Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi
Disusun oleh :
FAKULTAS SYARI’AH
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Penegakan Kode Etik Profesi”. Dan kami berterima kasih kepada bapak Faris
Ahmad Jundhy, S.SY., M.H. selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang telah
memberikan tugas kepada kami dan penulis dapat menyelesaikan tugas tersebut
tepat pada waktunya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................4
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan Penulisan
2
2. Untuk mengetahui penegakan hukum dan kode etik profesi
3. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan kode etik profesi
hukum di Indonesia.
4. Untuk mengetahui Mekanisme Penegakan Kode Etik Profesi Menurut
PP Nomor 42 Tahun 2004 dan PMK 190 Tahun 2018
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Ke-3, 2010,
hlm. 21
4
tentu ini tidak etis bila manusia dijadikan kelinci perccobaan. Dibidang
hukum misal; penyidikan dilakukan polisi, dalam ilmu kepolisian dituntut
keberhasilan mengungkap setiap kejahatan, dikenal berbagai teknik dalam
pemeriksaan untuk memperoleh keterangan faktanya, maka digunakan
cara pemaksaan bahkan penyiksaan. Tentu hal ini secara etis tidak dapat
diterima.
Etika profesi pada dasarnya mengandung nilai-nilai yang
memberikan tuntutan tingkah laku, demikian juga hukum. Etika profesi
dan hukum sebenarnya sama-sama bisa dilihat sebagai bagian dari
kebudayaan. Lebih lanjut apabila dibandingkan, hukum menghendaki agar
tingkah laku manusia sesuai dengan aturan hukum yang diterapkan.
Sedangkan etika mengejar agar sikap batin manusia berada dalam
kehendak batiniah yang baik. Disini yang dituju bukan terpenuhinya sikap
perbuatan lahiriah akan tetapi sifat batin manusia yang bersumber pada
hati nurani, karena itu diharapkan terciptanya manusia berbudi luhur.
Dapat dipertegaskan lagi antara hukum dan etika profesi mempunyai
persamaan dan perbedaan.2 Persamaan dua-duanya memiliki sifat
normative dan mengandung norma-norma etik, barsifat mengikat.
Disamping itu mempunyai tujuan sosial yang sama, yaitu agar manusia
berbuat baik sesuai dengan norma masyarakat, dan siapa yang melanggar
akan dikenai sanksi. Adapun perbedaannya, mengenai sanksi dalam etika
profesi hanya berlaku bagi anggota golongan fungsional tertentu / anggota
suatu profesi. Sanksi hukum berlaku untuk semua orang dalam suatu
wilayah tertentu, semua warga Negara / masyarakat. Apabila terjadi
pelanggaraan dalam etika profesi ditangani oleh perangkat dalam
organisasi profesi yang bersangkutan, misalnya oleh Majelis Kehormatan.
Pelanggaran dalam bidang hukum, hal ini dapat dilihat dengan adanya
peraturan-peraturan mengenai profesi pada umumnya mengandung hak-
hak yang fundamental dan mempunyai aturan-aturan mengenai tingkah
laku dalam melaksanakan profesinya. Dan ini terwujud dalam Kode Etik
2
Mardani, Etika Profesi Hukum, Depok: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 9
5
Profesi sebagai keharusan, kewajiban. Dengan demikian ketentuan dalam
kode etik dapat dikualifikasikan sebagai normative etik yang mempunyai
kaitanya dengan hukum, dan mengandung ketentuan-ketentuan mengenai:
Kewajiban pada diri sendiri,
Kewajiban pada masyarakat umum,
Kewajiban kerekanan,
Kewajiban pada orang ataupun profesi yang dilayanani.
Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari
mempunyai arti yang sangat penting karena apa yang menjadi tujuan
hukum justru terletak pada pelasanan hukum itu. Hubungan antara tertib
sosial dan faktor normative sebagai salah satu instrumen menjelma
menjadi tertib hukum, disamping kepentingan kehidupan masyarakat
untuk tertib dibidang politik, ekonomi, hankam, budaya dan lain-lainnya.
Tertib hukum hendak menciptanya suasana yang aman dan terreram di
dalam masyarakat, oleh karena itu kaidah-kaidah harus ditegakkan dan
dilaksanakan dengan tegas melalui upaya kepastian hukum. Logeman telah
menggambarkan dengan jelas bahwa kepastian hukum tidaklah berarti
harus bewujud dalam peraturan-peraturan belaka, akan tetapi mungkin
juga berwujud di dalam keputusan-keputusan pejabat yang berwenang.
Sebab dalam keadaan nyata hukum itu berupa suatu keputusan dan
abstraknya hukum merupakan peraturan. Peraturan hukum dalam
penerapannya pada suatu peristiwa tertentu selalu terdapat penilaian untuk
diselesaikan dengan suatu keputusan.
Dalam upaya penegakan hukum suatu negara beberapa aktor utama
yang peranannya sangat penting, diantaranya adalah hakim, jaksa,
advokat, dan polisi. Atau lebih dikenal dengan catur wangsa penegak
hukum. Hakim sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif adalah lembaga
penegak hukum yang mewakili kepentingan negara, sedangkan jaksa dan
polisi adalah lembaga penegak hukum yang mewakili kepentingan
pemerintah, kemudian advokat adalah lembaga penegak hukum yang
mewakili kepentingan masyarakat. Pada posisi seperti ini peran advokat
6
menjadi penting karena dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan
negara dan pemerintah. Melalui jasa hukum yang diberikannya, advokat
menjalankan tugas profesi demi tegaknya hukum dan keadilan untuk
kepentingan masyarakat pencari keadilan.
Sebuah negara pasti berharap memiliki penegak hukum atau
penyelenggara profesi hukum yang baik. Melalui penyelenggara hukum
ini, persoalan-persoalan yuridis yang menimpa masyarakat dapat
diharapkan penyelesaianya. Penyelenggara profesi hukum menjadi pusat
atau sentrum kebergantungan masyarakat. Sebagai pihak yang menjadi
sentral orientasi, penyelenggara profesi hukum membutuhkan berbagai
persyaratan yang dapat menjadi kelengkapan profetiknya. Dengan
demikian, profesi hukum menjadi bermutu. Sebaliknya negara dan
masyarakat tidak mengiginkan kehadiran penyelenggara profesi hukum
yang tidak memiliki sikap etis dan yuridis, sebab kekosongan sikap etis
dan yuridis ini akan mengakibatkan mundurnya berbagai problem sosial
yang memprihatinkan yang mengancam ketahanan hidup bermasyarakat
dan bernegara.
Hukum yang diproduk dengan hasil kerja keras dan mengeluarkan
dana yang besar sangat membutuhkan penegak hukum yang mampu
bekerja keras dalam mewujudkan keharusan-keharusan normatif yuridis
menjadi realitas dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Salah
satu bukti merealisasikan hukum adalah bilamana penyelenggara profesi
hukum mampu menunjukkan kekuasaanya, ketika berhadapan dengan
ragam tindak kejahatan, baik yang tergolong kejahatan konvensional
maupun kejahatan kerah putih.
Tolok ukur utama menjadi penyelenggara profesi hukum yang baik
terletak pada independensi penyelenggara profesi dan kuatnya integritas
moralnya atau memiliki kecakapan teknis dan memiliki kematangan etis
ketika menghadapi kejahatan yang menjadi tanggung jawabnya.3
3
Achmad Asfi Burhanudin, Peran Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum yang
Baik, Jurnal El-Faqih, Volume 4, No. 2, 2018, hal. 60-63.
7
D. Penegakan Hukum dan Kode Etik Profesi
8
1) Kemanusiaan. Norma ini menuntut agar dalam penegakan hukum,
manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia yang memiliki
keluhuran pribadi. Martabat manusia yang terkandung du dalam hak-
hak manusia menjadi prinsip dasar hukum, yaitu dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
2) Keadilan. Menurut Thomas Aquinas, keadilan adalah kebiasaan untuk
memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya berdasarkan
kebebasan kehendak. Kebebasan kehendak ini ada pada setiap diri
manusia. Hak dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat.
Adanya hak mendahului keadilan. Keadilan merupakan salah satu
bentuk kebaikan yang menuntun manusia dalam berhubungan dengan
sesama manusia. Seseorang dapat dikatakan adil apabila mengakui
orang lain sebagai orang yang mempunyai hak yang seharusnya
dipertahankan atau diperolehnya.
3) Kepatutan (equality). Pada dasarnya kepatutan ini merupakan suatu
koreksi terhadap keadilan legal. Keadilan legal adalah keadilan yang
menertibkan hubungan antara individu dan masyarakat atau negara.
4) Kejujuran. Penegak hukum harus jujur dalam menegakkan hukum atau
melayani pencari keadilan dan menjauhkan diri dari perbuatan curang.
Kejujuran ini berkaitan dengan kebenaran, keadilan, kepatutan yang
semua itu menyatakan sikap bersih dan ketulusan pribadi seseorang
yang sadar akan pengendalian diri terhadap apa yang seharusnya tidak
boleh dilakukan.
Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik
sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi
pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang
dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Karena kode etik adalah bagian
dari hukum positif, maka norma-norma penegakan hukum undang-undang
juga berlaku pada penegakan kode etik. Penegakan hukum maupun
penegakan kode etik profesi bagi para penegak hukum akan menjadi
cermin bagi masyarakat dalam menegakkan hukum.
9
Hukum akan semakin terpuruk jika para penegak hukum tidak
mampu menjadi teladan dalam penegakan hukum itu sendiri. Dengan
memiliki akhlak mulia dan keteladanan di mana pun berada, seorang
penegak hukum akan memberi manfaat bagi lingkungan sosialnya.
Penegakan hukum belum berjalam dengan sebagaimana mestinya, hal ini
ditandai dengan banyaknya permasalahan hukum yang timbul. Untuk itu
harus dilakukan berbagai upaya untuk mewujudkan penegakan hukum.
Hal ini dimulai dari para profesional hukum yaitu: hakim, jaksa, advokat,
polisi dan notaris. Salah satu upaya yang telah dilakukan yaitu dengan
penegakan etika (kode etik) yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran agama.
Dengan demikian, penegakan kode etik profesi menjadi utlak adanya bagi
tiap-tiap pribadi profesional hukum.7
7
Niru Anita Sinaga, Kode Etik sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum yang Biak, Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara, Volume 10, No. 2, Maret 2020, hal. 28-30.
8
Abintoro Prakoso, Etika Profesi hukum, Surabaya : LaksBang Yustisia, 2015, hlm. 52 -53.
10
4. Pengaruh lemah iman. Salah satu syarat menjadi profesional adalah
takwa kepad Tuhan Yang Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan-Nya. Dengan takwa kepada Tuhan ini diharapkan
para profesioal memiliki benteng moral yang kuat, tidak mudah
tergoda dan tergiur dengan berbagai macam bentuk materi
disekitarnya. Dengan iman yang kuat kebutuhan materi akan dipenuhi
secara wajar.
Menurut Sumaryono, terdapat lima masalah yang dihadapi sebagai
hambatan atau kendala yang cukup serius, yaitu:
Kualitas pengetahuan profesional hukum;
Terjadi penyalahgunaan profesi hukum;
Kecenderungan profesi hukum menjadi kegiatan bisnis;
Penurunan kesadaran dan kepedulian sosial; dan
Sistem yang sudah usang.
Selain yang sudah dipaparkan di atas, masih ditemukan hambatan
lainnya yaitu:
a. Kemajuan teknologi belum dapat diimbangi oleh percepatan hukum,
sehingga hukum selalu ketinggalan zaman;
b. Tidak memiiliki komitmen pelaksanaan bai karena belum memahami
fungsi dan tujuan dari kode etik profesi atau karena tidak ingin
melaksanakannya;
c. Pengaruh dari piak luar;
d. Sumber daya manusia (SDM) yaitu rendahnya kesadaran untuk
mengembangkan diri baik secara formal maupun informal;
e. Kebijakan atau regulasi yang belum meadai dan petunjuk teknis
pelaksanaannya;
f. Lemahnya penegakan hukum;
g. Sanksi kode etik yang kurang berat.9
9
Ibid, hal. 31.
11
F. Mekanisme Penegakan Kode Etik Profesi Menurut PP Nomor 42
Tahun 2004 dan PMK 190 Tahun 2018
12
tindakan, seperti memberikan keteladanan, melakukan
pengawasan, dan pembinaan terhadap bawahannya.
3. Penegakan
a) Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku
Pasal 13
(1) Dugaan terjadinya Pelanggaran Kade Etik dan Kade Perilaku
diperoleh dari Pengaduan clan/ atau Temuan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a.
Pengaduan yang berasal dari Pegawai; dan/atau b. Pengaduan yang
berasal dari masyarakat.
(3) Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a.
Temuan atasan Terlapor; b. Temuan Unit Kepatuhan Internal; dan/
atau c. Temuan Inspektorat Jenderal.
(4) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
secara tertulis melalui: a. Dokumen atau surat; b. Melalui sistem
aplikasi pengaduan; dan/atau c. Melalui media elektronik.
(5) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit
memuat: a. Waktu dan tempat kejadian; b. Bukti dan/ atau saksi;
clan c. Identitas Pelapar clan Terlapar.
b) Mekanisme Penegakan Kocle Etik clan Kocle Perilaku oleh
Majelis
Pasal 17
1) Majelis melakukan pemanggilan pertama secara tertulis
kepada Terlapor paling singkat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggal pemeriksaan oleh Majelis.
2) Dalam hal Terlapor tidak memenuhi panggilan pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
pemanggilan kedua dengan jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja sejak Terlapor seharusnya hadir pada panggilan
pertama.
13
3) Dalam hal Terlapor tidak bersedia memenuhi panggilan
kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa Alasan
yang Sah, Majelis merekomendasikan sanksi moral
berdasarkan alat bukti clan keterangan yang ada tanpa
dilakukan pemeriksaan.
4) Dalam hal Terlapor memenuhi panggilan, Majelis
melakukan pemeriksaan terhadap Terlapor.
5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dalam sidang tertutup yang dihadiri oleh seluruh
anggota Majelis.
6) Keputusan Majelis cliambil secara musyawarah mufakat.
7) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) ticlak tercapai, keputusan diambil dengan
suara terbanyak.
8) Dalam hal suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) tidak tercapai, Ketua Majelis harus mengambil
keputusan.
9) Majelis mengambil keputusan setelah memeriksa dan
memberi kesempatan kepacla Terlapor untuk membela diri.
10) Keputusan Majelis dituangkan dalam Laporan Hasil Sidang
Majelis yang tercantum dalam Lampiran Huruf E yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Pasal 18
1) Keputusan Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
berupa rekomendasi yang terdiri atas:
2) Dalam hal keputusan Majelis berupa penjatuhan sanksi
moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Majelis
menyampaikan Laporan Hasil Sidang Majelis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (10) kepada Pejabat yang
Berwenang untuk kemudian diterbitkan keputusan Pejabat
14
yang Berwenang memberikan sanksi moral yang tercantum
dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
3) Pelaksanaan keputusan sanksi moral oleh Pejabat yang
Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya
Laporan Hasil Sidang Majelis.
4) Dalam hal keputusan Majelis sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) huruf b berupa pernyataan tidak bersalah, Majelis
menyampaikan Laporan Hasil Sidang Majelis kepada
atasan langsung Pegawai dan atasan langsung harus
menyampaikan keputusan sanksi moral sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kepada Terlapor paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya keputusan oleh
atasan langsung.
5) Pernyataan tidak bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diterbitkan dan ditetapkan oleh atasan langsung.
6) Keputusan Majelis harus disampaikan kepada Pejabat yang
Berwenang atau atasan langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (5) paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak tanggal keputusan Majelis.
7) Keputusan Majelis yang dituangkan dalam Laporan Hasil
Sidang Majelis bersifat final.
c) Sanksi Moral
Pasal 19
1) Pegawai yang melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode
Perilaku dikenakan sanksi moral berupa:
pernyataan secara tertutup
pernyataan secara terbuka
2) Dalam menentukan jenis sanksi moral sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Majelis agar mempertimbangkan:
15
nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat setempat
cakupan pihak yang dirugikan akibat Pelanggaran
dampak Pelanggaran terhadap citra unit atau organisasi
3) Penyampaian sanksi moral tertutup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a disampaikan oleh Pejabat yang
Berwenang menjatuhkan sanksi moral atau pejabat lain di
dalam ruang tertutup yang dihadiri oleh Pegawai yang
bersangkutan serta pejabat atau pihak lain yang terkait.
4) Sanksi moral berupa pernyataan secara terbuka
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disampaikan
Pejabat yang Berwenang menjatuhkan sanksi moral atau
pejabat lain melalui forum resmi Pegawai Kementerian
Keuangan.
5) Penyampaian sanksi moral sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disampaikan sebanyak 1 (satu) kali dan wajib
dihadiri oleh Pegawai yang bersangkutan.
6) Dalam hal tempat kedudukan Pejabat yang Berwenang dan
tempat Pegawai yang dikenakan sanksi moral berjauhan,
Pejabat yang Berwenang dapat menunjuk pejabat lain di
lingkungannya atau atasan langsungnya untuk
menyampaikan sanksi moral dimaksud, dengan ketentuan
jabatan pejabat yang ditunjuk tidak lebih rendah dari
Pegawai yang dikenakan sanksi.
7) Dalam hal Pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak
hadir pada waktu penyampaian keputusan sanksi moral
tanpa disertai Alasan yang Sah, dianggap telah menerima
keputusan sanksi moral tersebut.
8) Pegawai yang dikenakan sanksi moral harus membuat
pernyataan permohonan maaf dan/ atau penyesalan.
9) Dalam hal Pegawai yang dikenakan sanksi moral tidak
bersedia membuat pernyataan permohonan maaf dan/ atau
16
penyesalan, dapat dijatuhi hukuman disiplin dengan tingkat
yang paling ringan berdasarkan ketentuan mengenai
disiplin Pegawai Negeri Sipil.
4. Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 20
1) Seluruh hasil pemrosesan terhadap dugaan Pelanggaran Kode
Etik dan Kode Perilaku, yang meliputi:
2) Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan laporan monitoring dan
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Inspektur
Jenderal dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal c.q.
Kepala Biro Sumber Daya Manusia.
3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
paling kurang 1 (satu) tahun sekali dan dapat dilakukan secara
manual dan/ a tau elektronik.
4) Inspektur J enderal melakukan koordinasi dengan atasan
langsung dalam hal:
Atasan langsung belum melakukan penelitian atas dugaan
Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan
oleh bawahannya
Terdapat ketidaksesuaian dalam menentukan simpulan dan
rekomendasi hasil penelitian oleh atasan langsung
Pejabat yang Berwenang tidak menindaklanjuti hasil
rekomendasi dari Majelis Kode Etik.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang
dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. penegakan hukum dilakukan
dengan penindakan hukum menurut urutan :
teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan
berbuat lagi (percobaan);
pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);
penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu);
pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati).
Kemanusiaan.
Keadilan.
Kepatutan (equality).
Kejujuran.
G. Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
Anita, Niru Sinaga. 2020. Kode Etik sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi
Hukum yang Biak. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara. Volume 10, No 2
Burhanudin, Achmad Asfi. 2018. Peran Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya
Penegakan Hukum yang Baik. Jurnal El-Faqih, Volume 4, No. 2.
Mardani. Etika Profesi Hukum. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Muhammad, Abdulkadir.2006. Etika Profesi Hukum. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Nuh ,Muhammad.2011, Etika Profesi Hukum,Bandung: Pustaka .
Prakoso Abintoro . 2015. Etika Profesi hokum. Surabaya: LaksBang Yustisia.
Sinaga, Niru Anita. 2021. Kode Etik sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi
Hukum yang Biak, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Volume 10, No. 2.
Supriadi. 2010. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika, Cet. Ke-3,
20