Anda di halaman 1dari 2

1. Apakah yang menjadi upaya PKPU dalam mencegah terjadinya kepailitan?

Jawab: Permohonan PKPU memiliki kekuatan untuk mencegah Kepailitan karena dapat diajukan setiap
saat sebelum adanya Pernyataan Pailit yang diputuskan oleh Pengadilan (yaitu sebelum adanya
permohonan Pernyataan Pailit diajukan, maupun setelah permohonan Pernyataan Pailit diajukan namun
belum ada putusan Pengadilan). Apabila permohonan Pernyataan Pailit dan permohonan PKPU
diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu jika diajukan
pada sidang pertama pemeriksaan permohonan Pernyataan Pailit.

2. 2 tahap putusan. Sementara dan tetap

Jawab: Putusan PKPU sementara merupakan pendahuluan yang diberikan oleh pengadilan niaga bagi
pemohon maupun termohon dalam hal ini debitur juga kreditor untuk berdamai. Hasil putusan PKPU
sementara berlaku selama maksimal 45 hari sejak dibacakannya putusan. Pada tahap ini, pengadilan
niaga akan menunjuk seorang hakim pengawas dan mengangkat satu atau lebih pengurus guna
mendampingi dan mengurus harta debitur.

Putusan PKPU tetap berlangsung maksimum selama 270 hari sejak putusan PKPU sementara dibacakan.
Namun perlu diingat bahwa jangka waktu tersebut bukanlah batasan waktu bagi debitur untuk
menyelesaikan pembayaran utangnya kepada para kreditor. Perpanjangan waktu yang diberikan
pengadilan niaga tersebut untuk merundingkan dan membahas rencana perdamaian diantara para
pihak.

Apabila setelah diberikannya perpanjangan waktu melalui putusan PKPU tetap, belum juga tercapai
kesepakatan diantara debitur dengan kreditor terkait rencana perdamaian yang ditawarkan, maka
pengadilan niaga akan menyatakan bahwa debitur pailit.

3. Bagaimana kedudukan utang gaji karyawan jika suatu perusahaan dinyatakan pailit?

Jawab : Sebagai salah satu kreditur dari suatu perusahaan yang telah dinyatakan pailit, pekerja dapat
diklasifikasikan sebagai kreditur preferen, yang mempunyai hak untuk didahulukan dalam hal
pembayaran piutangnya. Hal ini diatur berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang menentukan bahwa ‘Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya’. Berdasarkan rumusan pasal
tersebut, dapat diketahui bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan menghendaki gaji atau upah serta
hak-hak lainnya dari seorang pekerja dalam hal terjadinya kepailitan pada suatu perusahaan merupakan
utang perusahaan yang harus didahulukan pembayarannya. Undang-Undang Kepailitan tidak mengatur
secara tegas mengenai hak pekerja untuk didahulukan pembayaran utang upahnya dari kreditur lainnya.
Sehingga dalam Undang-Undang Kepailitan, pekerja digolongkan sebagai kreditur konkuren.

4. Apakah BUMN dapat dipailitkan? - Aspek-aspek hukum apa saja yang perlu diperhatikan atau terkait
pada peristiwa kepailitan BUMN?

Jawab : Membicarakan konsep kepailitan bagi BUMN, maka tidak boleh dibedakan antara kepailitan
terhadap badan hukum privat dan badan hukum publik seperti BUMN. Baik BUMN yang berbentuk
Persero, maupun Perum dapat dipailitkan layaknya badan hukum privat dapat dipailitkan. Pertama
karena UU Kepailitan tidak membedakan antara kapasitas badan hukum publik BUMN dengan badan
hukum privat, kedua, karena dalam pengaturan mengenai BUMN sendiri, dapat dilakukan kepailitan bagi
BUMN baik Persero (lihat Penjelasan ps. 7 Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998), maupun Perum
(lihat ps. 25 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1998).

maka aspek-aspek hukum yang perlu di perhatikan adalah : a) Kewenangan pengajuan permohonan
pailit terhadap BUMN; dan b) berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat (1), yang bersifat kumulatif, syarat-syarat
Debitor untuk dapat dinyatakan pailit harus memenuhi semua unsur di atas. Apabila syarat-syarat
terpenuhi, Hakim ”harus menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini
kepada Hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara
lainnya.

5. Bagaimana kedudukan hukum Debitor setelah pailit dalam mengelola harta sisa kepailitannya setelah
dibayarkan kepada Kreditor. Apakah mungkin seorang Debitor dapat dijatuhi putusan paillit dua kali
pada masa yang akan datang?

Jawab : mengenai pengelolaan harta sisa kepailitan. Apabila seluruh hartanya sudah dipakai untuk
membayar kewajibannya dalam kepailitan dan masih memiliki sisa, maka sisa harta tersebut akan
dikembalikan kepada Debitor. Kepailitan tidak mengenal ne bis in idem. Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU
mengatur bahwa syarat utama pengajuan permohonan pernyataan pailit adalah adanya dua Kreditor
dan setidaknya ada satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Sehingga apabila di kemudian
hari setelah suatu kepailitan berakhir dan Debitor memiliki setidaknya dua Kreditor baru dan satu utang
yang sudah jatuh tempo, maka Debitor tersebut dapat kembali diajukan pailit oleh Kreditor baru
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai