Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM ACARA PIDANA

"PENAHANAN dan PENANGKAPAN"

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Pidana

Dosen pengampu: Bp. Fathul Muin, M. H

Disusun Oleh:

1. April Liyani (33020180151)


2. Muhammad Faishal Amri (33020180088)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah rabbil ‘alamin, sholawat dan salam kami panjatkan kepada


Rasulallah SAW,Muhammad dan keluarganya serta umat yang mengikuti
risalahnya hingga hari kiamat. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada orang
tua, sahabat, serta semua yang mendukung dan membantu terealisasikan tulisan
ini. Demikian juga kepada dosen kami, Bapak Fathul Muin, M. H, yang
senantiasa mendoakan dan membimbing kami.

Adapun tujuan tulisan makalah ini, pertama untuk memenuhi tugas Hukum Acara
Pidana dan yang kedua untuk mencoba melahirkan kandungan pemahaman kami
tentang "Penahanan dan Penangkapan".

Mungkin tulisan ini nantinya banyak kekurangan dan jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu, kami mohon saran dan kritik yang nantinya
dapat kami gunakan sebagai acuan untuk lebih baik lagi dalam
mengerjakan tugas-tugas yang akan datang.Kami berdoa dan berharap
semoga tulisan ini nantinya dapat bermanfaat bagi pribadi penulis
khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhirnya,
Jazakumullah Ahsanal Jaza.

Waalaikumsalam wr.wb

Salatiga, 13 Maret 2021

penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A.Latar Belakang..................................................................................................1
B.Rumusan Masalah.............................................................................................1
C.Tujuan...............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
A.Definisi Penangkapan.......................................................................................3
B.Jenis dan Proses Penangkapan..........................................................................4
C.Syarat – syarat Penangkapan............................................................................5
D.Definisi Penahanan...........................................................................................6
E.Jenis dan Proses Penahanan..............................................................................6
F.Syarat – Syarat Penahanan................................................................................7
BAB III....................................................................................................................9
A.Kesimpulan.......................................................................................................9
B.Saran.................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (3) Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum.
Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang
demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bukan
berdasarkan kekuasaan belaka, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan. Oleh karena itu maka penghayatan, pengamalan, dan
pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warga negara
untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh warga negara,
penyelenggara negara, lembaga kenegaraan, dan lembaga kemasyarakatan
baik pusat maupun daerah.

Untuk mewujudkan cita-cita dalam Undang-Undang Dasar tersebut


sejak tanggal 31 Januari 1981 di Indonesia diberlakukan ketentuan
Undang- Undang Hukum Acara Pidana atau sering disingkat KUHAP.
Sebelum lahirnya

Undang –Undang No.8 tahun 1981, hukum acara pidana yang berlaku
di Indonesia adalah ketentuan produk kolonial Belanda yaitu HIR
( Herziene Inlandsch Reglement ) berdasarkan Undang- Undang Darurat
No.1 Tahun 1951 sebagai pedoman penyelenggaraan peradilannya.
Sebagai konsekuensinya dalam pelaksanaan KUHAP harus melindungi
kepentingan masyarakat dan kepentingan tersangka atau terpidana yang
merupakan bagian dari masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa dan bagaimana definisi dari penangkapan?

2. Apa dan bagaimana definisi dari penahanan?

1
3. Bagaimana pelaksanaan penangkapan dan penahanan?

C. Tujuan

1. Untuk megetahui dan memahami definisi dari penangkapan

2. Untuk megetahui dan memahami definisi dari penahanan

3. Untuk megetahui dan memahami pelaksanaan penangkapan dan


penahanan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Penangkapan

Pengertian penangkapan ditinjau dari etimologi kata tangkap. Kata


tangkap menurut pendapat dari Dani K adalah memegang sesuatu yang
bergerak cepat. Sedangkan menangkap adalah: mendapati orang yang
berbuat jahat, kesalahan. Penangkapan sendiri berarti: proses, cara,
perbuatan menangkap.1

Di dalam KUHAP pada Pasal 1 butir 20 memberikan pengertian bahwa


yang dimaksud penangkapan adalah : suatu tindakan penyidik berupa
penegakan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila
terdapat cukup bukti kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau
peradilan menurut cara yang telah diatur oleh undang-undang ini.2

Di dalam Pasal 1 butir 20 KUHAP, para ahli hukum telah


memberiakan pengertian penangkapan antara lain :

1. Djoko Prakoso

Dalam bukunya “kedudukan justisiabel didalam KUHAP”


memberikan pengertian penangkapan adalah ;

a. Berupa tindakan penyidik (Pasal 16 KUHAP ayat


(1) dan (2))

b. Berupa pengekangan sementara waktu kebebasan


tersangka (Pasal 1 butir 14 dan 15)

2. Ansorie Sabuan, Syafruddin Pettanasse dan Ruben Achmad

1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Di Indonesia. (Bandung: Sumur Bandung, 1977),
Hlm. 24
2
Achmad Soemadipradja, Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana. (Bandung: Alumni. 1981), hlm. 22

3
Dalam bukunya “Hukum Acara Pidana”. Penangkapan itu
tiada lain adalah merupakan tindakan yang membatasi dan
mengambil kebebasan bergerak seseorang, kebebasan atau
kemerdekaan disini dapat diartikan sebagai dapat berdiri ditempat
mana dan pergi ke mana saja yang orang kehendaki akan tetapi
harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam
KUHAP.

3. M. Yahya Harahap

Dalam bukunya “ Pembahasan Permasalahan dan


Penerapan KUHAP”. Penangkapan berarti pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka/ terdakwa guna kepentingan penyidikan
dan penuntutan.

B. Jenis dan Proses Penangkapan

Penangkapan yang diatur didalam KUHAP dapat dibagi atas dua


bagian yaitu :

1. Penangkapan yang disertai dengan surat penangkapan

Pelaksanaan penangkapan dengan disertai dengan surat


penangkapan ini diatur pada pasal 18 ayat 1 KUHAP yang
menyatakan pelaksanaan petugas penangkapan dilakukan oleh
petugas polisi nagara Republik Indonesia dengan memperlihatkan
surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan serta uraian singkat atas perkara kejahatan yang
disangkakan serta tempat ia dioperiksa.

2. Penangkapan yang tidak disertai dengan surat penangkapan


(tertangkap tangan).

Pasal 18 ayat 2 KUHAP menyatakan dalam hal tertangkap


tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dengan
ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan

4
tertangkap beserta barang bukti kepada penyidik/pendikik
pembantu.

Pada kejadian tertangkap tangan, KUHAP memberikan landasan cara -


cara penelesaian melakukan penangkapan tertangkap tangan yang diatur
pada Pasal 111 KUHAP yaitu :

a. Dalam tertangkap tangan setiap orang berhak sedangkan setiap


orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban
ketentraman dan keamanan umum wajib menangkap tersangka
guna diserahkan beserta atau barang bukti kepada
penyelidik/penyidik.

b. Menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam


ayat 1 penyelidikan atau penyidik wajib segera melakukan
pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.

c. Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut


segera datang ketempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk
meninggalkan tempat selama pemeriksaan disitu belum selesai.

d. Melanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal ditempat sampai


pemeriksaan dimaksud diatas selesai.3

C. Syarat – syarat Penangkapan

1. Memenuhi syarat materiil (adanya suatu bukti yang kuat


berdasarkan pasal 17 KUHP)

2. Memenuhi syarat formiil (adanya surat tugas, perintah dan


tembusannya)

3. Waktu penangkapan sesuai dengapasal 19 (1) KUHP (Penengkapan


tidak boeh lebih dari 1x 24 jam, yani apabila dalam waktu yang

3
H. M. A. kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Pers. 2004), hlm. 33-35

5
teah ditentukan tersanka tidak memenuhi syarat untuk ditingkatkan
statusnya sebagai tahanan maka ia harus dibebaskan demi hukum)4

D. Definisi Penahanan

Pada pasal 1 butir 21 KUHAP yang berbunyi “Penahanan adalah


penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini”5

E. Jenis dan Proses Penahanan

Terdapat beberapa jenis penahanan yaknii penahanan berdasarkan


tempat dan penahanan berdasarkan tingkat jangka waktu penahanan.

1. Penahanan berdasarkan tempat

Ada jenis penahanan berdasarkan tempat diantaranya:

a. Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal


atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan
mengadakan pengawasan terhadapnya untuk
menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan
di sidang pengadilan.

b. Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau


tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan
kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada
waktu yang ditentukan. Masa penangkapan dan atau
penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan. Untuk penahanan kota pengurangan tersebut
seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan
4
Osman Simanjuntak, Tehnik Penuntutan dan Upaya Hukum, (Jakarta: Kejaksaan Agung. 1994).
Hlm. 32
5
http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/penahanan-terhadap-pelaku-tindak-
pidana.html#:~:text=Pengertian%20Penahanan%20Menurut%20KUHAP%3A,dalam%20undang
%2Dundang%20ini.%22 (diakses pada 19 maret 2021. Pukul 20.59)

6
untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya
waktu penahanan (Pasal 22).

2. Penahanan berdasarkan tingkat jangka waktu

Ada bebrapa jenis penahanan berdasarkan tigkat jangka


waktu diantaranya;

a. Tingkat dalam proses pertama yakni, penyidik dapat


menahan tersangka paling lama 20 hari dan dapat
diperpanjang paling lama 40 hari.

b. Dalam proses yang ke-2 yakni, Penuntut umum dapat


menahan tersangka paling lama 20 hari dan dapat
diperpanjang hingga paling lama 30 hari. Hakim pengadilan
negeri dapat menahan terdakwa paling lama 30 hari dan
dapat diperpanjang hingga 60 hari.

c. Hakim pengadilan tinggi dapat menahan terdakwa paling


lama 30 hari dan dapat diperpanjang hingga 60 hari. Hakim
mahkamah agung dapat menahan terdakwa paling lama 50
hari dan dapat diperpanjang hingga paling lama 60 hari
(Pasal 24, 25, 26, 27 dan Pasal 28)6

F. Syarat – Syarat Penahanan

1. Syarat subjektif

pasal 21 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :


“perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap
seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya
keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau
terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang

6
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi,
dan Putusan Peradilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2003). Hlm 34

7
bukti dan atau mengulangi tindak pidana” inilah yang disebut
syarat Subjektif. Yang termasuk syarat subjektif yakni;

a. Tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan


tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup;

b. Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan


kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan
melarikan diri; atau

c. Merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau


mengulangi tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP

2. Syarat objektif

Yakni, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap


tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau
percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana
tersebut dalam hal:

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima


tahun atau lebih;

b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat


(3), Pasal 296, Pasal335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal
353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal379 a, Pasal 453,
Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya pada


pelaksanaan penangkapan dan penahanan harus diakukan sesuai dengan
syarat – syarat yang sesuai dengan undang – undang.

Penangkapan dan penahanan memiliki tujuan guna melakukakan


penyidikan dan penelitian dalam menarik suatu fakta.

B. Saran

Demikian makalah ini kami susun. Kami berharap semoga makalah ini
dapat menjadi bahan referensi menambah wawasan bagi pembaca. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan
,maka dari itu sudilah kiranya kritik yang membangun dan
menyempurnakan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Kuffal, H. M. A. 2004. Penerapan KUHAP Dalam Praktek Hukum. Malang


UMM Pers.
Mulyadi, Lilik. 2003. Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus terhadap
Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Prodjodikoro, Wirjono. 1977. Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Bandung: Sumur
Bandung.
Simanjuntak, Osman. 1994. Tehnik Penuntutan dan Upaya Hukum. Jakarta:
Kejaksaan Agung.
Soemadipraja, Achmad. 1981. Pokok-pokok Hukum Acara Pidana. Bandung:
Alumni
http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/penahanan-terhadap-pelaku-tindak-
pidana.html#:~:text=Pengertian%20Penahanan%20Menurut%20KUHAP
%3A,dalam%20undang%2Dundang%20ini.%22

10

Anda mungkin juga menyukai