Anda di halaman 1dari 22

“Tugas Mengembangkan Seluruh Isi Materi Mengenai Pengertian, Istilah, dan Bentuk

Perwujudan HI Serta Pembuktian Adanya HI, Peristilahan HI, Masyarakat dan Hukum
Internasional, Bentuk Perwujudan Hukum Internasional, Hukum Internasional dan Hukum
Dunia, Dasar Kekuatan yang Mengikat HI dan Hubungan Antara HI dan HN”

Di Ajukan Untuk Memenuhi Nilai Ujian Tengah Semester Ganjil Tahun Ajaran 2020/2021

DOSEN PEMBIMBING:

H. EDDY MULYONO,S.H,M.Hum.

GAUTAMA BUDI ARUNDHATI,S.H,LLM.

Di Susun Oleh:

HARI SUGIANTO/190710101012

HUKUM INNTERNASIONAL (A)

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS HUKUM

ILMU HUKUM

1
Daftar Isi

1.1 Pengertian Hukum Internasioanal.........................................................................................3

1.2 Apa yang saudara ketahui tentang Hukum Internasional......................................................3

1.3 Apa persepsi saudara tentang Hukum Internasional.............................................................3

2.1 Peristilahan............................................................................................................................4

3.1 Hukum Internasional Menurut Charles Cheny Hyde............................................................5

4.1 Masyarakat dan Hukum Internasional..................................................................................6

4.2 Bagaimana cara membuktikan keberadaan Hukum Internasional........................................6

4.3 Siapakah Masyarakat Internasional......................................................................................7

4.4 Apakah cukup adanya HI dengan hanya menyebutkan siapa sajakah MI............................7

4.4 Apa faktor pengikat NonMaterial.........................................................................................8

5.1 Bentuk perwujudan Hukum Internasional............................................................................8

6.1 Hukum Internasional dan Hukum Dunia............................................................................10

7.1 Mengapa Hukum Internasional Mengikat dan Dipatuhi/Ditaati? Apa yang Menjadi Dasar
Kekuatan yang Mengikat Hukum Internasional?.........................................................12

7.2 Tiga Teori dan Dua Mazhab....................................................................................14

8.1 Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional................................16

8.2 Disamping itu tedapat 3 teori lainnya......................................................................20

9.1 Teori Fungsional....................................................................................................21

2
1.1 PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL

1.2 Apa yang anda ketahui mengenai Hukum Internasional?

1.3 Apa presepsi saudara tentang Hukum Internasional?

Sebelum masuk kedalam penjelasan Hukum Internasional, baik secara umum maupun
menurut para ahli, alangkah baiknyaa kita dapat mengetahui Hukum Internasional dalam
batasan. Yang dimaksud Hukum Internasional dalam batasan ialah Hukum Internasional
Publik, yang dimana harus dapat kita bedakan dari Hukum Perdata Internasional. Dimana
dapat kita jelaskan bahwa:

a. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan kata lain, hukum
yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-
masing tunduk pada hukum perdata nasional.
b. Hukum Internasional Publik, ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata.1

Dari penjelasan diatas dapat kita tarik suatu kesimpulan mengenai Persamaan dan Perbedaan
antara keduanya bahwa, Persamaan antara Hukum Perdata internasional dengan Hukum
Internasional Publik ialah bahwa dua-duanya mengatur hubungan yang melintasi batas
negara. Sedangkan perbedaanya itu terletak pada sifat hubungan hukum yang diatur. Yang
dimana didalamm Hukum Perdata Internasional itu hubungan hukum yang diatur adalah
hubungan hukum perdata dan dalam hubungan perdata tersebut mengatur akan permasalahan
tentang hukum apa yang dipilih oleh para pihak yang mengatur hubungan hukum tersebut.
Sedangkan pada Hukum Internasional Publik tidak ada pilihan hukum. Kita tidak bisa melihat
pada pihak yang mengadakan hubungan hukum itu untuk mengadakan perbedaan antara
hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Misalkan pada hukum perdata
internasional maka pihak yang mengadakan hubungan hukum itu adalah perorangan
sedangkan pada hukum internasional publik pihak yang mengadakan hubungan itu antara
negara dan negara. Dalam kenyataannya ada hubungan perdata yang dibuat oleh negara

1
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
1-3

3
dengan badan hukum suatu negara, misalkan kontrak yang dibuat oleh pemerintah Indonesia
dengan Siemens (suatu badan hukum Jerman) untuk pembelian alat-alat komunikasi.
Hubungan hukum itu merupakan hubungan hukum perdata walaupun dibuat oleh salah satu
pihaknya adalah negara. Walaupun kadang sukar untuk mengadakan perbedaan antara
keduanya, namun perbedaan antara hukum internasional publik dengan hukum perdata
internasional merupakan hal yang dapat diterima secara umum. 2 Sehinnga dari penjelasan
diatas Mochtar Kusumaatja menjelaskan mengenai pengertian Hukum Internasional, yang
dimana menjelaskan bahwa hukum Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubunngan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:

1. Negara dengan negara


2. Negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu
sama lain3

Dalam hal ini Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa dalam perumusan tersebut yang
dimaksudkan adalah hukum internasional publik. Dalam sistem hukum internasional maka
negara-negara itu sendiri yang membuat hukum, mengikuti dan melanggarnya. Hukum
internasional terutama dibentuk berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh negara-negara atau
oleh organisasi internasional, yang mengikat para pihak yang membuatnya. Hukum
internasional terutama terdiri dari perjanjian-perjanjian baik bilateral maupun multilateral.

2.1 PERISTILAHAN

Dalam hal ini dijelaskan bahwa terdapat beberapa istilah yang dipakai untuk menjelaskan
hukum internasional (publik), dalam hal ini kita menggunakan istilah hukum internasional
publik untuk membedakan dengan istilah hukum perdata internasional. Terdapat beberapa
istilah yang dipergunakan untuk hukum internasional ini,yaitu hukum bangsa-bangsa (the law
of nations) sebagaimana digunakan oleh J.L. Brierly yang menjelaskan tentang hukum
bangsa-bangsa atau hukum internasional sebagai berikut:’as the body of rules and principles
of action which are binding upon civilized states to their relations witahunone another’4.

2
Sri Setianingsih dan Wahyuninngsih, Hukum Internasional, (Tangerang selatan, Universitas Terbuka 2019),hal
9-10
3
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal 4

4
Sri Setianingsih, Hukum Internasional, (Tangerang Selatan, Universitas Terbuka 2019),hal 1-4

4
Dalam hal ini Hukum bangsa-bangsa akan dipergunakan untuk mennunjukan pada kebiasaan
dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu, ketika
hubungan dengan baik karena jarangnya maupun karena sifat hubungannya, belum dapat
dikatakan merupakan hubungan natara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa. Ada juga
yang memakai istilah hukum antar bangsa, atau hukum antar negara. Jika dipakai istilah
hukum antar bangsa maka di sini seolaholah hanya mempelajari hukum yang mengatur
hubungan antar bangsa saja, sedangkan kalau dipergunakan hukum antara negara maka
seolah-olah hukum internasional hanya mengatur hubungan antara negara saja. Kenyataannya
hukum internasional tidak hanya mengatur hubungan antar negara saja tetapi mengatur
hubungan yang dilakukan antara negara dengan subyek hukum internasional bukan negara,
misalkan hubungan antara negara dengan organisasi internasional, hubungan antara organisasi
internasional yang satu dengan organisasi internasional yang lain, hubungan antara negara
dengan Tahta Suci, hubungan antara negara dengan individu dalam hal yang khusus, misalkan
hubungan antara negara dengan pengungsi (refugee), oleh karenanya dalam hal ini akan
dipergunakan istilah hukum internasional untuk hukum internasional publik. Pemakaian
istilah itu untuk menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur oleh hukum internasional
tidak hanya mengatur hubungan antar bangsa/negara saja tetapi lebih luas dari itu. Pemakaian
istilah ini lebih mendekati kenyataan dan sifat hubungan dan masalah yang menjadi obyek
bidang hukum ini, yang pada masa sekarang tidak hanya terbatas pada hukum antara bangsa-
bangsa atau antara negara negara saja.5

3.1 HUKUM INTERNASIONAL MENURUT CHARLES CHENY HYDE

Dalam hal ini dijelaskan bahwa Dalam bukunya yang berjudul “An introduction to
International Law”, J.G. Starke memberikan defenisi hukum Internasional sebagai
sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu
biasanya ditaati dalam hubungan negaranegara satu sama lain. Akan tetapi Salah satu defenisi
yang lebih lengkap dikemukakan oleh sarjana mengenai hukum Internasional adalah defenisi
yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde. Dimana menerut beliau dijelaskan bahwa “Hukum
Internasional dapat didefenisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturanperaturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena

5
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
4-6

5
itu juga harus ditaati dalam hubunganhubungan antara mereka satu dengan lainnya”, serta
mencakup:

a. Organisasi Internasional, hubungan antara organisasi Internasional satu dengan


lainnya, hubungan peraturanperaturan hukum yang berkenaan dengan fungsifungsi
lembaga atau antara organisasi Internasional dengan negara atau negara-negara; dan
hubungan antara organisasi Internasional dengan individu atau individu-individu.
b. Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan
subyek-subyek hukum hukum bukan negara (non states entities) sepanjang hak-hak
dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut
bersangkut paut dengan masalah masyarakat Internasional.

Sehigga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa berdasarkan definisi yamg dijelaskan para ahli
di atas, dapat diketahui bahwa dapat diperoleh suatu gambaran umum tentang ruang lingkup
dan substansi dari hukum internasional, yang dimana terdapat beberapa unsur subyek atau
pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang
tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan
hukumnya. Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi
satu-satunya subyek hukum internasional. 6

4.1 Masyarakat Dan Hukum Internasional

4.2 Bagaimana cara membuktikan keberadaan Hukum Internasional?

Adagium yang menjelaskan tentang ubi societes ibi ius, dalam hal ini dapat menjelaskan
bahwa keberadaan Hukum Internasional harus dibuktikan dulu tentang adanya masyarakat
Internasional, yang dimana dalam hal ini harus diatur oleh tertib hukum itu. Sehingga dengan
demikian keberadaan Hukum Internasioanaal, dapat dibuktikan jika keberadaan masyarakat
Internasional ada terlebih dahulu sebagai landasan sosiologis Hukum Internasioanal. Dalam
hal ini perlu kita pahami bahwa pada dasarnya, unsur yang pertama yang harus dibuktikan
terlebih dahulu adalah adanya sejumlah negara didunia. Pada dasarnya itu jumlah negara yang
ada didunia hampir melebihi seratus negara. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa adanya
sejumlah negara saja, belum berarti adanya suatu masyarakat Internasional. Oleh karena itu

6
Andi Tenripadang, 2016. HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL. Jurnal Hukum
Diktum, Volume 14, Nomor 1, hal 69

6
dalam membuktikan keberadaan Hukum Internasional pertama-tama harus dapat
menunjukkan adanya hubungan yang tetap antara anggota masyarakat internasional.
Misalnya, mengenai perniagaan yang bertujuan untuk mempertukarkan hasil bumi dengn hasil
industri, yang hal tersebut merupakan salh satu hubungan terpenting yang terdapat antara
bangsa-bangsa di dunia. Sehinngga dalam hal ini menimbulkan suatu hal yang saling
membutuhkan antara bangsa-bangsa diberbagai lapangan kehidupan yang pada akhirnya akan
menimmbulkan hubunngan yang tetap dan terus-menerus antara bangsa-bangsa, yang pada
akhirnnya dapat mengakibatkan pula timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur
hubungan demikian. Sehingga dengan adanya kebutuhan anatara bangsa-bangsa itulah
muncullah sifat timbal balik yang bermanfaat untuk kepentingan bersama. Sehingga dari
penjelasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa syarat fisik agar dapat membuktikan
keberadaan Hukum Internasional antara satu negara dengan negara lainnya harus memiliki:

1. Hubungan Tetap
2. Kepentingan Bersama

Adanya sejumlah negara dan kebutuhan negara-negara itu dapat mengadakan hubungan satu
sama lain. Kebutuhan bangsa-bangsa untuk hidup berdampingan secara teratur ini merupakan
suatu keharusaan kenyataan yang tak dapat dielakkan. Selian itu dengan hubunngan yang
teratur semata-mata merupakan akibat dari fakta adnyasejumlah negara dan kemajuna
berbagai perhubungan.7

4.3 Siapakah Masyarakat Internasional itu?

Dalam hal ini dijelaskan bahwa yang dinamakan Masyarakat Internasional yaitu pada
hakikatnya ialah hubungan kehidupan antar manusia. Perlu kita ketahui juga bahwa
Masyarakat Internasional itu sebenarnya merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang
terdiri dari aneka ragam masyarakat yang jalin-menjalin dengan erat.

4.4 Apakah Cukup adanya Hukum Internasional dengan hanya menyebutkan siapa
sajakah masyarakat Internasional?

7
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
11-14

7
Dalam hal ini tidak cukup hanya menyebutkan masyarakat internasional untuk membuktikan
adanya Hukum Internasional, akan tetapi seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa antara
negara dan masyrakat Intternasional disini perlu kita pahami sebagai subyek Hukum
Internasional yang dapat diakui sebagai keberadaan adanya Hukum Internasional. Sehingga
dari sinilah keberadaan Hukum Internasional itu dipengaruhi oleh Negara dan Masyarakat
Internasional, selain itu hubungan yang teratur antara keduanya pada akhirnya mengakibatkan
adanya suatu hubunngan yang teratur dalam menciptakan Hukum Internasional. Adanya
kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan yang bermanfaat atau dapat juga
disebut sebagai kepentingan bersama. Dalam rangka menertibkan, mengatur dan memelihara
hubunngan Internasional yang semakin kompleks sangat dibutuhkan oleh keberadaan Hukum
Internasional yang berfungsi menjamin kepastian dalam menjaga kesinambungan tersebut.
Hal-hal yang dimkasud ini disebut sebagai fakta fisik atau faktor pengikat Material.

4.5 Apa Faktor Pengikat NonMaterial?

Dalam hal ini dijelaskan bahwa faktor pengikat nonmaterial ini ialah adanya asas kesamaan
hukum atau asas hukum yang bersamaan antara bangsa-bangsa didunia ini, betapun berlainan
wujudnya berupa hukum positif yang berlaku di masing-masing negara tanpa adanya suatu
masyrakat hukum bangsa-bangsa. Asas pokok hukum yang bersamaan ini yang dalam ajaran
mengenai sumber hukum formal dikenal sebagai dengan asas hukum umum yang pada
dasarnya diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab yang merupkan penjelmaan dari hukum
alami (natuurrecht). Dengan begitu dengan adanya hukum alami, mengharuskan bangsa-
bangsa didunia ini hidup berdampingan secara damai yang pada akhirnya nanti agar dapat
dikembalikan kepada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya
(instinct for survival).8

5.1 Bentuk Perwujudan Hukum Innternasional

Perlu kita ketahui bahwa secara umum ,bentuk dari hukum yang pada umumnya berlaku
disuatu negara itu ada dua, yaitu hukum tetulis dan tidak tertulis. Hal ini juga berwujud
kepada Hukum Internasional yang dimana dibagi dua, yaitu Hukum Internasional Tertulis dan
Hukum Internasional tidak tertulis. Dalam hungungannnya ini baik itu hukum internasional

8
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
14

8
tertulis dan hukum internasional tidak tertullis dapat kita hubungkan ke dalam bentuk suatu
perwujudan hukum internasional yang sangat tergantung kepada, luas ruang lingkup
perjanjian atau kesepakatan para subyek hukum (negara) yang membentuknya. Sehingga jika
kita menarik suatu kesimpulan dari penjelasan diatas maka di dalam hukum internasional
tertulis maupun tidak tertulis, baik itu hukum kebiasaan ataupun perjanjian internasional,
maka dalam hal ini bentuk perwujudan Hukum Internasional dapat kita bedakan menjadi 3
katagori yaitu diantaranya:

1. Hukum Internasional Umum, Universal atau Global, adalah hukum internasional yang
berlaku secara umum dalam artian berlaku bagi semua negara didunia. Dalam hal ini
biasanya kaidah dari Hukum Internasional Umum berbentuk kodifikasi kebiasan
hukum internasional dan perjanjian internasional. Kebiasaan Internasional, misalnya
itu seperti keharusan dan kewajiban setiap negara didunia menghormati kedaulatan,
kemerdekaan maupun kesemaan derajat setiap negara dalam menghormati hak-hak
manusia dan dalam menentukan nasib dari setiap negara. Sedangkan yang berbentuk
perjanjian internasional seperti, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS
III/1982) Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang, Universal
Declarationn of Human Rights 1948 (Deklarasi Universal Tenntang Hak Asasi
Manusia) dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu disini.
Perlu ketahui juga bahwa instrumen hukumnya dari Hukum Internasional Umum itu
dapat disebut sebagai Perjanjian Multilateral.
2. Hukum Internasional Regional/Kewilayahan, perlu kita ketahui sebelumnya bahwa
didalam Hukum Internasioanal Regional itu berbeda dengan Hukum Internasional
Umum, yang dimana dalam Hukum Internasional Regional ini ruang lingkupnya
hanya berlaku untuk wilayah/region tertentu saja. Yang dimana didalam Hukum
Internasional Regional itu, dapat tumbuh dan berkembang didalam suatu kawasan
yang bersangkutan saja, baik itu dalam bentuk hukum kebiasaan internasional maupun
perjanjian internasional. Dalamm artian bahwa hukum internasional juga dapat
diartikan sebagai kesepakatan para negara yang hanya berlaku untuk diwilayah
tertentu saja. Dalam kenyataannya itu, Hukum Internasional Regional itu lebih banyak
tumbuh dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional ketimbang hukum kebiasaan.
Biasanya itu pejanjiaanya berkaitan dengan kerja sama internasional antar negara-
negara yang tergabung dalam komunitasnya. Salah satu contohnya itu Hukum Eropa

9
yang berlaku di kawasa Eropa Barat yang kemudian dikembangkan lagi menjadi Uni
Eropa. Sehinngga dengan berjalannya waktu, Hukum Internasional Regional yang
hampir sama denga dengan Hukum Eropa mulai bermunculan dan berkembang juga
dikawasan tertentu, misalnya itu Afrika dalam bentuk Organisation African Unity,
North American, atupun di kawasan Asia Tenggara yang bernama ASEAN. Dalam
Hukum Internasional Reegional instrumen hukumnya itu disebut sebagai Perjanjian
Multilateral Teratas.
3. Hukum Internasional Khusus, dalam bentuk hukum internasonal yang satu ini, sudah
jelas berbeda jika dibandingkan dengan Hukum Internasional Umum maupun Hukum
Internasional Regional, yang dimana ciri-ciri dari Hukum Internasonal Khusus terletak
pada subyek-subyek hukum Internasional yang tunduk atau dalam artian menjadi
pihak didalamnya tanpa memandang dimana subyek-subyek hukum itu berada. Akan
tetapi yang lebih penting itu adalah kaidah Hukum nya sendiri yang dimana kaidah
hukum Internasional Khusus berlaku terhadap subyek-subyek hukum yang
bersangkutan. Biasanya di dalam Hukum Internasional Khusus bentuk kaidah dari
hukum ini berbentuk perjanjina internasional antara dua atau tiga negara saja, yang
berada didalam dua atau lebih kawasan di dunia. Misalnya itu Perjanjian antara
Indonesia dan Amerika Serikast tentang kerjasama ilmu pengetahuandan teknologi
ataupun perjanjian internasional bilateral anatara dua negara atu lebih negara dalam
satu kwasan, seperti perjanjian antara Indonesia dan Malaysia tentang garis batas
wilayah kedua negara yang terletak dipulau Kalimantan. Dan ada lagi yang berebtuk
hukum kebiasaan internasional khusus yangberlaku antara dua negara tetangga,
misalnya itu sebuah negara tak berpantai yang kapal-kapalnya secara tradisional
berlayar menuju laut dengan melalui sungai yang mengalir melalui negara pantai yang
berada didepannya, tanpa pernah dihalangi oleh Negara Pantai yang wilayahnya
(aliran sungai) dari negara pantai yang bersangkutan, sehinggaa dalam hal ini
berlangsung aman secara turun menurun. 9

6.1 Hukum Internasional dan Hukum Dunia

9
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
7-8

10
Perlu kita ketahui bahwa kita itu mengenal hukum internasional dan hukum dunia, yang
dimana kedua hukum ini mengatur hubungan hukum dalam masyarakat internasional, akan
tetapi antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional memiliki perbedaan hal tersebut
disebabkan oleh perbedaan pemikiran antara keduanya. Dalam hal ini Hukum internasional
didasarkan pada pemikiran hukum yang mengatur hubungan antara masyarakat internasional.
Lebih jelas lagi bahwa Hukum Internasional itu didasarkan atas dasar pikkiran adanya suatu
masyarakat Internasional yang dimana terdiri dari sejumlah negara yang berdaulat dan
merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah, kekeuasaan yang
lain. Pada dasarnya itu suatu kegiatan manusia membutuhkan adanya peraturan, dalam
hubungan yang melintasi batas negara, sehingga untuk itu diabuatlah suatu aturan yang
dibutuhkan salah satunya itu adalah hukum internasional, aturan huum ini dubuat semata-
mata untuk mengatasi permasalahan antara berbagi dunia, misalkan masalah yang akan terjadi
itu seperti polusi lingkungan, komunikasi dan transportasi. Yang di mana pada saat ini sangat
mudah orang mengadakan hubungan, baik melalui media komunikasi ataupun transportasi
modern antara satu benua ke benua yang lain, pada saat ini orang membicarakan pemanasan
global yang akibatnya tak akan dapat ditanggulangi oleh satu negara saja, tetapi
membutuhkan kerja sama internasional. Maka dari itu hukum internasional adalah merupakan
kebutuhan bagi masyarakat internasional. Hukum internasional terutama terwujud karena
adanya perjanjian internasional yang melahirkan ketentuan-ketentuan yang mengikat bagi
para pihak yang membuat perjanjian internasional tersebut sebagai tambahan adanya
kebiasaan-kebiasaan internasional yang timbul dalam praktek dari pergaulan negara-negara
yang diterima sebagai hukum dalam pergaulan mereka. Asas-asas umum hukum (general
principles of law) juga menjadi dasar dalam hubungan negara dalam hubungan internasional.
Hukum internasional sebagai hukum yang berlaku bagi masyarakat internasional yang
terutama terdiri dari negara-negara yang berdaulat dan merdeka. Masing-masing negara itu
berdiri sendiri dan berdaulat, suatu asas dalam hukum internasional yaitu asas persamaan
kedaulatan (sovereign equality) yang juga dituangkan dalam Pasal 2 (1) Piagam PBB. Dengan
kata lain bahwa di dalam Hukum Internasional itu merupakan suatu tetib hukum koordinasi
antara anggota-anggota masyarakat Internasional yang sederajat, yang dimana anggota
masyarakat Internasional itu tunduk pada hukum Internasional sebagai suatu tertib hukum
yang mereka terima sebagai kaidah dan asas yang mengikat dalam hubungan anatar mereka.
Sedangkan pada hukum dunia bertolak pada pemikiran bahwa ada kekuatan yang berkuasa di

11
atas negara-negara10. Sedangkan pada Hukum Dunia sendiri, pengertiannya berpangkal pada
dasar pikiran yang lain, yang dimana kekuasaannya meliputi negara-negara yang ada di dunia
dan hubungan hukum antara negara-negara dan kekuasaan yang di atas negara tersebut
didasarkan adanya hierarki kekuasaan dan hubungannya bersifat subordinasi. Sehingga kedua
konsep diatas memungkinkan adanya tertib hukum dunia. Jika diantara dua kemungkinan ini
kita disuruh memilih, maka pasti akan memilik pada Hukum Internasional hal tersebut
disebabkan karen atertib Hukum Internasional yang mengatur masyarakat Internasional yang
terdiri dari anggotaa yang sederajat lebih sesuai dengan kenyataan dunia ini. Selain itu suatu
negara di dunia yang diatur oleh Hukum dunia merupakan suatu hal yang pada waktu
sekarang masih jauh dari kenyataannya. Akan tetapi pada kenyataannya haru kita ketahui
bahwa didalam dekade terakhir ini, fenomena kearah terwujudnya suatu Hukum Dunia adalah
bukanlah suatu hal yang mustahil. Fenomena ini tampak dengan terwujudnya sekumpulan
kaidah-kaidah hukum perdagangan Internasional yang bersumber pada Agreement
Establishing the World Trade Organization (WTO) pada tahun 1994. Sehingga dengan adanya
perjajian ini, negara-negara didunia dapat dikatakan telah menyerahkan sebagian kedaulatan
ekonominya mengenai perdagangan Internasional secara full complience, pada kaidah-kaida
hukum Internasional sebagaimana telah diatur oleh WTO, termasuk pada penyelesaian
perselisihan perdagangan Internasional yang lebih efektif. Sebagian besar negara-negara di
dunia yang berjumlah 125, telah mejadi peserta dari WTO. Juga termmasuk Indonesia pada
tanggal 2 Noveber 1994 yang telah menyetujui menjadi negara peserta pada perjanjian
pembentukan WTO dengan undang-undang No 7 Tahun 1994.11

7.1 Mengapa Hukum Internasional Mengikat dan Dipatuhi/Ditaati? Apa yang Menjadi
Dasar Kekuatan yang Mengikat Hukum Internasional?

Berdasarkan pertanyaan tersebut, hukum hanya dipandang sebagai suatu mekanisme yang
bekerja sesuai dengan norma-norma yang diwujudkan dengan adanya aparat-aparat penegak
hukum serta sanksi sebagai upaya memaksakan dan mendayausahakan hukum itu sendiri.
Padahal, sebenarnya hukum itu tidak saja sekedar mekanisme pelaksanaan dan pemaksaan
norma-norma melainkan jauh lebih luas dari pada itu. Dalam tata masyarakat intemasional,

10
Sri Setianingsih, Hukum Internasional, (Tangerang Selatan, Universitas Terbuka 2019),hal 14-15

11
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
9-10

12
tidak terdapat suatu badan legislatif maupun kekuasaan kehakiman dan polisional yang dapat
memaksakan berlakunya kehendak masyarakat internasional sebagaimana tercermin dalam
kaidah hukumnya.Menurut Mochtar Kusumaatmadja, semua kelemahan kelembagaan
(institusional) ini telah menyebabkan beberapa pemikir mulai dari Hobbes dan Spinoza
hingga Austin menyangkal sifat mengikat hukum internasional, dan menyatakan bahwa Every
Law Rule (Taken with the largest signification which can be given to the trem properly) is
command..atau menurut dia hukum internasional bukanlah hukum dalam arti yang
sebenarnya. Para ahli menempatkan hukum intemasional segolongan dengan "the laws of
honour" dan "the laws set by fashion" sebagai "rules o fpositive morality". 12 Lebih jauh
Austin memandang hukum itu sebagai perintah yakni perintah dari penguasa kepada pihak
yang dikuasai. Penguasa itu memiliki kedaulatan yang didalamnya termasuk pula kekuasaan
untuk membuat hukum yang akan diberlakukan kepada pihak yang berada di bawah
kekuasaannya. Hal ini berarti bahwa, jika suatu peraturan tidak berasal dari penguasa yang
berdaulat, peraturan semacam itu bukanlah merupakan hukum, melainkan hanyalah
merupakan norma moral, seperti misalnya norma kesopanan dan norma kesusilaan.
Pandangan Austin ini mendasarkan adanya hukum pada badan yang memiliki kedaulatan dan
kekuasaan untuk memaksakan berlakunya hukum kepada pihak yang dikuasainya, juga
merupakan penyangkalan atas eksistensi hukum yang berasal dari atau tumbuh dalam
pergaulan hidup masyarakat, seperti misalnya hukum kebiasaan (customary law). Menurut
Austin, hukum kebiasaan itu bukanlah hukum melainkan hanyalah norma moral saja. Jika
pandangan Austin ini diterapkan pada hukum intemasional, dimana masyarakat internasional
dan tata hukum intemasionaltidak mengenal badan supra nasional, dapat dikatakan bahwa
Austin memandang hukum internasional itu bukanlah hukum dalam arti yang sebenarnya,
tetapi hanyalah merupakan norma moral intemasional saja . Mochtar Kusumaatmadja
menyatakan bahwa perkembangan ilmu hukum kemudian telah membuktikan tidak benarya
anggapan Austin tersebut mengenai hukum. Kita cukup mengingat adanya hukum adat di
Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang tersendiri untuk menginsyafi kelirunya pikiran
Austin mengenai hakikat hukum. Keberadaan badan legislatif, badan kehakiman dan polisi
merupakan ciri yang jelas dari suatu sistem hukum positif yang efektif, akan tetapi ini tidak
berarti bahwa tanpa lembaga-lembaga ini tidak terdapat hukum. Keberadaan dan hakikat

12
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
45-46

13
hukum internasional sebenamya tidak perlu diragukan lagi, sehingga memerlukan dasar
kekuatan mengikat hukum internasional. 13 Dengan adanya tiga badan hal tersebut merupakan
suatu ciri yang jelas dari sistemhukum positif yang efektif, tetapi tidak benar bahwa tanpa
danya tiga lembaga tersebut kemudia dikatakan tidak ada hukum. Lantas apabila hakikat dan
keberadaan Hukum Internasional tidak diragukan lagi, kembali pada pertanyaan diatas, Apa
yang menjadi dasar kekuatan mengikta Hukum Internasioanal?

7.2 Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut maka akan dijelaskan mengenai 3
Teori dan 2 Mazhab:

1. Teori Hukum Alam (Hugo de Groot Grotius)

Merupakan salah salah satu teori tertua, yang dimana hukum alam dapt diartikan sebagai
hukum yang ideal yang didasarkan kepada hakikat manuia sebagai mahluk yang berakal
atau kesatuan kaidah yang diilhamkan alam pada akal manusia. Menurut para penganut
ajaran hukum alam ini, Hukum Internasional itu tidak lain daripada hukum alam yang
diterapkan pada kehidupan bangsa-bangsa. Dalm hal ini Mochtar juga menjelaskan bahwa
didalam teori Hukum Alam juga mengandung kelemahan, yyang dimana dapat
dikemukakan bahwa pa yang dimaksudkan dengan hukum alam itu sangat samar dan
bergantung kepada pendapat subyektif dari yang bersangkutan mengenai keadilan,
kepentingan masyarakat Internasional dan lain-lain megenai konsep yang serupa.
Sehingga dengan adanya kesmaran ini yang disinggung sebagai suatu kelemahan.

2. Teori Kehendak Atas Negara Sendiri (George Jelinek dan Zorn)

Dalam teori ini dijelaskan bahwa, dasar kekuatan mengikat HukumInternasional itu attas
kehendak negara itu sendiri uikat oleh Hukum Internasional,untuk tunduk pada Hukum
Internasional. Menurut mereka, pada dasarnya negaralah yang merupakan sumber segala
huum dan Hukum Internasional itu mengikat karena negara itu atas kemauan sendiri mau
tunduk pada hukum Internasional. Dalam teori ini pun jga mengandung keleahan, yakni
kelemahnanya dimana tidak bisa menjawab suatu pertanyaan , mengap suatu negara baru,
sejak munnculnnya dalam masyarakat Intrnasional sudah terikat oleh Hukum

13
Dina Sunyowati, 2013. Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum Dalam Hukum Nasional. Jurnal Hukum
dan Peradilan Diktum, Volume 2, Nomor 1, hal 69-71

14
Internasional, lepas dari mau atu tidak maunya ia tunduk padanya. Selain itu kelemahan di
dalam teori adalah tidak dapat menerangkan dengan memuaskan bagaimana caranya
Hukum Internasional yang bergantung kepada kehendak negara dapat mengikat negara
itu.

3. Teori Kehendak Bersama-sama (Triepel)

Dalam teori ini dijelaskan bahwa, pada dasrnya itu Hukum Internasional mengikat negara-
negara bukan karena kehendak mereka satu persatu untuk tunnduk pada Hukum
Internasional, melainkan karena adnya suatu kehendak bersama negara-negara untuk
tunduk pada Hukum Internasional. Kelemahan dalam teori ini adalah kekuatan dasar
mengikat hukum berdasarkan kehendak subjek hukum itu tidak dapat diterima. Kehendak
mausai saja tidak mungkin sebab merupakan dasar kekuatan hukum dengan yang
mengatur kehidupan. Sebab kalau demikian ia bisa melepaskan diri dari kekuatan
mengikat hukum dengan menarik kembali persetujuannya untuk tunduk pada hukum itu.
Dengan kata lain, persetujuan negara untuk tunduk pada hukum Internasional
menghendaki adanaya suatu hukum atau norma sebagai sesuatu yang telah ada terlebih
dahulu, daan berlaku lepas dari kehendak negara (aliran objektivis).

4. Mazhab Wina (Hans Kelsen)

Menurut Mazhab ini menjelaskan bahwa, pada dasar mengikatnya Hukum Intrnasional
bukanlah merupakan keendak negara melainka berdasarkan kepaad norma hukum. Suatu
kaidah pada dasrnya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi diatasnya begitu pula
seterusnya. Hingga akhirnya sampailah kita pada puncak piramida kaidah hukum, yang
dimana merupakan tempat terdapatnya kaidah dasar (Grundnorm) yang tidak dapat lagi
dikembalikan pada suatu kaidah yang lebih tinggi, melainkan harus diterima adanya
sebagai suatu hipotese asal (ursprungshypothese) yang tidak dapat diterangkan secara
hukum. Dan segala sesuatuanya dikembalikan kepada kaidah dasar dan kaidah dasar yang
dianut oleh mazhab ini adalah asas Pacta sun Servanda. Kelemahan dari mazhab ini
adalah tidak dapat menerangkan dan tidak dapat menjawab mengapa kaidah dasar itu
sendiri mengikat. Dalam hal ini mengakibatkan sistem yang tadinya logis menjadi
tergantung diawang-awang, karena tidak mungkin persoalan kekkuatan mengikatnya
hukum Internasional iu didasarka pada suatu hipotesa.

15
5. Mazhab Perancis (Fauchile, Scelle dan Duguit)

Dalam mazhab ini dijelaskan bbahwa pada dasarnya itu, hal yang mendasarkan kepada
mengikatnya suatu hukum termasuk Hukum Internasional adalah faktor-faktor biologis,
sosial dan sejarah kehidupan manusia yang oleh mereka diberi nama “fakta-fakta
Internasional”. Sehingga dasar kekuatan mengikat Hukum Internasional terdapat didalam
kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum Internasional itu mutlak unntuk dapat
terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa) dan masyarakat. Mengikatnya hukum
Internasional dibutuhkan untuk saling mengikat antar negara. Sikap dasar manusia itu
Instict Survival, yang dimana keinginnan individu dan negara sama-sama memiliki
keinginana untuk saling mempertahankan keberadaanya dan eksistensinya. 14

8.1 Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Persoalan hubungan hukum internasional dengan hukum nasional merupakan persoalan yang
menarikuntuk dibahas. Hukum internasional merupakan peraturan yang mengatur persoalan
lintas Negara. Hukum internasiaonal pada mulanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antar Negara, namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi
struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu. Tidak dapat dielakkan bahwa hukum internasional mempengaruhi
hukum nasional. Hal ini dikarenakan tak terlepas dari suatu Negara merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari masyarakat internasional. Negara-negara yang ada pasti akan memiliki
hubungan satu sama lain, baik itu hubungan antara dua Negara saja maupun beberapa Negara.
Hubungan ini akan melahirkan peraturan yang dipatuhi oleh masing-masing Negara tersebut
kemudian berkembang menjadi peraturan yang akan dipatuhi bersama. peraturan bersama
akan menjadi hukum yang tidak saja dipatuhi bersama sacara berkelompok tetapi akan
berlaku secara universal bagi setiap Negara tanpa terkecuali. Hukum internasional juga dapat
tercipta dengan adanya perjanjian atau kesepakatan dari kebiasaan nasional suatu Negara yang
dianut oleh banyak Negara, kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional. Hukum
nasional dan hukum internasional sangat saling berhubungan. Misalnya, dalam pembentukan

14
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
45-53

16
suatu hukum internasional pasti dipengaruhi oleh hukum nasional, dan tingkat kekuatan
Negara tersebut juga akan mempengaruhi bagaimana arah kebijakan hukum internasional
yang akan dibentuk. Hal ini menunjukan pentingnya hukum nasional masingmasing Negara
dalam menentukan arah kebijakan hukum nasional. Dengan begitu hukum internasional
terpengaruh dengan hukum nasional. Dan yang menjadi permasalahan yang penting untuk
dibahas yaitu mengenai bagaimana hubungan antara hukum internasional dengan hukum
nasional. 15 Mochtar Kusumaatmadja berpendapat terdapat dua teori mengenai hubungan
antara hukum internasional dengan hukum nasional. Pertama, teori voluntarisme, yang
mendasarkan berlakunya hukum internasional bukan persoalan ada atau tidaknya hukum
internasional ini pada kemauan Negara, dan yang kedua teori objektivis yang menyatakan
bahwa hukum internasional itu ada dan berlaku terlepas dari kemauan Negara. Dari kedua
pandangan inilah yang menyebabkan paham Dualisme dan Monisme. Selain itu menurut J.G
Starke Teori dualisme didukung oleh Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini sebagai
teori kehendak, merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum internasional merupakan
system hukum yang terpisah dengan system hukum nasional. Menurut Tripel terdapat dua
perbedaan diantara kedua sitem hukum ini, yaitu:

a. subjek hukum nasional adalah individu, sedangakan subjek hukum internasional


adalah semata-mata dan secara eksklusifnya adalah negara-negara.

b. Sumber-sumber hukum keduanya berbeda: sumber hukum nasional adalah


kehendaka negara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah kehendak bersama
dari negaranegara.

Anzilotti menganut suatu pendekatan yang berbeda. Ia membedakan hukum nasional


dengan hukum internasional menurut prinsip-prinsip fundamental dengan mana
masing-masing sistem itu ditentukan. Hukum nasional ditentukan oleh prinsip
fundamental bahwa perundang-undangan negara harus ditaati. Sedangkan system
hukum internasional ditentukan oleh prinsip pacta sunt servanda, yaitu perjanjian
antara negara harus dijunjung tinggi. Berdasarkan teori Anzelotti ini berarti pactasunt
servanda tidak dapat dikatanak sebagai norma yang melandasi hukum internasional.
Pendapat J.G Starke ini juga didukung oleh Burhan Tsani. Menurut burhan tsani ada

15
Rispalman, 2017. Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional, Jurnal Hukum Islam, Perundang-
Undangan dan Pranata, Volume VII, No 1, hal 1-2

17
dua paham mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum
nasional, yaitu paham dualisme dan paham monisme.

1. Paham Dualisme, Menurut paham dualisme hukum Interasional dengan hukum


nasional merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhannya berbeda secara
keseluruhannya. Hakekat hukum Internasional berbeda dengan hukum nasional.
Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang
benar-benar terpisah,tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau
subordinasi. Namun secara logika paham dualisme akan mengutamakan Hukum
Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional.
2. Paham Monisme, Sedangkan pada paham monisme berpendapat hukum
internasional dan hukum nasionals asling berkaitan satu sama lainnya. Menurut
teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu
hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional
kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum
nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.16

Perlu diketahui juga bahwa pada dasarnya itu Teori voluntaris dan objektivis pada
dasarnya sama dengan paham dualisme dan monime. Alasan yang diajukan oleh
paham dualisme didasarkan pada alasan formal maupun alasan yang didasarkan
kenyataan. Diantara alas an-alasan yang terpenting dikemukankan sebagai berikut:

a. kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukuminternasional


mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemauan Negara,
sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat
Negara.

b. Kedua perangkat hukum memiliki subjek hukum yang berbeda. Subjek hukum
nasional adalah orang-perorangan baik dalam apa yang dikatakan hukum perdata
maupun hukum pidana, sedangkan subjek hukum nasional adalah Negara.

16
Rispalman, 2017. Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional, Jurnal Hukum Islam, Perundang-
Undangan dan Pranata, Volume VII, No 1, hal 4-6

18
c. Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula
perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum
dalam kenyataan seperti mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam bentuk yang
sempuran dalam lingkungan nasional. Alas an lain yang dikemukakan sebagai
argumentasi yang didasarkan atas kenyataan ialah bahwa daya laku atau keabsahan
kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum
nasional itu bertentangan dengan kaidah hukum internasional.17

Perlu diketahui juga bahwa didalam paham Monisme dibagi 2 yaitu:

1. Monisme dengan Primat Hukum Internasional, didalam paham ini beranggapan


bahwa nasional itu bersumber pada hukum Internasional yang pada dasarnya
mempunyai hirarkis yang lebih tinggi, maka supermasi hukum harus dibagikan
kepada lebih dari seratus negara-negara didunia dengan sistem yang masing-
masing berbeda. Hukum Internasional pada dasarnya lebih unggul daripada bukan
nasional. Hal ini didasarkan pada dua fakta strategis, yaitu:
a. Jika hukum Internasional tergantung kepaada konstitusi negara maka apabila
konntitusi itu diganti maka hukum Internasional tersebut tidak dapat berlaku
lagi. Sejak Konperensi London tahun 1831 telah diakui bahwa keberadaan
hukum Internasional tidak tergantung kepada perubahan atau penghapusan
konstitusi ataupun revolusi pada suatu negara. Komperensi tersebut secara
tegas menetapkan ketentuan dasar bahwa: “perjanjian tidak akan kehilanagan
kekuatannya meskipun ada perubahan kontitusi dalam negri”
b. Telah diakui bahwa suatu negara baru yang memenuhi masyarakat
Internasional akan terikat oleh hukum Internasional yang berlaku, tanpa ada
persetujuan terlebih dahulu. Apabila persetujuan itu dinyatakan maka hanya
merupakan pernyataan dari kedudukan hukum yang sudah ada. Disamping itu
terdapat kewajiban setiap negara untuk menserasikan hukum nasionalnya,
termasuk konstitusinya, dengan hukum Internasional.

17
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,2015), hal
55-58

19
Hukum nasional memang mempunyai kedaulatan penuh, akan tetapi hal ini
semata-mata mencerminkan bahwa suatu negara akan mempunyai kewenangan
dengan hukum Internasional sebagai pembatasnya.18

2. Monisme dengan Primat Hukum Nasional


Didalam paham ini menganggap bahwa hukum Interasional lebih utama
kedudukannya daripada hukum Nasional dan pada hakekatnya hukum Nasional
adalah sumber dari hukum Internasional. Alasan yang dikemukakan adalah:
a. Tidak ada satu organisasi dunia yang berada diatas negara-negara dan
mengatur kehidupan negara-negara tersebut.
b. Dasar dari hukum Internasional terletak pada wewenang kontitusionil negara-
negara (kewenangan negara untuk membuat perjanjian).

Teori ini mempunyai banyak kelemahan, hukum Internasional seolah-olah hanya


berupa hukum tertulis, sehingga didasari oleh wewenang kontitusionil negara,
padahal Hukum Internasional juga terdiri dari hukum kebiasaan yang tidak tertulis.
Pada dasarnya itu, didalam paham ini sejalan dengan aliran dualisme yaitu
merupakan penyangkalan dari adanya hukum Internasional, mengkat
berlaku/tidaknya hukum Internasional tergantung kepada hukum Nasional.
Apabila hukum Nasional tidak menginginkan keberlakukan Internsional maka
hukum tersebut tidak berlaku. 19

8.2 Disamping itu terdapat tiga teori lagi yaitu:

Perlu diketahui bahwa, didalam teori-teori ini berbeda dengan teori-teori sebelumnya.
Didalam teori ini tidak mencari pertentangan tetapi kedua hukum diatas dianggap saling
menunjang.

1. Teori Transformasi, dijelaskan bahwa Hukum Internasional dapat berlaku


dalam Hukum Nasional melalui suatu transformasi, adanya prubahan bentuk
dan isisnya sehingga diterima oleh Hukum Nasional.

18
Melda Kamil Ariadno, 2008. Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Hukum Nasional, Indonesian
Journal of Internasional Law, Vol 5. No 3, hal 510-512

19
Melda Kamil Ariadno, 2008. Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Hukum Nasional, Indonesian
Journal of Internasional Law, Vol 5. No 3, hal 510-512

20
2. Teori Delegasi, dijelaskan bahwa Hukum Internasional bisa menjadi Hukum
Nasional, namun penerapannya diserahkan kepada negara masing-masing.
Artinya itu semua tergabtung dan terletak pada wewenang negara dalam
melaksanakan bentuk dari Hukum Internasional itu sendiri.
3. Teori Harmonisasi, dijelaskan bahwa antara Hukum Internasional dengan
Hukum Nasional tidak perlu dipertentangkan, namun keduanya harus berjalan
sendiri-sendiri sehingga timbul suatu keharmonisan anatara keduanya.20

9.1 Teori Fungsional

Selain tiga teori diatas, dapat diketahui juga bahwa terdapat satu teori lagi yaitu Teori
Fungsional. Didalam teori ini dijelaskan bahwa antara Hukum Internasional dan Hukum
Nasional memiliki ciri, kedudukan dan peranan yang berimplikasi kepada fungsi dan
subtansinya. Oleh karena itu,anatara Hukum Internasional dan Hukum Nasional:

a. Tidak mungkin untuk saling meniadakan.


b. Tidak dapat diterapkan persoalan hirarki/pengutamaan yang satu daripada yang
lain
c. Tidak pula perlu untuk selalu dicari persamaan atau perbedaanya

Dengan demikian, yang perlu bagi keduanya adalah untuk selalu dicermati, diteliti dan
dianalisis baik ciri, kedudukan,maupun peranannya sebagai fenomena yang selalu brubah,
berkembang dan berevolusi sesuai dengan kebutuhan dalam rangka eksistensi masyarakat
Internasional. Selain itu didalam teori ini dijelaskan sebagai sebuah usaha untuk
menggambarkan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional sebagi sebuah organisasi
yang berada didlam batasan fungsi, sehingga anatara Hukum Internasional dan Hukum
Nasional bertindak bersama-sama pada berbagai tinndakan. Selain itu juga anatara Hukum
Internasional dan Hukum Nasional juga melakukan suatu kerjasama terhadap masalah yang
akan dihadapi.

20
Firdaus, 2014. Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undanga Nasional Indonesia,Fiat
Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol 8. No 1, hal 44

21
DAFTAR PUSTAKA

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R.Agoes. 2015. Pengantar Hukum Internasional.


Bandung:PT Alumni

Setianingsih, Sri dan Wahyuningsih. 2019. Hukum Internasional. Tangerang


Selatan:Universitas Terbuka

Andi Tenripadang, 2016. HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DENGAN HUKUM


NASIONAL. Jurnal Hukum Diktum, Volume 14. Nomor 1

Firdaus, 2014. Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undanga Nasional


Indonesia,Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol 8. No 1

Melda Kamil Ariadno, 2008. Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Hukum
Nasional, Indonesian Journal of Internasional Law, Vol 5. No 3

Rispalman, 2017. Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional, Jurnal Hukum
Islam, Perundang-Undangan dan Pranata, Volume VII. No 1

Dina Sunyowati, 2013. Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum Dalam Hukum
Nasional. Jurnal Hukum dan Peradilan Diktum, Volume 2. Nomor 1

22

Anda mungkin juga menyukai