II, pada Tanggal 10 Mei 1940, Bursa Efek Jakarta ditutup,

setelah sebelumnya Bursa Efek Surabaya dan Bursa EfekSemarang juga

tutup. Padahal saat itu di Jakarta terdapat lebih dari 250 jeni s saham

dengan nilai 1,4 miliar gulden.

11

Munir Fuady, Op.Cit, hal. 20-21

10

I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, cet. I, Yayasan Sad Satria Bhakti, Jakarta, 2000,

hal.59.

11

Yulfasni, Hukum Pasar Modal, cet. 1,Iblam, Jakarta,2005, hal. 5.

244
339

b. Sesudah Kemerdekaan

Indonesia sebagai negara yang memproklamirkan

kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dan disambung dengan

terjadinya revolusi fisik, memposisikan Indonesia sebagai negara yang

sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menjalankan

pemerintahannya termasuk untuk membiayai pembangunan yang akan

dilaksanakan. Sejalan dengan diterbitkannya obligasi pertama oleh

Pemerintah pada Tanggal 1 September 1951, maka Pemerintah

mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 13 Tahun 1951 Tentang

Bursa, yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 15

Tahun 1952 Tentang Bursa. Undang-Undang ini hanya dilengkapi dengan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990 Tentang Pasar

Modal. Kondisi ini tentu saja tidak dapat memenuhi kebutuhan para

pelaku pasar modal terhadap regulasi yang akan mendukung kegiatan

mereka di pasar modal.

Menurut Nasarudin bahwa: “Undang-Undang ini masih digunakan

sebagai dasar hukum kegiatan pasar modal hingga akhir tahun 1995

walaupun sebenarnya Undang-undang ini sudah tidak layak digunakan

karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pasar modal saat itu.

Satu-satunya Keputusan Menteri Keuangan yang dikeluarkan saat itu yaitu

Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 Tentang Pasar

Modal, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor: 284/KMK.010/1995, kemudian dicabut berdasarkan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 645/KMK.010/1995”.

12

Awal diaktifkannya kembali pasar modal mengacu kepada

Keputusan Presiden Nomor: 52 Tahun 1976 dan Peraturan Pemerintah

Nomor: 25 Tahun1976 tentang pendirian perusahaan perseroan PT. Dana

245
12

Nasarudin dan Surya, Op. Cit, hal . 43.

340

Reksa dengan tujuan untuk menghimpun dana masyarakat. Indra Surya

menyatakan bahwa: “Kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah berupa

deregulasi dibidang pasar modal yaitu: Paket Desember 1987 atau Pakdes,

Paket Oktober 1988 atau Pakto, Paket Desember 1988 atau Pakdes II dan

ketentuan lainnya yang membuka peluang bagi para investor, termasuk

juga investor asing untuk ikut serta dalam kegiatan pasar modal di

Indonesia dengan pemberian izin pembelian saham oleh investor asing di

pasar modal. Kebijakan lainnya yang dilakukan pemerintah yaitu berupa

penghapusan pembatasan fluktuasi harga sebesar 4% ( empat persen ) per

hari pada hal sebelumnya jika terjadi fluktuasi harga diluar harga pa sar

wajar

makapasarlangsungdicutolehpemerintah.Akantetapipembatasantetapdiberl

akukan jika terjadi kecurigaan terhadap fluktuasi harga yang diindikasikan

dilakukan oleh pihak-pihak tertentu”.

13

Di era globalisasi ini, pasar modal Indonesia harus bisa membuka

diri terhadap perkembangan pasar modal internasional dan melakukan

pembenahan diri agar standar regulasi yang ada sesuai dengan praktek

kegiatan pasar modal internasional. Oleh karena itu Bapepam -LK harus

menyediakan perangkat regulasi yang berstandar internasional yang

dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan,

termasuk didalamnya undang-undang yang menjadi acuan bagi peraturan

pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pasar modal yaitu

Undang-Undang Pasar Modal. Produk hukum ini mengacu kepada

ketentuan standar praktek kegiatan pasar modalinternasional.

Nasarudin menyatakan bahwa: “Undang-Undang ini dilengkapi dengan 2

246
(dua) Peraturan Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor: 45 Tahun

1995 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang

13

Indra Surya, “Sejarah dan Organisasi Pasar Modal” (disampaikan pada pemberian materi

kuliah Hukum Pasar Modal, Depok, 19 Februari 2007).

341

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor:12 Tahun 2004 dan

Peraturan Pemerintah Nomor: 46 Tahun 1995 Tentang Pemeriksaan di

Bidang Pasar Modal, dan kemudian dikeluarkan juga beberapa Keputusan

Menteri Keuangan, yaitu antara lain”:

14

1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 645/KMK.010/1995 tentang

Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1548/KMK.013/1990

tentang Pasar Modal.

2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 646/KMK.010/1995 tentang

Pemilikan Saham atau Unit Penyertaan Reksadana oleh PemodalAsing.

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 647/KMK.010/1995 tentang

Pemilikan Saham Efek oleh Pemodal Asing, dengan batas maksimal 85%

dari modaldisetor.

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 455/KMK.01/1997 tentang

Pembelian Saham oleh Pemodal Asing melalui PasarModal.

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 179/KMK/010/2003 tentang

Permodalam PerusahaanEfek.

Tujuan Pembelajaran 1.4:

MenjelaskanTentang Manfaat PasarModal

Menurut Zainal Asikin bahwa: “Manfaat pasar modal dapat dilihat dari 3 sudut

pandang, yaitu dari sudut pandang Investor, sudut pandang Pemerintah, dan sudut

pandang Dunia Usaha”:

15

247
a. Bagi Investor

Biasanya para pemodal relatif terbatas dalam menanamkan

dananya di bank dalam bentuk diposito dengan alasan perkembangan

modal yang ditanam di bank mengalami perkembangan yang lamban

14

Nasarudin dan Surya, op.cit., hal. 43.

15

Zainal Asikin, Hukum Dagang, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016. Hal.322

342

dibandingkan dengan pasar modal dalam bentuk saham, obligasi dan

sekuritas lainnya. Melalui pasar modal, investasi yang ditanamkan

berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Sebagai pemegang saham,

investor memperoleh dividen. Sedangkan sebagai pemegang obligasi

investor memperoleh bunga tetap/bagi hasil atau pendapatan,

mempunyaihak suara dalaam RUPS bagi pemegang saham dan

mempunyai hak suara dalam RUPO bagi pemegang obligasi.

b. Bagi Pemerintah

Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan pembangunan

disuatu daerah sangat tergantung dari masuknya investor ke suatu daerah

tersebut. Dengan perkembangan pasar modal dan adanya investor yang

menanamkan investasinya pada suatu perusahaan itu ingin

mengembangkan usahanya di suatu daerah maka akan terjadi pemerataan

hasil pembangunan. Karena dengan adanya peluang usaha diu suatu

daerah akan membuka peluang kerja dan kesempatan kerja sehingga akan

mengurangi dampak sosial dari pengangguran. Selain hal tersebut tentu

pemerintah akan memperoleh penghasilan dari sektor pajak pada setiap

transaksi baik pada saat pembelian maupun pada saat penjualan sahamnya.

c. Bagi Dunia Usaha

Pasar modal akan memberikan manfaat bagi dunia usaha, karena

248
dengan transaksi saham akan:

1. Menydiakan sumber pendanaan atau pembiayaan.

2. Memberikan wahana investasi bagi investor.

3. Menyediakan indikator utama bagi tren ekonomi negara.

4. Memungkinkan penyebaran pemilikan perusaahaan.

5. Menciptakan lapangan kerja.

6. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan.

7. Alternativ investasi

343

8. Membina iklim keterbukaan.

9. Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan Pengertian Pasar Modal !

2. Jelaskan apa saja Instrumen Pasal Modal !

3. Jelaskan Sumber Hukum dan Perkembangan PasarModal !

4. Apakah Manfaat dengan adanya Pasar Modal !

D. GLOSARIUM

Financial asset adalah investasi berupa valas, deposito berjangka, saham dan obligasi

yang diperdagangkan di pasar uang maupun pasar modal.

Financial market adalah mekanisme pasar yang memungkinkan bagi seorang atau

koporasi untuk dengan mudah dapat melakukan transaksi penjualan dan pembelian dalam

bentuk sekuritas keuangan (seperti saham dan obligasi).

Registered bond adalah obligasi yang diterbitkan dengan menggunakan nama

pemiliknya.

Bearer bond adalah obligasi yang tidak didaftarkan, pemegang bearer bonds harus

menggunakan kupon untuk menerima pembayaran bunga.

E. DAFTAR PUSTAKA

Nasrudin dan Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Kencana 2004.

Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu, cet. II, Citra Aditya

249
Bakti, Bandung 2001.

Hugh T. Patrick dan U Tun Wai, ”Stock and Bond Issues and Capital Market in Less

Developed Countries”, dikutip oleh Abdulbasith Anwar, Manajemen dan Usahawan

Indonesia No. 9, Tahun XIX ,September 1990.

344

Huda dan Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta, Kencana,2007.

Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan,Pradnya Paramita,

Jakarta, 1991.

John D. Martin, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, diterjemahkan oleh Haris

Munandar, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1993.

I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, cet. I, Yayasan Sad Satria Bhakti,

Jakarta, 2000.

Yulfasni, Hukum Pasar Modal, cet. 1,Iblam, Jakarta, 2005.

Indra Surya, Sejarah dan Organisasi Pasar Modal,Disampaikan pada pemberian materi

kuliah Hukum Pasar Modal, Depok, 19 Februari 2007.

Zainal Asikin,

PERTEMUAN KE 22 :

JUAL BELI PERUSAHAAN DAN TEKNIS PEMBAYARAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Jual Beli Perusahaan, Jenis

Syarat dan Penyerahan Barang, Tata Cara Pembayaran dalam Jual Beli Perusahaaan,

sehingga diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan mengenai :

1. PengertianJual Beli Perusahaan.

2. Jenis Syarat dan Penyerahann Barang.

3. Tata Cara Pembayaran Dalam Jual Beli Perusahaan.

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian Jual Beli Perusahaan

Handelskoop adalah istilah dalam bahasa Belanda. Menurut Zeylemaker bahwa:

250
“Jual beli perusahaan yaitu suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan, yaitu

perbuatan pedagang atau pengusaha lainnya, yang berdasarkan perusahaannya atau

jabatannya melakukan perjanjian jual beli”.

Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad terjemahannya adalah Jual Beli

Perdagangan. Soekardono (1977) menerjemahkannya dengan “Jual Beli Perniagaan”.

Sedangkan Purwosutjipto (1981) yang sependapat dengan Zeylemaker,

menerjemahkannya dengan “Jual Beli Perusahaan” dengan argumentasi perbuatan

perdagangan (perniagaan) yang disebutkan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 KUHD

sudah dicabut oleh Stb Nomor 276 Tahun 1938 dan diganti dengan istilah pe rusahaan.

Menurut Abdulkadir Muhammad, terjemahan dari Purwosutjipto kurang sesuai dengan

Zeylemaker, dalam HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia , Hukum Jual Bali

Perusahaan, Jjilid 4, Djambatan, Jakarta, 1981, hal.1.

346

arti perbuatan jual beli sebagai inti konsep perdagangan dan juga terjemahan tersebut

memberi kesan bahwa yang diperjualbelikan itu adalah perusahaan. Jual Beli Perniagaan

merupakan sinonim dari jual beli perdagangan,tetapi istilah perdagangan lebih umum

dikenal dalam masyarakat sekarang.

Selanjutnya ciri-ciri khusus dari Jual Beli Perdagangan menurut Abdukkadir

Muhammad bisa dipahami melalui unsur-unsur sebagai berikut”:

1. Unsur Subjek

Yakni penjual dan pembeli, kedua-duanya atau satu pihaknya

merupakan perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum

2. Unsur Objek

Yakni barang dan harga.Barang merupakan barang dagangan,

dibeli untuk dijual lagi.Harga merupakan nilai barang dagangan yang

251
diukur dengan uang

3. Unsur peristiwa

Yaitu perbuatan menjual barang dan penyerahannya menggunakan

alat pengangkut niaga yang digerakkan secara mekanik dan perbuatan

membeli barang dengan pembayaran tunai atau menggunakan surat

berharga melalui jasa bank.

4. Unsur tujuan

Yaitu keuntungan dan/atau laba sebagai nilai lebih dari modal

perdagangan yang sudah diperhitungkan

Menurut HMN Purwosutjipto Jual beli perusahaan adalah perjanjian jual beli

yang bersifat khusus. Kekhususannya, terdapat di dalam beberapa hal sebagai berikut:

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 459.

Ibid, hal. 460

347

a. Jual beli perusahaan adalah suatu perbuatan perusahaan. Perbuatan seperti ini,

merupakan perbuatan yang sudah direncanakan lebih dulu mengenai untung ruginya

dan segala sesuatunya dicatat dalam pembukuan.

. Dengan begitu, perbuatan jual beli

perusahaan bukan untuk keperluan diri sendiri, sebagai konsumen, tetapi untuk

kepentingan perusahaan.

b. Para pihak dalam perjanjian, salah satu atau kedua-duanya pengusaha, yaitu orang atau

badan hukum yang menjalankan perusahaan. Para pihak belum tentu tinggal di kota

yang sama, malah sering kali tinggal di negara yang berbeda. Pada umumnya, para

pihak termasuk orang ahli di bidangnya (vaklieden en deskundigen).

c. Barang-barang yang diperjualbelikan merupakan barang-barang dagangan atau

252
barang-barang yang tidak untuk dipakai sendiri atau bukan untuk kepentingan

konsumsi pribadi, tetapi untuk dijual lagi kepada pihak lain atau untuk kepentingan

perusahaan atau jawatan. Karena itu, barang-barang yang diperjualbelikan itu

membutuhkan pengangkutan yang khusus pada saat penyerahan.

d. Pengangkutan merupakan sarana yang biasa dilakukan pada saat penjual menyerahkan

barang-barangnya kepada pembeli. Pengangkutan ini bisa melalui darat, per airan

darat, udara dan laut. Karena barang-barang yang diangkut berjumlah banyak dan

berat maka yang sering digunakan adalah pengangkutan laut. Menurut HMN

Purwosutjipto 70 % dari barang-barang itu diangkut melalui laut

Syarat-syarat dalam perjanjian jual beli perusahaan (bedingen) berbeda dengan

jual beli perdata , yaitu jual beli yang diatur di dalm KUHPER. Dalam perjanjian jual beli

perusahaan,menurut HMN Purwosutjipto sering kali disertai syarat-syarat pada saat

penyerahan barang. Dalam pandangan Djoko Imbawani Atmadja,, Jual Beli Perusahaan

ini disebut dengan istilah “Perjanjian Jual Beli Perniagaan” . Djoko Imbawani Atmadja,

mengatakan bahwa perjajian jual beli perniagaan memiliki ciri yang khusus,

HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia , Hukum Jual Bali Perusahaan, Jjilid

4, Djambatan, Jakarta, 1981, hal.1-2.

Polak, sebagaimana dikutip HMN Purwosutjipto, Ibid.

348

Kekhususannya terletak pada “keterikatan” para pihak bukan berdasarkan undangundang, tetapi
para pihak terikat karena adanya perjanjian atau kontrak yakni mereka

dikuasai oleh kontrak yang berlaku bagi mereka yang bersangkutan”.

Dengan lain kata,

para pihak terikat oleh perjanjian atau kontrak yang mereka buat.

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan Tentang Jenis, Syarat dan Penyerahan Barang

253
Menurut Djoko Imbawani Atmadja bahwa: “Dalam kegiatan bisnis terdapat beberapa

jenis syarat penyerahan barang antara lain sebagai berikut:

Loco price. Dengan syarat Loco price, berarti harga ditentukan sampai dengan

penyerahan di tempat barang disimpan dan keadaan seperti aslinya. Dalam hal ini, ongkos

pengepakan, ongkos pengangkutan di darat, dan di laut menjadi beban pembeli.

Free on board (FoB) price. Dengan syarat FoB price, berarti semua biaya sampai barang

tersebut tuntas dimuat di atas kapal. Dengan syarat FoBini, sudah terhitung biaya yang

terkait, misalnya, ongkos pengepakan, ongkos pengangkutan ke pelabuhan, ongkos muat

ke kapal.

Ost and Freight (C & F) price. Dengan syarat C&F price, maka penentuan harga barang

berdasarkan semua biaya dalam syarat FoB ditambah dengan ongkos pengangkutan laut

(freight), dari pelabuhan muat sampai ke pelabuhan tujuan barang, sesuai dengan yang

tercantum dalam kontrak.

Cost Insurance and Freight (CIF) price. Dengan syarat ini, perhitungan harga merupakan

semua biaya yang tersebut dalam C&F ditambah dengan premi asuransi ( insurance

premium).

Djoko Imbawani Atmadja, Hukum Dagang Indonesia, Sejarah, Pengertian dan Prinsip-PrinsipHukum

Dagang, Setara Press, Malang, 2011. hal.56.

Ibid., hal. 70 – 71.

349

Free on Quay (F o Q), Free alongside Ship (Fas), Free alongside Rail (FaR). Syarat FoQ

menentukan di kade pelabuhan muat; syarat FaS harga termasuk pengangkutan sampai

diserahkan disamping kapal yang akan memuat barang; FaR harga barang sampai dengan

penyerahan dipelataran setasiun kereta api yang mengangkut barang.

Franco gudang pembeli. Dengan syarat ini, penentuan harga diperhitungkan sejak biaya

pengepakan sampai dengan dibongkarnya digudang pembeli.

254
Selanjutnya Djoko Imbawani Atmadja bahwa: “Pada umumnya, yang lebih disukai

bagi penjual (eksportir) yaitu dengan syarat FoB, karena tidak dibebani biaya risiko

angkutan dan asuransi, surat muat (bill of lading) lebih mudah didapat, kemudian

pembayaran bisa dicairkan. Lain halnya, bagi pembeli,lebih suka menggunakan syarat

CIF karena tidak menanggung beban-beban tersebut”.

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Tentang Tata Cara Pembayaran dalam Jual Beli Perusahaaan

Kansil menjelaskan bahwa: “Jual beli secara umum diatur KUH Perdata,

sedangkan jual beli perdagangan internasional tidak diatur dalam KUH Perdata maupun

KUHD, melainkan berdasarkan perjanjian antara pihak–pihak, dan kebiasaan yang

berlaku dalam perdagangan sepanjang tidak diperjanjikan secara khusus menyimpang”.

Oleh karena dalam perjanjian jual beli para pihak bebas untuk menentukan sendiri apa

yang diinginkan berdasarkan persetujuan para pihak sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 1338 KUH Perdata, demikian pula mengenai cara pembayaran, seperti yang diatur

dalam Pasal 1513 KUH Perdata yang mengatakan bahwa “kewajiban utama si pembeli

adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan di

dalam persetujuan”. Sehingga pada dasarnya pembayaran dalam perjanjian jual beli dapat

dilaksanakan sebagai berikut :

Ibid. hal 71.

C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia-Aspek Hukum Dan Ekonomi-bagian 2, Pradnya Paramita,

Jakarta, 2001, hal. 8.

350

1. Sebelum saat terjadinya penyerahan, atau sering disebut dengan cara

pembayaran kredit.

2. Pada saat terjadi penyerahan barang, atau sering disebut dengan

255
pembayaran tunai.

3. Sesudah saat terjadi penyerahan barang, atau sering disebut dengan

pembayaran wesel inkaso.

Pembayaran dalam Jual Beli Perusahaan atau dalam jual beli perniagaan,

khususnya ekspor- impor, jarang sekali digunakan pembayaran secara tunai. Pembayaran

dalam jual beli perniagaan, termasuk ekspor-impor dapat dilakukan dengan berbagai cara,

diantaranya adalah:

1. Pembayaran dimuka (Advance Payment)

Andi Susilo menjelaskan bahwa: “ Advance payment merupakan salah satu

bentuk cara pembayaran non L/C yang dikenal dalam berbagai kontrak bisnis,

termasuk kontrak bisnis internasional. Sistem pembayaran advance payment pada

umumnya dikenal dengan istilah “pembayaran dimuka”, artinya importir membayar

terlebih dahulu kepada eksportir melalui perintah transfer bank ke rekening

eksportir, sebelum eksportir yang bersangkutan mengirimkan barang yang

diperjanjikan. Setelah menerima pembayaran harga baik keseluruhan maupun

sebagian baru kemudian eksportir melakukan kewajibannya mengirimkan barang

melalui port of loading. Barang yang dikirim tersebut sudah tercatat atas nama

importir. Advance payment juga biasanya dilakukan hanya dalam transaksi dagang

jumlah kecil, atau keduanya (eksportir-importir) saling percaya atau impotir

memang sangat membutuhkan barang yang ada pada eksportir”.

10

Hal ini menjadi

dorongan bagi importir untuk melakukan metode pembayaran advance payment.

Cara pembayaran dengan Advance payment mempunyai beberapa variasi

yakni : “Pembayaran secara keseluruhan, importir membayar keseluruhan harga

barang termasuk ongkos angkut, asuransi dan semua biaya yang disepakati dalam

10

Andi Susilo, Panduan Pintar Ekspor Impor, TransMedia, Jakarta, 2013, hal, 99-102

351

256
kontrak bisnis mereka. Dengan pengiriman harga tersebut, maka importir telah

menyelesaikan seluruh kewajibannya mengenai pembayaran dan oleh karena itu

tidak ada lagi biaya tambahan yang harus dibayar oleh importir. Cara ini dikenal

dengan istilah payment with order. Namun, dalam pelaksanaannya, Advance

payment belum memiliki ketentuan internasional. Hanya diatur berdasarkan

kebiasaaan internasional. Di Indonesia, Advance payment dilakukan berdasarkan

praktik perbankan Indonesia”.

11

2. Letter of Credit

Menurut Ginting bahwa : “Letter of credit adalah surat pemberitahuan

kredit yang merupakan bentuk perjanjian pembayaran dimana bank penerbit

kepada eksportir senilai L/C sepanjang eksportir memenuhi syarat”.

12

Pada

dasarnya pembayaran L/C dapat dilakukan apabila dokumen yang dipersyaratkan

telah sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang telah dibuat. Dalam L/C

minimal melibatkan 4 macam kontrak yakni : kontrak jual beli, kontrak

penerbitan L/C, L/C dan kontrak keagenan.

Namun, pada pelaksanaan dalam transaksi pembayaran menggunakan L/C,

L/C tidak boleh dicampuradukkan oleh ketiga kontrak lainnya sebab akan terjadi

benturan kepentingan. L/C tunduk pada ketentuan international yakni UCP

(Uniform Customs And Practice For Documentary Credits). Pemberlakuan UCP

diwujudkan melalui diterbitkannya UCP dalam Surat Edaran bank Indonesia.

Namun, di dalam Surat Edaran Bank Indonesia dinyatakan bahwa UCP boleh

diberlakukan, boleh tidak. Meski demikian, Bank Indonesia mengharapkan adanya

pemberlakuan UCP pada pelaksanaan L/C. Tetapi, Pada kenyataannya, metode

penggunaan L/C dalam transaksi dagang international belum komperhensif. L/C

memang merupakan sistem pembayaran idela terutama bagi para pemula dalam

kegiatan ekspor-impor, hanya saja L/C yang dipergunakan oleh Indonesia tidak

257
11

Tata Cara pembayaran Transaksi Dalam Kontrak Bisnis diakses pada tanggal 15 November 2013

12

Ginting, Ramlan. Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal.12.

