Anda di halaman 1dari 12

KOMISIONER

QAD JAFFAL QALAM


201610110311163
• PENGERTIAN

menurut pasal 76 KUHD maka seorang Komisioner


dirumuskan sebagai orang yang melakukan tindak
perusahaan untuk mengadakan persetujuan atas perintah
dan perhitungan orang lain yang disebut komiten, akan
tetapi persetujuan itu tidak dilakukan atas nama komitennya
melainkan atas nama sendiri atau Firmanya dan dengan ini
menerima upah yang disebut provisi atau komisi.
• PENGATURAN

Mengenai komisioner itu diatur dalam bab  v, bagian 1


pasal 76 sampai dengan 85 a, buku 1 kuhd.
• CIRI–CIRI
• Adapun ciri-ciri khas komisioner adalah :
• 1. Tidak ada syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan sebagai halnya makelar
• 2. Komisioner menghubungkan komiten dengan pihak ketiga atas namanya sendiri
(pasal 76 KUHD)
• 3. Komisioner tidak berkewajiban untuk menyebut namanya komiten (pasal 77 ayat
(1)). Dia di sini menjadi pihak dalam perjanjian(pasal 77 ayat (2)).
• 4. Tetapi komisioner juga dapat bertindak atas nama pemberi kuasanya (pasal 79).
Dalam hal ini maka dia tunduk pada bab  xvi, buku  iii kuhper tentang pemberian
kuasa, mulai pasal 1972 dan seterusnya.
Sebagai pelaksana perintah, komisioner harus memberikan pertanggungjawababan
segera mungkin kepada komiten setelah selesai melaksanakan tugasnya (pasal 1802
bw). Dalampertanggung jawaban itu komisioner dapat memberitahukan kepada
komiten dengan siapa dia mengadakan perjanjian. Hal ini erat hubungannya dengan
kewajiban komiten untuk membiayai pelaksanaan perjanjian yang dibuat dengan
pengantaraan komisioner (pasal 1807 bw). Tetapi jika komisioner menjamin secara
khusus pemenuhan perjanjian itu, dia tidak perlu memberitahukan kepada komiten
nama pihak lawan.
SIFAT HUKUM PERJANJIAN KOMISI

Perjanjian komisi adalah perjanjian antara komisioner


dengan komiten, yakni perjanjian pemberi kuasa. Dari
perjanjian ini timbul hubungan hukum yang bersifat tidak
tetap dan sifat ini tidk diatur dalam undang – undang.
Mengenai persoalan ini ada beberapa pendapat, yaitu :
1. POLAK
      Menurut polak, KUHD sendiri menganggap hubungan komisioner dan komitennya sebagai pemberi kuasa (last
giving) yang diatur dalam kitab ketiga KUHS, pendapatnya ini didasarkan pada pasal 25 KUHD yang
menegaskan :”pemberian hak-hak dalam pasal 81,82 dan 83 sama sekali tidak mengurangi hak menahan (retensi) yang
diberikan kepada komisioner oleh pasal 1812 KUHS”.

Menurut polak, perjanjian last giving antara komisioner dan komitennya suatu perjanjian last giving yang bersifat
khusus.

Adapun kekhususannya terdapat dalam:


• Seorang pemegang kuasa bertindak pada umumnya atas nama pemberi kuasa, seorang komisioner pada umumnya
bertindak atas nama diri sendiri.

• Pemegang kuasa bertindak tanpa upah, kecuali kalau diperjanjikan dengan upah (pasal 1794 KUHD). Komisoner
mendapat provisi bila pekerjaannya sudah selesai (Pasal 76).

• Akibat hukum perjanjian komisi ini banyak yang tidak diatur dalam undang – undang.
2. MOLEGRAAFF
•       Ia berpendapat bahwa hubungan komisioner dengan komitennya adalah
suatu perjanjian campuran antara perjanjian last giving (Bab XVI kitab ke
III KUHS) dan perjanjian untuk melakukan pekerjaan (Overeenkomst tot
het verrichten van enkele hensten) yang diatur dalam pasal 1601 KUHS.

