Anda di halaman 1dari 13

ASURANSI SYARIAH

Prinsip-Prinsip Asuransi (Kerugian)


Dosen Pengampu : Sigid Sardiyanto, S.H.I., M.H

Disusun oleh :

1. Dewi Lestari (33020180102)

2. Alfi Rahmawati (33020180106)

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2021
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah yang berjudul “Prinsip-Prinsip Asuransi
(Kerugian)”. Makalah ini dibuat sehubungan dengan tugas yang diberikan dosen kami Bapak
Sigid Sardiyanto, S.H.I., M.H. guna memenuhi tugas mata kuliah Asuransi Syariah.
Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang senantiasa kita harapkan safaatnya pada hari akhir kelak.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Dalam kesempatan ini, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi para pembaca. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan pembuatan makalah di kemudian hari.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Salatiga, 1 Juni 2021

Penyusun

Daftar Isi
Cover ..........................................................................................................................................I

II
Kata Pengantar ..........................................................................................................................II
Daftar Isi ..................................................................................................................................III
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................................................1
B. Rumusan masalah ...........................................................................................................1
C. Tujuan .............................................................................................................................1
Bab II Pembahasan
A. Kebersihan usaha dari maisir, gharar, dan riba ..........................................................3
B. Prinsip-prinsip pengelola asuransi (kerugian) ............................................................4
C. Prinsip ganti rugi (al-daman) dalam fikih mu’amalah ................................................6

Bab III. Penutup


A. Kesimpulan .....................................................................................................................9
B. Saran ...............................................................................................................................9
Daftar Pustaka .........................................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN

III
A. Latar Belakang
Setiap manusia mempunyai kemungkinan bahwa manusia akan menghadapi suatu
kerugian atau suatu kehilangan.Sudah menjadi suatu masalah bagi setiap umat sejak
manusia tidak lagi bertempat tinggal di taman Firdaus (dimana segala kebutuhan hidup
sudah tersedia) dan harus berusaha dengan tenaga pikirannya untuk mencukupi
hidupnya, untuk memiliki harta kekayaaan demi kelangsungan hidup. Harta kekayaan
sebagai hasil jerih payah ini tentu akan dipertahankan oleh setiap manusia supaya tidak
hilang atau rusak. Manusia itu akan berfikir bagaimana agar barang yang hilang atau
rusak bisa kembali seperti semula dengan biaya yang enteng. Begitu pula dengan
kerugian atau kerusakan yang terjadi pada anggota tubuh manusia.
Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu
peristiwa yang tidak terduga. Misalnya rumahnya terbakar, barang- barangnya dicuri,
tabrakan, mendapat kecelakaan dalam perjalanan di darat, di laut dan di udara, tanah
dengan penuh tanaman kebanjiran air bah, dan kecelakaan pada waktu kerja, kecelakaan
pada waktu aktifitas. Kalau kerugian ini hanya kecil, maka dapat ditutup dengan uang
simpanan, sehingga kerugian tidak begitu terasa. Lain halnya, apabila uang simpanan
tidak mencukupi untuk menutupi kerugian, orang akan betul-betul menderita. Orang
yang rumahnya terbakar habis, akan kehilangan tempat kediamannya, orang yang
barang-barang pakaiannya dicuri semua, akan hampir telanjang, orang yang tanamannya
musnah akibat banjir akan jatuh miskin, orang mengalami suatu kecelakaan yang dapat
mengancam diri dan fisik orang tersebut.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah kebersihan usaha dari maisir, gharar, dan riba?
2. Apa saja Prinsip-Prinsip Pengelolaan Asuransi (Kerugian)?
3. Bagaimanakah Prinsip Ganti Rugi (AL-DAMAN) dalam Fikih Mu’amalah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebersihan usaha dari maisir, gharar, dan riba!
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip pengelolaan Asuransi (Kerugian)!
3. Untuk mengetahui prinsip ganti rugi (al-daman) dalam fikih muamalah!

IV
BAB II
PEMBAHASAN

V
A. Kebersihan usaha dari maisir, gharar, dan riba
Apabila memperhatikan sistem operasional asuransi syariah yang bersumber dari
al Qur’an dan Hadist, maka jelas terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh syariat
islam, yaitu dari hal-hal yang berunsurkan maysir, gharar, dan riba. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dari segi mekanisme dan pengelolaan dananya. Para pengelola asuransi
syariah memisahkan antara rekening dana peserta dengan rekening tabarru’, agar tidak
terjadi percampuran dana. Demikian pula mekanisme ini tidak menjadi unsur riba, baik
dalam praktik kerugian meupun jiwa dengan cara menggunakan instrumen syariah
sebagai pengganti sistem riba, mislanya mudharabah, wadhiah, wakalah, dan
sebagainya.1 Karena itu, hal yang menonjol di dalam asuransi tafakul adalah saling
bertanggung jawab, saling membantu, saling melindungi diantara sesama peserta
sehingga para nasabah benar-benar menyumbangkan preminya (kontribusi) kepada
pengelola sebagai amanah untuk mengelolanya demi terciptanya pertolongan kepada
peserta yang membutuhkannya atau yang berhak untuk disantuni karena mengalami
musibah. Perusahaan asuransi menjalankan pelayanannya sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati atau berdasarkan akad yang menggunakan prinsip syariah yang dapat
menghindari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama.2
Asuransi syariah memiliki konsep dimana terjadi saling memikul resiko diantara
sesama peserta sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko
yang muncul. Saling memikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong
dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana
kebajikan (derma) yang ditujukan untuk menanggung resiko. Asuransi syariah adalah
ta’awun, saling membantu antar sesama dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka)
peristiwa yang mengancam mereka.
Dalam asuransi yang berprinsip tabarru’ memiliki berbagai pandangan. Karena
sebagian besar asuransi dalam asuransi dalam praktiknya memberikan bagian bagi hasil
apabila terjadi surplus dana tabarru’, maka dana tersebut telah dikhlaskan sebagai dana
amal bagi peserta asuransi guna menolong sesama. Namun menurut Ulama DSN takaful
Indonesia menyatakan bahwa akad tersebut dilarang dan tidak sah, akrena terdapat dua
akad dalam satu akad yaitu akad tabarru; dan akad ijarah. Syarat akad tabarru’:
1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General), Konsep dan System Operasional, (Jakarta: Gema
Insani, 2004), hlm. 21-27
2
Ahmad Azhar Basyir, Asuransi Tafakul Sebagai Suatu Alternatif, (Jakarta: Tepati, 1993), hlm. 17

VI
a. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan
haknya dnegan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak
yang belum menunaikan kewajibannya.
b. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah.

B. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Asuransi (Kerugian)


 Prinsip berserah diri dan ikhtiar
 Prinsip tolong menolong
 Prinsip saling bertanggung jawab
 Prinsip saling kerjasama dan bantu membantu
 Prinsip saling melindungi dari berbagai kesusahan
 Prinsip kepentingan teransurasikan
 Prinsip itikad baik
 Prinsip ganti rugi
 Prinsip larangan riba
 Prinsip larangan maisir
 Prinsip penyebab dominan, tuntutan ganti rugi dari pihak tertanggung jawab dapat
dijamin jika penyebab dari kejadian tersebut dijamin datu tidak dikecualikan dengan
polis
 Hak subrogasi, ganti rugi yang diberikan pihak asuransi tertanggung karena adanya
sebab kecerobohan pihak ketiga
 Prinsip kontribusi, bentuk kerjasama dimana setiap anggota memberikan kontribusi
dana
Sedangkan menurut para pakar ekonomi Islam, sebagaimana dikutip pada Gemala
Dewi, mengemukakan bahwa asuransi syariah, mengemukakan atas tifa prinsip utama,
yaitu:
 saling bertanggung jawab, yang berarti peserta asuransi memiliki rasa tanggung
jawab bersama membantu dan menolongh peserta lain yang mengalami musibah
atau kerugian dnegan niat ikhlas.
 Saling bekerja sama atau saling membantu, yang berarti diantara peserta asuransi
syariah takaful yang satu dengan yang lain saling bekerja sama dan saling tolong
menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang
diderita.

VII
 Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta
asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang mengalami
gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya.
 Ahli waris akan mendapatkan manfaat berupa uang saat peserta meninggal dunia.
Selain prinsip-prinsip diatas, baik itu asuransi syariah maupun asuransi
konvensional, dalam praktiknya akan mempertimbangkan dan berpedoman pada
beberapa prinsip yang mendasari asuransi jiwa.3
a. Insurable Insterest (Keterikatan asuransi)
Ialah hubungan kepengentingan secara hukum dan financial mengakibatkan
kerugian keuangan bagi si pengaju asuransi. Contoh orang tua dan anak. Bila
orang tua meninggal maka anak akan mengalami kerugian ekonomi, karena anak
memiliki ketergantungan finansial kepada orang tua. Adapun unsur-unsur yang
terkandung yaitu:
 Harus berupa suatu harta, hak, kepentingan, jiwa, atau tanggung gugat.
 Keadaan pada butir diatas harus merupakan suatu yang dapat
dipertanggungkan (subject matter of insurance)
 Tertanggung harus memiliki hubungan dengan sesuatu yang dapat
dipertanggungkan, dimana pihak tertanggung memperoleh manfaat dari tidak
terjadinya peristiwa kerusakan dan menderita kerugian, bila yang
dipertanggungkan mengalami kerusakan.
 Antara pihak tertanggung dan sesuatu yang dipertanggungkan harus memiliki
hubungan sah menurut hukum.
b. Utmost Good Faith (Niat Baik)
Dimana peserta harus mengungkapkan semua fakta materil yang disadari
atau paling tidak diketahui, apabila tidak ada pertanyaan khusus pada formulir
pengajuan asuransi.
c. Risk Sharing (Pembagian Resiko)
Pihak asuransi akan memberikan biaya klaim atas kerugian yang dialami
peserta. Sebagai contoh, apabila peserta mengalami kerugian seperti cacat kaki
permanen akibat kecelakaan, maka perusahaan memberikan klaim yang sudah
disepakati dengan peserta.

3
Materi PRU Fast Start, PT Prudential Life Assurance, 2009. Hlm 32

VIII
C. Prinsip Ganti Rugi (AL-DAMAN) dalam Fikih Mu’amalah
Dalam hukum Islam seorang penjamin disebut dengan kafil, mempunyai tanggung
jawab dan kewajiban yang sangat besar terhadap apapun yang dijaminya, baik itu berupa
harta benda, hutang piutang, hak milik maupun keselamatan jiwa seseorang. Para orang
tua mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anaknya, apabila anak-anak itu
melakukan suatu tindakan yang merugikan orang lain mereka dituntut untuk
memberikan ganti rugi yang setimpal, walaupun anak-anak itu belum baligh atau gila
sekalipun. Begitu juga seseorang pemilik hewan ternak, wajib memberikan ganti rugi
apabila hewan-hewan tersebut merusak tanaman atau harta benda orang lain, walaupun
perusakan itu terjadi pada saat cuaca gelap gulita.4
Dalam fikih muamalah jaminan ganti rugi disebut dengan al - daman atau al-
kafalah, namun apabila sudah terbentuk kontrak seperti surat berharga, dokumen atau
sertifikat kepemilikan disebut dengan collateral security. Al – Daman dalam fikih
mualamah terbagi dalam dua macam:
 Al- Daman dengan maksut ganti rugi, sebagaiamana yang terdapat dalam majalah
al-ahkama al-adliyah yaitu suatu bentuk penyerahan harta benda pada orang lain,
apabila harta tersebut berupa al-mithli, maka harta yang dikembalikan harus
berbentuk al-mithli pula, akan tetapi jika berbentuk al-qimiy maka harus
dikembalikan dengan bentuk al-qimiy. Adapun menurut al-Syaukany adalah
pemberian ganti rugi dari suatu hal yang rusak atau lenyap. Dalam berbagai
madzhab fikih kita temui bahwa jaminan ganti rugi tidak hanya diberikan sebatas
pada kerugian harta benda saja, akan tetapi juga terhadap semua bentuk kerugian,
seperti kerugian yang disebabkan oleh hilangnya keuntungan yang diharapkan,
kerugian pihak ketiga, kerugian karena kecurian, kerugian yang berkaitan dengan
hak dll.
 Al- Daman dengan maksut tanggung jawab (al-kafalah), sebagaimana yang
didefinisikan dalam madzhab maliki, “menimpakan suatu tanggung jawab pada
orang lain dengan alasan yang benar.” Dalam hukum dagang, jenis jaminan ini
dikenal dengan jaminan fidusia.
Pada hakikatnya yang harus dilakukan oleh setiap individu dalam bermuamalah
menurut prinsip dasar hukum Islam adalah la darar wa la dhirar. Oleh karen itu setiap
tindakan yang merugikan orang lain baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak,
pelakunya harus bertanggung jawab terhadap semua kerusakan dan kerugian yang
4
Ali al-Khafif, Al- Daman fi al- fiqh al-islami, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 2000), hal 8-9

IX
timbul. Apabila sipelaku tidak mampu memberikan ganti rugi atas kerusakan yang
diakibatkan oleh perbuatannya, seperti orang gila dan anak-anak yang masih belum
baligh maka tanggung jawab harus dipikul walinya.
Kewajiban memberikan ganti rugi dalam syariat Islam bertujuan untu menjaga dan
memelihara harta benda dari segala kehancuran dan kebiinasaan serta memberikan rasa
aman kepada pemilik nya dari hal-hal yang membahayakan. Kewajiban membayar ganti
rugi (daman) tidak hanya disebakan oleh pelaku yang baligh, bahkan kerusakan dan
kerugian yang disebabkan oleh orang gila juga dituntut untuk diberikan ganti rugi yang
setimpal pada walinya.
Begitu juga pada pelaku yang tidak mengetahui bahwa harta benda yang
dirusaknya adalah milik orang lain bukan miliknya sendiri, karena ketidak tahuan
bukanlah penyebab bebasnya seseorang dari tuntutan membayar ganti rugi. Hikmah
membayar kewajiban ganti rugi adalah untuk menjaga harta benda dari hal-hal yang
merusak dan membinasakan serta untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat
secara menyeluruh.
Berikut ini merupkan jenis-jenis kerugian yang harus diberikan ganti rugi apabila
terjadi kerusakan atau kerugian dengan sebab-sebab yang telah disebutkan diatas antara
lain:
1. Kerugian atau kerusakan yang terjadi pada harta benda yang halal menurut hukum
syariah harus diberikan ganti rugi. Oleh karena itu, tidak mewajibkan mengganti
kerugian yang terjadi pada bangkai, khamar, babi, dan hal-hal lain yang
diharamkan oleh syariah. Harta benda yang tidak halal menurut syariah Islam
seperti mobil curian, peternakan babi, perusahaan khamar dilarang bagi perusahaan
asuransi untuk memberikan jaminan kerugian. Oleh karena itu dalam polis yang
digunakan oleh asuransi syariah seharusnya mencantumkan kata-kata halal dari
produk yang diasuransikan. Jaminan kehalalan dari suatu produk yang
dipertanggungkan dapat ditanyakan langsung kepada tertanggung atau pemilik.
2. Harta benda yang harus diberikan ganti rugi yaitu harta yang dipelihara dan
dilindungi oleh pemiliknya, tidak ada kewajiban memberikan ganti rugi pada harta
atau apapun yang tidak dilindungi oleh pemeliknya. Sebuah mobil bisa dikatan
tidak dilindungi oleh pemeliknya apabila diparkir dibawah pepohonan yang sudah
mati dan besar kemungkinan akan roboh.
3. Harta benda yang mengalami kerusakan yaitu harta yang layak untuk diberikan
ganti rugi, tidak ada pemberian ganti rugi pada harta yang tidak layak untuk

X
diganti. Sepeda motor yang telah rusak parah dan tidak ada kemungkinan untuk
bisa diperbaiki merupakan harta yang tidak layak untuk diberikan ganti apabila
dicuri oleh pencuri.
4. Pemberian ganti rugi terhadap keuntungan yang hilang dibatasi dalam bentu-bentuk
kewajaran karena keuntungan yang diluar batas kewajaran merupakan sesuatu yang
tidak pasti dan besar kemungkinan sulit dicapai oleh pemiliknya.
5. Harta benda yang disimpan bukan pada tempatya dan diluar wilayah kekuasaan /
wewenang pemiliknya tidak diwajibkan memberikan ganti rugi. Kehilangan mobil
yang diparkir ditempat yang tidak aman yang dilengkapi dank unci pengaman yang
layak, tidak ada kewajiban perusahaan asuransi untuk menggantinya. Undang-
undang yang berlaku dikerajaan Saudi arabia, dimana pencuri yang merampas uang
dengan jumlah yang besar ketika disimpan oleh pemiliknya dalam kendaraan tidak
dikenakan hukum potong, karena mobil bukan bukan tempat untuk menyimpan
uang. Pencuri yang merampas harta benda kedalam rumah seseorang akan
dikenakan hukum potong, karena telah melakukan pencurian didalam wilayah
wewenang orang lain.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Agar tidak terjadinya unsur meisir, gharar danribapara pengelola asuransi syariah
memisahkan antara rekening dana peserta dengan rekening tabarru’, agar tidak terjadi
percampuran dana. Demikian pula mekanisme ini tidak menjadi unsur riba, baik dalam

XI
praktik kerugian meupun jiwa dengan cara menggunakan instrumen syariah sebagai
pengganti sistem riba, mislanya mudharabah, wadhiah, wakalah, dan sebagainya.Karena
itu, hal yang menonjol di dalam asuransi tafakul adalah saling bertanggung jawab, saling
membantu, saling melindungi diantara sesama peserta sehingga para nasabah benar-
benar menyumbangkan preminya (kontribusi) kepada pengelola sebagai amanah untuk
mengelolanya demi terciptanya pertolongan kepada peserta yang membutuhkannya atau
yang berhak untuk disantuni karena mengalami musibah.
Perusahaan asuransi menjalankan pelayanannya sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati atau berdasarkan akad yang menggunakan prinsip syariah yang dapat
menghindari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama. Adapun prinsip-prinsip
pengelolaannya yaitu: Prinsip berserah diri dan ikhtiar, Prinsip tolong menolong, Prinsip
saling bertanggung jawab, Prinsip saling kerjasama dan bantu membantu dll.
Prinsip Ganti Rugi (AL-DAMAN) dalam Fikih Mu’amalah. Dalam hukum Islam
seorang penjamin disebut dengan kafil, mempunyai tanggung jawab dan kewajiban yang
sangat besar terhadap apapun yang dijaminya, baik itu berupa harta benda, hutang
piutang, hak milik maupun keselamatan jiwa seseorang. Para orang tua mempunyai
tanggung jawab terhadap anak-anaknya, apabila anak-anak itu melakukan suatu tindakan
yang merugikan orang lain mereka dituntut untuk memberikan ganti rugi yang setimpal,
walaupun anak-anak itu belum baligh atau gila sekalipun. Begitu juga seseorang pemilik
hewan ternak, wajib memberikan ganti rugi apabila hewan-hewan tersebut merusak
tanaman atau harta benda orang lain, walaupun perusakan itu terjadi pada saat cuaca
gelap gulita.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar banyak kekurangan dan kesalahan sehingga
penulis membuka kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan makalah ini menjadi
sempurna, semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang asuransi syariah.
DAFTAR PUSTAKA

al-Khafif, Ali. 2000. Al- Daman fi al- fiqh al-islami. Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi
Basyir, Ahmad Azhar Basyir. 1993. Asuransi Tafakul Sebagai Suatu Alternatif. Jakarta:
Tepati.
Materi PRU Fast Start. 2009. PT Prudential Life Assurance.

XII
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life And General), Konsep dan System
Operasional. Jakarta: Gema Insani.

XIII

Anda mungkin juga menyukai