Anda di halaman 1dari 17

“Tugas Mengembangkan Seluruh Isi Materi Mengenai Pengertian, Istilah, dan Bentuk

Perwujudan HI Serta Membuktikan Adanya HI, Peristilahan HI, Masyarakat dan Hukum
Internasional, Bentuk Perwujudan Hukum Internasional, Hukum Internasional dan Hukum
Dunia, Dasar Kekuatan yang mengikat HI dan Hubungan Antara HI dan HN”

Diajukan Untuk Memenuhi Nilai Ujian Tengah Semester Ganjil Tahun Ajaran 2020/2021

Dosen Pembimbing:
H.EDDY MULYONO,S.H,M.hum.
GAUTAMA BUDI ARUNDHATI,S.H.,LL.M
Di Susun Oleh:
HARI SUGIANTO/190710101012
Kelas:
HUKUM INTERNASIONAL (A)
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
PENGERTIAN, ISTILAH DAN BENTUK PERWUJUDAN HUKUM
INTERNASIONAL SERTA PEMBUKTIAN ADANYA HUKUM INTERNASIONAL
Apa yang saudara ketahui tentang Hukum Internasional?

Apa peersepsi saudara tentang Hukum Internasional?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu kita ketahui bahwa pada darnya itu Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara negara dengan negara serta negara
dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
Suatu konsep hukum Internasional adalah berlaku apabila telah diterima sebagai suatu
ketentuan yang mengatur oleh masyarakat Internasional itu sendiri. Hal ini dapat berupa suatu
kebiasaan Internasional yang telah lama ada, maupun berdasarkan atas suatu landasan hukum
yang dilakukan oleh dua atau lebih negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional
yang telah diakui keberadaannya. Dalam bukunya yang berjudul “An introduction to
International Law”, J.G. Starke memberikan defenisi hukum Internasional sebagai
sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu
biasanya ditaati dalam hubungan negaranegara satu sama lain. Dalam penerapannya, hukum
internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata
internasional.

1. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur , Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional. Hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
2. Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain,
hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang
masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.
Sehingga disini kita dapat mengatuhi antara perbedaan dan persamaan anatara Hukum
internasional Publik dan Hukum Internasional perdata , yang dimana jika
menyimpulkan bahwa Hukum Internasional Publik mengatur tentang hubungan
antara negara-negara, sedangkan hukum perdata internasional antara orang
perseorangan. Meskipun berbeda, akan tetapi ada juga persamaan antara Hukum
Perdata Internasional dengan Hukum Internasional Publik yaitu keduanya sama-sama
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (Internasional).
Menurut penjelasan Hukum Internasional Publik bahwasanya hukum ini memiliki
kelemahan yaitu batasannya itu tidak tegas karena didasarkan pada suatu ukuran yang
negatif, yakni hubungan atau persoalan internasional yang tidak bersifat perdata.
Mengapa tidak dengan tegas dinyatakan sebagai hubungan atau persoalan hukum
antarnegara?, karena hubungan atau persoalan internasional pada zaman sekarang
tidak semuanya dikatakan sebagai hubungan atau persoalan antarnegara. Seperti hal,
kedudukan para pejabat badan Internasional dan hubungan mereka dengan badan
Internasional tempat mereka bekerja tidak tercakup dalam hubungan antarnegara.
Meskipun kedua jenis hubungan hukum ini kadang-kadang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, tidak ada alasan untuk tidak dapat membedakannya. Karena perbedaan
antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional sering
dilakukan.
Jika merujuk ke pengertian Hukum Internasional secara umum adalah hukum yang
digunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam
hubungan antar penguasa serta menunjukkan pada kompleks kaidah dan asas yang
mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa. Selain pengertian
secara umum, Hukum Internasional juga didefinisikan oleh para ahli hukum yaitu
menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H menjelaskan bahwa Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, dan negara
dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama
lain.

Peristilahan Hukum Internasional


Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menjelaskan hukum internasional (publik),
kita menggunakan istilah hukum internasional publik untuk membedakan dengan
istilah hukum perdata internasional. Dalam modul ini akan dipakai istilah hukum
internasional untuk hukum internasional publik. Ada beberapa istilah yang
dipergunakan untuk hukum internasional ini,yaitu hukum bangsa-bangsa (the law of
nations) sebagaimana digunakan oleh J.L. Brierly2 yang memberi definisi tentang
hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional sebagai berikut:’as the body of rules
and principles of action which are binding upon civilized states to their relations
witahunone another’. Ada juga yang memakai istilah hukum antar negara, hukum
internasional publik (public international law), Common Law of Mankind. Jika
dipakai istilah hukum antar bangsa maka di sini seolaholah hanya mempelajari hukum
yang mengatur hubungan antar bangsa saja, sedangkan kalau dipergunakan hukum
antara negara maka seolah-olah hukum internasional hanya mengatur hubungan antara
negara saja. Kenyataannya hukum internasional tidak hanya mengatur hubungan antar
negara saja tetapi mengatur hubungan yang dilakukan antara negara dengan subyek
hukum internasional bukan negara, misalkan hubungan antara negara dengan
organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional yang satu dengan
organisasi internasional yang lain, hubungan antara negara dengan Tahta Suci,
hubungan antara negara dengan individu dalam hal yang khusus, misalkan hubungan
antara negara dengan pengungsi (refugee), oleh karenanya dalam modul ini akan
dipergunakan istilah hukum internasional untuk hukum internasional publik.
Pemakaian istilah itu untuk menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur oleh
hukum internasional tidak hanya mengatur hubungan antar bangsa/negara saja tetapi
lebih luas dari itu. Pemakaian istilah ini lebih mendekati kenyataan dan sifat hubungan
dan masalah yang menjadi obyek bidang hukum ini, yang pada masa sekarang tidak
hanya terbatas pada hukum antara bangsa-bangsa atau antara negaranegara saja .
Selain itu istilah hukum internasional sudah lazim dipakai. Misalkan pada penulis-
penulis di Indonesia seperti: Ali Sastroamidjojo dalam bukunya “Pengantar Hukum
Internasional”4 , Djatikoesoemo, Hukum Internasional, Bagian Damai dan Perang ,
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Publik Internasional. Akan tetapi Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmaja memilih istilah hukum internasional bukan hukum bangsa-
bangsa maupun hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Alasannya didasarkan
pada pertimbangan bahwa istilah hukum internasional lebih mendekati kenyataan
sebagai sifat penghubung dan masalah yang menjadi objek dalam bidang hukum
internasional pada zaman sekarang ini, yang tidak hanya terbatas pada hubungan
antara bangsa-bangsa atau negara-negara. Istilah hukum internasional tidak
mengandung keberatan, karena menurut asal katanya yang berarti antarbangsa sudah
sering dipakai dalam peristiwa yang berkaitan dengan melintasi batas wilayah suatu
negara.

Hukum Internasional menurut Charles Cheny Hyde


International law may be defined as that body of law which is composed for its greater
part of principles and rules conduct which states feel themselves bound to and therefore,
do commonly observe in their relations with each other, and which includes also:
a. the rules of law relating to the functioning of international institution or organization,
their relations with each other, and their relations with states and individuals; and
b.certain rules of law relating to individuals and non-state entities so far as their rights or
duties of such individuals and non-state entities are the concern of the international
community.
Maksud dari ini adalalah dapat dijelaskan oleh oleh Charles Cheny Hyde.: “Hukum
Internasional dapat didefenisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri
atas prinsip-prinsip dan peraturanperaturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan
oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubunganhubungan antara mereka satu dengan
lainnya, serta mencakup:
a. Organisasi Internasional, hubungan antara organisasi Internasional satu dengan lainnya,
hubungan peraturanperaturan hukum yang berkenaan dengan fungsifungsi lembaga atau
antara organisasi Internasional dengan negara atau negara-negara; dan hubungan antara
organisasi Internasional dengan individu atau individu-individu.
b. Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan
subyek-subyek hukum hukum bukan negara (non states entities) sepanjang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut
dengan masalah masyarakat Internasional. Berdasarkan pada definisi-definisi di atas,
secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari
hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-
hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam
pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya
Masyarakat dan Hukum Internasional

Bagaimana cara membuktikan adanya Hukum Internasional?


Adagium tentang ubi societes ibi ius tampaknya masi sangat relevan untuk menjawab
pertanyaan di atas. Dengan demiikian adanya Hukum Internasional harus dibuktikan
terlebih dahulu tentang adanya masyarakat Internasional yang harus diatur oleh tertib
hukum itu, oleh karena itu adanya sebuah hukum internasional tentunya terdapat suatu
landasan atau acuan sebagai objek sosiologis dalam membentuk sebuah hukum
internasional. Objeknya itu adalah masyarakat internasional. Tidak hanya itu karena
masyarakat Internasional berlainan dari suatu negara dunia,mmerupakan kehidupan
bersama dari negara-negara yang merdeka dan sederajat, maka dari itu unsur yang harus
dibuktikan juga adalah adanya sejumlah negara didunia.
Siapa masyarakat internasional itu?
Masyarakat internasional itu pada hakikatnya ialah hubungan kehidupan antar manusia.
Masyarakat Internasional sebenarnya merupakan sauatu komplek kehidupan bersama
yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat atau dengan kata lain
merupakan sejumlah negara-negara di dunia yang sederajat dan merdeka yang mempunyai
kepentingan-kepentingan untuk melakukan hubungan secara tetap dan terus-menerus.
Hubungan internasional timbul karena adanya faktor saling membutuhkan antar negara
dalam berbagai kepentingan, misalnya kepentingan politik, ekonomi, budaya, ilmu
pengetahuan, sosial dan masih banyak lagi kepentingan-kepentingan dalam masyarakat
internasional yang dapat dijadikan dasar atau menimbulkan hubungan antar negara.
Apakah cukup dengan adanya hukum internasional yang menyebutkan siapa saja
masyarakat internasional?
Tentu saja tidak, karena negara-negara yang terikat tidak hanya disebutkan saja dalam
hukum internasional. Akan tetapi, harus berperan andil dalam melaksanakan hukum
internasional guna menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional tetap
terjaga dan menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang
teratur. Karena dalam sebuah negara pasti memiliki kepentingan bersama. Demi mencapai
tujuannya, negara-negara di dunia bekerja sama dengan kata lain negara-negara tersebut
memiliki hubungan Internasional baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan dan masih banyak lagi kepentingan-kepentingan yang ingin dicapai oleh
sebuah negara. Agar terciptanya hubungan yang baik maka perlu adanya hukum
internasional. Sebab hukum internasional menjamin kepastian dalam menjaga
kesinambungan hubungan Internasional.
Apa faktor pengikat non material?
Faktor pengikat non material ini adalah adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-
bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di masing-
masing negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa. Asas ini dikenal
dengan asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab dan merupakan
jelmaan dari hukum alam (Natural Recht). Adanya hukum alam mengharuskan bangsa-
bangsa didunia harus hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal
manusia dan naluri untuk mempertahankan pada jenisnya.

Bentuk Perwujudan Hukum Internasional

Dalam membahas tentang bentuk perwujudan Hukum Internasional. Maka hal ini dapat
ditinjau dari instrumen hukum yang membentuknya, artinya sangat bergantung kepada
luas ruang lingkup perjanjian atau kesepakatan para subjek hukum (negara) yang
membentuknya. Sejalan dengan pernyataan tersebut, bentuk perwujudan Hukum
Internasional dapat dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu:

1. Hukum Internasional Umum, universal atau global


Hukum Internasional umum (general) yaitu hukum internasional yang berlaku untuk
semua masyarakat internasional tanpa melihat aliran pemerintahan, agama, ras, sistem
ekonominya, dll. Di samping itu ada hukum internasional yang terbatas lingkungan
berlakunya, pada wilayah tertentu (region) tertentu yang disebut dengan hukum
internasional regional, hukum internasional khusus, yaitu hukum internasional khusus
yaitu hukum internasional yang khusus berlaku bagi masyarakat internasional tertentu
yang tidak didasarkan pada kepentingan regional tetapi kepentingan tertentu.
2. Hukum Internasional Regional atau Kewilayahan
Berkembang karena kebutuhan tertentu di suatu wilayah (region) tertentu. Misalkan
hukum mengenai suaka diplomatik (assylum diplomatic) yang tumbuh di negara-
negara Amerika Latin. Hukum internasional regional yang tumbuh karena kepentingan
di wilayah tertentu. Hukum regional itu:
1. Hukum internasional itu tidak perlu subordinat dengan hukum internasional umum
dan kemungkinan akan menjadi suplementer dari hukum internasional umum.
2. Keputusan pengadilan internasional yang memutus kasus sehubungan dengan
masalah regional dalam sengketa antara negara yang terletak pada satu region tertentu
dapat mempengaruhi perkembangan hukum internasional regional.
Dalam perkembangan timbulnya organisasi regional yang menyelesaikan masalah-
masalah regional, ini merefleksikan negara-negara dalam region tertentu berkelompok
membentuk organisasi regional untuk menyelesaikan masalah dalam kawasannya.
Misalkan European Coal and Steel Community yang didirikan 18 April 1951,
European Atomic Energy Community (EURATOM) yang didirikan berdasarkan
Konvensi Roma 25 Maret 1957 di Asia, misalkan Association of South East Asian
Nations (ASEAN).
3. Hukum Internasional Khusus
Tumbuh karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu, di mana kepentingan-
kepentingan itu disepakati untuk dituangkan dalam perjanjian multilateral dan peserta
pada perjanjian multilateral tersebut tidak terbatas pada region tertentu, tetapi lebih
ditekankan pada kepentingan bersama. Sebagai contoh pakta pertahanan Atlantik
Utara (NATO), anggotanya tidak terbatas pada region Atlantik Utara saja. Sebagai
contoh negara yang tergabung dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak
(Organization Petroleum Exporting Countries-OPEC).

Hukum Internasional dan Hukum Dunia

Kita mengenal hukum internasional dan hukum dunia, kedua sistem hukum itu
mengatur hubungan hukum dalam masyarakat internasional, namun kedua hukum itu
tidak sama karena berbeda pangkal tolak pemikirannya. Hukum internasional
didasarkan pada pemikiran hukum yang mengatur hubungan antara masyarakat
internasional. Aktivitas manusia membutuhkan adanya peraturan, dalam hubungan
yang melintasi batas negara maka aturan yang dibutuhkan adalah hukum internasional,
misalkan masalah polusi lingkungan, komunikasi dan transportasi di mana pada saat
ini sangat mudah orang mengadakan hubungan baik melalui media komunikasi
ataupun transportasi modern antara satu benua ke benua yang lain, pada saat ini orang
membicarakan pemanasan global yang akibatnya tak akan dapat ditanggulangi oleh
satu negara saja, tetapi membutuhkan kerja sama internasional. Eksploitasi ruang
angkasa diperlukan kerja sama dengan negara-negara di dunia demikian pula
pengendalian senjata Nuclear perlu adanya aturan yang disepakati oleh masyarakat
internasional. Untuk itu hukum internasional adalah merupakan kebutuhan bagi
masyarakat internasional. Hukum internasional terutama terwujud karena adanya
perjanjian internasional yang melahirkan ketentuan-ketentuan yang mengikat bagi
para pihak yang membuat perjanjian internasional tersebut sebagai tambahan adanya
kebiasaan-kebiasaan internasional yang timbul dalam praktek dari pergaulan negara-
negara yang diterima sebagai hukum dalam pergaulan mereka. Asas-asas umum
hukum (general principles of law) juga menjadi dasar dalam hubungan negara dalam
hubungan internasional. Hukum internasional sebagai hukum yang berlaku bagi
masyarakat internasional yang terutama terdiri dari negara-negara yang berdaulat dan
merdeka. Masing-masing negara itu berdiri sendiri dan berdaulat, suatu asas dalam
hukum internasional yaitu asas persamaan kedaulatan (sovereign equality) yang juga
dituangkan dalam Pasal 2 (1) Piagam PBB. Dalam pengertian ini maka tidak ada
negara atau organisasi internasional yang berdiri lebih tinggi di atas negara,hukum
yang mengatur hubungan antara negara-negara yang sederajat itu adalah hukum
internasional oleh karena itu hukum internasional itu bersifat koordinatif. Sedangkan
pada hukum dunia bertolak pada pemikiran bahwa ada kekuatan yang berkuasa di atas
negara-negara. Hukum dunia ini kekuasaannya meliputi negara-negara yang ada di
dunia ini dan hubungan hukum antara negara-negara dan kekuasaan yang di atas
negara tersebut didasarkan adanya hierarki kekuasaan dan hubungannya bersifat
subordinasi.

4.1 Mengapa Hukum Internasional Mengikat dan Dipatuhi/Ditaati? Apa yang menjadi
dasar kekuatan hukum internasional?

Mengenai permaslahan diatas Ada dua pendapat yang berkaitan dengan mengikat dan
dipatuhi/ditaatinya Hukum Internasional. Pendapat pertama, menyatakan bahwa daya ikat
Hukum Internasional lemah karena tidak mempunyai lembaga-lembaga yang lazim
diasosiasikan dengan hukum dan pelaksanaannya. Dalam hal ini Geoge Jelinek dan John
Austin menjelaskan bahwa Hukum Internasional itu tidak mengikat atau hukum
Internasional itu bukan dalam artian yang sebenarnya. Menurut beliua Hukum
Internasional itu bukan hukum, sebab didalam hukum Internasional tidak ada lembaga-
lembaga yang lazim diasosiasikan dengan hukum dan pelaksanaanya, sebagimana yang
menjadi pembentuk Hukum Internasional. Sebagaimana akan dijelaskan terhadap
perbedaan Hukum Nasional dengan Hukum Internasional, yang dimana jika didalam
Hukum Nasional memiliki 3 kelembagaan yang terdiri dari badan legislatif, eksekutif dan
yudikatif akan tetapi di dalam hukum Internasional di dalam sistem PBB hanya memiliki
General assembly (Majelis Umum), Security Council (Dewan Keamanan) dan
Internasional Court of Justice (Mahkamah Internasional). Sehingga dari perbedaan
tersebut dapat kita jelaskan mengenai perbedaan antara hukum Nasional dann Hukum
Internasional yang dimana perbedaannya itu terletak pada teori pembagian kekausaan
yang dimiliki oleh Hukum Nasional, akan tetapi didalam Hukum Internasional sendiri
hanya berfungsi sebagai analog dari ketiga lembaga pembagian kekuasaan. Akan tetapi
pada kenyataannya bahwa hukum Internasional itu dapat disejaajarkan dengan Hukum
adat dimana Moctar Kusumaatja menjelaskan tanpa adanya kelembgaan negara pun,
hukum adat tetap ada, salah satunya yang masih berkembang dan ada yaitu hukum adat.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya itu di dalam konteks keberadaa hukum
Internasional. Hukum Internasional itu dibutuhkan dan Hukum Internasional mengikat
masyarakat Hukum Internasional, karna hal tersebut dibenarkan berdasarkan Teoritis dan
Faktual. Lantas apa yang membenarkan teori Hukum Internasional disinilah Mochatr
Kusummaatmja menjelaskan melalaui 3 Teori dan 2 Mazhab yang memberikan suatu
pembenaran tentang dibenarkannya dan dibutuhkannya teori hukum Internasional:

Dalama rangka menjawab pertanyaan tersebut, terdapat 3 teori dan 2 mazhab

1. Teori Hukum Alam (Hugo Grotius), salah satu ciri dari teori ini adalah memiliki
ajaran agama yang sangat kuat. Hukum alam sendiri memiliki makna bahwa hukum
yang didasarkan pada hakikat manusia sebagai mahluk yan memiliki akal, sebagai
satu kesatuan kaidah yang diilhmankan alam kepada manusia. Sedangkan mrnurut
para penganut ajaran hukum alam ini sendiri, hukum Internasional itu saling mengikat
karena hukum Internasional itu tidak lain daripada hukum alam yang diterapkan pada
kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Moctar juga menjelaskan bahwa teori hukum
alam mengandung kelemahan, yang dimana dapat dikemumakkan bahwa apa yang
dimaksudkan dengan hukum alam itu sangat samar dan bergantung kepada pendapat
subyektif.
2. Kedua, Teori atas negara sendiri (George Jellineck) menurut aliran Teori ini,
dijelaskan bahwa pada dasarnya, negaralah yang menjadi dasar kekuatan mengikatnya
dan hukum Internasional itu mengikat karena negra-negara bersangkutan atas
kemauan sendiri untuk tunduk pada hukum Internasional. Teori ini mengandung
kelemahan yakni tidak dapat menjawab suatu pertanyaan, mengapa suatu negara baru,
sejak munculnya dalam masyarakat Internasional sudah terikat oleh hukum
internasional, lepas dari mau atau tidak maunya ia tunduk padanya.
3. Ketiga, Teori kehendak bersama-sama (Triepel) Menurut aliran Teori ini pada
dasarnya hukum internasional dapat mengikat bukan karena kehendak masing-masing
negara agar tunduk kepada hukum internasional. Akan tetapi, adanya kehendak
bersama-sama yaitu negara untuk tunduk pada hukum internasional. Teori ini juga
memiliki kelemahan yakni kekuatan yang mengikat hukum tersebut berdasarkan atas
kehendak subjek hukum yang tidak dapat menerima. Kehendak manusia tidak bisa
menjadi tolak ukur kekuatan hukum yang mengatur kehidupan.
4. Mazhab Wiena (Hans Kelsen) menurut mazhab ini menjelaskan bahwasanya dasar
dari mengikatnya hukum internasional bukan disebabkan dari kehendak negara
melainkan disebabkan oleh norma-norma hukum. Suatu kaidah yang lebih tinggi dapat
dijadikan pedoman sebagai kekuatan yang mengikat sebuah kaidah hukum
internasional. Sehingga sampailah kepada puncak piramida kaidah hukum tempat
terdapatnya suatu kaidah dasar (Grundnorm) yang tidak bisa dikembalikan ke kaidah
yang lebih tinggi lagi melainkan harus menerima sebuah hipotesa asal
(Ursprungshypothese) yang tidak dapat diterangkan secara hukum. Maka dari itu,
kaidah dasar yang dianut oleh mazhab ini adalah asas “pacta sunt servanda” sebagai
kaidah dasar (Grundnorm) hukum internasional. Kelemahan dari mazhab ini adalah
tidak menerangkan dengan jelas mengapa kaidah dasar itu dapat mengikat yang
menyebabkan sistem yang semula logis menjadi tergantung. Kan tidak mungkin
sebuah kekuatan mengikat hukum internasional didasarkan pada sebuah hipotesa.
5. Mazhab Perancis (Fauchile, Scelle dan Duguit) menurut mereka pada dasarnya suatu
hukum internasional yang mengikat terdapat faktor-faktor biologis, sosial dan sejarah
kehidupan manusia yang diberi nama “fakta-fakta internasional”. Dapat disimpulkan
bahwa kekuatan yang mengikat hukum internasional terdapat pada kenyataan sosial
masyarakat. Oleh karena itu, hukum yang mengikat itu mutlak agar dapat memenuhi
kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakat dan bernegara.

Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Persoalan hubungan hukum internasional dengan hukum nasional merupakan persoalan yang
menarik untuk kita pelajari lebih mendalam . Hukum internasional merupakan peraturan yang
mengatur persoalan lintas Negara. Hukum internasiaonal pada mulanya diartikan sebagai
perilaku dan hubungan antar Negara, namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum
internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Tidak dapat dielakkan bahwa hukum
internasional mempengaruhi hukum nasional. Hal ini dikarenakan tak terlepas dari suatu
Negara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat internasional. Negara-negara
yang ada pasti akan memiliki hubungan satu sama lain, baik itu hubungan antara dua Negara
saja maupun beberapa Negara. Hubungan ini akan melahirkan peraturan yang dipatuhi oleh
masing-masing Negara tersebut kemudian berkembang menjadi peraturan yang akan dipatuhi
bersama. peraturan bersama akan menjadi hukum yang tidak saja dipatuhi bersama sacara
berkelompok tetapi akan berlaku secara universal bagi setiap Negara tanpa terkecuali. Hukum
internasional juga dapat tercipta dengan adanya perjanjian atau kesepakatan dari kebiasaan
nasional suatu Negara yang dianut oleh banyak Negara, kebiasaan ini disepakati sebagai
hukum internasional. Hukum nasional dan hukum internasional sangat saling berhubungan.
Misalnya, dalam pembentukan suatu hukum internasional pasti dipengaruhi oleh hukum
nasional, dan tingkat kekuatan Negara tersebut juga akan mempengaruhi bagaimana arah
kebijakan hukum internasional yang akan dibentuk. Hal ini menunjukan pentingnya hukum
nasional masingmasing Negara dalam menentukan arah kebijakan hukum nasional. Dengan
begitu hukum internasional terpengaruh dengan hukum nasional. Dan yang menjadi
permasalahan yang penting untuk dibahas yaitu mengenai bagaimana hubungan antara hukum
internasional dengan hukum nasional. Hukum internasional dengan hukum nasional
sebenarnya saling berkaitan satu sama lainnya, ada yang berpandangan hubungan antara
kedua system hukum sangat berkaitan dan ada yang berpandangan bahwa kedua system
hukum ini berbeda secara keseluruhan. J.G Starke berpandangan terdapat dua teori dalam
mengenai hubungan hukum nasional dengan hukum internasional, yaitu teori dualisme dan
teori monisme. Teori dualisme didukung oleh Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini
sebagai teori kehendak, merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum internasional
merupakan system hukum yang terpisah dengan system hukum nasional. Menurut Tripel
terdapat dua perbedaan diantara kedua sitem hukum ini, yaitu: a. subjek hukum nasional
adalah individu, sedangakan subjek hukum internasional adalah semata-mata dan secara
eksklusifnya adalah negara-negara. b. Sumber-sumber hukum keduanya berbeda: sumber
hukum nasional adalah kehendaka negara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah
kehendak bersama dari negaranegara. Anzilotti menganut suatu pendekatan yang berbeda. Ia
membedakan hukum nasional dengan hukum internasional menurut prinsip-prinsip
fundamental dengan mana masingmasingsistem itu ditentukan.hukum nasional ditentukan
oleh prinsip fundamental bahwa perundang-undangan negara harus ditaati. Sedangkan system
hukum internasional ditentukan oleh prinsip pacta sunt servanda, yaitu perjanjian antara
negara harus dijunjung tinggi. Berdasarkan teori Anzelotti ini berarti pactasunt servanda tidak
dapat dikatanak sebagai norma yang melandasi hukum internasional. Pendapat J.G Starke ini
juga didukung oleh Burhan Tsani. Menurut burhan tsani ada dua paham mengenai hubungan
antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional, yaitu paham dualism dan paham
monisme. Menurut paham dualisme hukum nasional dengan hukum nasional merupakan dua
sistem hukum yang secara keseluruhannya berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum
nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional
merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah,tidak saling mempunyai hubungan
superioritas atau subordinasi. Namun secara logika paham dualisme akan mengutamakan
Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme
berpendapat hukum internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya.
Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu
hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya
lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai
dengan hukum internasional.9 Mochtar Kusumaatmadja berpendapat terdapat dua teori
mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional. Pertama, teori
voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional bukan persoalan ada atau
tidaknya hukum internasional ini pada kemauan Negara, dan yang kedua teori objektivis yang
menyatakan bahwa hukum internasional itu ada dan berlaku terlepas dari kemauan
Negara.Teori voluntaris dan objektivis pada dasarnya sama dengan paham dualisme dan
monime. Alasan yang diajukan oleh paham dualisme didasarkan pada alasan formal maupun
alasan yang didasarkan kenyataan. Diantara alas an-alasan yang terpenting dikemukankan
sebagai berikut:

a. kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukuminternasional


mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemauan Negara,
sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.

b. Kedua perangkat hukum memiliki subjek hukum yang berbeda. Subjek hukum nasional
adalah orang-perorangan baik dalam apa yang dikatakan hukum perdata maupun hukum
pidana, sedangkan subjek hukum nasional adalah Negara.

c. Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula
perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam
kenyataan seperti mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam bentuk yang sempuran
dalam lingkungan nasional. Alas an lain yang dikemukakan sebagai argumentasi yang
didasarkan atas kenyataan ialah bahwa daya laku atau keabsahan kaidah hukum nasional tidak
terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum nasional itu bertentangan dengan kaidah
hukum internasional.

Padangan dualisme ini memiliki beberapa akibat penting. Salah satu akibat terpenting bahwa
kaidahkaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber kepada perangkat
hukum lain. Dengan kata lain tidak ada tempat bagi persoalan hirarki antara hukum nasional
dengan hukum nasional. Akibat kedua ketentuan hukum internasional merupakan
transrormasi dari hukum nasional.

Perlu diketahui juga bahwa pada dasarnya itu Monisme dibagi menjadi dua yaitu:

1. Monisme dengan Primat Hukum Internasional, paham ini branggapan bahwa huum
nasional itu bersumber pada hukum Internasional yang pada dasrnya mempunyai
hirarkis yang lebih tinggi, maka supermasi hukum harus dibagikan kepada lebih dari
seratus negara-negara didunia dengan sistem yang amsing-masing berbeda.
2. Monisme dengan Primat Hukum nasional, paham ini beranggapan bahwa hukum
nasional lebihh utama kedudukannya daripada hukum internasional dan pada
haakekatnya hukum nasional adalah sumber dari Hukum Internasional. Teori ini juga
memepunyai kelemahan, hukum internasional seolah-olah hanya berupa hukum
tertulis, sehingga didasari oleh wewenang konstitusional negara.

Disamping itu juga terdapat 3 teori baru, yaitu:

1. Teori transformasi
Menurut teori ini peraturan-peraturan hukum internasional untuk dapat berlaku dan
dihormati sebagai norma hukum nasional harus melalui proses transformasi atau alih
bentuk, baik secara formal maupun substansial
2. Teori delegasi
Menurut teori ini, implementasi dari hukum internasional diserahkan kepada negara-
negara atau hukum nasionalnya itu masing-masing dan tidak perlu dialihkan,
melainkan langsung diterima. Negara lah yang berwenang memilih antara Hukum
Internasional yang akan diterapkan dan yang tidak akan diterapkan, bukan pada
masalah bentuk dan substansinya.
3. Teori harmonisasi
Menurut teori ini hukum internasional dan hukum nasional harus diartikan sedemikian
rupa bahwa antara keduanya memiliki kedekatan dan terdapat keharmonisan. Namun
tidak berarti bahwa keduanya tidak terjadi pertautan. Apabila terjadi pertautan, maka
salah satu harus mengalah dan tetap menjaga keharmonisannya.

Selain tiga teori diatas, perlu kita ketahui satu teori lagi yang perlu di tambahkan,
yaitu,

Teori Fungsional

Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional memiliki ciri, kedudukan, dan peranan
yang berimplikasi kepada FUNGSI dan SUBSTANSINYA bagi perkembangan dan
kemajuan dalam pergaulan masyarakat internasional. Oleh karena itu, antara Hukum
Internasional dam Hukum Nasional.

a. Tidak mungkin untuk saling meniadakan;


b. Tidak dapat diterapkan persoalan hirarki/pengutamaan yang satu daripada yang lain;
c. Tidak pula perlu untuk selalu dicari persamaan atau perbedaannya Dengan demikian,
yang perlu bagi keduanya adalah untuk selalu DICERMATI, DITELITI, dan
DIANALISIS baik ciri, kedudukan, maupun peranannya sebagai fenomena yang
selalu berubah, berkembang, dan berevolusi sesuai dengan KEBUTUHAN dalam
rangka EKSISTENSI masyarakat internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R.Agoes. 2015. Pengantar Hukum Internasional.


Bandung: PT Alumni

Setianingsih, Sri dan Wahyuningsih.2019. Hukum Internasional. Tangerang Selatan:


Universitas Terbuka

Rispalman.2017. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional.Jurnal Hukum


Islam, Perundang-undangan dan pranata sosial. Vol VII. No 1

Andi Tenripadang.2016. Hubungan hukum Internasional Dengan Hukum Nasional. Jurnal


Hukum Diktum, Volume 14. No 1

Firdaus. 2014. Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan


Nasional Indonesia. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Volume. No 1

Melda Kamil Ariadno. 2008. Kedudukan Hukum Internasional dal Sistem Hukum Nasional.
Jurnal Hukum Internasional, Volume 5. No 3

Dina Sunyowati. 2013. Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum Dalam Hukum
Nasional. Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 2. No 1

Kt. Diara Astawa. 2014. Sistem Hukum Internasional Dan Peradilan Internasional. Jurnal
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Th 27 Nomor 1

Anda mungkin juga menyukai