Anda di halaman 1dari 17

BANDING, KASASI DAN PENINJAUAN KEMBALI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata

Dosen Pengampu : Muhammad Ulil Abshor, M.H.

Disusun Oleh:

1. Khofifah 33020180147
2. Vita Ning Jaya 33020180148
3. Nika Musfiroh 33020180154

FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan
tepat waktu.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Acara Perdata. Adapun yang kami bahas dalam makalah ini ialah mengenai Banding,
Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Penulisan makalah ini melibatkan beberapa pihak
dan tentunya dalam penyusunan mengalami beberapa kendala. Melalui kerjasama yang
baik dan kompak, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kepada mereka
yang telah bekerja sama, kami ucapkan terima kasih.
Meskipun sudah diupayakan dengan sungguh-sungguh, tidak tertutup
kemungkinan bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk itu, saran
dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini sangat diharapkan. Atas saran dan
kritik yang diberikan kami ucapkan terimakasih.

Salatiga, 01 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................
C. Tujuan Penulisan.................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

A. Banding................................................................................................
B. Kasasi..................................................................................................
C. Peninjauan Kembali.............................................................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................

A. Kesimpulan..........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak dulu di Indonesia sudah sering terjadi kasus-kasus hukum. Seiring
perkembangan zaman, penyelesaian hukum yang sekarang berbeda dengan
penyelesaian hukum pada zaman dulu. Sekarang dalam menyelesaikan kasus-kasus
hukum sebagian besar para pelaku menggunakan berbagai upaya hukum, ada yang
mengajukan upaya banding, ada juga yang menggunkan kasasi ataupun upaya
peninjauan kembali.
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh Undang-Undang kepada
seseorang atau badan hukum untuk melawan putusan hakim. Setiap putusan yang
dijatuhkan oleh hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena
putusan hakim tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan.
Sebagai manusia biasa, hakim mungkin khilaf atau kurang sempurna dalam
mempertimbangkan semua hal-hal yang berkenaan dengan fakta-fakta yang terungkap
di persidangan. Agar kekeliruan dan kekhilafan itu dapat diperbaiki, cara yang paling
tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan
melaksanakan upaya hukum. Upaya hukum tersebut meliputi banding, kasasi, dan
peninjauan kembali.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan banding?
2. Apakah yang dimaksud dengan kasasi?
3. Apakah yang dimaksud dengan peninjauan kembali?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari banding
2. Untuk mengetahui maksud dari kasasi
3. Untuk mengetahui maksud dari peninjauan kembali

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Banding
a. Pengertian Banding
Banding adalah permohonan yang diajukan oleh salah satu pihak yang terlibat
dalam perkara agar penetapan atau putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tingkat
Pertama (Pengadilan Agama) diperiksa ulang oleh Pengadilan Tingkat Banding
(Pengadilan Tinggi Agama atau Pengadilan Tinggi Umum), karena belum puas
dengan putusan Pengadilan Tingkat Pertama.1
b. Dasar Hukum Pengajuan Banding
Menurut Pasal 21 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yaitu: “Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat
dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, kecuali Undang-Undang menentukan lain”.2 Yang dimaksud
dengan pengecualian itu ditujukan pada perkara perdata yang tidak perlu
dimintakan banding tetapi langsung kasasi ke MA. Misalnya putusan Pengadilan
Niaga dalam perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) , Putusan
Pengadilan Hubungan Industri (PHI), dan Perkara Kepailitan. Hakim tingkat
pertama dan banding adalah hakim fakta (Judex Facti) sehingga hakim banding
memeriksa seluruh berkas perkara yang dimaksud.
c. Syarat-Syarat Banding
Syarat-syarat banding yaitu:
1. Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara
2. Diajukan dalam masa tenggang waktu banding
3. Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding
4. Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo
5. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan
banding.3

1
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 70
2
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 21 Ayat (1)
3
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan Al-
Hidayah, 2000), hlm 99

2
d. Tujuan Banding
Tujuan banding ada 2, yaitu:
1. Menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya
2. Untuk memeriksa keseluruhan perkara
Oleh karena itu, banding sering disebut juga dengan Revisi. Pemeriksaan
banding sebenarnya merupakan suat penilaian baru. Jadi dapat diajukan saksi-
saksi baru, ahli-ahli baru, dan juga surat-surat baru.4
e. Prosedur Mengajukan Permohonan Banding
Prosedur-prosedur untuk mengajukan permohonan banding, yaitu:
1. Diajukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut
dijatuhkan dengan terlebih dahulu membayar lunas biaya permohonan
banding.
2. Permhonan banding dapat diajukan tertulis ataupun lisan (Pasal 7 UU No. 20
Tahun 1947).
3. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat hari dan
tanggal diterimanya pernohonan banding dan ditandatangani oleh Panitera dan
Pembanding. Permohonan banding tersebut dicatat dalam Register Induk
Pekara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata.
4. Permohonan banding tersebut oleh Panitera diberitahukan kepada pihak lawan
paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima.
5. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di
Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.
6. Walau tidak diharuskan, Pembanding berhak mengajukan Memori Banding.
Sedangkan Terbanding berhak mengajukan Kontra Memori Banding, dan tidak
ada jangka waktu pengajuannya sepanjang perkara belum diputus oleh
Pengadilan Tinggi masih diperkenankan. (Putusan MA-RI No. 39 K/Sip/1973,
tanggal 11 September 1975).
7. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam Undang-Undang
sepanjang belum diputuskan oleh Pegadilan Tinggi. Pencabutan permhonan
banding masih diperbolehkan.5

4
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan Al-
Hidayah, 2000), hlm 98
5
Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 110

3
f. Mencabut Permohonan Banding
Sebelum permohonan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama atau
Pengadilan Tinggi Umum, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh
pemohon. Apabila berkas perkara belum dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi
Agama maka:
1. Sebelum permohonan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama,
maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon.
2. Apabila berkas perkara belum dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi
Agama, maka: Pencabutan disampaikan kepada Pengadilan Agama yang
bersangkutan, kemudian oleh panitera dibuatkan akta pencabutan kembali
permohonan banding putusan baru memperoleh kekuatan tetap setelah
waktu banding berakhir, berkas perkara banding tidak perlu diteruskan
kepada Pengadilan Tinggi Agama.
3. Apabila berkas perkara banding telah dikirimkan kepada Pengadilan
Tinggi Agama, maka: Bagi pencabutan banding disampaikan melalui
Pengadilan Agama yang bersangkutan atau langsung ke Pengadilan Tinggi
Agama. Apabila pencabutan itu disampaikan melalui Pengadilan Agama,
maka pencabutan itu segera dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama. Apabila
permohonan banding belum diputus maka Pengadilan Tinggi Agama akan
mengeluarkan “penetapan” yang isinya bahwa mengabulkan pencabutan
kembali permohonan banding dan memerintahkan untuk mencoret dari
daftar perkara banding. Apabila perkara telah diputus maka pencabutan
tidak mungkin dikabulkan dan apabila permohonan banding dicabut, maka
putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak pencabutan
dikabulkan dengan “penetapan” tersebut.
4. Pencabutan banding tidak diperlukan persetujuan pihak lawan.6
g. Waktu Pengajuan Banding
Waktu pengajuan banding ada 3 yaitu:
1. Bagi pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Agama yang
putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya ialah 14 hari
terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang
bersangkutan.

6
Rasyid, Chatib, dan Syarifuddin, Hukum Acara Perdata dalam teori dan Praktik Pada Peradilan Agama Cet
I, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 173

4
2. Bagi pihak yang bertempat tinggal di luar daerah hukum Pengadilan Agama
yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya ialah
30 hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada
yang bersangkutan (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947).
3. Dalam hal permohonan banding dengan prodeo, maka masa banding dihitung
mulai hari berikutnya dari hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi
Agama tentag ijin berperkara secara prodeo tersebut diberitahukan kepada
yang bersangkutan oleh Pengadilan Agama (Pasal 7 ayat (1), (2), (3), UU No.
20 Tahun 1947).7
2. Kasasi
a. Pengertian Upaya hukum Kasasi
Kasasi artinya mohon pembatalan terhadap putusan/penetapan Pengadilan tingkat
pertama (Pengadilan Agama) atau terhadap putusan Pengadilan tingkat banding
(Pengadilan Tinggi Agama ke Mahkamah Agung di jakarta, mlalui pengadilan
tingkat pertama yang memutus karena adanya alasan tertentu, dalam waktu
tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.
b. Dasar Hukum Kasasi
Dasar hukum kasasi adalah pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang kekuasaan Kehakiman dinyatakan, bahwa terhadap putusan Pengadilan
dalam tingkat banding dapat dimntkan kasasi ke Mahkamah Agung oleh pihak-
pihak yang bersangkutan, kecuali undang-udang menentukan lain. Dalam pasal 43
Undamg-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang mahkamah Agung dinyatakan,
bahwa permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap
perkaranya telah upya hukum banding, Karena lain oleh undang-undang.
c. Syarat-syarat Kasasi
Syarat-syarat untuk mengajukan kasasi yaitu:
1. Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi
2. Diajukan masih dalah tenggang waktu kasasi
3. Putusan atau penetapan judex factie, menurut hukum dapat dimintakan kasasi
4. Membuat memori kasasi
5. Membayar uang panjar biaya kasasi
6. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan

7
Rasyid, Chatib, dan Syarifuddin, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama Cet
I, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 173

5
d. Pencabutan Permohonan kasasi (pasal 49 UU No.14 Tahun 1985)
1. Sebelum permohonan kasasi di putus oleh mahkamah Agung maka
permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh permohonan, tanpa
persetujuan pihak lawan.
2. Apabila berkas perkara belum dikirimkann ke mahkamah Agung, maka:
Pencabutan disampaikan kepada Pengadilan Agama yang bersangkutan, baik
secara tertulis maupun lisan. Kemudian oleh panitera dibuatkan Akta
Pencabutan kemudian permohonan kasasi. Pemohon tidak dapat lagi
mengajukan permohonan kasasi dalam perkara itu meski pun tenggang waktu
kasasi belum lampau dan berkas itu tidak perlu diteruskan ke Mahkamah
Agung.
3. Apabila berkas perkara telah dikirimkan kepqada Mahkamah Agung, maka:
Pencabutan disampiakan melalui Pengadilan Agama yang bersangkutan atau
langsung ke Mahkamah Agung, Apabila permohonan kasasi belum diputus,
maka mahkamah Agung akan mengeluarkan “penetapan” yang isinya, bahwa
mengabulkan permohonan pencabutan kembali perkara kasasi dan
memerintahkan untuk mencoret perkara kasasi dan Apabila permohonan
kasasi telah diputus, maka pencabutan tidak mungkin dikabulkan.
4. Apabila permohonan kasasi permohonan kasasi dicabut maka tidak
bolehdiajukan lagi permohonan kasasi baru.
5. Apabila permohonan kasasi telah dicabut maka putusan yang dimintkan
kasasi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terghitung sejak tanggal
dibuatkan akta pencabutan kasasi atau dikeluarkanya “penetapan” pencabutan
kasasi.8
e. Alasan-Alasan Mengajukan Kasasi
Diatur dalam Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 jo Pasal 30 UU No.5 Tahun 2005
Tentang MA jo Pasal 30 UU No.4 Tahun 2004 antara lain :
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Tidak berwenang yang
dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang
melampaui batas wewenang bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan
melebihi yang diminta dalam surat gugatan.

8
Sudikno, Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2009)
hlm. 110

6
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud disini
adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum
materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang
dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku atau dapat juga diinter prestasikan penerapan hukum tersebut
tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersang kutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah.

Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan
membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru
dalam menerapkan hukum.

Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa oleh
Makamah Agung. Menurut KUHAP, suatu permohonan ditolak jika :

a. Putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas.


b. Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada panitera
pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu 14 hari sesudah purusan
disampaikan kepada terdakwa.
c. Sudah ada putusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut, kasasi hanya
dilakukan hanya satu kali.
d. Pemohon tidak mengajukan memori kasasi.
e. Tidak ada alasan kasasi

Syarat-syarat yang ditentukan oleh KUHAP tersebut, juga perlu ditinjau


Yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan kasasi.

a. Permohonan ditinjau oleh seorang kuasa tanpa kuasa khusus. (putusan


Mahkamah Agung tanggal 11 September 1958 No. 117 K/ Kr/1958)
b. Permohonan kasasi ditinjau sebelum ada putusan akhir Pengadilan Tinggi.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 17 Mei 1958 No. 66 K/Kr/1958)
c. Permohonan kasasi terhadap putusan sela. (putusan Mahkamah Agung
Tanggal 25 Febuari 1958 No. 320 K/Kr/1958)
d. Permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh pejabat berwenang.

7
f. Prosedur dan Tengang Waktu Mengaju kan Permohonan Kasasi
1. Permohonan kasasi disampaikan baik secara tertulis atau lisan kepada
Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan
melunasi biaya kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah relas
pemberitahuan putusan banding diterima Pemohon Kasasi (Pasal. 46-47
UU No. 14/1985).
2. Pengadilan Negeri akan mencatat per mohonan kasasi dalam buku daftar,
dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada
berkas (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985.
3. Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera
Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan
(Pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985), dan selanjutnya dalam tenggang waktu
14 hari setelah per mohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon
kasasi wajib membuat Memori Kasasi yang berisi alasan-alasan
permohonan kasasi (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
4. Panitera Pengadilan Negeri menyampai kan salinan Memori Kasasi pada
lawan paling lambat 30 hari (Pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
5. Pihak lawan berhak mengajukan Kontra Memori Kasasi dalam tenggang
waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (Pasal 47
ayat (3) UU No. 14/1985)
6. Setelah menerima Memori Kasasi dan Kontra Memori Kasasi dalam jangka
waktu 30 hari Panitera Pengadilan Agama harus mengirimkan semua
berkas kepada Mahkamah Agung (Pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985).9
3. Peninjauan kembali
a. Pengertian Peninjauan kembali
Peninjauan kembali atau request civiel yaitu memeriksa dan mengadili atau
memutus kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap
karena diketahui terdapat hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui, yang
apabila terungkap maka keputusan hakim akan menjadi lain.
b. Dasar Hukum peninjauan kembali
Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah agung. Peninjauan
kembali diatur dalam Undang-undang No14 Tahun 1985 tentahg mahkamah
Agung. Apabila terdapat hal-hal atau keadaaan-keadaan yang ditentukan
9
Ibid, hlm. 110-120

8
undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah memperolah kekuatan
hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada mahkamah Agung,
dalam perkara perdata dan pidana, oleh pihak-pihak yang berkepentingan
(Pasal 21 UU No.14/11970).10
c. Syarat-syarat permohonan peninjauan kembali
Syarat-syarat permohonan peninjauan kembali yaitu :
1. oleh pihak yang berperkara, ahli warisnya, ataui wakilnya yang secara
khusus diberi kuasa untuk itu,
2. Diajukan Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
3. Membuat permohonan peninjauan kembali yang memuatalasan-alasannya.
4. Diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui ketua
pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tenggang waktu 180 hari
(atau sesuai alasan yang disebutkan),
5. Membayar uang panjar (uang muka) biaya peninjauan kembali
d. Tata cara permohonan peninjauan kembali
Tata cara permohonan peninjauan kembali adalah sebagai berikut:
1. Permohonan diajukan oleh pemohon (ahli warisnya atau wakilnya) kepada
Mahkamah Agung yang memutus perkara dalam tingkat pertama (pasal 70
ayat (1) UU No.14 Tahun 1985 ).
2. Permohonan diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan
dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar
permohonan.
3. Apabila pemohon tidak dapat menulis maka ia menguraikan
permohonannya secara lisan dihadapan Ketua pengadilan Agama yang
memutus perkara dalam tingkat pertama atau hakin yang ditunjuk oleh
ketua pangadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut
(pasal 71 UU No.14 Tahun 1985).
4. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-sekurangnya
dengan tiga orang hakim (pasal 40 ayat (1) UU No.14 tahun 1985).
5. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya satu kali (pasal 66
ayat (1) UU No.14 Tahun 1985).

10
Syahrani, Riduan, Hukum Acara Perdata dilingkungan Peradilan umum, cet 1, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1994), hlm. 70

9
6. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menantikan
pelaksaan putusan (pasal 66 ayat (2) UU No.14 Tahun 1985).
7. Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Agama yang
memeriksa perkara dalam tingkat pertama atau tingkat pertama atau
Pengadilan Tinggi (tingkat banding) mengadakan pemeriksaan tambahan,
atau meminta segala hal keterangan serta pertimbangan dari pengadilan
yang dimaksud (pasal 73 ayat (1) UU No.14 Tahun 1985).
8. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus.
e. Alasan-Alasan Peninjauan Kembali

( Pasal 67 UU No. 14/1985, jo Perma No.1/1982).

a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat


pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemu kan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada
yang dituntut.
d. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas
dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya, telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
e. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertim bangkan sebab-sebabnya.
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu ke
keliruan yang nyata.

Tenggang Waktu Permohonan Peninjauan Kembali (PK) bagi Pemohon PK


disampaikan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 180 hari (Pasal.69 UU
No. 14/1985) dan memori peninjauan kembali disampaikan bersamaan pada
waktu menandatangani Akta Pemo honan Peninjauan Kembali di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri, dan selanjutnya dalam tenggang waktu Termohon
Peninjauan Kembali (PK) untuk mengajukan kontra memori peninjauan
kembali adalah 30 hari setelah ada pemberitahuan atau penyampaian memori

10
peninjauan kembali kepada termohon peninjauan kembali (pasal 72 UU
No.14/1985).

f. Prosedur Pengajuan Permohonan Kembali


1. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh pihak yang berhak
kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang
memutus per kara dalam tingkat pertama.
2. Membayar biaya perkara.
3. Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan secara lisan maupun
tertulis. Bila permohonan diajukan secara tertulis maka harus
disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar permohonan nya
dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus per
kara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985)
4. Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya
secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan
atau diha dapan hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut,
yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut (Pasal 71 ayat
(2) UU No. 14/1985)
5. Hendaknya surat permohonan penin jauan kembali disusun secara
lengkap dan jelas, karena permohonan ini hanya dapat diajukan sekali.
6. Setelah Ketua Pengadilan Negeri mene rima permohonan peninjauan
kembali maka Panitera berkewajiban untuk memberikan atau
mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan
pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat diketahui dan
dijawab oleh pihak lawan (Pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985)
7. Pihak lawan (termohon peninjauan kem bali) hanya punya waktu 30
hari setelah tanggal diterima salinan permohonan (memori peninjauan
kembali) untuk membuat kontra memori peninjauan kembali bilamana
tenggang waktu terlewatkan maka jawaban tidak akan dipertimbangkan
(Pasal 72 ayat (2) UU No. 14/1985)
8. Kontra memori peninjauan kembali diserahkan kepada Pengadilan
Negeri dan oleh Panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya
untuk selanjutnya salinan jawaban disampai kan kepada pemohon
peninjaun kembali untuk diketahui (Pasal 72 ayat (3) UU No. 14/1985).

11
9. Permohonan PK lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya
dikirimkan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 hari (Pasal 72
ayat (4) UU No. 14/1985).
10. Pencabutan permohona PK dapat dilaku kan sebelum putusan
diberikan, tetapi permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan
satu kali (Pasal 66 UU No. 14/1985)11
g. Pencabutan permohonan peninjauan kembali
Permohonan PK dapat dicabut selam belum diputuskan, dalam dicabut
permohonan peninjauan kembali (PK) tidak dapat diajukan lagi (pasal 66 ayat
(3) UU No. 14/1985). Pencabutan permohonan PK ini dilakukan seperti halnya
pencabutan permohonan kasasi. Upaya Hukum Oleh Kepala Pemerintahan
1. Grasi
Grasi di muat pada pasal 14 Undang- Undang Dasar 1945 yang rumusanya
sebagai berikut :

“presiden memberi grasi,amnesti,abolisi ,dan rehabilitasi “ Menurut penjelasan


resmi dari makna grasi tersebut merupakan hak presiden sebagai kepala Negara
bukan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan .dengan demikian grasi tersebut
tidak termasuk upaya hukum .grasi mencakup arti pembebasan ,pengurangan
,atau penukaran sebagaian atau seluruhnya dari hukuman yang di kenakan
pengadilan grasi dapat di mohon atas hukuman mati ,penjara kurungan
.meskipun grasi tidak termasuk upaya hukum tetapi pada hakikatnya “putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi tidak pasti
(tetap) karena ada kemungkinan di bebaskan atau di kurangi”. Dalam hal
“hukuman denda” maka permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan
(eksekusi) tetapi jika terpidana tidak mampu membayarnya maka dapat di
tangguhkan ,demikian halnya dengan hukuman jenis lainya.

Mengenai tenggang waktu untuk mengajukan permohonan grasi kecuali atas


hukuman mati di tentukan dalam tengang waktu 14 hari tersebut adalah
permohonan penundaan atau penangguhan pelaksanaan hukuman tersebut
harus di jatuhkan dalam tenggang waktu 14 hari . setelah melampaui batas
waktu tersebut maka penundaan atau penangguhan tidak dapat di kabukkan .

11
Ibid, hlm. 70-72

12
2. Amnesti

Merupakan suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu
tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari
tindak pidana tersebut. Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang sudah
ataupun yang belum dijatuhi hukuman, yang sudah ataupun yang belum
diadakan pengusutan atau pemeriksaan terhadap tindak pidana tersebut.
Amnesti agak berbeda dengan grasi, abolisi atau rehabilitasi karena amnesti
ditujukan kepada orang banyak. Pemberian amnesti yang pernah diberikan oleh
suatu negara diberikan terhadap delik yang bersifat politik seperti
pemberontakan atau suatu pemogokan kaum buruh yang membawa akibat luas
terhadap kepentingan negara.

3. Abolisi

Merupakan suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan


suatu perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap
perkara tersebut. Seorang presiden memberikan abolisi dengan pertimbangan
demi alasan umum mengingat perkara yang menyangkut para tersangka
tersebut terkait dengan kepentingan negara yang tidak bisa dikorbankan oleh
keputusan pengadilan.

4. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan suatu tindakan Presiden dalam rangka mengembalikan


hak seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang ternyata
dalam waktu berikutnya terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan
seorang tersangka tidak seberapa dibandingkan dengan perkiraan semula atau
bahkan ia ternyata tidak bersalah sama sekali. Fokus rehabilitasi ini terletak
pada nilai kehormatan yang diperoleh kembali dan hal ini tidak tergantung
kepada Undang-undang tetapi pada pandangan masyarakat sekitarnya.12

BAB III
12
Dr. Jur. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 150

13
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam peradilan hukum ada
beberapa macam upaya hukum, salah duanya adalah upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa, yang didalamnya menyangkut upaya banding, upaya
kasasi, dan upaya peninjauan kembali (PK).
Adapun yang dimaksud dengan upaya banding adalah memohon supaya
perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang
oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas
dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan upaya kasasi adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN
dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan. Dan
yang dimaksud upaya peninjauan kembali (PK) adalah meninjau kembali
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya
hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-
hal itu diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.
Upaya hukum yang di berikan kepada kepala pemerintahan bukan merupakan
suatu upaya hukum, yakni menyangkut tentang amnesty,grasi,abolisi dan
rehabilitasi.
B. Saran
Demikian makalah yang kai susun, semoga pembahasan tentang tema kali ini
bermanfaat bagi kita. Makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan,
baik dalam segi penulisan maupun isinya. Maka dari itu diperlukan kritik dan
saran agar makalah ini dapat lebih baik dalam menyusun makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai