Anda di halaman 1dari 57

UNDANG – UNDANG

PELAYARAN

Capt. Yulianto. M.Mar. MH


BAB I
HUKUM LAUT
Hukum merupakan sistem yang sengaja di buat oleh manusia
bertujuan sebagai pembatas terhadap berbagai tingkah laku dari
manusia, agar tingkah laku manusia tersebut dapat terkontrol atau
dengan kata lainnya bahwasanya Hukum adalah berbagai dari
aspek yang sangat penting keberadaannya digunakan atas dari
rangkaian kekuasaan dari suatu kelembagaan.
Tugas dari hukum tersebut adalah untuk menjamin segala
kapastian hukum di tengah masyarakat, maka dari itu untuk setiap
warga masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan di
depan hukum
Sumber hukum:
1. Perundang-undangan dalam arti yang luas meliputi setiap
keputusan Pemerintah yang merupakan ketentuan yang
mengikat.
2. Kebiasaan. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh
masayarakat maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan
hukum yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Yurisprudensi. Apabila undang-undang yang mengatur belum
ada yang dapat dipakai untuk menyelesaikan perkara maka
putusan hakim dari pengadilan terdahulu dapat dipakai sebagai
sumber hukum.
4. Ilmu pengetahuan. Sebelum memutuskan suatu keputusan para
hakim mengkaji tentang apa yang ditulis dalam buku-buku dan
penerbitan penerbitan ilmiah mengenai suatu persoalan atau
apa yang dibicarakan dalam pertemuan ilmiah.
5. Perjanjian. Apabila dua/lebih pihak mengadakan perjanjian
maka pihak-pihak yang bersangkutan akan terikat pada isi
perjanjian yang mereka adakan tersebut.
Pembidangan Hukum.
1. Menurut hirarki (kekuatan) bekerjanya:
a. Undang-Undang Dasar (UUD 1945).
b. Ketetapan MPR.
c. Undang-undang
d. Peraturan Pemerintah.
e. Keputusan/Peraturan Presiden.
f. Keputusan/Peraturan Menteri.
g. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
2. Menurut isinya:
a. Hukum privat (sipil), hukum yang mengatur hubungan-
hubungan antara orang yang satu dengan yang lain atau
perusahaan dengan perusahaan dengan menitik beratkan
kepentingan perseorangan. Contoh KUHPER, KUHD.
b. Hukum Publik (Negara), hukum yang mengatur hubungan antara
Negara dengan alat perlengkapannya, Negara dengan
perseorangan dan Negara dengan Negara. Contoh: Hukum Tata
Negara, Hukum Pidana, Hukum Internasional misalnya SOLAS,
MARPOL, STCW, COLREG, Load Line, UNCLOS dll.
Laut
1. Laut adalah bagian muka bumi yang tertutup air dan mempunyai
saltinitas yang cukup tinggi. Ilmu yang mempelajari tentang laut
disebut oseanografi. Laut yang sangat luas dan terletak di antara
benua disebut samudra. Contoh laut samudra, misalnya Samudra
Pasifik, Samudra Hindia, Samudra Atlantik, dll.
2. Laut adalah perairan yang terletak di antara pulau-pulau (bagian
muka bumi yang tertutup air dan punya kadar garam tinggi),
misalnya Laut Tengah, Laut Kaspia, Laut Jawa, dll. Sedangkan laut
yang relatif melewati dua pulau yang sangat dekat disebut
selat, contohnya selat Sunda. Ada juga bagian laut yang menjorok ke
daratan disebut teluk, misalnya Teluk Benggala dan Teluk Jakarta.
Terdapat juga laut sengaja digali atau dikeruk untuk
menghubungkan daratan dan lautan untuk pelayaran disebut terusan.
Jenis-jenis laut dapat dibagi dalam beberapa jenis.
Berdasarkan cara terjadinya, laut dibagi menjadi:
1. Laut Transgresi:

Laut transgesi adalah laut yang terjadi karena genangan air


laut terhadap daratan akibat kenaikan permukaan air laut 60-70 m
pada zaman berakhirnya zaman es. Hal ini mengakibatkan daerah
dataran rendah Indonesia Barat dan Timur yang semula darat
berubah menjadi laut dangkal. Contoh: Laut Jawa. Selat
Karimata, Laut Cina Selatan dan Laut Arafuru.
2. Laut Ingresi:

Laut ingresi adalah laut dalam karena dasar laut mengalami


gerakan menurun/turunnya tanah di dasar taut. Contoh: Laut
Banda. Laut Flores, Laut Sulawesi, dan Laut Maluku.

3. Laut Regresi:

Laut regresi adalah laut yang menyempit terjadi pada zaman


es. Karena terjadi penurunan muka air laut akibat temperatur di
muka bumi pada umumnya turun 4-5 derajat celcius.
Hukum Laut.
Adalah Sekumpulan atau serangkaian peraturan yang menyangkut tentang
wilayah laut.
lautan secara legalistik dalam empat bagian:
1. Perairan pedalaman.
Perairan Pedalaman adalah perairan pada sisi darat garis pangkal laut
teritorial.
2. Laut Teritorial
adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan
dan perairan pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan seperti
Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut
yang berbatasan dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan
internal termasuk dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi
ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya dan,
kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan menurut ketentuan
konvensi PBB tentang Hukum laut.
3. Zona Tambahan
Zona tambahan adalah letak laut dari sisi sebelah luar dari
garis pangkal laut yang sudah ditetapkan dan tidak lebih dari 24
mil laut.
4. Laut lepas.
Laut lepas adalah semua bagian dari laut yang tidak
termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau
dalam perairan pedalaman suatu negara atau dalam perairan
kepulauan suatu negara kepulauan.
Hukum Laut Internasional.
Hukum pada umumnya adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah
laku orang-orang sebagai anggota masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib
diantara anggota-anggota masyarakat itu.

Laut adalah suatu keluasan air yang meluas diantara berbagai benua dan pulau-
pulau di dunia. Tidak dapat dikatakan dalam pengertian biasa, bahwa di atas atau
didalam air yang amat meluas itu, ada manusia berdiam atau menetap. Sebenarnya
laut merupakan jalan raya yang menghubungkan transportasi keseluruh pelosok
dunia.

Melalui laut, masyarakat internasional dan subjek-subjek hukum internasional


lainnya yang memiliki kepentingan dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum
dalam hal pelayaran, perdagangan sampai penelitian ilmu pengetahuan.
Hukum Maritim
Hukum Maritim adalah hukum yang mengatur pelayaran dalam
arti pengangkutan barang dan orang melalui laut, kegiatan
kenavigasian dan perkapalan sebagai sarana/moda transportasi
laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan-kegiatan yang
terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur
dalam hulum perdata/dagang maupun hukum publik, kegiatan
perikanan dan exploitasi sumber alam di laut.
Sumber hukum Maritim Nasional
1. Yang termasuk hukum Privat.
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang
2. Yang termasuk Hukum Publik
a. Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
b. Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2002 tentang Perkapalan.
c. Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2000 tentang Kepelautan.
d. Peraturan Pemerintah No.1 tahun 1998 tentang Kecelakaan Kapal.
e. Undang-undang No.6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Sumber-sumber Hukum Maritim Internasional
1. Hukum Publik
a. Konvensi Internasional tentang Garis Muat: Load Line 1966.
b. Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal: TMS 196
c. Konvensi Internasional tentang Pencegahan Tubrukan di Laut:
COLREG 1972
d. Konvensi Internasional tentang Keselamatan Kapal: SOLAS
1974
e. Konvensi Internasional tentang Pencemaran:Marpol 73/78
f. Konvensi Internasional tentang Diklat sertifikasi dan jaga laut:
STCW
g. Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982)
h. Ditambah dengan Code-Code yang termasuk Konvensi tsb.diatas
seperti IMDG Code.ISM Code,ISPS Code,HSC Code.BCH
Code,INF Code,STCW Code dll.
2. Hukum Privat
a. Konvensi Internasional tentang Liens dan Mortgage 1967
b. Konvensi Inernasional tentang Bills of Lading (Hague /Visby
Rules) 1924/1968
c. Konvensi Internasional tentang Salvage di Laut 1986
d. Konvensi Internasiona tentang Pembatasan tanggung jawab dari
Pemilik kapal 1996.
e. Konvensi Internasional tentang Penahanan Kapal 1999
f. Konvensi Internasional tentang Tubrukan
g. Konvensi Internasional tentang civil Liability for Oil Pollution
Damage (CLC) 1969 Amendment 1992 dan 2000
h. Konvensi Internasional tentang International Fund for Oil
Pollution Damage 1971 Amndment 1992 dan 2000
BAB 2
LINTAS DAMAI
Lintas damai adalah hak melintasi atau melewati laut wilayah
suatu negara dengan tidak menimbulkan gangguan bagi
perdamaian, ketertiban, dan keamanan negara pantai. Kapal asing
mempunyai hak lintas damai di laut wilayah suatu negara,
termasuk hak untuk berhenti dan melemparkan sauh, bila terjadi
insiden pelayaran atau terpaksa oleh keadaan Force majeure atau
dalam keadaan bahaya. Secara historis konsep lintas damai ini
tidak lepas dari pengaruh dua teori dalam hukum laut
internasional
Secara historis konsep lintas damai ini tidak lepas dari pengaruh
dua teori dalam hukum laut internasional:
1. Teori pertama, bahwa Semua umat manusia dapat memiliki laut
sehingga laut terbuka bagi manusia dalam pelayaran maupun
penggunaan lainnya, dikenal dengan res communis.
2. Teori kedua, Laut dapat dimiliki dengan menguasai,
mendudukinya dan siapapun dapat mengambil bagian atas
lautan tersebut menjadi miliknya yang kemudian ia dapat
membatasi penggunaannya, yang kemudian dikenal dengan res
nullius.
Menurut ketentuan hukum internasional, pada umumnya laut wilayah merupakan
wilayah lintas damai bagi kapal asing, sehingga tidak boleh monopoli bagi negara
pantai dalam memanfaatkan laut sebagai sarana transportasi. Konvensi Hukum Laut
1982 memuat banyak ketentuan mengenai hak lintas damai. Salah satunya pada
pasal 52 Konvensi Hukum Laut 1982 yang menyatakan bahwa:
1. Kapal dapat menikmati hak lintas damai di semua Negara melalui perairan
kepulauan sesuai dengan ketentuan Bab II, bagian 3 Dengan tunduk pada
ketentuan pasal 53 dan tanpa mengurangi arti ketentuan pasal 50.
2. Negara kepulauan dapat, tanpa mengadakan diskriminasi formal maupun
diskriminasi nyata terhadap kapal asing, menangguhkan untuk sementara waktu
lintas damai kapal asing di bagian tertentu perairan kepulauannya, apabila
penangguhan demikian sengat perlu untuk melindungi keamanannya.
Penangguhan demikian akan berlaku hanya setelah diumukan sebagaimana
semestinya.
Ketentuan mengenai kegiatan-kegiatan dari kapal asing yang melakukan
lintas damai melalui laut teritorial dan perairan kepulauan yang dianggap
tidak damai, yaitu:
1. Melakukan perbuatan yang merupakan ancaman atau penggunaan
kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, kemerdekaan politik
negara pantai, atau dengan cara apapun yang merupakan pelanggaran
prinsip-prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Melakukan latihan atau praktik dengan senjata macam apapun.
3. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi
yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan Negara pantai.
4. Meluncurkan, mendaratkan atau menaikkan suatu pesawat udara asing
dari atau ke atas kapal.
5. Meluncurkan, mendaratkan atau menaikkan suatu peralatan dan
perlengkapan militer dari atau ke atas kapal.
6. Hilir mudik di laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia atau
kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan lintas.
Hak Lintas Damai (Right of Innoncent Passage) dalam Hukum
Laut Internasional.
Pengertian Lintas Damai. Dalam pasal 18 KHL 1982, disebutkan
pengertian lintas, berarti suatu navigasi melalui laut teritorial untuk
keperluan:
1. Melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di
tempat berlabuh di tenha laut atau fasilitas pelabuhan di luar
perairan pedalaman ; atau
2. Berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat
berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan tersebut.
Termasuk dalam pengertian lintas ini harus terus menerus, langsung
serta secepat mungkin, dan mencakup juga berhenti dan buang
jangkar.
Pasal 19 Konvensi menyatakan, bahwa lintas adalah damai, sepanjang
tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atai keamanan Negara
pantai. Sedangkan lintas suatu kapal asing dianggap membahayakan
kedamaian, ketertiban atau keamanan suatu Negara pantai, apabila kapal
tersebut dalam melakukan navigasi di laut teritorial melakukan salah
satu kegiatan sebagai berikut:
1. Setiap ancaman penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai.
2. Setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun.
3. Setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan infomasi yang
merugikan bagi pertahanan atau keamanan Negara pantai.
4. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan pesawat udara di atas kapal.
5. Perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan dan
keamanan Negara pantai.
6. Bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang secara
bertentangan dengan peraturan bea cukai dan imigrasi.
7. Perbuatan pencemaran laut yang disengaja.
8. Kegiatan perikanan.
9. Kegiatan riset.
10. Mengganggu sistem komunikasi.
Kegiatan yang berhubungan langsung dengan lintas.
1. Lintas Damai Bagi Kapal Selam. Dalam pengertian lintas damai, bagi kapal selam dan
kenderaan air lainnya, diharuskan untuk melakukan navigasi di atas air dan menunjukkan
benderanya.
2. Kapal Bertenaga Nuklir. Lintas damai bagi kapal bertenaga nuklir atau yang sifatnya
berbahaya diharuskan untuk membawa dokumen dan mematuhi tindakan pencegahan
khusus yang ditetapkan dalam suatu perjanjian internasional. Bagi kapal-kapal yang
demikian ini yaitu yang sifatnya berbahaya atau beracun diharuskan untuk melintasi alur
laut dan skema pemiash lalu lintas sebagaimana yang ditetapkan Negara pantai dan
diharuskan untuk membatasi lintas pada alur yang demikian.
3. Lintas Damai Bagi Kapal Dagang dan Kapal Pemerintah Yang Ditujukan Untuk Tujuan
Komersial.
4. Lintas Damai Bagi Kapal Perang Dan Kapal Pemerintah. Kapal perang untuk maksud
Konvensi Hukum Laut 1982, adalah suatu kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata
suatu Negara yang memamkai tanda luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal
tersebut, di bawah komando seorang perwira, yang diangkat oleh pemerintah Negaranya
dan namanya terdaftar dinas militer yang tepat atau daftar yang serupa yang diawasi oleh
awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata regular.
Dalam pasal 27 dikatakan bahwa Negara pantai tidak mempunyai
yurisdiksi kriminal atas kapal asing yang sedang melintasi laut
teritorialnya untuk mengadakan penangkapan atau penyidikan atas kapal
selama lintas, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini yaitu:
1. Kejahatan itu dirasakan Negara pantai, atau mengganggu kedamaian
atau ketertiban negara tersebut atau laut wilayah tersebut.
2. Apabila diminta bantuan oleh nakhoda kapal, atau wakil diplomatik
atau pejabat konsuler negara bendera dan atau untuk menangkap
perdagangan gelap narkotik. Sedangkan mengenai yurisdiksi perdata
Negara pantai harusnya tidak menghentikan atau merobah haluan
kapal untuk tujuan melaksanakan yurisdiksi perdata terhadap
seseorang di atas kapal itu. Suatu Negara tidak dapat melaksanakan
eksekusinya terhadap kapal untuk keperluan proses perdata apapun
kecuali tanggung jawab ganti rugi yang dipikul oleh kapal
sehubungan perjalanannya melalui perairan Negara pantai.
Adapun peraturan perundang-undangan yang dibuat Negara pantai
sehubungan dengan lintas damai bagi kapal asing di laut teritorial sesuai
dengan Konvensi ini dan hukum internasional lainnya mengenai setiap
hal berikut:
1. Keselamatan navigasi dan pengaturan lalu lintas maritim.
2. Perlindungan alat-alat pembantu dan fasilitas navigasi serta fasilitas
instalasi lainnya.
3. Perlindungan kabel bawah laut.
4. Konservasi kekayaan hayati laut.
5. Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan
Negara pantai.
6. Pelestarian lingkungan Negara pantai dan pencegahan, pengurangan
dan pengendalian pencemarannya.
7. Penelitian ilmiah kelautan dan survey hodrografi.
8. Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan beacukai,
fiskal, imigrasi atau saniter Negara pantai.
Lintas Damai Di Selat Yang Digunakan Untuk Pelayaran
Internasional.
Lalu lintas melalui selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional tidak boleh mempengaruhi status hukum perairan selat
tersebut, dan juga tidak boleh mempengaruhi pelaksanaan kedaulatan
atau yurisdiksi negara yang berbatasan dengan selat tersebut, baik atas
perairan, ruang udara diatasnya, maupun dasar laut dan tanah di
bawahnya. Pelaksanaan kedaulatan itu dengan mengindahkan ketentuan
Konvensi ini, yaitu “straits used for Internasional navigation” dan
aturan internasional lainnya. Dari ketentuan tersebut di atas,
menunjukkan bahwa pelayaran melalui selat internasional diakui, harus
berlaku di selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, dan tidak
ada atau tidak boleh penangguhan lintas damai di selat yang demikian.
Lintas Damai Di Perairan Kepulauan.
1. Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan mencakup
pulau-pulau lain yang merupakan suatu gugusan pulau, perairan diantaranya dan
lain-lain wujud alamiah, yang satu sama lain hubungannya demikian eratnya, di
mana pulau-pulau, perairan yang merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi
dan politik yang hakiki, atau secara historis.

