Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang
demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas
kekuasaan semata-mata. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan yang namanya
sebuah hukum yang hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan
terbentuk suasana yang tentram dan teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia.
Tak lepas dari itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan
melindungi hak-hak setiap warga Negara.
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan
wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pidana.
Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses
pidana juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses
pidana. Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka
(interogasi) pada tingkat penyidikan.
Latar belakang yang melandasi munculnya KUHAP yaitu :
- HIR yang hanya mengatur tentang landraad dan raad van justitie
- UUD
- Pengakuan HAM
- Jaminan bantuan hukum dan ganti rugi
Mengenai alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam
Pasal 17 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dan dugaan
yang kuat itu, didasarkan pada “permulaan bukti yang cukup” ialah bukti
permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir
4.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penangkapan
Penangkapan merupakan bagian dan perhatian yang serius, karena
penangkapan, penahanan, penggeledahan merupakan hak dasar atau hak asasi
manusia dampaknya sangat luas bagi kehidupan yang bersangkutan maupun
keluarganya. Definisi penangkapan menurut Pasal 1 butir 20 KUHAP adalah
“suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan.
Jangka waktu penangkapan hanya berlaku paling lama untuk jangka waktu
1 hari (24 jam). Sebelum dilakukan suatu penangkapan oleh pihak kepolisian
maka terdapat syarat materiil dan syarat formil yang harus dipenuhi terlebih
dahulu. Yang dimaksud dengan syarat materiil adalah adanya suatu bukti
permulaan yang cukup bahwa terdapat suatu tindak pidana. Sedangkan syarat
formil adalah adanya surat tugas, surat perintah penangkapan serta tembusannya.
Apabila dalam waktu lebih dari 1 x 24 jam, tersangka tetap diperiksa dan tidak
ada surat perintah untuk melakukan penahanan, maka tersangka berhak untuk
segera dilepaskan.
Perintah penangkapan menurut ketentuan Pasal 17 KUHAP dilakukan
terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
permulaan yang cukup. Berdasarkan penjelasan Pasal 17 KUHAP, definsi dari
“bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya
tindak pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir .Pasal ini menunjukan bahwa
perintah penagkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi
ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.

B. Alasan Penangkapan
Mengenai alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam
Pasal 17 KUHAP.

2
 Seorang tersangka diduga keras melakukan tindakan pidana,
 Dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada permulaan bukti yang cukup.
Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup menurut penjelasan
Pasal 17 KUHAP ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana
sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14 KUHAP.1 Selanjutnya penjelasan Pasal 17
KUHAP menyatakan: ”Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak
dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang
betul-betul melakukan tindak pidana”.
Pengertian “bukti permulaan yang cukup” dari pendekatan teori dan
praktek, masih dapat diperdebatkan. Sekalipun pengertian permulaan bukti yang
cukup dicoba mengaitkan dengan bunyi penjelasan Pasal 17 KUHAP maupun
pengertian itu dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1 butir 14 KUHAP, masih
belum mampu memberi pengertian yang jelas dan mudah ditangkap. Sebab apa
yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 14 KUHAP, hanya berupa ulangan dari bunyi
penjelasan Pasal 17 KUHAP. Atau sebaliknya, pengertian permulaan bukti yang
terdapat pada Pasal 17 KUHAP hanya merupakan ulangan dari Pasal 1 butir 14
KUHAP.
Sebagai pegangan, tindakan penangkapan baru dapat dilakukan oleh
penyidik apabila seseorang itu: “diduga keras melakukan tindak pidana, dan
dugaan itu didukung oleh permulaan bukti yang cukup”. Mengenai apa yang
dimaksud dengan permulaan bukti yang cukup, pembuat undang-undang
menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik. Akan tetapi, sangat disadari
cara penerapan demikian, bisa menimbulkan “kekurangpastian” dalam praktek
hukum serta sekaligus membawa kesulitan bagi Praperadilan untuk menilai
tentang ada atau tidak permulaan bukti yang cukup.
Syarat lain, untuk melakukan penangkapan harus didasarkan untuk
kepentingan penyelidikan atau penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16
KUHAP. Oleh karena penangkapan juga dimaksudkan untuk kepentingan
penyelidikan, mesti tetap ditegakkan prinsip: harus ada dugaan keras terhadap

1
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Lengkap dengan Penjelasan,
Penerbit:Karya Anda, Surabaya, Hal.13

3
tersangka sebagai pelaku tindak pidananya, serta harus didahului adanya bukti
permulaan yang cukup. Juga penting untuk diingat, supaya alasan untuk
kepentingan penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan
untuk maksud lain diluar kepentingan penyelidikan dan penyidikan.

C. Syarat Penangkapan Yang Sah Oleh


1. Kewajiban Polisi Saat Penangkapan
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Dari definisi penangkapan di atas dapat kita bisa ketahui bahwa tindakan
penangkapan dilakukan oleh penyidik (dalam hal ini kepolisian) pada proses
penyidikan. Selain itu, penangkapan dilakukan guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan.
Soal penangkapan, M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 158)
mengatakan bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat
dalam Pasal 17 KUHAP:

1. seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;

2. dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.

Sementara itu, istilah penggerebekan tidak dikenal dalam KUHAP.


Adapun kewenangan penyidik kepolisian yang dikenal dalam KUHAP, antara lain
yaitu melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, yang
keseluruhan ini merupakan upaya paksa. Mungkin yang Anda maksud
penggerebekan adalah penangkapan di tempat tinggal tersangka.

2. Syarat Penangkapan
1) Penangkapan wajib didasarkan pada bukti permulaan yang cukup
2) Melakukan penangkapan tidak sewenang-wenang

4
Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan
dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul
melakukan tindak pidana. Menjawab pertanyaan Anda, kewajiban polisi dalam
melakukan penangkapan adalah tidak berlaku sewenang-wenang terhadap
“terduga”/tersangka tindak pidana. M. Yahya juga mengatakan bahwa
penangkapan harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam
KUHAP (hal. 157). Selain itu, penting diingat bahwa alasan untuk kepentingan
penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan untuk maksud
selain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan (hal. 159).

3) Berpijak pada landasan hukum


Masih berkaitan dengan fungsi penangkapan, menurut M. Yahya (hal. 157)
sebagaimana kami sarikan, wewenang yang diberikan kepada penyidik
sedemikian rupa luasnya. Bersumber atas wewenang tersebut, penyidik berhak
mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang asal masih berpijak pada landasan
hukum. Salah satu bentuk pengurangan kebebasan dan hak asasi itu adalah dengan
dilakukannya penangkapan. Akan tetapi harus diingat bahwa semua tindakan
penyidik mengenai penangkapan itu adalah tindakan yang benar-benar diletakkan
pada proporsi demi untuk kepentingan pemeriksaan dan benar-benar sangat
diperlukan sekali.

4) Tidak menggunakan kekerasan


Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau
terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan. Hal ini juga berkaitan
dengan salah satu hak yang dimiliki oleh tahanan, yaitu bebas dari tekanan seperti;
diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik. Penyidik tidak boleh
menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan
membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka
sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan.
5) Melengkapi penangkapan dengan surat perintah penangkapan
Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara
Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada

5
tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan
menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Dalam hal tertangkap tangan
penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap
harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

6) Dalam melaksanakan penangkapan wajib dipertimbangkan hal-hal


sebagai berikut:
a. keseimbangan antara tindakan yang dlakukan dengan bobot ancaman;
b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap;
dan
c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka

Secara umum, kewajiban petugas kepolisian dalam melakukan


penangkapan, yaitu:
a. memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri;
b. menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali dalam keadaan
tertangkap tangan;
c. memberitahukan alasan penangkapan;
d. menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman
hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan;
e. menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan
memberitahu orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah
penangkapan;
f. senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap; dan
g. memberitahu hak-hak tersangka dan cara menggunakan hak-hak tersebut,
berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi
oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP.
3. Hak Tersangka Saat Ditangkap/Digeledah Polisi
Hak Tersangka antara lain:
1) Meminta surat tugas dari petugas kepolisian yang akan menangkap.

6
2) Meminta surat perintah penangkapan.
3) Setelah seseorang ditangkap maka dia berhak untuk:
a. Menghubungi dan didampingi oleh seorang penasehat
hukum/pengacara;
b. Segera diperiksa oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan
kepada penuntut umum;
c. Minta untuk dilepaskan setelah lewat dari 1 X 24 jam;
d. Diperiksa tanpa tekanan seperti ; intimidasi, ditaku-takuti dan
disiksa secara fisik.
4) Tidak mendapat penyiksaan dari pihak yang berwajib.
5) Menghubungi penasihat hukumnya.
6) Bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari
penghilangan secara paksa.
7) Berhak untuk diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai
terbukti bersalah di pengadilan (asas praduga tak bersalah).

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penangkapan merupakan sebagian dari bentuk upaya paksa yang diatur
dalam KUHAP yang pelaksanaannya diberikan batasan yang bersifat
mencegah agar penggunaannya tidak mengesampingkan HAM, namun
tetap dalam kurun keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan masyarakat, antara kepentingan tersangka dan kepentingan
pemeriksaan. Dalam hukum acara kita terdapat dan diatur tentang dasar
hukum untuk suatu penangkapan yaitu adanya dugaan keras berdasarkan
bukti yang cukup bahwa seseorang melakukan perbuatan pidana yang
diancam dengan pidana lima tahun ke atas, kecuali perbuatan pidana
tertentu yang ditentukan lain oleh undang-undang. di samping itu, harus
pula ada dasar lain yaitu dasar yang dilandasi atas keperluan (urgensi).
2. Ketentuan Hukum Acara Pidana lebih dimaksudkan untuk melindungi
para tersangka dan terdakwa dari tindakan sewenang-wenang oleh aparat
penegak hukum. Dasar pemberian wewenang kepada penyidik dan
penyelidik itu bukanlahdidasarkan pada kekuasaan, akan tetapi semata-
mata berdasarkan pada kewajiban dan tanggung jawab warga negara,
sehingga dengan demikian wewenang dari masing-masing pejabat
disesuaikan dengan besar kecilnya kewajiban dan tanggung jawab masing-
masing.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan skripsi di atas dalam rangka mewujudkan sistem
hukum yang baik maka diperlukan suatu pembaharuan tentang pengaturan hukum
yang sesuai dengan kebutuhan saat ini melalui prosedur penangkapan yang sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dengan kata lain melalui
prosedur yang terarah, dan mempunyai dasar atau pedoman yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dan batasan yang bersifat mencegah agar penggunaannya
tidak mengesampingkan HAM

8
DAFTAR PUSTAKA

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


(Penyidikan dan Penuntutan),Sinar Grafika,Jakarta,2005.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Lengkap dengan Penjelasan,
Penerbit:Karya Anda, Surabaya
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/viewFile/11420/11009

Anda mungkin juga menyukai