2
PENTINGNYA WILAYAH PERAIRAN LAUT INDONESIA
Laut merupakan wilayah yang sangat penting bagi keutuhan dan pemersatu bagi sebuah negara karena
laut merupakan sarana bagi kesatuan bangsa, sarana pertahanan dan keamanan, sebagai sarana
diplomasi, serta yang paling utamanya adalah sebagai sarana kemakmuran dan kesejahteraan negara
dan masyarakat karena melimpahnya potensi-potensi sumber daya laut tersebut. Indonesia merupakan
sebuah negara maritim yang memiliki beribu-ribu pulau, sebagian besar negara Indonesia ini terdiri
dari perairan dan sisanya adalah daratan.
3
STATUS HUKUM TENTANG BERBAGAI ZONA MARITIM
MENURUT UNCLOS 1982
4
HAK BERDAULAT DAN KEDAULATAN TERITORIAL
Harus diingat jika hak berdaulat/sovereign rights harus dibedakan dengan kedaulatan
teritorial (teritorial sovereignty)
Sovereign rights atau hak berdaulat atas kekayaan alam adalah hak untuk mengelola
dan memanfaatkan untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
sumber daya alam hayati dan non-hayati dari perairan di atas dasar laut, dari dasar
laut dan tanah dibawahnya.
Sedangkan Kedaulatan (teritorial sovereignty) adalah kewenangan penuh atas wilayah
negara tersebut, yang meliputi wilayah daratan, Laut Pedalaman, Laut Teritorial, Selat,
dan Perairan Kepulauan.
Pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), Indonesia memiliki hak berdaulat,
tetapi tidak memiliki kedaulatan penuh.
5
HAK INDONESIA TERHADAP WILAYAH PERAIRAN DALAM UNCLOS 1982
6
KEWAJIBAN INDONESIA TERHADAP WILAYAH PERAIRAN DALAM
UNCLOS 1982
7
PEMBAGIAN WILAYAH PERAIRAN INDONESIA BERDASARKAN
KESEPAKATAN UNCLOS 1982
Batas teritorial Indonesia diumumkan sejak Landas kontinen merupakan dasar laut yang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)
Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 secara geologis ataupun morfologi yang diumumkan pada tanggal 21 Maret 1980.
Desember 1957. Batas laut teritorial tidak menjadi landasan dari suatu kontinen Merupakan wilayah zona yang berjarak 200
melebihi 12 mil laut diukur dari garis (benua). Kedalaman laut di sini kurang dari mil dari pulau terluar Indonesia. Pada zona
pangkal normal. Untuk negara-negara 150 meter. Adapula untuk batas landas ini, Indonesia berhak untuk mengambil dan
kepulauan yang mempunyai karang-karang kontinen diukur dari garis dasar yang ada, memanfaatkan segala potensi sumber daya
di sekitarnya, garis pangkalnya adalah garis yakni dengan paling jauh 200 mil laut. alam yang ada.
pasang surut dari sisi karang ke arah laut Apabila ada 2 negara atatu bahkan lautan di
atas landasan kontinen, maka batas negara
tersebut ditarik sama jauhnya dari garis
dasar masing-masing negara
8
UPAYA YANG DILAKUKAN INDONESIA DALAM MENENTUKAN BATAS WILAYAH LAUT
DARI MASINNG-MASING NEGARA PANTAI
Pada tahun tersebut telah diadakan Pada tahun tersebut dikeluarkannya Pada tahun tersebut diadakannya
Kondifikasi di Den Haag. Ordonansi yang mengatur batas lebar laut Konferensi Hukum laut di Jenewa, karena
teritorial sejauh 3 mil dari laut. belum mampu menghasilkan kesepakatan
Internasional dalam jarak 3 mil dari laut.
9
LANJUTAN
Pada tahun tersebut telah diadakan Pada tahun tersebut di adakannya Pada tahun tersebut diadakannya
KonFERENSI Jenewa (Hukum Laut II) Konferensi Hukum laut di Caracas Konferensi Hukum laut ke III dan
yang diimana masih bekum menghasilkan Venezeuela yang menentukan jarak diperoleh kesepakatan bersalam dalam
kesepaktan wilayah laut teritorial sejauh 12 Mil dari jarak sejauh 12 mil dan disepakati secara
laut. Internasional
10
SEHINGGA LUAS WILAYAH INDONESIA ADALAH
11
Mengeal Lebih Dekat Terkait dengan ZEEI
(Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia)
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu daerah di luar laut teritorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal
yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial. Berlakunya konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) merupakan pranata hukum laut
internasional yang masih baru. Di dalam Konferensi Hukum Laut yang diprakarasai oleh PBB yang diselenggarakan mulai Tahun 1973 sampai
dengan 1982 Zona Eksklusif ini dibahas secara mendalam dan intensif sebagai salah satu agenda acara konferensi dan disepakati serta dituangkan di
dalam Bab V Pasal 55-75 Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Sebagai negara yang memiliki wilayah atau zona ekonomi eksklusif, Indonesia
memiliki hak atas ZEE sebagai berikut.
b. Berhak untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan, dan konservasi sumber daya alam.
c. Mengizinkan pelayaran internasional melalui wilayah ini dan memasang berbagai sarana perhubungan laut.
12
BEBERAPA PERATURAN YANG MENGATUR ZEEI
Peraturan Pemerintah
Nomor 15 tahun 1984 1
15
Pada dasarnya, hak berdaulat pada ZEE dapat disimpulkan menjadi:
a. Hak berdaulat negara pantai dapat dilaksanakan hanya pada wilayah ZEE
b. Hak berdaulat negara pantai dibatasi oleh ketentuan yang diatur pada hukum internasional
(ratione materiae)
c. Mengenai perkara yang ditentukan oleh hukum Internasional, negara pantai dapat melaksanakan
yurisdiksi legislatif dan penegakan hukum
d. Negara pantai dapat melaksanakan hak berdaulatnya pada wilayah ZEE kepada semua orang
terlepas dari kewarganegaraannya (tidak ada limitasi ratione personae)
e. Hak berdaulat negara pantai pada ZEE adalah eksklusif, artinya negara lain tidak dapat
mengakses kekayaan sumber daya alam pada ZEE tanpa izin dari negara pantai.
16
HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA LAIN PADA ZEE
Pasal 58 ayat 1 UNCLOS: Semua negara baik yang berpantai atau landlocked, dengan
tunduk pada ketentuan yang relevan pada Konvensi ini, menikmati kebebasan
pelayaran, penerbangan, meletakkan kabel dan pipa bawah laut dan penggunaan laut
lain yang sah menurut Hukum Internasional.
Pasal 5 UU No.5 Tahun 1983: Kegiatan untuk eksplorasi dan eksplotiasi sumber daya
alam dan kegiatan lainnya di Zona Ekonomi Eksklusif jika dilakukan oleh orang
Indonesia harus berdasar izin Pemerintah. Jika dilakukan oleh negara/orang asing
harus berdasar persetujuan internasional dengan negara yang bersangkutan.
Pasal 27 ayat 2 UU No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan menentukan bahwa kapal-
kapal asing yang ingin melakukan penangkapan ikan di wilayah ZEEI, baik wajib
memiliki izin terlebih dahulu berupa SIPI.
17
ILLEGAL FISHING
Kementrian Kelautan dan Perikanan mendefinisikan Illegal Fishing sebagai penangkapan tanpa izin dari
Wilayah Perikanan Tangkap Republik Indonesia (WPTRI), termasuk pada ZEEI.
Forum CCAMLR (Commision for Conservation of Antartic Marine Living Resources) mewancanakan
IUU fishing, yang terdiri dari:
a. Illegal fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan illegal atau tidak berizin di wilayah atau ZEE suatu
negara
b. Unregulated fishing, yaitu penangkapan ikan yang tidak mematuhi aturan yang berlaku
c. Unreported fishing, yaitu penangkapan ikan yang tidak dilaporkan (operasional,hasil tangkapan, atau
data kapal)
Di Indonesia, pelanggaran illegal fishing paling banyak dilakukan oleh kapal asing, dimana kerugian
Indonesia akibat tindakan IUU fishing melebihi Rp. 101 triliun pertahun.
Adapun illegal fishing merupakan pelanggaran atas hak lintas damai, sehingga negara pantai berhak
untuk menegakkanya sesuai peraturan perundang-undangan.
18
PENEGAKAN HUKUM DI ZEE
Indonesia sebagai negara pantai memiliki kepentingan untuk melakukan perlindungan pada wilayah perairannya
dari gangguan keamanan dan pada pencurian kekayaan alam di laut.
Dalam Pasal 73 ayat 1 UNCLOS, Negara pantai dalam melaksanakan hak berdaulatnya pada ZEE dapat mengambil
tindakan tertentu, seperti menaiki kapal, memeriksa, menangkap, dan melakukan proses peradilan sebagaimana
diperlukan.
Pada Pasal 13 UU No.5 Tahun 1983, aparataur penegak hukum Indonesia yang berwenang dapat melakukan
tindakan penegakan hukum sesuai dengan KUHAP, kecuali:
a. Penangkapan terhadap kapal yang diduga melakukan pelanggaran di ZEEI meliputi tindakan penghentian kapal
sampai dengan diserahkannya kapal;
b. Penyerahan kapal harus dilakukan secepatnya, tidak melebihi jangka waktu 7 hari kecuali terdapat keadaan
force majeure
c. Untuk kepentingan penahanan, tindak pidana yang diatur di Pasal 16 dan 17 termasuk tindak pidana
sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 21 ayat 4 huruf b KUHAP
Aparat yang berwenang dalam bidang penyidikan ZEE di Indonesia adalah perwira TNI-AL, dan Pengadilan yang
berwenang adalah PN yang daerah hukumnya meliputi pelabuhan dimana dilakukan penahanan terhadap kapal.
19
PENGEJARAN SEKETIKA (HOT PURSUIT)
Adalah hak suatu negara untuk melakukan tindakan pengejaran seketika pada kapal
asing yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan negara pantai pada
Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, Laut Teritorial, dan berlaku juga pada
wilayah ZEE dan Landas Kontinen
Diatur pada Pasal 111 UNCLOS, dimana kapal dan pesawat yang berwenang dapat
melakukan pengejaran seketika jika memiliki alasan yang cukup. Tidak sembarang
kapal dapat melakukan pengejaran, hanya kapal perang, pesawat militer, dan
kapal/pesawat khusus Dinas Pemerintah saja yang berwenang
Dalam kasus pelanggaran dibidang perikanan, yang berwenang melakukan pengejaran
seketika adalah Pengawas Perikanan berdasar Pasal 66c huruf i UU No.45 Tahun 2009
dan Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/PERMEN-
KP/2014
20
PENGAWAS PERIKANAN
Menangani masalah Illegal Fishing dengan menenggelamkan kapal pelaku sah dan
tidak bertentangan dengan hukum nasional dan internasional.
Pasal 69 ayat (4) dan Pasal 76A UU No 45 Tahun 2009 menyebut bahwa penyidik
dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran
dan/atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup, yaitu bukti dugaan adanya tindak pidana di bidang perikanan
oleh kapal tersebut. Benda atau alat yang digunakan dalam dan/atau dihasilkan dari
tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah
mendapat persetujuan ketua Pengadilan Negeri. Sementara pada UNCLOS tidak ada
ketentuan yang melarang penenggelaman kapal karena pelanggaran ZEE.
22
PENJARA PADA PELAKU ILLEGAL FISHING DI ZEEI
23
Thank you!
Any questions?