352

dipercaya oleh kaum asing. Keadaan tersebut dipicu akibat adanya reses

kepercayaan asing seiring peristiwa krisis moneter pada tahun 1997. Peristiwa ini

menurunkan kredibilitas perusahaan Indonesia dalam penggunaan L/C.

L/C pada dasarnya memiliki berbagai jenis diantaranya ialah:

1. Revocable L/C

Revocable L/C dimaksudkan pada jenis L/C yang dapat diubah atau

dibatalkan setiap saat oleh applicant (importir) atau bank importir tanpa

pemberitahuan terlebih dahulu kepada eksportir, sehingga menimbulkan

risiko kerugian pada eksportir karena tidak terjaminnya pembaya ran wesel

yang diajukan. Risiko tersebut menjadi pertimbangan bagi eksportir untuk

menggunakan revocable L/C

2. Irrevocable L/C

Jenis irrevocable L/C ini merupakan jenis L/C yang tidak dapat

dibatalkan oleh pihak manapun baik oleh importir, eksportir termasuk bank

yang bersangkutan yakni issuing bank (Bank penerbit L/C

3. Straight L/C

Jenis L/C yang mengatur kewajiban issuing bank/ bank penerbit L/C

kepada eksportir untuk membayar wesel dan jatuh tempo hanya pada issuing

bank. Jika ada nominated bank (bank atas tunjuk yang melakukan akseptasi

wesel) dalamstraight L/C hanya berfungsi sebagai pengumpul dokumen, serta

mengirimkan dokumen dan meminta pembayaran kepada issuing bank untuk

dapat diteruskan kepada eksportir.

4. Negotiation L/C

L/C yang memberikan hak kepada issuing bank untuk memberi kuasa

258
kepada nominated bank untuk melakukan negosiasi antar pembeli dan penjual.

5. Acceptance L/C

353

Jenis L/C yang memberikan kuasa kepada issuing bank untuk

menguasakan nominated bank agar menerima pembayaran yang diteruskan

kepada eksportir.

6. Confirmed L/C

Jenis Confirmed L/C yang dapat menunjuk bank koresponden untuk menjamin

L/C ke bank lain atau langsung kepada eksportir.

7. Unconfirmed L/C

Jenis L/C yang dapat meminta issuing bank menunjuk advising bank

untuk meneruskan L/C kepada eksportir melalui banknya. Advising bank dalam

hal ini tidak memiliki tanggung jawab dalam hal apapun.

8. Restricted L/C

Jenis L/C yang menegaskan bahwa issuing bank menunjuk satu bank

tertentu untuk membayar, menerima wesel, atau menegosiasikan suatu

dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C.

9. Transferable L/C

L/C yang memperkenankan eksportir pertama yang tercantum dalam

L/C untuk meminta nominated bank memindahkan seluruh atau sebagian nilai

L/C kepada satu atau beberapa eksportir lainnya

10. Back to back L/C

Jenis L/C yang dibuka oleh bank atas permintaan dan instruksi dari

importir berdasarkan Master L/C yang diterima bank lain, dan importir dalam

hal ini bertindak secara merangkapa sebagai eksportir dari master L/C. Jaminan

atas L/C yang dibuka ialah Master L/C, hasil negoisasi wesel master L/C yang

akan digunakan untuk membayar ke negotiating bank atas back to back L/C.

11. Revolving bank

354

259
Jenis L/C yang dapat direalisir secara berulang-ulang dalam jangka

waktu dan jumlah tertentu dengan syarat/kondisi sama atau dapat diperbaharui/

dinyatakan kembali tanpa adanya amendment/ penggantian khusus atas L/C

tersebut.

12. Red Clause L/C

Menurut Andi Susilo bahwa : “Jenis L/C yang di dalamnya terdapat

kondisi khusus yang memberikan kuasa kepada confirming bank atau bank

yang ditunjuk unttuk melakukan pembayaran di muka kepada eksportir atau

memngizinkan eksportir menarik uang muka sebelum penyerahan dokumen

seperti yang dipersyaratkan L/Cpembayaran diantaranya; Advance payment,

partial payment with order, open account, consignment, dan collection”.

13

3. Wesel Inkaso (Collection Draft)

Collection (Inkaso) adalah pembayaran dokumen ekspor oleh importir

menggunakan jasa bank untuk melaksanakan penagihan atas harga suatu barang

ekspor-impor. Oleh karena itu, dalam collection, eksportir bertindak sebagai

principal yang memberikan kepercayaan kepada bank untuk melakukan penagihan

kepada importir. Bank penerima amanat untuk melakukan penagihan (remitting

bank) setelah menerima dokumen akan meneruskan collection. Remitting bank

setelah menerima dokumen collection selanjutnya meneruskan dokumen tersebut

ke collecting bank (Bank yang ditunjuk oleh pembeli ) denga n menggunakan

collection instruction. Collecting bank inilah yang akan meneruskan dokumen

kepada pihak yang harus membayar (Drawee/importir/pembeli).

Dalam hal collecting bank, pricipal belum bisa langsung meneruskan

dokumen kepada Drawee, maka collecting bank meneruskan ke bank lain

(presenting bank) yang memungkinkan untuk berhubungan langsung dengan

13

Andi Susilo,Op.Cit

355

260
Drawee. Setelah Drawee melakukan pembayaran atau melaksanakan amanat

kepada collection bank atau presenting bank, maka collecting bank akan

meneruskan kembali kepada remitting bank. Remitting bank inilah yang akan

melakukan pembayaran kepada principal.

Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai tata cara pembayaran

transaksi dengan mempergunakan collection, International Chamber of Commerce

(ICC) menerbitkan Uniform Rules for Collection (URC), yang terakhir di revisi

pada tahun 1995 tercatat dengan nomor publikasi 522 (URC 522). Berdasarkan

URC 522 cara pembayaran dengan collection dapat terjadi dengan dua metode,

yaitu : Document Against Payment dan document againt acceptance. Dalam

document against payment, collecting bank yang ditunjuk importir menahan

dokumen-dokumen pemilikan barang impor dan hanya menyerahkan dokumen

impor setelah adanya pembayaran penuh dari importir. Sedangkan dalam document

against acceptance, eksportir melalui collecting bank akan menyerahkan dokumen

ekspor setelah importir telah melakukan akseptasi atas time draft/ time bill of

exchange

Sistem pembayaran melalui metode collection apabila dilihat dari

kemungkinan risiko yang dimunculkan memang tergolong metode pembayaran

yang aman dibandingkan dengan metode open account, terutama pada Document

Against Payment karena dalam metode tersebut, bank menahan kepemilikan

dokumen kepada importir sebelum importir melakukan pembayaran tunai kepada

eksportir, tidak seperti pada open account yang melakukan tindakan pengiriman

barang terlebih dahulu, dan importir memiliki akses melihat barang yang dikirim

oleh eksportir, baru dilakukan pembayaran.

14

14

Ibid

356

Meski kurang berisiko dari open account atau sistem pembayaran lainnya,

261
namun menurut Rimsky Judisseno K ada beberapa hal yang patut diwaspadai

dalam melakukan metode ini, diantaranya”:

15

1. Penarikuluran jangka waktu pembayaran

2. Eksportir harus menanggung biaya bongkar yang kadaluarsa telah

melampaui jangka

3. Waktu penyewaan kapal (demurrage)

4. Biaya pengapalan kembali apabila importir wanprestasi

5. Pembatalan pembayaran sepihak oleh importi

4. Perhitungan kemudian ( Open Account)

Cara pembayaran pada open account dilakukan dengan cara eksportir

terlebih dahulu melakukan pengiriman barang, baru setelah itu importir membayar

harga melalui perintah transfer bank ke rekening eksportir. Dalam open account

nama pemilik barang yang tercantum dalam dokumen ekspor sudah ata s nama

importir. Dokumen yang diserahkan oleh eksportirkepada importir dapat melalui

bank. Namun, demikian penyerahan dokumen tersebut kepada bank hanya sebatas

sebagai kurir.

Pembayaran yang dilakukan dengan open account akan sangat

menguntungkan bagi importir, karena melalui sistem ini importir terlebih dahulu

melihat barang yang dikirimkan oleh eksportir.19 Importir dapat melihat dan

memeriksa terlebih dahulu spesifikasi barang yang diperjanjikan baru kemudian

melakukan pembayaran. Dengan demikian, importir memiliki waktu untuk

menyatakan penolakan atas barang yang telah dikirimkan oleh eksportir.

15

Rimsky Judisseno K, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

2005, hal. 210.

357

Keuntungan lain adalah importir memiliki waktu yang cukup longgar untuk

menyediakan dana guna keperluan pembayaran.

262
16

5. Konsinyasi.

Konsinyasi juga dikategorikan sebagai cara pembayaran transaksi.

Konsinyasi sebenarnya merupakan variasi lain dari cara pembayaran dengan open

account. Melalui konsinyasi eksportir yang terlebih dahulu mengirimkan barang.

Perbedaanya dengan open account adalah mengenai waktu importir mengirimkan

barang. Kalau pada open account importir mengirimkan barang kepada importir

setelah barang dikirimkan atau pada

waktu tertentu yang disepakti kemudian dilakukan pembayaran maka

padakonsinyasi importir berkewajiban melakukan pembayaran atas barang setelah

importir berhasil menjual barang tersebut kepada pihak ketiga. Cara pembayaran

seperti ini cenderung mengandung risiko yang sangat besar bagi eksportir.

Kemungkinan terjadinya wanprestasi sangat besar dan dalam keadaan tertentu sulit

terpantau. Kemungkinan wanpretasi antara lain:

a. Importir tidak membayar harga kepada eksportir ;

b. Importir telah berhasil menjual barang tersebut kepada pihak ketiga, akan

tetapi importir menunda pembayaran kepada eksportir dan menyatakan

barang tersebut belum lagi terjual. Dengan demikian importir mendapat

keuntungan dari penundaan pembayaran tersebut, atau ;

c. Bila importir telah menjual barang tersebut kepada pihak ketiga pada saat

terjadinya kenaikan atas harga barang tersebut, tetapi kemudian

memberitahukan kepada eksportir bahwa barang tersebut dijual kepada

pihak ketiga pada saat sebelum terjadinya kenaikan harga.

16

Tata Cara pembayaran Transaksi Dalam Kontrak Bisnis diakses pada tanggal 15 November 2013

358

Oleh karena besarnya kemungkinan risiko yang mungkin dialami oleh

eksportir, maka dalam kontrak-kontrak yang mempergunakan cara pembayaran

konsinyasi seperti ini dilengkapi dengan klausula yang tegas tentang ganti rugi

263
atau sanksi dalam hal terjadinya wanprestasi. Pengenalan yang baik tentang

berbagai bentuk klausula ganti rugi akan sangat membantu menghindari kerugian.

Juga sangat penting diatur tentang mekanisme pengawasan dalam kontrak-kontrak

konsinyasi.

Mengingat risiko dalam kontrak konsinyasi, maka umumnya kontrakkontrak konsinyasi jarang
dipergunakan, kecuali oleh pihak-pihak yang telah lama

saling mengenal baik, mengetahui reputasi masing-masing dan yang terpenting

para pihak telah berulang kali melakukan transaksi atau kerjasama bisnis lainnya.

Meskipun demikian, kontrak-kontrak yang mempergunakan cara konsinyasi dalam

pembayaran juga mempunyai berbagai keuntungan. Bagi eksportir, akan

memperoleh keuntungan berupa kemudahan untuk memasarkan barangnya di luar

negeri, karena cara ini banyak diminati importir. Sementara itu bagi importir,

sangat menguntungkan karena tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembayaran

harga barang terlebih dahulu.

17

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Mengapa dalam hukum dagang yang diperdagangkan hanya benda bergerak ?

2. Hukum dagang yang ada di Indonesia adalah turunan dari Negara Belanda

tentunya yang sudah di konkordansi. Apa yang dimaksud dengan konkordansi ?

3. Apa dasar hukum bangsa Indonesia masih menggunakan KUHD sampai sekarang

4. Mengapa KUHD disebut sebagai hukum Lex specialis derogat lex generalis ?

17

Ibid

359

D. GLOSARIUM

Uniform Customs And Practice For Documentary Credits adalahseperangkat aturan

tentang penerbitan dan penggunaan letter of credit .UCP digunakan oleh para bankir dan

pihak komersial di lebih dari 175 negara dalam pembiayaan perdagangan.

264
Master L / Cadalah L / C yang dibuka atau yang diterbitkan oleh pengimpor sebagai

jaminan untuk mengimpor barang langsung dari eksportir.

Open Account adalah sistem pembayaran dimana belum dilakukan pembayaran apa -apa

oleh importir kepada eksportir sebelum barang dikapalkan atau tiba dan diterima importir

atau sebelum waktu tertentu yang telah disepakati.

E. DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2010.

Andi Susilo, Panduan Pintar Ekspor Impor,TransMedia, Jakarta, 2013.

Djoko Imbawani Atmadja, Hukum Dagang Indonesia, Sejarah, Pengertian dan PrinsipPrinsip Hukum
Dagang, Setara Press, Malang, 2011.

Ginting, Ramlan. Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, Salemba Empat,

Jakarta, 2007.

HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia , Hukum Jual Bali

Perusahaan, Jjilid 4 Djambatan, Jakarta, 1981.

R. Subekti, kumpulan karangan hukum perakitan, Arbitrase, dan peradilan, Alumni,

Bandung: 1980.

Rimsky Judisseno K, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 2005.

Tata Cara pembayaran Transaksi Dalam Kontrak Bisnis diakses pada ta nggal 15

November 2013.

Zeylemaker, dalam HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia ,

Hukum Jual Bali Perusahaan, Jjilid 4, Djambatan, Jakarta, 1981.

PERTEMUAN KE 23:

ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Pengertian ADR,

Pendorong ADR, Perkembangan ADR di Indonesia, Bentuk-bentuk ADR. Anda harus

mampu :

265
1.1 Menjelaskan tentang Pengertian Alernatif Dispute Resolution (ADR)

1.2 Menjelaskan tentang Pendorong Alernatif Dispute Resolution (ADR)

1.3 Menjelaskan tentang Perkembangan ADR di Indonesia

1.4 Menjelaskan tentang Bentuk-bentuk ADR

B. URAIAN MATERI

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian Alternatif Dispute Resolution (ADR)

Menurut Huala Adolf bahwa: “Dalam suatu hubungan hukum atau perikatan

selalu dimungkinkan terjadi perselisihan di antara para pihak yang pada akhirnya

menimbulkan sengketa. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.

Sumber potensi sengketa dapat berupa masalah perbatasan, sumber daya alam, kerusakan

lingkungan, perdagangan, dan lain-lain”.

Priyatna Abdurrasyid mengatakan bahwa: “Perdagangan merupakan salah satu

sektor yang mengalami perkembangan paling pesat dewasa ini sehingga sektor

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal, 1.

361

perdagangan dapat dikatakan sebagai sektor yang sangat rawan bagi timbulnya sengketa

di antara para pihak. Sengketa dapat terjadi setiap saat disebabkan oleh keadaan yang

sekilas tampak tidak berarti dan kecil sehingga terabaikan atau tanpa diperhitungkan

sebelumnya. Sengketa secara umum dapat berkenaan dengan hak -hak, status, gaya hidup,

reputasi, atau aspek lain dalam kegiatan perdagangan atau tingkah laku pribadi antara

lain:

1. Kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas para pihak itu sendiri, atau

dari data yang diberikan oleh pihak ketiga termasuk penjelasan-penjelasan tentang

kenyataan-kenyataan data tersebut;

2. Masalah hukum yang pada umumnya akibat dari pendapat atau tafsiran

penyelesaian sengketa yang diberikan oleh para ahli hukum yang terkait;

266
3. Akibat perbedaan teknis termasuk perbedaan pendapat dari para ahli teknik dan

profesionalisme dari para pihak;

4. Perbedaan pemahaman tentang sesuatu hal yang muncul, misalnya dalam

penggunaan kata-kata yang membingungkan atau adanya perbedaan asumsi; dan

5. Perbedaan persepsi mengenai keadilan, konsep keadilan dan moralitas, budaya,

nilai-nilai dan sikap”.

Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal adanya

penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR), yang dalam

perspektif Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, Alternative Dispute Resolution adalah suatu pranata penyeles aian

sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan

mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan.

Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa: “Konsep ADR (Alternative Dispute

Resolution) menekankan penyelesaian sengketa secara konsensus yang sudah lama

Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, PT. Fikahati

Aneska, Jakarta, 2002, hal. iii.

362

dilakukan masyarakat, yang intinya menekankan upaya musyawarah mufakat,

kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus karena

keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.

George Applebey dalam An Overview of Alternative Dispute Resolution berpendapat

bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu eksperimen untuk mencari modelmodel:

1. Model-model baru dalam penyelesaian sengketa

2. Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama

3. Forum-forum baru bagi penylesian sengketa

4. Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum”.

267
Berdasarkan konsep tersebut maka dapat dinyatakan bahwa ADR merupakan

kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa

mereka di luar pengadilan, dalam arti di luar mekanisme ajudikasi standar konvensional.

Oleh karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan

pengadilan, tetapi menggunakan prosedur ajudikasi non standar, mekanisme tersebut

masih merupakan ADR. Eva Achjani Zulfa mengemukakan dalam bukunya Philip D.

Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknikteknik hukum
yang ditujukan untuk:

1. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaiakan di luar pengadilan untuk

keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa

2. Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan

melalui litigasi konvensional

3. Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak di bawa ke pengadilan”.

Barda Nawawi Arief, Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2001, hal. 23.

Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif di Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,

2009, hal. 1.

363

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar

pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli

(Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa). Pengertian lain dari Alternatif penyelesaian sengketa

adalah penyelesaian sengketa melalui jalur non pengadilan yang pada umumnya

ditempuh melalui cara-cara perundingan yang dipimpin atau diprakarsai oleh pihak ketiga

yang netral atau tidak memihak

268
Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan Tentang Pendorong Alternatif Dispute Resolution

Faktor Masyarakat Dunia

Menurut Erman Rajagukguk Penyelesaian sengketa alternatif sudah lama

dikembangkan, baik di Barat seperti Amerika Serikat dan Norwegia maupun di Timur

seperti Jepang dan Cina, baik karena alasan-alasan praktis maupun kebudayaan”.

Gagasan untuk mengembangkan model penyelesaian sengketa melalui penyelesaian

sengketa alternatif ini nampaknya semakin meluas ke berbagai negara di dunia, baik

negara-negara sedang berkembang.

Selanjutnya Stephen B. Goldberg mengatakan bahwa : “Amerika Serikat sebagai

negara tempat pertama kali penyelesaian sengketa alternatif dikembangkan, sudah mulai

mengembangkan penyelesaian sengketa alternatif sejak tahun 1960”.

Salah satu bagian

gerakan ini adalah memberikan respon terhadap perjuangan hak-hak sipil. Pada tahun

1972 pusat hubungan masyarakat Departemen Kehakiman AS telah menolak sejumlah

Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratam, Jakarta, 2000, hal. 103.

Stephen B. Goldberg (selanjutnya disebut Stephen B. Goldberg I), Dispute Resolution Negasiation,

Mediation and Other Processes, Little Brown and Company, Boston-Toronto-London, 1992, hal. 3-4.

364

mediator untuk membantu menyelesaikan sengketa hak-hak sipil yang berskala luas di

dalam masyarakat.

Menurut M. Yahya Harahap Bahwa: “Lembaga penyelesaian sengketa alternatif

di AS telah meluas secara sangat signifikan. Pada tanggal 12 Februari 1980 bertepatan

dengan hari lahir Abraham Lincoln, Presiden Jimmy Carter menandatangani Dispute

Resolution Act sebagai landas-an hukum bagi lembaga mediasi”.

269
7

Perkembangan

penyelesaian sengketa alternatif di AS cukup pesat karena mendapat dukungan dari

masyarakat dan juga lembaga peradilan formal. Penerapan penyelesaian seng-keta

alternatif telah dilakukan dalam sistem hukum, para hakim sering meminta pihak - pihak

yang bersengketa untuk berparti-sipasi dalam summary jury trial. Dalam sejumlah

pengadilan, pihak-pihak dianjurkan untuk mencoba proses mediasi sebelum dibenarkan

memajukan kasusnya ke pengadilan. Bisnis penyelesaian sengketa alternatif menawarkan

ber-bagai bentuk pelayanan. Para pensiun hakim sering bertindak sebagai pihak netral

untuk membantu penyelesaian sengketa. Serta banyak badan hukum yang

mengembangkan departemen penyelesaian sengketa alternatif dan menawarkan jasa yang

sama dengan penyelesaian sengketa alternatif penyedia swasta

ADR merupakan konsep baru tentang penyelesaian sengketa atau perbedaan

pendapat antara pihak yang sangat populer secara global yang merupakan alternatif

dalam menyelesaikan sengketa selain daripada melalui pengadilan (li tigasi). ADR

dianggap suatu konsep yang sesuai dengan kodratnya manusia terutama kalangan bisnis,

yaitu penyelesaian masalah secara win win (semua pihak merasa happy). Akan tetapi

tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui ADR, hukum positif masing -masing

negara menetapkan batasan sengketa yang dapat diselesaikan melalui ADR. Misalnya

Indonesia membatasi sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase seperti

sengketa mengenai warisan, perceraian dan pembagian harta bersama, kewajiban

alimentasi dan sengketa yang tunduk pada hukum adat.

M. Yahya Harahap, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan dan Arbitrase

dan Standar Hukum Eksekusi, Citra Bhakti, Jakarta, 1993, hal. 193.

365

Pengertian alternatif disini maksudnya bahwa pranata hukum dalam ADR

memberikan alternatif atau menawarkan pilihan-pilihan bagi para pihak untuk memilih

bagaimana bentuk (pranata hukum) yang cocok untuk menyelesaikan sengketa yang

270
sedang mereka hadapi. Pranata hukum yang ada dalam ADR tidak berarti cocok untuk

semua jenis dan sifat sengketa. Beberapa pakar, diantaranya Prof Priyatna Abdurrasyid

menyatakan bahwa: “Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) dapat mencapai hasil yang

lebih baik daripada sistem pengadilan. Ada dua alasan, Pertama, jenis perselisihan

membutuhkan cara pendekatan yang berlainan dan para pihak yang bersengketa

merancang tatacara/prosedur khusus untuk penyelesaian berdasarkan musyawarah.

Kedua, mediasi dan bentuk APS lainnya melibatkan partisipasi yang lebih intensif dan

langsung dalam usaha penyelesaian dari semua pihak dan akibatnya dikatakan bahwa

APS merupakan suatu cara penyelesaian perselisihan yang bukan lagi alternative”.

Beberapa prinsip pokok yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan/

penggunaan penyelesaian perkara melalui mekanismeADR, yaitu:

1. Sifat kesukarelaan dalam proses.

2. Prosedur yang cepat.

3. Keputusan Non-judicial.

4. Kontrol oleh manajer yang paling tahu tentang kebutuhan organisasi.

5. Prosedur Rahasia (Confidential ).

6. Fleksibilitas yang besar dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah.

7. Hemat waktu.

8. Hemat biaya.

9. Perlindungan dan pemeriharaan hubungan kerja.

10. Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan.

11. Tingkatan yang lebih tinggi untuk melaksanakan kontrol dan lebih mudah

memperkirakan hasil.

Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu pengantar , Fikahati Anesk

bekerjasama dengan BANI, Jakarta, 2002, hal. 19.