•       Menurut Molegraff, perjanjian khususnya mengandung unsur


perjanjian untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 KUHS) dan pada
umumnya dapat pula digunakan (takluk) peraturan – peraturan tentang
pemberian kuasa. Kalau ada pertentangan antara mereka maka diutamakan
melakukan perjanjian pekerjaan (Pasal 1601 KUHS).
                
3. SUKARDONO
•       Dengan mendasarkan pada pasal 79 dan 85 KUHD, Prof. Sukardono
menyetujui pendapat polak, yang mana dilihatnya didalam pasal 79 yang
menyebutkan bahwa seseorang komisioner bertindak atas nama pengamatnya,
maka segala hal dan kewajibannya pun terhadap pihak ketiga dikuasai oleh
ketentuan – ketentuan tentang KUHS pada bab tentang pemberian kuasa.

• Pendapat ini diperkuat dengan hak retensi yang diberikan kepada komisioner
(pasal 85), hak retensi diberikan kepada pemegang kuasa (Pasal 1812 KUHP) dan
hak retensi tidak diberikan kepada pemberi pelayanan berkala.
• Hubungan antara komisioner dan komiten adalah sebagai pemegang kuasa dan
pemberi kuasa. Komisioner bertanggung jawab atas pelaksanaan perintah kepada
pemberi kuasa dan pemberi kuasa bertanggung jawab atas biaya pelaksanaan
perintah dan pembayaran provisi.
TANGGUNG JAWAB
KOMISIONER
• Tanggung Jawab Komisoner Terhadap Komiten
Perjanjian komisi adalah perjanjian antara komisioner dengan komiten, di mana komisioner
mengikatkan diri untuk melaksanakan perintah komiten, sedangkan komiten mengikatkan diri
untuk untuk membiayai pelaksanaan perjanjian itu dan membayar provisi kepada komisioner.

Dalam hal ini tanggung jawab komisoner adalah melaksanakan perjanjian komisi ini dengan
sebaik-baiknya (itikad baik), dan jika dalam pelaksanaan perjanjian komisi tersebut menimbulkan
kerugian kepada komiten, maka komisioner bertanggung jawab untuk membayar biaya, rugi, dan
bunga. Selain itu komisoner harus selekas mungkin memberikan pertanggungjawaban
perbuatannya kepada komiten (pengusaha).

Dalam memberi pertanggungjawaban itu, komsioner dapat memberitahukan siapa yang menjadi
lawan pihak dalam perjanjian tersebut. Hal ini dilakukan berkaitan erat dengan kewajiban komiten
untuk membiayai pelaksanaan perjanjian yang dibuat dengan perantara komitennya. Tetapi jika
komisoner akan menjamin terhadap seluruh pelaksanaan perjanjian itu dengan jaminan khusus
yang dinamakan “del credere”, maka komisioner tidak perlu lagi memberitahukan siapa pihak
ketiga yang menjadi lawan dalam perjanjian itu. klausul “del credere”, yaitu jaminan yang
dilakukan pihak komisoner bahwa ia akan menjamin perjanjian komisi ini manakala pihak ketiga
tidak melaksanakan prestasinya. Dengan adanya jaminan berupa “del credere” ini biasanya
komisioner akan mendapat tambahan provisi.
HUBUNGAN HUKUM KOMISIONER
DENGAN PIHAK KE TIGA
Hubungan Antara Komisoner Dengan Pihak Ketiga
Adalah hubungan para pihak dalam perjanjian (Psl 78), dan
pihak komiten berada di luarnya. Jadi komiten tidak dapat
menggugat pihak ketiga begitupun sebaliknya. Pihak
ketigapun tidak perlu tahu untuk siapa komisioner
bertindak, begitupun pihak komiten tidak perlu mengetahui
siapa nama pihak ketiga tersebut, tetapi segala biaya yang
dikeluarkan dari perjanjian komisi tersebut menjadi
tanggungan komiten.
HAL-HAL YANG DILARANG
PADA KOMISIONER
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
KOMISI

Berakhirnya perjanjian komisi


• Pasal 1813 ayat (3) BW Jika principal meninggal dunia,
sedangkan tugas komisinya belum selesai, maka
komisioner wajib menyelesaikan tugasnya sampai tuntas.
•   Pasal 1819 BW Jika komisioner meninggal dunia, maka
ahli warisnya yang wajib meneruskan tugas komisioner
yang belum terselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai