legal
provision,
whether
written
and
customary,
mengatur
mengenai
Hukum Jenewa
Hukum Jenewa, yang mengatur mengenai perlindungan korban perang, terdiri
atas beberapa perjanjian pokok berupa empat Konvensi-konvensi Jenewa 1949,
yang masing-masing adalah:
I.
II.
III.
dengan keluarganya.
Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Orang-orang Sipil di
Waktu Perang (Geneva Convention relative to the Protection of Civilian
Persons in Time of War).
Konvensi Jenewa keempat ini didasarkan pada anggapan bahwa daerah
pendudukan merupakan keadaan yang sementara. Ketika salah satu pihak
telah dikalahkan dan pemerintahan kemudian berubah, sulit untuk
mencari pedoman yang sesuai. Berdasarkan konvensi ini agama dan
kebebasan penduduk lokal harus dihormati. Konvensi ini lebih lanjut
mengatur
mengenai
bersengketa,
baik
kedudukan
dalam
penduduk
daerah
sipil
pertempuran
pihal-pihak
maupun
yang
daerah
Mengatur
tentang
Perlindungan
Korban
Sengketa
Bersenjata
Non-
Hukum Denhaag
tentang
Penyelesaian
Damai
Persengketaan
Internasional.
2. Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat.
3. Konvensi III tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa
Tanggal 22 Agustus 1864 tentang Hukum Perang di Laut.
Sedangkan tiga deklarasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Deklarasi tentang larangan penggunaan peluru-peluru dumdum (peluru-peluru yang bungkusnya tidak sempurna menutup
bagian dalam sehingga dapat pecah dan membesar dalam
tubuh manusia).
2. Deklarasi tentang larangan peluncuran proyektil-proyektil dan
bahan-bahan peledak dari balon.
3. Deklarasi tentang larangan penggunaan proyektil-proyektil
yang menyebabkan gas-gas cekik dan beracun.
b.
Ke
II
ini
yang
adalah
merupakan
merupakan
kelanjutan
hasil
dari
Konferensi
Konferensi
alat serta cara atau metode berperang yang dilakukan oleh pihak
c.
yang bersengketa.
Prinsip
proporsionalitas
(Proportionality
Principle),
yang
obyek
kekerasan.
Dalam
pelaksanaannya
prinsip
ini
a. Pihak-pihak
membedakan
yang
bersengketa
antara
kombatan
setiap
dan
saat
penduduk
harus
sipil
bisa
untuk
yang
berhak
menyerang
dan
menahan musuh.
Rule of Engagement (ROE)
Oleh karena hukum humaniter adalah cabang dari hukum internasional publik,
maka sumber-sumbernya adalah juga sama seperti yang disebutkan dalam Pasal
38 ayat (1) Statuta ICJ tersebut. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas
sumber-sumber hukum humaniter yang dimaksud, dengan penekanan kepada
sumber yang pertama, yaitu perjanjian-perjnajian internasional.
a. Perjanjian Internasional
Terdapat banyak perjanjian
internasional
mengenai
hukum
humaniter,
negara
akan
yaitu
benda-benda
budaya
yang
berada
dibawah
Perlindungan
Korban
Sengketa
Bersenjata
Internasional
secara
langsung
berhubunan
dengan
Hukum
b. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan penting untuk melindungi para korban dari masalahmasalah yang tidak diatur dalam perjanjian, ketika suatu sengketa melibatkan
para pihak yang tidak terikat dalam perjanjian atau para pihak yang telah
membuat beberapa reservasi terhadap perjanjian-perjanjian tersebut. Dalam hal
seperti
ini,
mahkamah-mahkamah
kejahatan
internasional
menghendaki
dalam
putusan
Mahkamah
Pengadilan
Internasional
dalam
putusannya mengenai Aktifitas Militer dan Paramiliter dalam dan terhadap kasus
Nicaragua (Case concerning Military and Paramilitary Activities in and Against
Nicaragua), tahun 1986. Dalam putusan terhadap kasus tersebut, Mahkamah
menyatakan bahwa eksistensi hukum kebiasaan internasional mempunyai posisi
yang sama dengan hukum perjanjian, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 38
ayat (b) Statuta Mahkamah. Bahkan eksistensi hukum kebiasaan juga merupakan
aturan alternatif, jika ternyata diantara para pihak tidak ada perjanjian yang
mengikat.
c. Prinsip-Prinsip Umum
Berbeda dengan perjanjian dan kebiasaan internasional, prinsip-prinsip
hukum umum jarang disebut dalam instrumen-instrumen hukum humaniter
maupun dalam penjelasan-penjelasan resminya. Prinsip-prinsip hukum umum ini
seperti antara lain prinsip itikad baik (good faith), prinsip pacta sunt servanda
dan prinsip proporsional, yang telah menjadi kebiasaan internasional dan telah
di
Vietnam
Selatan),
melakukan
pembunuhan
terhadap
mengemukakan
bahwa
kejahatan
terhadap
hukum
b.
2. Aliran Separatis
Aliran
separatis
melihat
Hak
Asasi
Manusia
dan
Hukum
Humaniter
Internasional sebagai sistem hukum yang sama sekali tidak berkaitan, karena
keduanya berbeda. Perbedaan kedua sistem tersebut terletak pada :
a) Obyeknya, hukum humaniter internasional mengatur sengketa bersenjata
antara negara dengan kesatuan (entity) lainnya; sebaliknya hak asasi
manusia mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negaranya di
dalam negara tersebut.
b) Sifatnya hukum humaniter internasional bersifat mandatory a political serta
peremptory.
secara
fundamental
menggunakan
pendekatan
korektif,
yang
Dikaitkan
dengan
hukum
pidana
internasional
maka
ditinjau
dari
sehingga
berkaitan
langsung
dengn
hukum
humaniter