Anda di halaman 1dari 7

RESUME KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG

HUKUM LAUT INTERNASIONAL


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum internasional
Dosen Pengampu : Agus Prasetia Wiranto, SH, MH.

Nama : Kumala Cantika Sari


NIM : 30302200017
Kelas :A

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention
on the Law of the Sea, UNCLOS) juga disebut Konvensi Hukum Laut Internasional atau Hukum
Perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III) yang berlangsung dari tahun 1973
sampai dengan tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab
negara dalam penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan,
dan pengelolaan sumber daya alam laut. Konvensi disimpulkan pada tahun 1982, menggantikan
perjanjian internasional mengenai laut tahun 1958. UNCLOS diberlakukan pada tahun 1994,
setahun setelah Guyana menjadi negara ke 60 untuk menandatangani perjanjian. Untuk saat ini
telah ada 158 negara, termasuk Uni Eropa, telah bergabung dalam konvensi.
Dalam perumusan konvensi ini, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima
instrumen ratifikasi dan aksesi, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan dukungan
untuk pertemuan negara-negara peserta konvensi. PBB tidak memiliki peran operasional langsung
dalam pelaksanaan konvensi. Peran PBB hanyalah melalui organisasi-organisasi dunia yang
menangani masalah-masalah maritim dan kelautan seperti Organisasi Maritim Internasional.
Hukum Laut Internasional
Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan
hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh daratan
dan atau organisasi maupun subyek hukum internasional lainnya, yang mengatur mengenai
kedaulatan negara atas laut, yuridiksi negara dan hak-hak negara atas perairan tersebut. Hukum
laut internasional mempelajari tentang aspek-aspek hukum dilaut dan peristiwa-peristiwa hukum
yang terjadi di laut.
Dalam beberapa puluh tahun belakangan ini sejak dicetuskannya konsepsi “common
heritage of mankind” dalam Sidang Majelis Umum PBB di tahun 1967,1 hukum laut internasional
publik telah mengalami proses perubahan yang sangat mendasar dan menyeluruh. Perubahan-
perubahan yang telah terjadi berupa bertambahnya kekuasaan negara atas laut hingga 200 mil dari
pantai,2 bertambahnya wewenang negara tepi (riparian state) atas lalu lintas kapal di selat dan
bertambahnya wewenang negara untuk mengambil tindakan-tindakan perlindungan lingkungan
laut.
Hukum laut internasional yang hingga kini belum selang beberapa lama merupakan
penjelmaan supremasi negara maritim besar di lautan berdasarkan doktrin “mare liberum” (laut
bebas) Hugo Grotius3 dengan demikian telah mengalami transformasi menjadi suatu perangkat
ketentuan hukum yang menggambarkan keseimbangan antara kepentingan negara maritim dan
negara non-maritim yang lebih baik.
Penerapan di Indonesia
Sebelum adanya UNCLOS, Indonesia telah meratifikasi Deklarasi Djuanda pada 13
Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia saat itu, Djuanda Kartawidjaja sebagai aturan
dasar tentang hukum wilayah laut di Indonesia. Deklarasi tersebut menggantikan kebijakan
Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) yang diterbitkan pada tahun 1939
oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kebijakan TZMKO menyatakan bahwa laut daripada Indonesia memiliki lebar 3 mil
diukur dari garis air rendah dari masing-masing pulau di Indonesia sesuai dengan hukum
internasional yang berlaku pada saat itu. Tetapi di tahun 1939 jaman itu TZMKO tidak menjamin
kesatuan wilayah Indonesia karena letak Indonesia yang terpisah-pisah antara pulau-pulau serta
laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut adalah perairan internasional. Selain itu, dengan
batas 3 mil, kapal-kapal asing bisa dengan bebas keluar-masuk wilayah Nusantara "Indonesia
sekarang".
Sedangkan Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa semua perairan di sekitar, di antara dan
yang menghubungkan pulau-pulau yang masuk daratan NKRI adalah bagian-bagian yang tak
terpisahkan dari wilayah yurisdiksi Nusantara yakni Republik Indonesia. Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini kaya akan adat dan kebudayaan yang diwariskan oleh generasi sebelumnya
yang membudaya di seluruh wilayah Nusantara NKRI saat ini, kesatuan Indonesia tetap menjadi
hal yang sangat penting dalam menjaga keutuhan negara kesatuan Indonesia dengan pondasi dasar
hukum Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945 pasal 36B "Negara menjamin kesatuan bangsa dan
kesatuan wilayah Indonesia dengan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 dengan
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan prinsip negara hukum" Negara harus mutlak
memastikan bahwa hak asasi manusia Adat dan Budaya di hormati dan prinsip struktur tahapan
negara hukum di jalankan dengan sebenar-benarnya dalam menjaga Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Bentuk ratifikasi paling awal dari UNCLOS adalah dengan disahkannya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) dan dicantumkan pada Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1985 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3319 Tahun 1985. Hal ini juga dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Hukum batas wilayah laut terluar Indonesia diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia.
Sebagai tindak lanjut atas ratifikasi UNCLOS tersebut, kini Indonesia sejak tahun 2014
telah memiliki payung hukum yang menekankan kewilayahan laut Indonesia yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang disahkan pada tanggal 17 Oktober
2014, dan dicantumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603.
Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982
Wilayah laut Indonesia diatur berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional. Kekuasaan
wilayah laut Indonesia meliputi laut teritorial, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Wilayah laut negara Indonesia yang menjadi wilayah kekuasaan negara berdasarkan Konvensi
Hukum Laut Internasional yakni sebagai berikut:
✓ Laut Teritorial
Laut teritorial adalah wilayah laut yang berjarak 12 mil dari garis dasar ke arah laut
lepas. Jika lebar lautan yang membatasi dua negara kurang dari 24 mil, maka garis teritorial
ditarik sama jauh dari setiap negara yang berbatasan laut.
Di laut teritorial, negara mempunyai hak kedaulatan penuh, tetapi menyediakan jalur
pelayaran lalu lintas damai, baik di atas maupun di bawah laut. Negara lain dapat berlayar
di wilayah laut teritorial atas izin dari pemerintah Indonesia.
✓ Landas Kontinen
Landas Kontinen adalah dasar laut yang secara geologi maupun geomorfologinya
merupakan lanjutan dari benua yang terendam oleh air laut dengan kedalaman kurang dari
150 meter. Batas landas kontinen diukur dari garis dasar ke arah laut dengan jarak paling
jauh 200 mil laut.
Jika terdapat dua negara yang berdampingan di batas landas kontinen, maka batas laut
akan dibagi dua sama jauh dari garis dasar setiap negara. Indonesia terletak di antara Landas
Kontinen Asia dan Australia. Pada landas kontinen, suatu negara memiliki hak dan
wewenang untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, seperti
ikan dan barang tambang, dengan selalu menghormati dan tidak mengganggu jalur
pelayaran internasional.
✓ Zona Ekonomi Eksklusif
Zona Ekonomi Eksklusif merupakan wilayah laut yang berjarak 200 mil laut dari garis
dasar ke arah laut lepas. Dalam ZEE, negara yang bersangkutan memiliki priorotas untuk
mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, baik sumber daya hayati maupun
sumber daya non hayati di permukaan, di dalam, dan di dasar laut untuk kesejahteraan
bangsa. Negara lain memiliki kebebasan untuk pelayaran serta pemasangan kabel dan pipa
di bawah permukaan laut.
Jadi, wilayah laut suatu negara yang jaraknya 200 mil laut diukur dari pantai disebut
zona ekonomi eksklusif atau ZEE. Laut punya pengaruh besar terhadap kehidupan manusia,
baik dari sumber daya ikan dan biota laut lainnya, energi, sumber mineral, hingga
manfaatnya terkait siklus hidrologi, seperti penyeimbang suhu dan penyumbang uap air
paling potensial.
Adapun pembahasan pada Konferensi Hukum Laut Internasional kedua namun tidak mencapai
sepakat, yaitu :
1. Tentang Rezim Selat
2. Tentang Hak Negara Pantai di bidang perikanan laut
3. Tentang pendefinisian Landas Kontinen secara pasti
4. Perjuangan Indonesia terhadap Wawasan Nusantara

Sejarah singkat Hukum Laut Internasional


Laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas
di seluruh permukaan bumi. Konsepsi hukum laut internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah
pertumbuhan hukum laut internasional yang mengenal konsepsi res communis dan konsepsi res
nullius. Res communis menyatakan bahwa laut merupakan milik bersama masyarakat dunia,
sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara. Sedangkan res nullius
menyatakan bahwa laut tidak ada yang memiliki, oleh karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh
masing-masing negara.
Secara historis, terdapat pengakuan Paus Alexander VI tahun 1493 atas tuntutan Spanyol
dan Portugal, yang membagi samudra di dunia untuk kedua negara. Sebelah barat meridian
menjadi milik Spanyol, dan bagian timurnya milik Portugal. Pembagian oleh Paus Alexander VI
diperkuat oleh Perjanjian Todesillas tahun 1494.
Selain itu, terdapat doktrin mare liberium yang dikemukakan Grotius yakni laut hanya bisa
terjadi melalui possession, melalui okupasi. Sedangkan okupasi sendiri hanya bisa terjadi atas
barang-barang yang dapat dipegang teguh. Untuk dapat dipegang teguh maka barang tersebut
harus ada batasnya. Laut adalah sesuatu yang cair dan tidak memiliki batas, sehingga laut tidak
dapat diokupasi.
John Selden memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, laut dapat dimiliki oleh
negara-negara pantai. Maka, laut bukan merupakan mare liberium, melainkan mare clausum.
Namun, pada akhirnya tercapai kompromi dimana Grotius mengakui bahwa laut sepanjang pantai
suatu negara dimiliki sejauh yang dapat dikuasai dari darat. Perkembangan hukum laut berikutnya
terjadi sesudah Perang Dunia II ditandai dengan pembatasan terhadap kebebasan di laut lepas,
yakni proklamasi oleh Presiden Truman, Amerika Serikat tahun 1945 tentang landas kontinen.
Proklamasi Truman kemudian diatur dalam Konvensi Jenewa IV tahun 1958 mengenai landas
kontinen sebagai kaidah hukum yang universal.
Sejarah UNCLOS
United Nations on the Law of the Sea 1982 (“UNCLOS”) adalah sebuah perjanjian
internasional yang lahir dari hasil konferensi atau pertemuan bangsa-bangsa yang difasilitasi oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”) atau United Nations (“UN”).
Konferensi Hukum Laut I tahun 1958 dilaksanakan di Jenewa dan menghasilkan 4 konvensi antara
lain tentang:
✓ Laut teritorial dan zona tambahan.
✓ Laut lepas.
✓ Perikanan dan perlindungan kekayaan hayati laut lepas.
✓ Landas kontinen.
Konferensi Hukum Laut II tahun 1960 tidak menghasilkan kesepakatan ataupun konvensi
apapun, namun terdapat beberapa hal yang di bahas antara lain:
✓ Rezim selat
✓ Hak negara pantai di bidang perikanan laut
✓ Pendefinisian landas kontinen secara pasti
✓ Perjuangan indonesia terhadap wawasan nusantara.
Konferensi Hukum Laut III tahun 1982 dilaksanakan di Montego Bay, dan menghasilkan
1 (satu) konvensi yang terdiri dari XVII Bab, 320 Pasal, dan 9 Annex atau lampiran. Konferensi
ini dikenal menghasilkan konvensi hukum laut 1982 atau United Nations Convention on the Law
of the Sea 1982 atau UNCLOS 1982 , yang mulai berlaku tanggal 16 November 1994 setelah
diterimanya ratifikasi ke-60. Dalam Konferensi Hukum Laut III, Indonesia berhasil
memperkenalkan konsepsi negara kepulauan (archipelagic state), dan berbagai konsekuensinya
telah diakomodasi dalam UNCLOS 1982. Adapun, Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982
dengan UU 17/1985.
Dasar Hukum:
1. United Nations on the Law of the Sea 1982.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Pengesahan United Nations Convention On The
Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut)

SUMBER :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Perserikatan_Bangsa-
Bangsa_tentang_Hukum_Laut#:~:text=Konvensi%20Hukum%20Laut%20ini%20mendefinisika
n,internasional%20mengenai%20laut%20tahun%201958
https://www.hukumonline.com/klinik/a/sejarah-hukum-laut-internasional-lt6319a0cded099
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5755968/wilayah-laut-laut-teritorial-landas-kontinen-
dan-zona-ekonomi-
eksklusif#:~:text=Wilayah%20laut%20Indonesia%20diatur%20berdasarkan,zona%20ekonomi%
20eksklusif%20(ZEE)

Anda mungkin juga menyukai