366

12. Kesepakatan-kesepakatan yang lebih baik daripada sekedar kompromi atau hasil

271
yang diperoleh dari cara penyelesaian kalah/ menang.

13. Keputusan yang bertahan sepanjang waktu

Menurut M. Yahya Harahap bahwa: “Beberapa prinsip dalam alternatif

penyelesaian sengketa di atas merupakan suatu faktor yang penting sebagai bahan

pertimbangan dalam melakukan penyelesaian sengketa, jika para pihak ingin

menyelesaikan permasalahan yang bersifat win-win solution. Pakar lainnya berpendapat

bahwa faktor yang menjadi esensi alasan perlunya alternatif penyelesaian sengketa yaitu:

1. Adanya tuntutan dunia bisnis

2. Adanya berbagai kritik yang dilontarkan kepada lembaga Peradilan.

3. Peradilan pada umumnya tidak responsif.

4. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah

5. Kemampuan para Hakim bersifat generalis.

6. Adanya berbagai ungkapan yang mengurangi citra pengadilan.

7. Pencegahan terjadinya sengketa akan memperkecil sengketa”.

Belajar dari praktik APS di Indonesia, Singapura dan Ameriksa sebagai contoh,

dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong perkembangan APS meliputi

lingkungan, kondisi dan insentif yang diberikan oleh negara, dukungan lembaga yudikatif

dan parlemen, dunia usaha, perbaikan kelembagaan APS, dan penyadaran masyarakat.

1. Lingkungan, kondisi dan insentif yang berikan oleh Negara/pemerintah, antara lain:

a. menyediakan stabilitas politik, sosial dan ekonomi;

b. memberikan kepastian hukum;

c. menghormati proses dan keputusan Arbitrase;

M. Yahya Harahap, Alternative Dispute Resolution (ADR) Merupakan Jawaban Penyelesaian Sengketa

Perdagangan Internasional masa Depan, (Salatiga : makalah, Seminar Nasional Hukum Bisnis, FH.
UKSW,

Salatiga, , 1996), hal. 9.

367

272
d. mengeluarkan lebih banyak peraturan/petunjuk yang mewajibkan atau

mendorong APS dalam persengketaan tertentu, misalnya Bapepam

menerbitkan peraturan atau edaran seperti yang dilakukan oleh Bank

Indonesia (PBI No. 8/5/PBI/2006, 20 Januari 2006);

e. memberikan insentif, sweetener, untuk mendorong perkembangan APS di

Indonesia, semacam insentif yang diberikan dalam proses Mediasi JITF.

2. Dukungan lembaga yudikatif:

a. menghormati proses dan keputusan Arbitrase;

b. memperkecil intervensi pengadilan terhadap pelaksanaan putusan Arbitrase;

c. mendukung pelaksanaan Perjanjian dan Putusan Arbitrase;

d. semakin sering menyarankan para pihak untuk menyelesaikan melalui APS;

e. terus mengembangkan court-annexed Mediation dan memperluas

implementasinya kepada seluruh pengadilan tingkat pertama di Indonesia;

f. memberikan insentif kepada Hakim yang menjadi Mediator pada court-annexed

Mediation.

3. Dukungan dunia usaha dan advokat:

a. memasukkan klausula APS di dalam kontrak standarnya;

b. memberikan insentif atau sweetener kepada nasabah yang bersedia memilih dan

menjalankan APS;

c. membudayakan APS di lingkungan kantornya;

d. menghormati proses dan kesepakatan Mediasi, proses dan putusan Arbitrase.

4. Perbaikan kelembagaan APS:

a. meningkatkan kualifikasi Arbiter dan Mediatornya;

b. meningkatkan good governance operasional dan administrasi;

c. meningkatkan layanan jasanya ke bidang pendidikan/pelatihan APS kepada

masyarakat.

368

5. Penyadaran masyarakat:

a. sosialisasi dan promosi oleh pemerintah, dunia usaha, lembaga APS dan advokat,

273
baik sendiri maupun bersama-sama, secara terus menerus kepada masyarakat

mengenai manfaat APS;

b. penyadaran masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan mengenai manfaat APS

ke pada masyarakat dan melalui lembaga pendidikan;

c. penyadaran pelaku pasar mengenai manfaat APS melalui l embaga pendidikan

profesi.

Tujuan Pembelajaran 1.3:

Menjelaskan Tentang Perkembangan ADR di Indonesia

Konflik, sengketa, pelanggaran atau pertikaian antara atau terkait dua individu

atau lebih dewasa ini telah dan akan terus menjadi fenomena biasa dalam masyarakat.

Situasi itu akan semakin merepotkan dunia hukum dan peradilan apabila semua konflik,

sengketa atau pertikaian itu diproses secara hukum oleh peradilan. Dalam kaitan itu

diperlukan mekanisme Alternaltif Penyelesaian Sengketa atau alternati ve dispute

resolution yang tidak membuat masyarakat tergantung pada dunia hukum yang terbatas

kapasitasnya, namun tetap dapat menghadirkan rasa keadilan dan penyelesaian masalah.

Mekanisme tersebut sebenarnya telah memiliki dasar hukum dan telah memiliki preseden

serta pernah dipraktikkan di Indonesia walau jarang disadari. Mekanisme tersebut juga

memiliki potensi untuk semakin dikembangkan di Indonesia.

Perangkat hukum di Indonesia juga terus mengalami perkembangan berkaitan

dengan ADR. Sejak Agustus 1999 silam, Indonesia bahkan sudah memiliki UndangUndang No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar

pengadilan dengan cara (i) konsultasi; (ii) negosiasi; (iii) mediasi; (iv) konsiliasi; dan (v)

369

penilaian ahli. Sayang, Undang-Undang ini hanya menekankan pembahasan mengenai

arbitrase. Sementara ADR lain tak banyak ditafsirkan dan dijabarkan lebih jauh.

Mas Achmad Santosa mengemukakan bahwa: “sekurang-kurangnya ada 5 faktor

utama yang memberikan dasar diperlukannya pengembangan penyelesaian sengketa

274
alternatif di Indonesia, yaitu

1. Sebagai upaya meningkatkan daya saing dalam mengundang penanaman modal

ke Indonesia. Kepastian hukum termasuk ketersediaan sistem penyelesaian

sengketa yang efisien dan reliable merupakan faktor penting bagi pelaku ekonomi

mau menanamkan modalnya di Indonesia. Penyelesaian sengketa alternatif yang

didasarkan pada prinsip kemandirian dan profesionalisme dapat menepis keraguan

calon investor tentang keberadaan forum penyelesaian sengketa yang reliable

(mampu menjamin rasa keadilan);

2. Tuntutan masyarakat terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang efisien dan

mampu memenuhi rasa keadilan;

3. Upaya untuk mengimbangi meningkatnya daya kritis masyarakat yang dibarengi

dengan tuntutan berperan serta aktif dalam proses pembangunan (termasuk

pengambilan keputusan terhadap urusan-urusan publik). Hak masyarakat berperan

serta dalam penetapan kebijakan publik tersebut menimbulkan konsekuensi

diperlukannya wadah atau mekanisme penyelesaian sengketa untuk mewadahi

perbedaan pendapat (conflicting opinion) yang muncul dari keperansertaan

masyarakat tersebut;

4. Menumbuhkan iklim persaingan sehat (peer pressive) bagi lembaga peradilan.

Kehadiran lembaga-lembaga penyelesaian sengketa alternatif dan kasasi

pengadilan (tribunal) apabila sifatnya pilihan (optional), maka akan terjadi proses

seleksi yang menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

penyelesaian sengketa tertentu. Kehadiran pembanding (peer) dalam bentuk

lembaga penyelesaian sengketa alternatif ini diharapkan mendorong

370

lembagalembaga penyelesaian sengketa tersebut meningkatkan citra dan

kepercayaan masyarakat;

5. Sebagai langkah antisipatif membendung derasnya arus perkara mengalir ke

pengadilan”.

10

275
Pengenyampingan untuk tidak mempergunakan proses hukum via litigasi bahwa

diperkirakan akan lebih tepat apabila dalam kondisi, alasan dan atau perbuatan tertentu,

bisa dilakukan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif atau alternative dispute

resolutions (selanjutnya disebut dengan ADR).

Tujuan Pembelajaran 1.4:

Menjelaskan Tentang Bentuk-bentuk ADR

Pembahasan ini lebih dititikberatkan pada penyelesaian sengketa diluar

pengadilan, yang secara garis besar dibedakan atas 2 yakni pertama: Penyelesaian

sengketa secara arbitrase; dan Kedua, penyelesaian sengketa secara alternatif

penyelesaian sengketa, yang masing-masing dibahas lebih lanjut sebagai berikut:

1) Arbitrase

Menurut Munir Fuady bahwa: “Arbitrase (Arbitration, bahasa Inggris)

merupakan suatu pengadilan swasta, yang sering juga disebut dengan “pengadilan

wasit” sehingga para “arbiter” dalam peradilan arbitrase berfungsi layaknya

seorang “wasit” (referee) seumpama wasit dalam pertandingan bola kaki”.

11

10

Santoso, Mas Achmad. Perkembangan ADRD Indonesia, Makalah Disampaikan dalam Lokakarya Hasil

Penelitian Teknik Mediasi Tradisional, Diselenggarakan The Asia Fondation Indonesia Centre for
Environmental

Law, kerjasama dengan Pusat Kajian Pihak Penyelesaian Sengketa Universitas Andalas. Di Sedona Bumi
Minang,

27 November, 1999

11

Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2003, hal. 12.

371

Pendapat Munir Fuady yang menyebutkan arbitrase sebagai pengadilan swasta,

dan berfungsinya arbiter layaknya sebagai seorang wasit dalam pertandingan

276
sepak bola di atas, sekilas tampak benar, tetapi tidak tepat. Benar, oleh karena

Peradilan yang dikenal dalam sistem peradilan di Indonesia dikategorikan sebagai

Peradilan Negara. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, menentukan bahwa „Peradilan negara menerapkan dana menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila” (Pasal 2 ayat (2). Kemudian

ditentukan bahwa “Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik

Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan Undang -Undang” (Pasal 2

ayat (3). Hal itu berarti, kedudukan arbitrase sebagai peradilan swasta benar, oleh

karena tidak termasuk sebagai bagian dari peradilan Negara”.

12

2) Konsultasi

Menurut Henry Campbell Black bahwa: “Istilah Konsultasi ( Consultation,

bahasa Inggris), diartikan sebagai berikut: “Act of consulting or conferring; e.g.

patient with doctor; client with lawyer. Deliberation of persons on some subject.

A conference between the counsel engage in a case, to discuss its questions or

arrange the method of conducting it”.

13

M. Marwan dan Jimmy P, menjelaskan

arti Konsultasi, sebagai berikut: “Permohonan nasihat atau pendapat untuk

menyelesaikan suatu sengketa secara kekeluargaan yang dilakukan oleh para

pihak yang bersengketa kepada pihak ketiga”.

14

3) Negosiasi

12

Ibid

13

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, 1989, p.286.

14

Marwan, M , dan Jimmy P, Kamus Hukum , Reality Publisher, Surabaya, 2009, hal. 378.

277
372

Menurut Henry Campbell Black bahwa : “Istilah “Negosiasi” dalam

terminologi bahasa Inggris disebut dengan “ Negotiate” dan “Negotiation”. Henry

Campbell Black, mengartikan “Negotiation” sebagai “is process of submission

and consideration of offers until acceptable offer is made and accepted”.

15

Istilah

“Negotiation” diartikan oleh

4) Mediasi

Istilah “Mediasi” dalam bahasa Inggris dinamakan “ Mediation” yang

diartikan oleh M. Marwan dan Jimmy P. sebagai berikut : “Negosiasi adalah suatu

proses penyelesaian sengketa secara damai yang melibatkan bantuan pihak ketiga

untuk memberikan solusi yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa;

pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa antara dua pihak”.

16

Munir Fuady menjelaskan tentang penyelesaian sengketa melalui mediasi,

bahwa : “Yang dimaksud dengan mediasi adalah suatu proses penyelesaian

sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang

netral dan tidak memihak, yang akan bekerja dengan pihak yang bersengketa

untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa tersebut

secara memuaskan kedua belah pihak. Pihak ketiga yang netral tersebut disebut

dengan mediator”.

17

5) Konsiliasi

Menurut M. Marwan dan Jimmy P, mengartikan bahwa: “Konsiliasi

sebagai usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak bersengketa agar

mencapai kesepakatan guna menyelesaikan sengketa dengan kekeluargaan”.

18

15

278
Henry Campbell Black, Black’s, Op.Cit, hal. p.394.

16

Marwan, M , dan Jimmy P, Op.Cit, hal. 426.

17

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis. Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2013, hal. 314.

18

Marwan, M , dan Jimmy P, Op. Cit

373

Munir Fuady menjelaskan bahwa: “Konsiliasi mirip dengan mediasi, yakni

merupakan suatu proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk

memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral dan tidak memihak yang

akan bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu menemukan solusi

dalam menyelesaikan sengketa tersebut”.

19

6) Penilaian Ahli

Penilaian ahli, merupakan bentuk pendapat ahli yang dapat dipahami dan

diterima oleh para pihak yang bersengketa. Dalam Hukum Acara, dikenal sebagai

saksi ahli, yakni suatu kesaksian berdasarkan keahlian dari seseorang atau lebih

untuk menemukan solusi pada pokok persengketaan. Penilaian ahli juga

dinamakan sebagai keterangan ahli, yang dalam Undang-Undang No. 8 tahun

1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dirumuskan bahwa

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki

keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara

pidana guna kepentingan pemeriksaan” (Pasal 1 Angka 28).

Penilaian ahli sebagai bagian dari cara atau proses penyelesaian sengketa

berbeda secara prinsipil dengan keterangan ahli, oleh karena keterangan ahli

diberikan atau disampaikan pada suatu sidang pengadilan, sedangkan penilaian

ahli dikemukakan atau disampaikan di luar forum pengadilan. Bentuk

279
penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan

tersebut di atas dikelompokkan sebagai penyelesaian sengketa secara hukum.

Terlepas dari penyelesaian sengketa melalui pengadilan, maka penyelesaian

sengketa di luar pengadilan baik melalui ar bitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi atau penilaian ahli merupakan upaya-upaya yang ditempuh berdasarkan

19

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2005, hal. 315.

374

perdamaian. Bukan menggunakan kekerasan, dan perdamaian ditempuh secara

musyawarah untuk mufakat.

Objek persengketaan yang menjadi ruang lingkup penyelesaian sengketa

melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa hanya terbatas pada objek

keperdataan, seperti dalam Perjanjian atau Akad Kredit, Perjanjian atau Akad

Pembiayaan Bank Syariah, Perjanjian atau Akad Pembiayaan (multi-finance).

Perjanjian atau Akad pendirian Perusahaan patungan (joint Venture) antara

perusahaan nasional dengan perusahaan asing, dan lain-lainnya, lazimnya

menentukan klausul tertentu manakala kemudian hari timbul persengketaan. Jika

tidak ada klausul dan kemudian timbul sengketa, tentunya akan diselesaikan

melalui pengadilan (ligitasi).

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian Alernatif Dispute Resolution (ADR)

2. Jelaskan tentang Pendorong Alernatif Dispute Resolution (ADR)!

3. Jelaskan tentang Perkembangan ADR di Indonesia!

4. Jelaskan tentang Bentuk-bentuk ADR !

D. GLOSARIUM

referee = wasit

Arbitration = Arbitrase

peer pressive = Persaingan sehat

280
conflicting opinion = Perbedaam Pendapat

375

E. DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001

Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratam, Jakarta,

2000

Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif di Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas

Indonesia, Jakarta, 2009

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, 198

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,

hal, 1.

Marwan, M , dan Jimmy P, Kamus Hukum , Reality Publisher, Surabaya, 2009

Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2003

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis. Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2013

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2005

M. Yahya Harahap, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan

Pengadilan dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi, Citra Bhakti, Jakarta, 1993

M. Yahya Harahap, Alternative Dispute Resolution (ADR) Merupakan Jawaban

Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional masa Depan, (Salatiga : makalah,

Seminar Nasional Hukum Bisnis, FH. UKSW, Salatiga, , 1996)

Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar,

PT. Fikahati Aneska, Jakarta, 2002

Santoso, Mas Achmad. Perkembangan ADRD Indonesia, Makalah Disampaikan dalam

Lokakarya Hasil Penelitian Teknik Mediasi Tradisional, Diselenggarakan The Asia

Fondation Indonesia Centre for Environmental Law, kerjasama dengan Pusat Kajian

281
Pihak Penyelesaian Sengketa Universitas Andalas. Di Sedona Bumi Minang, 27

November, 1999

376

Stephen B. Goldberg (selanjutnya disebut Stephen B. Goldberg I), Dispute Resolution

Negasiation, Mediation and Other Processes, Little Brown and Company, BostonToronto-London,
1992

PERTEMUAN KE 24 :

ARBITRASE

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Arbitrase, Sejarah Arbitrase,

Unsur-unsur, Ruang Lingkup, Azas-azas dan Syarat-syarat Arbitrase, Sumber Hukum

Arbitrase, Jenis-jenis Arbitrase, Kelemahan dan Kelemahan Arbitrase, putusan Arbitra

sesehingga diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan mengenai :

1.1 PengertianArbirase.

1.2 Sejarah Arbitrase.

1.3 Unsur-unsur, Ruang Lingkup, Azas-azas dan Syarat-syarat Arbitrase.

1.4 Sumber Hukum Arbitrase

1.5 Jenis-jenis Arbitrase

1.6 Kelebihan dan Kelemahan Arbitrase.

1.7 Putusan Arbitrase

B. URAIAN MATERI

C.

Tujuan Pembelajaran 1.1:

Menjelaskan tentang Pengertian Arbitrase

Menurut Subekti bahwa: “Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin),

arbitrage (belanda),arbitration (inggris), schiedspruch (jerman), dan arbitrage (prancis),

yangberarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesutu menurut kebijaksanaan ataudamai

oleh arbiter atau wasit”.

282
Sedangkan meurut Sudargo Gautama bahwa: “Pengertian arbitrase

adalah cara-carapenyelesaian hakim partikulir yang tidak terkait dengan dengan

R. Subekti, kumpulan karangan hukum perikatan, Arbitrase, dan peradilan, Alumni,Bandung, 1980, hal. 1

378

berbagaiformalitas, cepat dan memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhirserta

mengikat, yang mudah untuk melaksanakan karena akan di taati parapihak”.

Selanjutnya Subekti menjelaskan bahwa: “Berdasarakan Pasal 1 angka (1) UU

No. 30 Tahun 1999 menentukan bahwa pengertian Arbitrase adalah cara penyelesaian

suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase

yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Kata Arbitrase berasal dari

bahasa latin yaitu “arbitrare”. Arbitrase juga dikenal dengan sebutan atau istilah lainnya

yang memiliki maksud yang sama, misalnya perwasitan atau Arbitrage (Belanda),

arbitration (Inggris), Arbitrage atau schiedspruch (Jerman), arbitrage (Perancis),

kesemuanya memiliki arti yang sama yaitu kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu

menurut kebijaksanaan. Istilah arbitrase “menurut kebijaksanaan” dapat menimbulkan

salah pengertian tentang arbitrase karena seolah-olah seorang arbiter atau suatu majelis

arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak mengindahkan norma -norma hukum

lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut hanya pada kebijaksanaan ”.

Yahya Harahap menyatakan bahwa: “Penyelesaian sengketa pada arbitrase

dilakukan berdasarkan persetujuan bahwa pihak bersengketa akan tunduk dan mentaati

keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau mereka

tunjuk secara langsung. Oleh karena itu arbitr ase disebut sebagai suatu peradilan

perdamaian, dimana para pihak yang bersengketa atau berselisih menghendaki

perselisihan mereka tentang hak-hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya,

diperiksa dan diadili oleh hakim yang adil yang tidak memihak ke pada salah satu pihak

yang berselisih, serta menghasilkan keputusan yang mengikat bagi kedua belah pihak ”.

283
4

Arbitrase menurut Sudargo Gautama didefinisikan sebagai : “Cara-cara penyelesaian

hakim partikelir yang tidak terikat dengan berbagai formalitas, ce pat dalam memberikan

keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat, yang mudah untuk dilaksanakan

karena akan ditaati para pihak.”

Sudargo Gautama, kontrak dagang internasional, Alumni, Bandung, 1976, hal. 5

R. Subekti, Op.Cit, hal.33

M.Yahya Harahap, Arbitrase : Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL,

Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.
hal. 60.

Sudargo Gautama, Arbitrase Dagang Internasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1979. hal. 5

379

Menurut Priyatna Abdurrasyid bahwa:

“Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa – aps yang

merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang di mana salah satu

pihak atau lebih menyerahkan sengketanya – ketidak sefahamannya – ketidak

sepakatannya dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih

(arbiter – arbiter – majelis) ahli yang professional, yang akan bertindak sebagai hakim /

peradilan swasta yang akan menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau

menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak

terdahulu untuk sampai kepada putusan yang final mengikat”.

Tujuan Pembelajaran 1.2:

Menjelaskan tentang Sejarah Arbitrase

284
Menurut M. Yahya Harahap bahwa: “Peran arbitrase sebagai upaya penyelesaiaan

sengketa dagang yang bersekala internasional, di mulai pada penghujung abad ke -18,

yang ditandai dengan lahirnya jay Treaty pada tanggal 19 November 1794. Perjanjian ini

terjadi antara Amerika dan Inggris. Dengan perjanjian ini,terjadi tata cara perubahan

mendasar mengenai penyelsaian sengketa dagang internasional. Jika sebelum perjanjian

ini sengketa dagang di lakukan melalui saluran diplomatik, berubah cara karekternya

,menjadi arbitrase internasional yang di dasarkan pada tata cara yang di atas prinsip

hukum. Cara penyelesaian lama sering mengecewakan. Penyelesaaain cendrung

dipengaruhi kepentingan politik”.

Gunwam Wijaja menyatakan bahwa: “Dengan Jay Treaty dicapai kesepakatan untuk

membentuk suatu institusi yang membentuk Mixed Commission yang berfungsi untuk

menyelesaikan sengketa dagang secara hukum. Institusi ini berkembang dan menjadi

cikal bakal arbitrase nasional dan internasional. Pada zaman Hindia Belanda, arbitrase di

Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, PPH Newsleter Kajian Hukum

Ekinomi dan Bisnis No. 52, 2003, hal. 56-57.

M. Yahya Harahap, Beberpa Tinjauan Mengenai Sistem Perdilan dan PenyelesaianSengketa, Citra

Aditya Bakti, Bandung,1997, hal. 226

380

sepakati oleh para pedagang baik oleh eksportir maupun importir serta pengusaha

lainnya. Adatiga badan arbitrase tetap yang di bentuk oleh pemerintah belanda yaitu”:

1. Badan arbitrase bagi ekspor hasil bumi Indonesia;

2. Badan arbitrase tentang kebakaran;

3. Badan arbitrase bagi asuransi kecelakaan;

Rachmdi Usman menjelaskan bahwa: “Sampai kini telah berkembang beberapa

lembaga arsbitrase internasional yang di bentuk berdasarkan perjanjian -perjanjian

285
internasional atau konvensi, di antaranya:

1. Court Of The Internasional Chember Of Commerce ( ICC) yang didirikansesudah

perang dunia 1 pada tahun 1919, berkedudukan di Paris.

2. Cnvention on The Recognition and Enforcement Of Foreight ArbitralAward atau

The 1958 New York Konvention (Konvensi New York) yangdi tanda tangani pada

tanggal 10 juni 1958.

3. The International Centre Of Setllement of Investment Dispute ( ICSID)yang

didirikan pada tanggal 16 Februari 1968.

4. Arbitration united Nation Commission on International Trade law, yangdidirikan

berdasarkan resolusi nomor 31/98 sidang umum PBB padatanggal 15 Desember

1976

Sedangkan di Indonesia arbitrase juga mempunyai sejarah panjang,sebab arbitrase

sudah di kenal dalam peraturan perundang undangan sejak berlakunya hukum acara

perdata Belanda, yaitu sejak mulai berlaakunya Rvyang di atur dalam pasal 615 sampai

pasal 651. Di Indonesia minat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase mulai

meningkat sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum (UUArbitrase). Perkembangan ini

sejalan dengan arah globalisasi, di mana penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah

Gunwam Wijaja dan Akhmad Ynai, Seri Hukum bisnis Hukum Arbitrase, Raja Grafindo Persada 2000,

Jakarta, hal. 13

Rachmdi Usman, Hukum Arbitrase Nasional,Grasindo, Jakarta 2002, hal. 6

381

menjadi pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Selain

karakteristik cepat,efisien dan tuntas, arbitrase menganut prinsip win-win solution, dan

tidak bertele-tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi.

Biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat. Keunggulan lain

286
arbitrase adalah putusannya yang serta merta (final) dan mengikat (binding), selain

sifatnya yang rahasia (confidential) di mana proses persidangan dan putusan arbitrase

tidak dipublikasikan. Berdasarkan asas timbal balik putusan –putusan arbitrase asing

yang melibatkan perusahaan asing dapat dilaksanakan di Indonesia, demikian pula

putusan arbitrase Indonesia yang melibatkan perusahaan asing akan dapat dilaksanakan di

luar negeri.

Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia

menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi diberbagai

sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif

penyelesaian sengketa lainnya antara lain di bidang-bidang Korporasi, Asuransi,

Lembaga Keuangan, Fabrikasi, Hak Kekayaan Intelektual, Lisensi, Franchise,

Konstruksi, Pelayaran/maritim, Lingkungan Hidup, Penginderaan Jarak Jauh, dan lainlain, dalam
lingkup peraturan perundang-undangan dan kebiasaan internasional.

Menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui

arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya, seperti negiosiasi,

mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat yang mengikat sesuai dengan Peraturan

Prosedur BANI atau peraturan prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang

berkepentingan.

Adapun mengenai putusan arbitrase internasional dan ketentuan–ketentuan

tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia

terdapat dalam Undang–Undang No. 30 Tahun1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Aturannya terdapat dalam Bab VI pasal 65 sampai dengan pasal

69. Ketentuan–ketentuan tersebut pada dasarnya sejalan dengan ketentuan tentang

pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing (internasional) seperti yang diatur

dalam Konvensi New York 1958. Pasal 65 UU No. 30 Tahun 1999 menetapkan bahwa

382

yang berwenang menangani masalah pengakuan dari pelaksanaan Putusan Arbitrase

Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tujuan Pembelajaran 1.3:

287
Menjelaskan tentang Unsur-unsur, Ruang Lingkup, Asas-asas, Syarat-syarat

Arbitrase

a. Unsur-Unsur Arbitrase

1. Adanya kesepakatan para pihak untuk menyerahkan

penyelesaiansengketanaya pada para pihak ke tiga, yaitu melalui proses di

luarpengadilan atau non litigasi

2. Sengketa yang di selesaiakan hanyalah di bidang perdagangan

3. Putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum dan mengikat para Pihak

b. Ruang Lingkup Arbitrase

Rachmdi Usman menyatakan bahwa: “Ruang lingkup arbitarse seperti yang

tercantum dalam undang-undangNomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan

alternatif penyelesaian sengketa sebagai mana dikutip, ternyata cukuplah luas,yaitu

semua jenis sengketa dibidang keperdataan. Dalam hal ini tentunya yang bisa

diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa-sengketa dibidang bisnis, sengketasengketa di bidang


perburuan/ ketenagakerjaan, sepanjang sengketa tersebut

menyangkut hak pribadi yang sepenuhnya dapat dikuasai oleh para pihak. Adapun

yang dimaksud dengan hak pribadi adalah hak-hak yang untuk menegakanya tidak

bersangkut paut dengan ketertiban atau kepentingan umum, misalnya proses -proses

mengenai perceraian, status anak, pengakuan anak, penetapan wali, pengampuan, dan

lain-lain.

10

Objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketasengketa tertentu
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 Ayat (1) UU No. 30 Tahun

1999, bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase h anya sengketa di

10

Ibid

383

bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa.

288
Munir Fuady menyatakan bahwa: “Perdagangan menurut kamus hukum,

yang berasal dari kata “dagang”, berarti perbuatan yang berkaitan dengan menjual

dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Barang yang menjadi objek

perdagangan pada umumnya adalah barang bergerak berwujud dan tidak berwujud.

Barang bergerak berwujud dapat berupa barang keperluan perusahaan, kantor,

sekolah, rumah tangga dan rumah sakit. Barang bergerak tidak berwujud dapat berupa

surat-surat berharga yang dijualbelikan di pasar modal, hak kekayaan intelektual, dan

piutang-piutang lainnya”.

11

Sengketa perdagangan merupakan sengketa yang berasal akibat adanya cidera

janji atau kesalahpahaman dalam suatu hubungan perdagangan antara pedagang yang

satu dengan pedagang lainnya. Secara yuridis, ruang lingkup sengketa perdagangan

yang dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase menurut Penjelasan dalam Pasal 66

huruf (b) UU No. 30 Tahun 1999 adalah kegiatan- kegiatan di bidang :

1. Perniagaan,

Perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang dan jasa atau

keduanya

2. Perbankan,

Perbankan adalah kegiatan yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam

bentuk kredit atau bentuk lainnya yang bertujuan meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak.

3. Keuangan,

Keuangan adalah mempelajari bagaimana individu, bisnis, dan

organisasi meningkatkan, mengalokasi dan menggunakan sumber daya

11

Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2003, hal. 18-19

384

289
moneter sejalan dengan waktu dan juga menghitung resiko dalam

menjalankan proyek mereka.

4. Penanaman modal,

Penanaman modal adalah suatu yang berhubungan dengan keuangan

dan ekonomi, berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan

suatu harapan mendapatkan keuntungan di masa depan.

5. Industri, dan

Industri adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan

metode yang sama dalam menghasilkan laba.

6. Hak kekayaan intelektual.

Hak kekayaan intelektual (HaKI) adalah hak yang timbul bagi hasil

olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang

berguna untuk manusia. Pada intinya HaKI adalah hak untuk

menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.

Selanjutnya Bambang Sutiyoso menjelaskan Pasal 5 ayat (2) menyebutkan

bahwa : “Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa

yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian”.

Dengan menggunakan penafsiran argumentum a contrario, maka kompetensi arbitrase

adalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan

peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian”.

12

c. Asas-Asas Arbitrase

Asyhadie Zaeni menyebutkan tentang asas-asas artbitrase adalah sebagai

berikut:

13

1. Asas kesepakatan adalah kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan

perselisihan secara damai atau sepaham untuk menunjuk seorang arbiter.

12

Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media,Yogyakarta,

290
2008, hal. 114-116

13

Asyhadie, Zaeni dan Sudiarto, H. Mengenali Arbitrase ( Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa

Bisnis). Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 32

385

2. Asas musyawarah adalah setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaiakn

secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara

arbiter itu sendiri.

3. Asas limitative adalah adanya pembatasan penyelesaian perselisihan melalui

arbitrase terbatas pada perselisihan dibidangperdagangan atau bisnis dan

industri dan/atau hak-hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya oleh para

pihak bersengketa.

4. Asas final dan binding adalah putusan arbitrase yang bersifat akhir dan tidak

dapat lagi diajukan upaya lain, seperti banding dan kasasi.

d. Syarat-syarat arbitrase

Berdasarkan pengertian arbitrase, perlu ditegaskan syarat utama dari

berlangsungnya suatu arbitrase adalah perjanjian dari para pihak untuk menyelesaikan

sengketa melalui mekanisme arbitrase. Maksudnya, perjanjian dapat lahir sebelum

adanya sengketa atau sesudah adanya sengketa. Sebagaimana tercantum dalam

Undang-Undang No.30 Tahun 1999, Pasal 1 ayat (3) tentang Arbitrase dan Aternatif

Penyelesaian Sengketa. Paustinus Siburian menyatakan bahwa: “Jika arbitrase

dijalankan tanpa adanya perjanjian arbitrase di antara para pihak yang bersengketa,

maka itu bukanlah arbitrase”.

14

Menurut M. Yahya Harahap bahwa: “Pelaksanaan perjanjian arbitrase tidak

mempersoalkan masalah pelaksanaan perjanjian, akan tetapi yang

dipermasalahkannya adalah cara dan lembaga apa yang berwenang menyelesaikan

perselisihan yang terjadi antara pihak yang berjanji”.

15

291
Perjanjian arbitrase harus

memenuhi syarat yaitupersetujuan mengenai perjanjian arbitrase tersebut harus dibuat

dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para piha k, sebagaimana

14

Paustinus Siburian, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara

Elektronik) Djambatan, Jakarta, 2004, hal. 42.

15

M. Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari: Reglemen Acara Perdata (Rv), Prosedur BANI,

International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID), UNICITRAL Arbitration Rules,
Convention

on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990 , Pustaka
Kartini,

Jakarta, 1991, hal. 97.

386

disebutkan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Pasal 9 ayat (1) tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Pasat 10 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa disebut bahwa: “Timbul suatu konsekuensi dari sifat

perjanjian arbitrase yang merupakan perjanjian aksesori. Dengan sifat aksesorinya,

suatu perjanjian arbitrase tidak akan hapus karena berakhirnya atau batalnya

perjanjian pokok. Selain itu, perjanjian arbitrase juga tidak akan hapus oleh keadaan

meninggalnya para pihak, bangkrutnya salah satu pihak, novasi, insolvensi salah satu

pihak, pewarisan, dan pengalihan perjanjian kepada pihak ketiga atas persetujuan

pihak yang mengadakan perjanjian arbitrase.

Tujuan Pembelajaran 1.4:

Menjelaskan tentang Sumber Hukum Arbitrase

1. Reglement op de Bergerlijk Rechsvordering atau Rv

2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

292
Penyelesaian Sengketa

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan Antara

Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal

5. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengesahan Convention on

the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award.

6. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Putusan Arbitrase Asing

7. UNCITRAL Arbitration Rules Sumber hukum arbitrase lain yang sudah

dimasukkan ke dalam sistem hukum nasional Indonesia adalah UNCITRAL

Arbitration Rules

387

Tujuan Pembelajaran 1.5:

Menjelaskan tentang Jenis-jenis Arbitrase

Arbitrase sebagai salah satu instrumen penyelesaian sengketa para pihak di luar

lembaga pengadilan telah berkembang sangat baik. Dalam prakteknya terdapat 2 (dua)

macam arbitrase, yaitu arbitrase ad-hoc dan arbitrase institusional. Kedua jenis arbitrase

tersebut diatur dalam RV dan UU No. 30 Tahun 1999. Di Indonesia, definisi lembaga

arbitrase dijabarkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 8UU No. 30 Tahun 1999 yaitu badan

yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai

sengketa tertentu, lembaga tersebut juga memberikan pendapat yang mengikat mengenai

suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

1. Arbitrase Ad-hoc

Arbitrase ad-hoc disebut juga sebagai arbitrase volunteer atau

arbitrase perorangan. Arbitrase ad-hoc adalah arbitrase yang tidak

terkoordinasi oleh suatu lembaga. Arbitrase ad-hoc dibentuk secara khusus

atau bersifat insidentil untuk memeriksa dan memutus penyelesaian

sengketa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula .

16

Pembentukan

293
arbitrase ad-hoc dilakukan setelah sengketa terjadi. Ciri pokok arbitrase

ad-hoc adalah penunjukan para arbiternya secara perorangan oleh masingmasing pihak yang
bersengketa sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Arbitrase ad-hoc tidak memiliki aturan tata cara sendiri, baik mengenai

pengangkatan arbiternya maupun mengenai tata cara pemeriksaan

sengketa karena tidak terikat dan terkait dengan badan arbitrase

manapun.

17

Oleh karena itu, arbitrase ad-hoc tunduk sepenuhnya dan

mengikuti aturan tata cara yang ditentukan dalam perundang-undangan

yang berlaku.

18

2. Arbitrase Institusional

16

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2003, hal. 127

17

Ibid

18

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 150

388

Arbitrase institusional (institutional arbitration) merupakan

lembaga atau badan arbitrase yang bersifat “permanen”. Arbitrase

institusional adalah arbitrase yang melembaga yang didirikan d an melekat

pada suatu badan (body) atau lembaga (institution) tertentu. Menurut M.

Yahya Harahap, arbitrase institusional sengaja didirikan untuk menangani

sengketa yang mungkin timbul bagi mereka yang menghendaki

penyelesaian di luar pengadilan.

19

294
Pada umumnya arbitrase institusional

memiliki prosedur dan tata cara pemeriksaan sengketa tersendiri.

Arbiternya ditentukan dan diangkat oleh lembaga institusional sendiri.

Pada saat ini di Indonesia terdapat 4 (tiga) lembaga arbitrase

institusional yang bersifat nasional dan memberikan jasa administrasi

arbitrase, yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang

diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Badan

Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang diprakarsai oleh Majelis

Ulama Indonesia (MUI) dan telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase

Syariah Nasional (BASYARNAS), Badan Arbitrase Pasar Modal

Indonesia (BAPMI) dan Badan Arbitrase Komoditi Berjangka Indonesia

(BAKTI).

20

Tujuan Pembelajaran 1.6:

Menjelaskan tentang Kelebihan dan Kelemahan Arbitrase

a. Kelebihan Arbitrase

Menurut Zaeni Asyhadie bahwa Kelebihan arbitrase adalah sebagai berikut:

21

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menjelaskan bawah: “Di bawah ini keuntungan

menggunakan Arbitrase yang dikemukakan oleh para ahli sekaligus dari tinjauan

19

A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2002. hal.87.

20

N. Krisnawenda, Managing an Arbitration/ Mediation Service In Relation To Small Medium Enterprise

in Indonesia, Buletin Triwulan Arbitrase Indonesia Nomor 7 Tahun 2009, Published by: BANI Arbitration
Center,

Jakarta, hlm. 25, diunduh pada www.bani-arb.org pada tanggal 1 Oktober 2012

21

295
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, PT. Raja grafindo persada,Jakarta, 2009, , hal.213-214.

389

undang-undang : Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, dan Fatmah Jatim,

dalam “Tinjauan terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di

Indonesia” dalam buku Arbitrase di Indonesia” , menyebutkan ada beberapa alasan

memilih arbitrase, yaitu “:

22

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pada umumnya dikatakan bahwa

pranata Arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pranata peradilan, yaitu

antara lain:

1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;

2. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif;

3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai

pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai

masalah yang disengketakan, jujur dan adil;

4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan

masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan

5. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan

melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat

dilaksanakan.

Erman Rajagukguk mengatakan bahwa kelebihan yangdimiliki lembaga arbitarse

antara lain:

1. Karena pengusaha asing menganggap sistem hukum dan pengadilan

setempat asing bagi mereka

2. Pengusaha-pengusaha negara maju mengatakan hakim dari negara- negara

berkembang tidak menguasai sengketa dagang yang melibatkan

hubungan-hubungan niaga dan keuangan Internasional yang rumit

3. Pengusaha negara naju beranggapan bahwa penyelesaian sengketa melalui

296
pengadilan akan memakan waktu yang lama dan ongkos yang besar

22

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 11 -14.

390

4. Adanya anggapan bahwa pengadilan di Indonesia akan bersifat subjektif

kepada mereka karena hakim yang memeriksa dan memutus sengketa

bukan dari negara mereka

5. Penyelesaian sengketa di pengadilan akan mencari siapa yang salah dan

siapa yang benar, dan hasilnya akan merenggangkan hubungan dagang

antara mereka

6. Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase dianggap dapat

melahirkan putusan yang kompromistis, yang dapat diterima oleh kedua

nelah pihak”.

23

b. Kelemahan

Bambang Sutiyoso menyebutkan bahwa: “Meskipun ADR memiliki beberapa

keunggulan, tetapi ADR sebenarnya merupakan mekanisme yang rentan terutama

untuk untuk kondisi Indonesia, karena ADR juga mempunyai kelemahan-kelemahan,

di antaranya “:

24

1. ADR belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun

masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis sendiri. Sebagai

contoh masyarakat masih banyak yang belum mengetahui keberadaan dan

kiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI, BAMUI dan P3BI

2. Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, masyarakat

belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan

memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga ADR. Hal ini dapat

dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui

lembaga-lembaga ADR yang ada.

297
3. Lembaga ADR tidak mempunyai kewenangan melakukan eksekusi

putusannya. Meskipun keputusannya bersifat mengikat, tetapi untuk

melaksanakannya harus melalui “fiat eksekusi” pengadilan. Jadi wibawa

lembaga pengadilan kalah dengan wibawa pengadilan.

23

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Raja grafindo persada, Jakarta, 2009, hal. 213-214

24

Bambang Sutiyoso, Op,Cit, hal. 41.42

391

4. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang

dicapai dalam ADR, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan

berbagai cara, baik dengan cara mengulur waktu, perlawanan, gugatan

pembatalan, dan sebagainya

5. Kurangnya kesediaan para pihak yang bersengketa untuk melepaskan

sebagian hak-haknya. Budaya litigasi yang sudah tertanam, membuat para

pihak berpikir win-lose solution, dan bukan win–win solution sebagaimana

yang dikehendaki oleh ADR.

6. Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu

mekanisme extra judicial, ADR hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis,

seperti kejujuran dan kewajaran.

Zaeni Asyhadie menyebutkan bahwa kelematan dari arbitrase adalah

sebagai berikut”:

25

1. Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter

untukmemberikan keputusan yang memuaskan dan sesuai dengan

rasakeadilan para pihak.

2. Apabial pihak yang salah tidak mau mau melaksanakan putusanarbitrase,

maka diperlukan perintah dari pengadilan untukmelakukan eksekusi atas

putusan tersebut.

298
3. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanakan keputusan arbitraseasing

masaih menjadi hal yang sulit.

4. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase

adalahperusahaan-perusahaan yang besar, oleh karena itu, untuk

memepertemukan kehendak para pihak yang bersenketa danmembawanya

ke arbitrase tidaklah mudah

5. Lembaga arbitrase tidak mempunyai wewenang untukmengeksekusi

perkara arbitrase.

25

Zaeni Asyhadie, Op, Cit

392

6. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaiainyang

dicapai dalam arbitrase sehingga sering kali mengingkaridengan berbagai

cara.

7. Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatimekanisme

Ekstra Judicial, arbitrase hanya dapat bertumpu padaetika bisnis

Tujuan Pembelajaran 1.7:

Menjelaskan Tentang Putusan Arbitrase

Putusan arbitrase tidak bisa diadakan upaya banding, akan tetapi bisa diajukan

pembatalan. Putusan yang diajukan pembatalan diajukan secara tertulis ke Pngadilan

Negeri, terhitung palinglama 30 hari sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan

arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negri sebagaimana diatur dalam Pasal 71 Undang undang No.30
tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif Penyeslesaian Sengketa.

26

Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 70 Undang-undang No.30 tahun 1999 tentang

Arbitrase dan alternatif Penyeslesaian Sengketa, adapun syarat -syarat pembatalan

terhadap putusan Arbitrase apabila tersebut diduga mengandung unsur -unsur sebagai

berikut:

1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan

299
dijatuhkan, diakui palsu ataudinyatakan palsu;

2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang

disembunyikan oleh pihaklawan; atau

3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak

dalam pemeriksaansengketa.

26

Mudakir Iskandar Syah, Penyelesaian Sengketa diluar pengadilan Via Arbitrase, Calpulis, Yogjakarta,

2016, hal. 60

393

Sesuai penjelasan Pasal 72 Undang-undang No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase

dan alternatif Penyeslesaian Sengketa, Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang untuk

memeriksa tuntutan pembatalan jika diminta oleh parapihak, dan mengatur akibat dari

pembatalan seluruhnya atau sebagian dari putusan arbitrasebersangkutan.Ketua

Pengadilan Negeri dapat memutuskan bahwa setelah diucapkan pembatalan, arbiter yang

samaatau arbiter lain akan memeriksa kembali sengketa bersangkutan atau menentukan

bahwa suatusengketa tidak mungkin diselesaikan lagi melalui arbitrase.

D. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan tentang Pengertian Arbirase !

2. Jelaskan secara singkat Sejarah Arbitrase !

3. Jelaskan apa saja Unsur-unsur Arbitrase !

4. Jelaskan Ruang Lingkup, Azas-azas dan Syarat-syarat Arbitrase !

5. Jelaskan Kelebihan dan Kekurangan Arbitrase !

6. Jelaskan kenapa Putusan Arbitrase dapat dibatalkan !

E. GLOSARIUM

Jay Treaty adalah perjanjian 1795 antara Amerika Serikat dan Inggris yang mencegah

perang, diselesaikan masalah yang tersisa sejak Perjanjian Paris tahun 1783.

Mixed Commission adalah pengadilan gabungan yang dibentuk oleh pemerintah Inggris

dengan perwakilan Belanda, Spanyol atau Portugis menyusul perjanjian yang disepakati

pada 1817 dan 1818.

300
Internasional Chember Of Commerce ( ICC )adalah sebuah organisasi nirlaba

internasional yan g bekerja mempromosikan dan mendukung perdagangan global.

The International Centre Of Setllement of Investment Dispute ( ICSID )adalah lembaga

arbitrase internasional yang didirikan pada tahun 1966 untuk penyelesaian sengketa

hukum dan konsiliasi antara investor internasional yang didirikan pada tanggal 16

Februari 1968.

394

Arbitration united Nation Commission on International Trade law adalah didirikan

oleh Majelis Umum PBB oleh Resolusi 2205 (XXI) 17 Desember 1966 untuk

mempromosikan progresi fharmonisasi dan penyatuan hukum perdagangan internasional

F. DAFTAR PUSTAKA

A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama

Media,Yogyakarta, 2008

H. Sudarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif

PenyelesaianSengketa Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mudakir Iskandar Syah, Penyelesaian Sengketa diluar pengadilan Via Arbitrase,

Calpulis, Yogjakarta, 2016.

Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2003

M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Perdilan dan

PenyelesaianSengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung 1997.

Paustinus Siburian, Arbitrase Online Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan

Secara Elektronik, Djambatan, Jakarta, 2004.

Priyatna Abdulrrasyid, arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa,2003

Rachmdi Usman, Hukum Arbitrase Nasional,Grasindo, Jakarta, 2002.

R. Subekti, kumpulan karangan hukum perakitan, Arbitrase, dan peradilan, Alumni,

Bandung, 1980.

301
Sudargo Gautama, kontrak dagang internasional, Alumni, Bandung,1976.

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999, TentangArbitrase

dan Alternatif Penyelesaian sengketa.

Zaini Asyhadie, Hukum Bisni Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT. Raja

Grafindo Presada, Jakarta, 2012.

302

Anda mungkin juga menyukai