PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pada awalnya hukum laut hanya mengurus kegiatan-kegiatan di atas permukaan laut,
tetapi sekarang ini perhatian juga telah diarahkan pada dasar laut dan kekayaan
mineral yang terkandung di dalamnya.
Justru untuk menggunakan kekayaan laut itulah, hukum laut semenjak beberapa
dekade terakhir telah berupaya keras bukan saja untuk menentukan sampai berapa
jauh kekuasaan suatu negara teradap laut yang menggenangi pantainya, sampai
sejauh mana negara-negara pantai dapat mengambil kekayaan-kekayaan yang
terdapat di dasar laut dan di atasnya, tetapi juga untuk mengatur eksploitasi daerah-
daerah dasar laut yang telah dinyatakan sebagai warisan bersama umat manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Laut
Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. Laut
menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di
seluruh permukaan bumi. Jadi, Laut Mati, Laut Kaspia, dan Great Salt Lake yang ada di
Amerika Serikat dari segi hukum tidak dapat dikatakan laut karena laut-laut tersebut
tertutup dan tidak mempunyai hubungan dengan bagian-bagian laut lainnya di dunia
Laut memiliki banyak fungsi / peran / manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat kekayaan sumber daya alam
yang dapat kita manfaatkan diantaranya yaitu :
5. Tempat barang tambang berada 6. Salah satu sumber air minum (desalinasi)
Laut berperan sebagai media transportasi utama perdagangan dunia, laut memiliki
peranan yang sangat penting dalam mengontrol iklim di Bumi. Karena laut
memindahkan panas dari daerah ekuator menuju ke kutub. Tanpa peranan laut, maka
hampir keseluruhan planet Bumi akan menjadi terlalu dingin bagi manusia untuk hidup.
Keberadaan laut di sebuah negara juga menjadi perlambang kekuatan sebuah negara.
Indonesia dengan jumlah kawasan laut yang cukup luas sejatinya menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara maritim yang tangguh, tentunya dengan dibarengi
kekuatan sistem pertahanan dalam negeri yang baik. Laut Indonesia selain luas juga
memiliki kekayaan yang luar biasa.
Sumber-sumber hukum laut yang sah adalah hasil konferensi PBB pada tahun 1958 di
Jenewa. Konferensi yang dilaksanakan pada 24 Februari sampai dengan 29 April 1958
itu dinamakan Konferensi PBB I tentang Hukum Laut, berhasil menelorkan 4 konvensi,
yaitu:
3. Convention on Fishing and Convention of the Living Resources of the High Seas
(Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas),
Mulai berlaku 20 Maret 1966.
1. Declaration of Principles Governing the Sea-bed and Ocean Floor, and the
Subsoil Thereof Beyond the Limits of National Jurisdiction, memutuskan bahwa
daerah dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya dinyatakan sebagai warisan
bersama umat manusia.
3. Laut Lepas[4]
Pasal 86 Konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan bahwa Laut Lepas
merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif,
dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan
kepulauan suatu negara kepulauan. Prinsip hukum yang mengatur rezim laut lepas
adalah prinsip kebebasan.
Menurut pasal 87 Konvensi, kebebasan di laut lepas berarti bahwa laut lepas dapat
digunakan oleh negara manapun. Kebebasan-kebebasan yang dimaksud dalam pasal
87 adalah:
Kebebasan berlayar;
Kebebasan penerbangan;
Dari zaman purbakala sampai abad pertengahan, pelayaran di laut adalah bebas bagi
semua bangsa dan dan setiap orang. Celsius dari Italy menyatakan the sea like the air
is common to all mankind (laut bagaikan udara adalah milik bersama semua umat
manusia). Lebih tegas lagi Ulpian mengatakan “the sea is open to everybody by
nature[5]. Prinsip kebebasan juga muncul ketika Ratu Elisabeth I mengumumkan
tentang kebebasan di laut. Menurutnya penggunaan laut dan udara adalah bebas bagi
semua orang dan oleh karena jenisnya yang khusus, laut tidak akan dimiliki oleh
siapapun dan oleh negara manapun.
Penetapan garis batas landas kontinen adalah suatu yang sangat penting untuk
menghindar terjadinya tumpah tindih klaim. Masalah delimitasi diatur dalam pasal 83
Kovensi dimana penetapan garis batas landas kontinen antara negara yang pantainya
berhadapan atau berdampingan harus dilakukan dengan persetujuan atas dasar
hukum internasional.
Pasal 6 Konvensi Jenewa 1958 meletakan garis batas landas kontinen antarnegara
yang berhadapan atau berdampingan adalah garis tengah kecuali jika ada situasi-
situasi khusus.
Ada dua pendapat yang muncul pada saat perumusan pasal 83 Konferensi Hukum
Laut, yaitu Prinsip equidistance yang menggunakan prinsip garis tengah sebagai
prinsip umum dan akan menyesuaikan prinsip tengah itu jika terdapat situasi-situasi
khusu. Pendapat kedua menggunakan prinsip equitable, yaitu perlu ditekankan bahwa
garis batas itu dinilai adil oleh kedua pihak.
2. Historis
Lebar zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. Semenjak
dikemukakannya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil dari garis pangkal tetap
dijadikan pegangan. Pasal 57 Konvensi 1982 manyatakan bahwa lebar zona ekonomi
eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut
wilayah diukur.
Di indonesia, UU mengenai zona ekonomi eksklusif diatur dalam UU No. 5 tahun 1983
dan dilengkapi oleh Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1984 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Alam Hayati Laut di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Prinsip hukum delimitasi ZEE diatur tersendiri dalam pasal 74 Konvensi Hukum Laut.
1. Laut Wilayah
Negara pantai mempuyai kedaulatan terhadap laut wilayah selebar 6 mil dari
pantai.
Lebar laut wilayah tidak perlu sama untuk suatu keperluan dengan keperluan
lainnya.
1. Yurisprudensi internasional
Keputusan tanggal 29 Juni 1933 oleh suatu komisi Amerika Serikat, Panama
dalam sengketa la compania de navigacion nacional. Bahwa the completeness
of the sovereignity yang dimiliki negara pantai selebar 3 mil di atas laut yang
berbatasan dengan pantai
3. Praktik Internasional
Konferensi Hukum Laut III yang dimulai tahun 1973 merumuskan lebar laut wilayah
yang termuat dalam Pasal 3 Konvensi, setiap negara berhak menetapkan lebar laut
wilayahnya hingga batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang
ditentukan sesuai dengan konvensi.
1. Cara Penarikan Garis Pangkal
Menurut Pasal 3 Konvensi Jenewa dan Pasal 5 Konvensi 1982 menentukan: garis
pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang
pantai sebagaimana terlihat pada peta skala besar yang diakui resmi oleh negara
pantai tersebut.
Penarikan garis pangkal lurus tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari arah
umum pantai dan bagian-bagian laut yang terletak di dalam garis pangkal itu
harus cukup dekat ikatannya dengan daratan untuk dapat tunduk pada rezim
perairan pedalaman
Garis pangkal lurus tidak boleh ke dan dari elevasi surut, kecuali jika di atasnya
didirikan mercusuar atau instalasi serupa yang secara permanen ada di atas
permukaan laut.
Sistem penarikan garis pangkal lurus tidak boleh diterapkan oleh suatu negara
dengancara yang demikian rupa sehingga memotong laut teritorial negara lain
dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.
Menurut Pasal 15 Konvensi Hukum Laut 1982, delimitasi laut wilayah menggunakan
prinsip garis tengah dalam menetapkan garis batas laut wilayah, kecuali jika ada alasan
hak historis atau keadaan lain. Selain itu, UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia juga telah mengatur tentang masalah delimitasi laut wilayah. Pasal 10
menyatakan bahwa dalam hal pantai Indonesia letaknya berhadapan atau
berdampingan dengan negara lain, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya, garis
batas laut teritorial antara Indonesia dengan negara tersebut adalah garis tengah yang
titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis pangkal darimana lebar laut
teritorial masing-masing negara diukur.
3. Wewenang Negara Pantai
Negara pantai mempunyai wewenang penuh bukan saja terhadap udara di atas laut
wilayah tetapi juga atas semua sumber-sumber kekayaan yang terdapat di dalam laut,
di dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya.
Wewenang negara pantai juga adalah hak lintas damai dan hak menangkap ikan.
4. Zona Tambahan
Zona tambahan merupakan zona transisi transisi antara laut lepas dan laut wilayah.
Zona tambahan ini berfungsi untuk mengurangi kontras antara laut wilayah yang
rezimnya tunduk seluruhnya pada kedaulatan negara pantai dan laut bebas dimana
terdapat rezim kebebasan.
Menurut pasal 33 ayat 2Konvensi, zona tambahan tidak dapat lebih dari 24 mil laut dari
garis pangkal darimana lebar laut wilayah diukur. Lebar zona tambahan adalah 12 mil.
Majelis umum PBB dalam resolusinya tanggal 17 Desember 1970 menyatakan bahwa
dasar-dasar laut dan samudera beserta lapisan tanah di bawahnya yang berada di luar
batas yurisdiksi nasional dengan segala macam kekayaannya adalah milik bersama
umat manusia. Persoalan pokok yang harus diselesaikan ialah dimana berhentinya
kedaulatan nasional dan kapan mulainya kawasan dasar laut internasional tersebut.
Kekayaan-kekayaan dasar samudera dimanfaatkan untuk kesejahteraan keseluruhan
umat manusia sesuai dengan resolusi-resolusi majelis umum PBB. Tetapi harus
ditentukan terlebih dahulu bagian-bagian mana dari laut permukaan bumi ini yang dapat
dijadikan kawasan dasar laut internasional, siapa atau organisasi mana yang harus
mengadakan eksplotasi kekayaan-kekayaan tersebut, bagaimana status dan fungsinya
serta bagaimana cara-cara eksploitasi dan pembagian dari kekayaan laut tersebut.
Pada umumnya negara pantai menuntut yurisdiksi nasioal untuk menguasi sumber
kekayaan di daerah laut dan untuk menjamin kepentingan nasional lainnya. Sementara
negara-negata tidak berpantai menuntut yurisdiksi yang sekecil mungkin bagi negara-
negara pantai atas laut di sekitarnya.
Pengelolaan kekayaan dasar laut internasional bukanlah hal yang mudah. Oleh karena
itu harus dibentuk beberapa organ dan mekanisme, diantaranya:
Mekanisme Kelembagaan
Ketentuan-ketentuan Eksploitasi
Jika melalui prosedur di atas para pihak tetap belum dapat menyelesaikan
sengketanya, maka diterapkan prosedur selajutnya yaitu menyampaikan ke salah satu
badan peradilan yang disediakan oleh konvensi, yaitu:
Mahkamah internasional
Tribunal Arbitrasi
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum laut merupakan cabang hukum internasional. Hukum laut mengatur tentang
kegiatan-kegiatan di atas permukaan laut juga kegiatan-kegiatan pada dasar laut,
misalnya mengatur tentang eksplorasi dan eksploitasi kekayaan mineral yang
terkandung di dalamnya. Oleh karena itu hukum laut sangat penting dalam mengatur
tentang masalah yang ada di laut baik di permukaan, di bawah permukaan laut maupun
di atas permukaan laut.
Hukum laut tersebut bersumber dari berbagai konvensi yang dibuat oleh dunia
internasional, organisasi internasional dan kesepakatan internasional. Konvensi-
konvensi itu diantaranya ada yang mengatur tentang prinsip kebebasan di laut, tentang
status hukum kapal-kapal yang ada di laut, dan mengenai pengawasan terhadap
aktivitas yang dilakukan di laut.
Hukum laut juga mengatur tentang pembagian laut (Laut Lepas, landas kontinen, dan
Zona Ekonomi Eksklusif) dan ketentuan-ketentuan hukum terhadap laut-laut tersebut.
Ketentuan hukum itu misalnya mengenai cara penarikan garis pangkal dan garis batas
atas laut-laut tersebut.
Jika terjadi perselisihan atau sengketa yang terjadi dalam bidang hukum laut maka
dunia internasional menyediakan suatu sistem penyelesaian sengketa yang sangat
kreatif. Sistem penyelesaian sengketa dilakukan melalui peradilan internasional,
mahkamah internasional, tribunal internasional dan tribunal arbitrasi.
Daftar Pustaka
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Res_Nullius
Http://Arhamkadir.Blogspot.Com/2013/04/Hukum-Laut.Html
DISUSUN OLEH :