2. Status Hukum Perairan Kepulauan bahwa kedaulatan suatu Negara kepulauan


meliputi perairan kepulauan yang tertutup oleh garis-garis pangkal kepulauan
yang disebut sebagai perairan kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau
jaraknya dari pantai.
3. Hak Lintas Damai Atau Lintas Alur Kepulauan Di Perairan
Kepulauan. semua Negara dapat menikmati lintas damai melalui
perairan kepulauan sesuai dengan ketentuan lintas damai di perairan
laut territorial. Tanpa mengadakan diskriminasi formal maupun
diskriminasi nyata bagi kapal asing, Negara kepulauan
menangguhkan sementara lintas kapal asing di daerah tertentu di
perairan kepulauannya apabila sangat diperlukan untuk melindungi
keamanannya. Negara Kepulauan dapat menentukan alur laut dan
yang cocok untuk digunakan lintas kapal yang terus menerus
langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairannya dan
laut teritorial yang berdampingan dengannya.
Lintas Damai menurut peraturan perundang-undangan nasional
Indonesia.
Hak Lintas Damai Bagi Kapal Asing
Di Perairan Indonesia. posisi geografis Indonesia yang merupakan
persilangan antara dua garis yang menghubungkan Samudera Pasifik
dan Samudera Hindia serta terletak diantara dua benua, yaitu benua Asia
dan Australia kapal diperbolehkan melintasi wilayah Indonesia.
Pungutan yang Dapat Dibebankan Pada Kapal Asing
1. Tidak ada pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing hanya
karena melintasi laut teritorial.
2. Pungutan dapat dibebankan pada kapal asing yang melintasi laut
teritorial hanya sebagai pembayaran bagi pelayanan khusus yang
diberikan kepada kapal tersebut. Pungutan ini harus dibebankan
tanpa diskriminasi.
Yurisdiksi Kriminil di Atas Kapal Asing
Yurisdiksi Kriminil negara pantai tidak dapat dilaksanakan diatas kapal
asing yang sedang melintas laut teritorial untuk menangkap siapapun
atau untuk mengadakan penyidikan yang bertalian dengan kejahatan
apapun yang dilakukan diatas kapal selama lintas demikian, kecuali
dalam hal yang berikut:
1. Apabila akibat kejahatan itu dirasakan di negara pantai;
2. Apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu kedamaian
negara tersebut atau ketertiban laut wilayah;
3. Apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh nakhoda
kapal atau oleh wakil diplomatik atau pejabat konsuler negara
bendera; atau
4. Apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas
perdagangan gelap narkotika atau bahan psychotropis.
Yurisdiksi Perdata Bertalian dengan Kapal Asing
1. Negara pantai seharusnya tidak menghentikan atau merobah haluan
kapal asing yang melintasi laut teritorialnya untuk tujuan
melaksanakan yurisdiksi perdata bertalian dengan seseorang yang
berada di atas kapal itu.
2. Negara pantai tidak dapat melaksanakan eksekusi terhadap atau
menahan kapal untuk keperluan proses perdata apapun, kecuali
hanya apabila berkenaan dengan kewajiban atau tanggung jawab
ganti rugi yang diterima atau yang dipikul oleh kapal itu sendiri
dalam melakukan atau untuk bermaksud perjalanannya melalui
perairan negara pantai.
BAB 3
United Nation Convention on the law of the Sea
(UNCLOS) 1982

Dalam perkembangannya hukum laut melewati beberapa konsepsi yaitu:


1. Konsepsi Cornelius van Bijnkerhoek 1702.
2. Konferensi Liga Bangsa-bangsa di Den Haag tahun 1930.
3. Konsepsi UNCLOS I I958.
4. Konsepsi UNCLOS II 1960.
5. Konsepsi UNCLOS III 1982.
Ketentuan-ketentuan dalam UNCLOS yaitu:
1. Laut Teritorial dan Zona Tambahan.
Menurut Konvensi Hukum Laut 1982, kedaulatan dari negara
pantai menyambung keluar dari wilayah daratan dan perairan
pedalamannya atau perairan kepulauannya ke kawasan laut yang disebut
Laut Teritorial. Batas laut teritorial tidak melebihi 12 mil laut diukur
dari garis pangkal normal.
Zona tambahan, menentukan bahwa Negara pantai dalam zona
tersebut boleh melaksanakan pengawasan yang diperlukan guna
mencegah pelanggaran undang-undang menyangkut beacukai, fiscal,
imigrasi, dan saniter dalam wilayahnya namun tidak boleh lebih dari 24
mil laut.
2. Selat yang digunakan untuk Pelayaran Internasional.
Selat-selat yang digunakan untuk pelayaran internasional tak
mempengaruhi status hukum perairannya atau pelaksanaan kedaulatan
dan yuridiksi oleh Negara yang berbatasan dengan selat-selat.
Mengenai lintas laut transit melalui selat berhubungan dengan:
a. Keselamatan pelayaran dan pengendalian pencemaran;
b. Pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran;
c. Pencegahan penangkapan ikan, termasuk penyimpanan alat
penangkapan ikan dalam palka;
d. Memuat atau membongkar komoditi, mata uang atau orang-
orang, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
beacukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.
3. Zona Ekonomi Eksklusif.
Merupakan suatu wilayah diluar dan berdampingan dengan laut
territorial yang tidak melebihi jarak 200 mil laut. Angka yang dikemukakan
mengenai lebarnya zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km.
Sebagaimana telah dikemukakan, hak-hak Negara pantai atas kedua zona laut
tersebut berbeda yaitu kedaulatan penuh atas laut wilayah dan hak-hak
berdaulat atas zona ekonomi untuk tujuan eksploitasi sumber-sumber
kekayaan yang terdapat didaerah laut tersebut. Adapun prinsip dari Zona
Ekonomi Eksklusif yaitu bila Negara pantai mempunyai kedaulatan penuh
atas laut wilayahnya dan sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.
4. Landas Kontinen.
Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah
dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak diluar
laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah diwilayah daratannya
hingga pinggiran luar tepian kontinen atau hingga jarak 200 mil laut dari
garis pangkal dimana lebar laut territorial diukur dalam hal pinggiran
laut tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut berdasarkan Hukum
Laut 1982
5. Laut Lepas.
Adalah bagian laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi
eksklusif, laut territorial atau perairan pedalaman Negara-negara
kepulauan. Juga membahas tentang hak pelayaran, imunitas
yuridiksional dan kasus-kasus tabrakan atau kecelakaan-kecelakaan
pelayaran lainnya.
6. Aturan Pulau.
Sebuah pulau adalah suatu wilayah daratan yang terbentuk secara
alamiah, yang dikelilingi oleh air yang ada diatas permukaan air pada air
pasang. Laut territorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas
kontinen yang ditetapkan bagi pulau-pulau caranya sama dengan ketentuan-
ketentuan Konvensi mengenai hal-hal tersebut dalam kaitannya dengan
wilayah daratan lainnya, akan tetapi batu karang yang tidak dapat mendukung
kediaman manusia atau kehidupan ekonomi tersendiri tidak mempunyai zona
ekonomi eksklusif atau landas kontinen.
7. Laut Tertutup dan Setengah Tertutup.

Yaitu suatu teluk, lembah laut atau laut yang dikelilingi oleh dua
atau lebih Negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau samudera
oleh suatu alur sempit atau yang seluruhnya atau sebagian terdiri dari
laut territorial dan zona ekonomi eksklusif dua Negara atau lebih.
Negara-negara yang berbatasan dengan suatu laut demikian harus
bekerjasama berdasarkan konvensi
8. Aturan akses Negara Tidak Berpantai Ke dan Dari Laut serta
Kebebasan Transit.
Yaitu aturan yang memberikan kebebasan transit kepada Negara
tak berpantai yang ditetapkan dengan perjanjian. Rejim ini berkaitan
dengan hak negara-negara tersebut untuk ikut memanfaatkan sumber
kekayaan alam yang terkandung dalam Zona Ekonomi Eksklusif dan
Kawasan dasar laut internasional. Sesuai ketentuan-ketentuan dalam
konvensi, pelaksanaan hak akses Negara tidak berpantai serta kebebasan
transit melalui wilayah negara transit dan Zona Ekonomi Eksklusif perlu
diatur dengan perjanjian bilateral subregional dan regional.
9. Kawasan Dasar Laut Internasional.
Yaitu peraturan-peraturan mengenai penambangan sumber daya
alam didasar laut.
10. Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut.
Memuat peraturan-peraturan pelestarian lingkungan laut dan
pencegahan pencemaran lautan.
11. Riset Alamiah Pengembangan dan Alih Teknologi Kelautan,
Penyelesaian Sengketa dan Ketentuan Penutup.
Yaitu bagian yang mengatur mengenai riset kelautan bagi tujuan
damai, memajukan teknologi kelautan, penyelesaian sengketa melalui
Mahkamah Internasional dan prinsip itikad baik negara
penandatanganan Konvensi.
Dalam UNCLOS 1982 di kenal 8 zona pengaturan (rejim) yang berlaku
di laut, yaitu:
1. Perairan Pedalaman (internal waters).
2. Perairan kepulauan (archipelagic waters).
3. Laut teritorial (territorial waters).
4. Zona tambahan (contiguous zone).
5. Zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone).
6. Landas kontinen (continental shelf).
7. Laut lepas (high seas).
8. Kawasan dasar laut internasional (international seabed area)
BAB 4
SAFETY OF LIFE AT SEA
(S O L A S)
Konvensi (perjanjian) Internasional untuk keselamatan kapal yang
dihasilkan oleh IMO (International Maritime Organization).
1. SOLAS 1914
2. SOLAS 1929
3. SOLAS 1948
4. SOLAS 1960
5. SOLAS 1974
Susunan dari SOLAS
BAB I General Provisions (Ketentuan Umum)
BAB II-1 Construction – Subdivision and Stability, Machinery and Electrical Installations (Konstruksi, Pembagian Ruangan dan
Stabilitas, Permesinan dan Instalasi Listrik
BAB II-2 Fire Protection, Fire Detection and Fire Extinction (Pencegahan,Pendeteksian dan Pemadaman Kebakaran).
BAB III Life-Saving Appliances and Arrangements (Alat-alat Keselamatan dan Penataan).
BAB IV Radiocommunications (Komunikasi Radio)
BAB V Safety of Navigation (Keselamatan Navigasi).
BAB VI Carriage of Cargoes (Pengangkutan Muatan)
BAB VII Carriage of Dangerous Goods (Pengangkutan Muatan Berbahaya)
BAB VIII Nuclear Ships (Kapal Nuklir)
BAB IX Management for the Safe Operations of Ships (Managemen untuk Pengoperation Kapal-Kapal secara Aman).
BAB X Safety Measures for High Speed Craft (Tindakan Keselamatan Kapal Berkecepatan Tinggi)
BAB XI - 1 Special Measures to Enhance Maritime Safety (Langkah-langkah Khusus untuk Meningkatkan Keselamatan Maritim)
BAB XI - 2 Special Measures to Enhance Maritime Security (Langkah-langkah Khusus untuk Meningkatkan Keamanan Maritim).
BAB XII Additional Safety Measures for Bulk Carrier (Langkah Keselamatan tambahan untuk Kapal Curah).
BAB I : General Provisions (Ketentuan Umum)

1. Pemberlakuan:

a. Kecuali secara jelas ditentukan lain, aturan-aturan dari SOLAS hanya


diberlakukan pada kapal-kapal yang melayari pelayaran Internasional.

b. Kelas dari kapal-kapal untuk pemberlakuan setiap bab, ditentukan dalam


bab tersebut.
2. Definisi-definisi:
a. Aturan berarti aturan yang terkandung dalam konvensi ini.
b. Administration berarti pemerintah dari suatu Negara yang benderanya digunakan
oleh kapal.
c. Disetujui berarti disetujui oleh Administrasi.
d. Pelayaran Internasional berarti pelayaran dari suatu Negara dimana aturan ini
berlaku ke pelabuhan di luar Negara tersebut atau sebaliknya.
e. Penumpang adalah semua orang di kapal selain dari Nakhoda dan ABK atau orang
lain yang dipekerjakan untuk bisnis kapal dan anak-anak di bawah 1 tahun.
f. Kapal penumpang adalah kapal yang membawa lebih dari 12 penumpang.
g. Kapal barang adalah setiap kapal yang bukan kapal penumpang.
h. Kapal tanker adalah kapal barang yang konstruksinya atau penggunaannya untuk
mengangkut bahan cair yang mudah terbakar.
i. Kapal penangkap ikan adalah sebuah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan
paus, anjing laut, walrus atau sumber daya lainnya dari laut.
j. Kapal nuclear adalah sebuah kapal yang dilengkapi pesawat tenaga nuklir.
k. Kapal baru ialah kapal yang peletakan lunasnya pada atau sesudah tanggal 25
Mei 1980.
l. Kapal lama adalah kapal yang bukan kapal baru.
m. 1 mil laut sama dengan 1852 meter atau 6080 feet.
n. Anniversary date berarti hari dan bulan dari tiap tahun yang berhubungan dengan
tanggal habis masa berlaku sertifikat.
3. Pengecualian :
Kecuali dinyatakan lain aturan-aturan SOLAS tidak berlaku terhadap :
a. Kapal Perang.
b. Kapal barang berukuran kurang dari GT 500.
c. Kapal yang tidak digerakkan dengan mesin.
d. Kapal kayu yang dibuat secara primitive.
e. Kapal pesiar yang tidak disewakan.
f. Kapal penangkap ikan.
4. Pembebasan:
Kapal yang secara normal tidak melayari Pelayaran Internasional tetapi
karena situasi yang dikecualikan terpaksa mengadakan pelayaran internasional
untuk satu kali perjalanan dapat dibebaskan oleh Administration asalkan memenuhi
syarat-syarat keselamatan.

Kapal-kapal yang bentuknya khusus dapat dibebaskan dari persyaratan Bab


II-I, II-2, III dan IV asalkan, menurut pendapat Administration masih memenuhi
syarat-syarat keselamatan.
Survey dan Sertifikat.
1. Inspeksi dan survei kapal, sejauh menyangkut penegakan ketentuan
regulasi ini dan pemberian pengecualian darinya, harus dilakukan
oleh petugas Administrasi. Administrasi dapat mempercayakan
inspeksi dan survei kepada surveyor yang ditunjuk untuk tujuan
tersebut atau kepada organisasi yang diakui olehnya.
2. Suatu administrasi yang menunjuk surveyor atau organisasi yang
mengakui untuk melakukan inspeksi dan survei sebagaimana
dimaksud pada ayat (a) harus memberdayakan minimal surveyor
yang ditunjuk atau organisasi yang diakui untuk membutuhkan
perbaikan kapaldan melakukan inspeksi dan survei jika diminta oleh
otoritas yang sesuai dari Negara pelabuhan
Survei kapal-kapal penumpang:
a. Initial survey (survei Pertama) sebelum kapal dioperasikan.
b. Renewal survey (survei pembaruan) setiap 12 bulan.
c. Additional survey (survei tambahan), bila diperlukan.
Survei alat-alat penolong kapal barang:
a. Initial survey.
b. Renewal survey, untuk pembaruan sertifikat.
c. Periodical survey 3 bulan sebelum/sesudah anniversary ke 2 atau ke 3.
d. Annual survey 3 bulan sebelum/sesudah anniversary date.
e. Additional survey, bila diperlukan
Survei Instalasi Radio Kapal Barang:
a. Initial survey sebelum dioperasikan
b. Renewal survey, untuk pembaruan sertifikat
c. Periodical survey, 3 bulan sebelum/sesudah annyversary date.
d. Additional survey bila diperlukan
Survei konstruksi dan permesinan:
a. Initial survey sebelum kapal dioperasikan.
b. Renewal survey, untuk pembaruan sertifikat.
c. Intermediate survey, 3 bulan sebelum/sesudah anniversary date ke 2
atau ke 3.
d. Annual survey, 3 bulan sebelum/sesudah anniversary date.
e. Additionnal suvey bila diperlukan.
f. Minimum 2 inspeksi lambung dan bagian bawah air dalam 5 tahun
Mempertahankan kondisi sesudah survey:
a. Kondisi kapal dan perlengkapannya harus dipertahankan sesuai
persyaratan SOLAS, untuk menjamin kapal dalam keadaan fit untuk
berlayar tanpa membahayakan kapal atau jiwa manusia.
b. Sesudah survei tidak boleh ada perubahan yang dilakukan baik terhadap
kapal maupun perlengkapannya.
c. Apabila terjadi kecelakaan terhadap kapal atau kerusakan ditemui baik
yang menyangkut keselamatan kapal atau kelengkapan perlengkapannya,
Nakhoda atau pemilik kapal harus segera melaporkan kepada
administration.
Pengawasan:
a. Setiap kapal yang masuk dari Negara lain tunduk terhadap
pemeriksaan yang dilakukan oleh Perwira-Perwira yang betul-betul
ditugaskan (Port State Control Officer) untuk meneliti apakah
sertifikat masih berlaku.
b. Apabila masih berlaku Sertifikat tersebut harus diakui kecuali ada
bukti yang jelas (clear ground) bahwa kondisi kapal atau
perlengkapannya tidak sesuai dengan sertifikat atau tidak sesuai
dengan peraturan.
c. Apabila sertifikat tidak berlaku atau kalau kapal ada kekurangan
maka kapal tidak diijinkan berangkat sebelum kekurangan dipenuhi.
d. Dalam hal demikian harus memberi tahu secara tertulis Perwakilan
Negara Bendera dan class yang mengeluarkan sertifikat.
e. PSC juga harus menyampaikan mengenai kapal tersebut ke pejabat
pelabuhan tujuan, apabila kapal tidak dapat melengkapi
kekurangannya di pelabuhan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai