Anda di halaman 1dari 13

UTS

PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA


Dosen : Iswi Hariyani,S.H.,M.H

PETUNJUK

1. Ketik Jawaban saudara pada kertas A4, Spasi 1,5, Font Times New Roman. Format
pengumpulan PDF dengan penamaan (3NimAkhir_Nama_PPS A)
2. Jawaban di-submit di Sister maksimal hari Kamis, 12 November 2020, pukul 23.00
WIB.

SOAL

1. Dewasa ini Penyelesaian Sengketa atau (konflik) terutama di kalangan pebisnis, sudah
mulai beralih dari cara Litigasi ke non Litigasi yang dikenal dengan Alternative Dispute
Resolution (ADR). Mengapa demikian? Berikan penjelasan saudara dan kaitkan dengan
kelebihan dan kelemahan dalam ADR dan Litigasi!.
2. Dalam melakukan kegiatan, setiap pihak memiliki kepentingan. Tanpa adanya
kepentingan para pihak tidak akan dapat bekerjasama, namun dalam kegiatan tersebut
kadangkala bisa timbul Konflik Kepentingan (Interest Conflict). Sebut dan Jelaskan (3)
dasar kepentingan yang dapat menimbulkan konflik dan bagaimana pemecahannya?
3. Proses Negosiasi terdiri bukan dari satu aktivitas saja tapi berlanjut untuk masa waktu
tertentu yang membutuhkan strategi dan ketrampilan yang sesuai dalam setiap
tahapannya. Sebut dan Jelaskan Tahapan yang dilakukan dalam proses Negosiasi!.
4. Konsultasi mirip dengan pendapat mengikat karena sama-sama meminta saran dari ahli
hukum dan ahli bisnis terkait. Akan tetapi, keduanya cara tersebut juga punya perbedaan.
Jelaskan perbedaannya dan apa akibat hukumnya jika terjadi pelanggaran oleh salah satu
pihak? Dan bisakah diajukan Gugatan?.
JAWABAN

NO1. Perlu kita ketahui sebelumnya bahwa memang banyak sekali apalagi didunia
bisnis yang menyelesaikan permasalahannya melalui jalur Non-Litigasi jika
dibandingkan menggunakan jalur Litigasi, hal ini dilakukan oleh para pebisnis bukan
tanpa adasan alsasan yang kuat, melainkan didasarkan pada suatu alasan yang kuat
mengapa para pebisnis lebih memilih menyelesaikan permasalahan melalui jalur Non-
Litigasi, yang pertama yaitu:

a. Pada dasarnya jika kita para pebisnis menyelesaikan permasalannya melalui jalur
Litigasi atau melalui jalur pengadilan biasanya itu memerlukan waktu yang lama untuk
dapat menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak atau lebih. Selain itu
didalam menyelesaikan permasalahan di dalam pengadilan membutuhkan biaya yang
mahal dan belum lagi diatara kedua belah pihak pasti akan menimbulkan permusuhan.

b. Sehingga dengan adanya alasan dari permasalahan tersebut kita sebagai para pebisnis
lebih memilih menyelesaikan sengketa melalui jalur Non-Litgasi atau diluar pengadilan
melalui APS (alternatif penyelesain sengketa) atapun PPS (pilihan penyelesain sengketa)
antara APS dan PPS keduanya sama hanya saja penyebutannya yang berbeda. Hal ini
dilakukan oleh para pebisnis yang dimana lebih memilih menyelseaikan
permasalahannya diluar pengadilan karena pada dasarnya itu hasil akhirnya itu jika
mengguakan APS/PPS biasanya menggunakan solusi win-win solution. Selain itu
biasanya kerahasiannya antara kedua belah pihak bersifat terjaga dan tidak akan diumbar-
umbar kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Tidak hanya itu biasanya waktu yang
digunakan itu lebih cepat.

c. Tidak hanya itu akan tetapi juga ada alasan lain mengapa para pebisnis itu lebih
memilih APS/PPS dalam menyelesailan sengketa permasalahannya yang dimana para
pebisnis berpendapat dan berpandangan bahwa hal ini dilakukan semata-mata karena
adanya tuntutan bisnis (Time Is Money). Selain itu perlu kita ketahui bahwa pada
umumnya, bisanya jika kita para pebisnis memilih jalur Litigasi di dalam pengadilan,
Peradilannya itu tidak responsif dalam artian (Lambat, Mahal, Lama) dan juga biasanya
itu Hakim di pengadilan bersifat generalis, yang pada akhirnya menyebabkan Putusan di
Pengadilan tidak dapat menyelesaikan masalah antara kedua belah pihak.

Terkait dengan kekurangan dan keuntungan antara APS/ADR/PPS dengan LITIGASI


sudah saya kaitkan dan saya hubungkan menjadi satu kesatuan, akan tetapi disini saya akan
menjabarkan lebih jelas dan lebih rinci terkait kekurangan dan keuntungan anatara peyelesaian
kedua jalur diatas berdasarkan sumber buku bacaan dan beberapa jurnal, adalah sebagai berikut:
KELEBIHAN MEKANISME PPS/APS/ADR, yang dijelaskan menurut Takdir Rahmadi di
dalam bukunya yang berjudul MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI
PENDEKATAN MUFAKAT, dijelaskan sebagai berikiut:

1. Pada umumnya itu kegiatan penyelesaian sengketa melalui jalur Non-Litigasi, diselenggarakan
secara tertutup atau rahasia. Artinya bahwa hanya para pihak dan pihak ketiga yang menghadiri
jalannya proses dijalur tersebut misal didalam Negoisasi, Mediasi dan lain-lain, sedangkan pihak
lain yanng tidak terlibat tidak diperkenankan untuk menghadiri proses tersebut. Kerahasiaan dan
ketutupan ini juga sering menjadi daya tarik tertentu bagi kalangan pengusah yang tidak
menginnginkan maslah yang dihadapinya dipublikasikan.

2. Dalam proses penyelesaian sengketa melalui jalur Non Litigasi, pihak metril atau prinsipal
dapat secara langsung berperan serta dalam melakukan perundingan dan tawar-menawar untuk
mencari penyelesaian masalah tanpa harus diwakili oleh kuasa hukum masing-masing. Dalam
prosesnya para pihak dapat menggunakan bahasa sehari-hari yang lazim mereka gunakan dan
sebaliknya tidak perlu mengggunakan bahasa-bahasa atau istilah-istilah hukum yang lzim
digunakan oleh advokat dalam beracara dipersidangan pengadilan.

3. Sesuai sifatnya yang konsensual atau mufakat dan kolaboratif, proses penyelesaing sengketa
melalui jalur Non-Litigasi dapat menghasilkan penyelesain Win-Win Solution, sebaliknya jika
menggunakan jalur Litigasi akan menghasilkan keptusan Win Lose Solution.

4. Merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang murah dan tidak memakan banyak
waktu jika dibandingkan dengan proses Litigasi atau berpekara dipengadilan.

Sedangkan jika dilihat dari sumber yang diberikan dan dijelaskan oleh Yahya Harapah adalah
sebagai berikut:

5. Penyelesain bersifat Informal, Penyelesaian melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan


hukum. Kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum (legal term) kepada
pendekatan yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas
pembuktian ke arah persamaan persepsi yang saling menguntungkan (Yahya Harahap, 2008:
236).
6. Bebas emosi dan dendam, di dalam Penyelesaian sengketa melalui perdamaian, meredam
sikap emosional tinggi dan bergejolak, ke arah suasana bebas emosi selama berlangsung
penyelesaian maupun setelah penyelesaian dicapai. Tidak diikuti dendam dan kebencian, tetapi
rasa kekeluargaan dan persaudaraan (Yahya Harahap, 2008: 238).

KEKURANGAN PPS/APS/ADR, yang dijelaskan menurut Takdir Rahmadi:

1. Penyelesain sengeketa melalui jalur Non-Litigasi hanya dapat diselenggarakan secara efektif
jika para pihak memiliki kemauan atau keinginan untuk menyelesaikan sengketa secara
konsensus. Jika hanya salah satu pihak saja yang memiliki keinginan menempuh melalui jalur
Non-Litigasi, sedangkan pihak lawannya tidak memiliki keinginan yang sama, maka tidak akan
pernah terjadi dan jikapun terlaksana tidak berjalan efektif. (Takdir Rahmadi, 2011: 27).

2. Apabila para pihak tidak memiliki itikad baik maka akan dapat memanfaatkan proses jalur
Non-Litigasi sebagai taktik untuk mengulur-ngulur waktu penyelesaian sengketa, misalnya
dengan tidak mematuhi sesi-sesi yang terjadi didalam prosesnya atau sekedar berunding hanya
untuk memperoleh informasi tentang kelemahan pihak lawan. (Takdir Rahmadi, 2011: 27).

3. Beberapa kasus mungkkin tidak diselesaika melalui jalur Non-Litigasi, terutama kasus-kasus
yang berkaitan dengan masalah ideologis dan nilai-nilai asar yang tidak menyediakan ruang bagi
para pihak untuk melakukana kompromi-kompromi. (Takdir Rahmadi, 2011: 27).

4. PPS/APS dipandang tidak tepat untuk digunaka jika maslaah pokok dalam sebuah sengketa
adalah soal penentuan hak karena sengekta soal penentuan hak haruslah diputus oleh hakim.
(Takdir Rahmadi, 2011: 28).

5. Tidak akan efektif apabila tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan
untuk mengambil suatu keputusan.

6. Sulit berjalan dengan baik apabila para pihak berada dalam situasi atau posisi yang
mempunyai kewenangan yang tidak seimbang atau berat sebelah (misalnya jika salah satu pihak
mempunyai kedudukan atau kekuatan yang jauh lebih besar).

7. Memungkinkan untuk membuat sautu kesepakatan yang kurang menguntungkan bagi salah
satu piihak.
KELEBIHAN JALUR LITIGASI, yang telah dijelaskan didalam jurnal yang berjudul
PENYELESAIAN SENGKETA YANG EFEKTIF DAN EFISIEN MELALUI
OPTIMALISASI MEDIASI DI PENGADILAN oleh Indriati Amarti, dijelaskan bahwa
kelebihan jika menggunakan jalur litigasi yaitu:

1. Adanya kepercayaan bahwa pengadilan merupakan tempat untuk memperoleh keadilan seperti
yang mereka kehendaki.

2. Kepercayaan bahwa pengadilan merupakan lembaga yang mengekspresikan nilai-nilai


kejujuran, mentalitas yang tidak korup dan nilai-nilai utama lainnya.

3. Waktu dan biaya yang mereka keluarkan tidak sia-sia.

4. Bahwa pengadilan merupakan tempat bagi orang untuk benar-benar memperoleh perlindungan
hokum.

5. Prosesnya dilakukan secara formal melalui lembaga peradilan.

6. Keputusannya itu dibuat oleh hakim dan tidak boleh meliatkan kedua belah pihak.

7. Berorientasi pada fakta-fakta hukum yang ada.

8. Proses persidangan dilakukan secara terbuka.

9. Keputusan yang dibuat bersifat final, memaksa dan tidak dapat diganggu gugat.

KEKURANGAN JALUR LITIGASI, telah dijelaskan didalam buku Frans Hendra Winarta.
Hukum Penyelesaian Sengketa, yaitu:

1.Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan menghasilkan suatu keputusan yang bersifat
adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama karena menghasilkan suatu
putusan win-lose solution. Sehingga pasti akan ada pihak yang menang pihak satunya akan
kalah, akibatnya ada yang merasa puas dan ada yang tidak sehingga dapat menimbulkan suatu
persoalan baru di antara para pihak yang bersengketa.

2. Proses penyelesaian sengketa yang lambat, waktu yang lama dan biaya yang tidak tentu
sehingga dapat relative lebih mahal.
3. Proses yang lama tersebut selain karena disebabkan banyaknya perkara yang harus
diselesaikan tidak sebanding dengan jumlah pegawai dalam pengadilan, juga karena terdapat
tingkatan upaya hukum yang bisa ditempuh para pihak sebagaimana dijamin oleh peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia yaitu mulai tingkat pertama di Pengadilan Negeri,
Banding di Pengadilan Tinggi, Kasasi di Mahkamah Agung dan yang terakhir Peninjauan
Kembali sebagai upaya hukum terakhir. Sehingga tidak tercapai asas pengadilan cepat,
sederhana dan biaya ringan.

4. Terkadang hakimnya itu yang memerikasa perkara tidak berpengalaman. Sebagai pemimmpin
tertinggi persidangan, hakim tentu harus memahami dan mengetahui segaala jenis hukum juga
perundangganya. Oleh karena kedua belah pihak tidak diperbolehkan memilih pemimpin
persidangan, maka hakim terpilih harus bersifat netral dan adil.

5. Kepastian hukum yang tidak stabil. Indonesia memiliki 3 lembaga hukum, yaitu Pengailan
Negri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agusng. Jika keputusan Pengadilan Negri dianggap
kurang memuaskan, pihak yang kalah bis mengajukan banding dan kasasi yang tentunya akan
memakan banyak waktu.

NO.2 Menurut Chistopher W. Moore menjelaskan bahwa terdapat 3 dasar kepentingan yang
dapat menimbulkan konflik yaitu:

1. Preceived or actual competition over substantive (content), adanya perasaan atau


persaingan diantara para pihak dalam kepentinngan yang bersifat subtansi. Dijelaskan juga
bahwa, Kepentingan Subtansi itu merupakan suatu permasalahan nyata/sesungguhnya dari suatu
konflik yang dihadapi oleh para pihak.

2. Procedural Interest, kepentingan-kepentingan yag lebih bersifat prosedur atau tata cara.
Dijelaskan juga bahwa, Kepentingan Prosedural itu merupakan keprntingan para pihak untuk
merasakan perasaan aman dan nyaman ketika melakukan langkah-langkah dalam pross mediasi.
Kepentigan prosedural mereka terpenuhhi misalnya apabila mereka menjumpai/mengalami
kesempatan untuk berbicara dengan pihak lawannya dengan bertatapan muka, kesempatann yang
dihasilkan bersifat mengikat dan dapat dilaksanakan, adanya keterbukaan dan itikad baik dari
para pihak, minimnya paksaan dan kesempatan untuk berpatisipasi dalam mengambil keputusan
dalm proses mediasi.

3. Psychological Interest, kepentingan-kepentingan yang lebih bersifat psikologis. Di jelaskan


juga bahwa, Kepentingan psikis, psikologis ataupun praktis merupakan kepentingan para pihak
untuk diperlakukan sebbagaimana keinginanan psikis mereka. Para pihak memerlukan perasaan
diperhatikan, dihormati, rasa aman dalam memberikan kepercayaannya baik kepada mediator
maupun pihak lain dalam proses mediasi.

Sehingga dengann adanya 3 Kepestingan dasar diatas dapat kita seleaikan atau kita pecahkan
dengan menggunakan beberapa pendekatan yang perlu kita lakukan diantaranya:

1. Fokuskan pesoalan pada kepentingan (interest) dan bukan kepada poosisi (position)

2. Temukan kritetia obyektif untuk megukur atau menentukan sesuatu

3. Kembangkan penyelesaian yang terpadu yang memenuhi/mengakomodir kebutuhan para


pihak

4. temukan cara-cara yang dapat mengembangkan pilihan-pilihan dari sumber daya yang ada

5. Kembangkan sitem penukaran (trade off) untuk memenuhi kebutuhan para pihak.

Selain dengan menggunakan pendekatan diatas Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2009)
menyatakan bahwa pada dasarnya cara menyelesaikan konflik kepentingan dengan melakukan
perbaikan dari nilai, sistem, pribadi dan budaya. Adapun prinsip-prinsip dasar untuk
meyelesaikannya anatara lain:

1. Mengutamakan kepentingan konflik.

2. Menciptakan keterbukaan penangana dan pengawasan konflik kepentingan.

3. Mendorong tangguh jawab pribadi dan sikap keteladananan.

NO.3 TAHAPAN DALAM PROSES NEGOISASI menurut Leonard Greenhalgh (2001: 210-
18 dalam Lewicki et al, 2003:204), yaitu :

1. Tahap Persiapan dijelaskan bahwa:


a. Tahapan pertama yang perlu dilakukan oleh negosiator, adanya persiapan yang dilakukan
dalam proses negosiasi. Sebelum melakukan negosiasi, para pihak perlu melakukan
penetapan lokasi dan waktu pertemuan serta siapa yang harus menghadiri pertemuan
negosiasinya. Pembatasan jangka waktu pelaksanaan negosiasi juga dapat membantu
untuk mencegah perselisihan yang berkelanjutan.
b. Pada tahap ini negosiator harus memiliki bekal dan pengalaman yang banyak sehingga
dapat memastikan semua fakta terkait dari situasi yang diketahui dan untuk memperjelas
posisi pihak yang akan bernegosiasi berdasarkan wawasan disertai pengalamannya.
c. Melakukan persiapan sebelum membahas suatu permasalahan ini akan membantu
menghindari konflik lebih lanjut dan sangat menentukan kesuksesan keberhasilan dalam
bernegosiasi.
d. Selainn itu sebagai tahap pertama, didalam tahap persiapan ini negoisator harus
mengannalisis hal-hal apa yang dianggap penting selama proses negoisasi termasuk
menentukan jalannya tujuan dan kepentingan negoisator, serta berfikir ke depan
bagaimana cara untuk dapat bekerjasama dengan pihak lain (Lewicki et al, 2007:93)

2.Tahap Penyususnan atau membangun hubungan dijelaskan bahwa,


a. Dalam tahap ini, perlu adanya penyusunan atau langkah-langkah dari tahap awal dan
akhir yang dapat mempengaruhi kualitas negosiasi tersebut. Sehingga akan ada panduan
yang bisa digunakan masing-masing pihak ketika proses negosiasi akan berlangsung.
b. Penyusunan dilakukan agar negosiasi dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan skema
penyusunan yang telah direncanakan. Setiap individu atau anggota dari masing-masing
pihak akan melakukan diskusi dengan mengajukan kasus permasalahan mereka.
c. Keterampilan yang diperlukan dalam tahap ini adalah bertanya, mendengarkan dan
mengklarifikasikan. Membuat catatan juga sangat membantu selama tahap diskusi
terutama pada poin yang diajukan dan poin-poin yang perlu diklarifikasikan.
d. Selain itu diperlukan juga adanya menjalin hubungan anatara para negoisator, hal ini
perlu dilakukan sebab agar dapat saling mengenal antara satu sama lain. Dengan saling
mengenal maka antara negoisator dapat dengan mudah unntuk memahami dalam
menentukan strateggi (Lewick et al, 2003:14). Sebab dengan membangun hubungan yang
baik sejak awal akan mempermudah jalannya dan hasil dari negoisasi tersebut (Lewick et
al, 2007:93)
3. Tahap Pengumpulan data atau informasi, dijelaskan bahwa:
a. Pengumpulan data terkait dengan kepentingan dan sudut pandang dari kedua pihak yang
berselisih yang telah didiskusikan bersama perlu diklarifikasikan. Seorang negosiator
harus mampu membaca karakteristik seseorang dari masing-masing kedua belah pihak
sehingga dapat mengetahui gaya pembicaraan dan sudut pandangnya. Hal itu
dimaksudkan agar dimungkinkan untuk membangun landasan bersama.
b. Pengumpulan data dan klarifikasi merupakan bagian penting dalam proses negosiasi
sehingga tidak terjadi kesalahpahaman yang akan menyebabkan masalah baru.
Pengumpulan data tersebut mempunyai banyak peran untuk menentukan strategi apa
yang digunakan sehingga akan tercapai hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
c. Selain itu negoisator harus memastikan bahwa data dan innformasi yang dimilikinya
harus valid dan bersifat relevan, sehingga juga dapat digunakan unntuk penerapan strategi
sesuai dengan kondisi yang berlaku pada saat itu.
4. Tahap Penggunaan Informasi, dijelaskan bahwa:
a. Pada tahap ini umumnya para negoisator telah menyadari kepentingan satu sama lain
sehingga berupaya untuk merakit cikal bakal dari kesepakatan yang saling
menguntungkan (Lewick et al,2007:93).
b. Selain itu juga diperlukan adanya pemahaman antara satu negoisator dengan yang lainnya
agar tidak terjadi kesalahpahaman atau mis kommunikasi.
c. Tahap penggunaan informasi ini juga dapat disebut sebgai tahap konseptualisasi, karena
semua pihak negoisasi terlibat dalam menentukan agenda bersama.
5. Tahap Penawaran, dijelaskan bahwa:
a. Negoisasi harus mengharuskan semua piihak harus berpikira terbuka karena semua pihak
yang terlibat dalam negoisasi dibutuhkan untuk membuat bentuk kompromi dengan
tawaran mereka sehingga tercapainya sebuah kepercayaan dan kepentingan yang
mewakili semuanya dapat mengunntungkan.

6. Tahap Perjanjian, dijelaskan bahwa:


a. Perjanjian dapat dicapai setelah pemahaman tentang sudut pandang dan kepentingan
kedua belah pihak telah dipertimbangkan. Sangat penting bagi semua orang yang terlibat
untuk tetap berpikiran terbuka untuk mencapai solusi yang dapat diterima oleh pihak-
pihak yang memiliki perbedaan. Kesepakatan apa pun harus dibuat sangat jelas sehingga
kedua belah pihak tahu apa yang telah diputuskan.
b. Di dalam tahap ini diantara kedua belah pihak harus meyakinkan diri bahwa mereka
mencapai kesepakatan tanpa berat sebelah; dalam artian tidak ada pihak yang merasa
dirugikan atau hanya dimanfaatkan (Lewick et al,2007:94)
7. Menerapkan Kesepakata dari Hasil Perjanjian, dijelaskan bahwa:
a. Yang terakhir adalah menerapkan perjanjian yang telah disepakati bersama, sehingga
nantinya tidak akan ada masalah dibelakang karena telah ada kesepakatan baik tertulis
ataupun tidak tertulis dalam sebuah negosiasi.
b. Dalam menerapkan kesepakatan inilah yang menentukan negosiasi berhasil atau
tidaknya. Kesepakatan harus disetujui kedua belah pihak yang disaksikan oleh badan
hukum yaitu Notaris, sehingga akan aman dan adil ketika sudah disetujui dan disaksikan
bersama dalam kesepakatan tersebut.

NO.4 PERBEDAAN ANTARA KONSULTASI & PENDAPAT MENGIKAT


1. Dijelaskan didalam rumusan Blacks Law Dictonary oleh Bryan A. Garner bahwa pada
prinsipnya itu didalam KONSULTASI biasanya merupakan suatu tindakan yang bersifat
personal anatara suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu saja,
yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan yang
memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan kebutuhan
klienya. Sedangkann di dalam PENDAPAT MENGIKAT biasanya harus melibatkan
anatara kedua belah pihak yang terlibat didalam proses pendapat mengikat tersebut yang
pada dasarnya harus dilandaskan pada kesepakatan bersmama oleh kedua belah pihak
tanpa adanya unsur paksaan.
2. Dijelaskan didalam jurnal yang berjudul ALTERNATIF PENYELESAIN SENGKETA
BISNIS DI LUAR PENGADILAN oleh NEVEY VARIDA ARIANI, bahwa pada
dasarnya itu di dalam KONSULTASI menyatakan bahwa tidak ada suatu rumusan yang
menyatakan sifat ketertarikan atau kewajiban unntuk memenuhi pendapat yang telah
disampaikan oleh pihak konsultan. Sedangkan didalam PENDAPAT MENGIKAT yang
dijelaskan berdasarkan PERATURAN BADAN ARBITASE PASAR MODAL
INNDONESIA NOMOR 01/BAPMI/12.2014 bahwa pada dasarnya itu sesuai dengan
namanya bahwa pendapat ini bersifat final dan mengikat para pihak yang memintanya,
oleh karena itu tidak dapat diajukan perlawanan atau bantahan.
AKIBAT HUKUM
Perlu diketahu bahwa pada dasarnya itu di dalam konsultasi tidak akibat hukum, sebab
pada dasrnya sudah jelaskan didalam Blacks Law Dictionary oleh Bryan A. Garner,
bahwa konsultasi itu hanya berperan untuk memberikan penjelasan atau pencerahan dari
suatu masalah yang dihadapi oleh klienya, mau itu diambil atau tidak, itu bukan
merupakan suatu permaslahan sebab pada umumnya itu, tidak ada suatu rumusan yang
menyatakan sifat keterikatan atau kewajiban untuk memenuhi dan mengikiti pendapat
yang disampaikan oleh pihak konsultan. Dalam hal ini sudah jelas bahwa klien bebaas
unntuk menentkan sendiri keputusan yang akann ia ambil untuk kepentingganya sendiri,
walau demikian tidak menutup kemungkinan unntuk klienya dapat mempergunakana
pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Sedangkan bagi Pendapat
Mengikat seperti yang dijelakan di dalam Pasal 19 ayat 5 menyatakan bahwa “Para pihak
menyatakan dan setuju bahwa setian tuntutan terhadap BAPMI (termasuk pengurusan
dan atau biaya personil sekretariat) yang dibuat dengan melanggar ketentuan ayat 1 dan
2 adalah merupakan suatu kerugin yang besar bagi BAPMI. Oleh karena itu BAPMI
berhak untuk melalukan penuntutan kepada para pihak atas ganti rugi secara penuh biaya
hukum yng telah BAPMI keluarkan. Dalaam hal ini sudah dijelaskan bahwa bagi
siapapun diatara kedua belah pihak yang tidak melaksanakan Pendapat Mengikat maka
akan dapat dikenakan sanksi moral dan denda yang telah sesuai di dalam perjajian.
APAKAH BISA DI AJUKAN GUGATAN?
Pada dasarnya didalam konsultasi itu tidak dapat diajukan gugatan sebab telah dijelaskan
didalam jurnal yang berjudul Alternatif Penyelesain sengketa Bisnis Di luar
Pengadilan, dijelaskan bahwa didalm konsultasi, konsultan hanyalah berperan sebagai
memberikan pendapat (hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang unntuk
selanjutnya keputusan mengenai penyelesain sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh
pihak, walaupun teradang pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan
bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para piihak yang
bersengketa teersebut. Akan tetapi perlu diingat bahwa konsultan itu dgunkana hanya
sebatas memberikan pendapat saja dan tidak lebih. Sedangkan didalam Pendapat
Mengikat pun sama, keduanya juga tidak bisa diajukan Gugatan, jika mengacu pada
pendapat mengikat hal ini karna didalam putusan pendapat mengikat ini siifatnya final
dan harus dilaksakan sesuai dengan prosedur tanpa adanya bantahan atau perkecualian,
yang dimana sesuai dengan Pasal 1338 KUHP mendefinisikan “semua perjanjian yang di
bua secara sah berlaku sebagai undang-uundang bagi mereka yang membuatanya”. Selain
itu juga dijelaskan didalam PERATURAN BADAN ARBITASE PASAR MODAL
INDONESIA NOMOR 01/BAPMI/12.2014 Pasal 19 ayat 2 bahwa “Para pihak tidak
dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap BAPMI (termasuk pengurus, Arbiter dan
personil sekretariat yang berkenaan dengan:
a.Setiap layanan BAPMI
b. Setiap usaha yang dilakukan oleh BAPMI
c. Sengketa yang didaftarkan
d. Setiap keputusan yang dibuat
e. Setiap tindakan para pihak
f. setiap tinndakan yang dilakukan dengan hukum atau perintah pengadilan.

DAFTAR BACAAN
PERATURAN BADAN ARBITASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR
01:/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT
MENGIKAT
I Gst Agung Istri Oktia Purnama Dewi dan A.A.Ngr. Wirasila, PERAN BADAN ARBITRASE
PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF, hal
4
Nevey Varida Ariani, ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI LUAR
PENGADILAN, Jurnal RechtsVinding, volume 1 No 2, Agustus 2012
Rahmadi,Takdir. 2010. Mediasi; Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufaka.
Rajawali Pers
Winata, Frans Hendra.2012, Hukum Penyelesian Sengketa, Sinar Gravika Jakarta
Lewicki, Roy J, et al. 2003. Negotiation: Exercise, Reading and Case. Mac Graw-Hill, PP,
30-33,240-3
Denny Zainuddi, Analisis Penanganan Konlik Antar Organisasi Kemasyarakatan di
Sumatera Utara (Medan) dan Jawa Tengah (surakarta), Jurnal Hak Asasi Manusia, Vol
7 No1. Juli 2016
Indriati Amarini, Penyelesaian Sengketa Yang Efektif dan Efisien Melalui Optimalisasi
Mediasi di Pengadilan, Jurnal Kosmik Hukum, Vol 16, No 2, Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai