Anda di halaman 1dari 3

1. mengapa KPK tidak mengenal sp3?

Jawab: Sebagai lembaga luar biasa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sama sekali tidak bisa
memiliki kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
"KPK bisa menghentikan penyidikan hanya pada kondisi tertentu, seperti misal tersangka
meninggal dunia atau adanya kerusakan otak permanen saat proses pra-ajudikasi. Itu bisa
dihentikan,"

Pasal 40 UU 30/2002 itu berbunyi, KPK tidak berwenang mengeluarkan surat perintah
penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi
Dalam perubahan tersebut tertulis pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup
dan harus dilaporkan pada dewan pengawas. SP3 juga dapat dicabut kembali apabila
ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian perkara. Menurut
Indriyanto, SP3 yang mensyaratkan alat bukti dan laporan kepada dewan pengawas justru
berdampak pelemahan yang signifikan.
"Mungkin tujuannya adalah memberlakukan secara luas asas-asas umum KUHAP
terhadap kewenangan KPK. Kalau begitu kelak KPK hanya akan berfungsi sebagai komisi biasa
(Ordinary Commision)," kata Indriyanto.
Selain itu, Indriyanto juga menjelaskan, dalam kaitannya dengan penyadapan, KPK
seharusnya tidak memerlukan izin dari siapapun, baik pengadilan maupun dewan pengawas.
"Kita melihat korupsi sebagai kejahatan luar biasa, karena itu KPK tidak perlu izin dari
pengadilan, apalagi dari dewan pengawas. Karena dewan pengawas sama sekali tidak dalam
kapasitas untuk ikut campur soal teknis operasional yuridis. Termasuk di dalamnya soal
penyadapan," ungkap dia. Menurut Indriyanto, kejahatan-kejahatan luar biasa, seperti korupsi,
memiliki dampak yang jelas-jelas membahayakan dan berpengaruh secara meluas pada saat itu
juga. Maka dipastikan kewenangan menyadap itu diatur dan dilindungi oleh undang-undang
(Legal by Regulated), bukan berdasarkan pada izin atau ketentuan pengadilan. "Artinya
kewenangan penyadapan adalah sah tanpa perlu izin. Sangat berbeda dengan kondisi umum
dan perbuatan pidana yang dikategorikan biasa (ordinary crime)," kata Indriyanto.

2. perbedaan suap dan gratifikasi


1.
Gratifikasi tidak selamanya  melanggar hukum, karena bentuk gratifikasi dapat
dibedakan menjadi dua yakni positif dan negatif (Nanang T. Puspito, dkk, Pendidikan
Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, 2011,hlm.28),  Yang membedakan keduanya
adalah ada tidaknya unsur “pamrih”. Kalau ada pamrih, sudah dipastikan merupakan
gratifikasi negatif, dan mengarah kepada korupsi. Secara mutatis mutandismerupakan
perbuatan melawan hukum. Kalau suap, sudah sejak awal merupakan pelanggaran
hukum.
2. Suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti
luas dan bukan janji;
3. Dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut menduga”. Artinya terdapat maksud
atau tujuan untuk mempengaruhi apratur negara dalam pembuatan kebijakan maupun
keputusannya. Berbeda dengan gratifikasi, dimana niat pemberian sesuatu kepada
aparatur negara itu dilakukan dalam arti luas. Misalnya memberikan sesuatu sebagai
tanda terima kasih.
Memang sulit untuk membedakan kedua tindakan di atas, apalagi berkaitan dengan unsur niat
atau maksud. Tetapi unsur pembeda utama yang perlu kita pegang yaitu ada tidaknya
hubungan pemberian itu dengan jabatan, dan pelaksanaan kewajiban atau tugas dari
aparatur negara tersebut. Apabila pemberian itu berhubungan dengan jabatan aparatur
negara, dan akhirnya akan mempengaruhi pelaksanaan kewajiban atau tugasnya (dalam arti
menyimpang), maka tindakan gratifikasi itu dapat dianggap sebagai suap.
Ps:
Suap dengan gratifikasi juga mempunyai dasar hukum yang berbeda.
 Suap diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht,
Staatsblad 1915 No 73); UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap; dan UU No.
20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi.
 Gratifikasi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan
Barang Gratifikasi; dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
3, korupsi pidana materil atau formil?
Korupsi termasuk dalam tindak pidana formil, perbuatan yang disebut tindak pidana korupsi
adalah perbuatan yang melawan/bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
seperti UU No. 8 Tahun 1981, Tentang KUHP, UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas
UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pertama, korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak hanya merugikan keuangan
negara, tetapi juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional
yang menuntut efesiensi tinggi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat secara luas, sehingga di golongkan sebagai kejahatan yang luar biasa
(Extra Ordinary Crime), maka pemberantasannya harus dilakukan dengan cara-cara yang
luar biasa (Extra Ordinary Efforts). Kedua, dalam merespon perkembangannya kebutuhun
hukum di dalam masyarakat, agar dapat lebih memudahkan di dalam pembuktian sehingga
dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan atau perekonomian
negara yang semakin canggih dan rumit
4. Tindak pidana baik yag bersifat umum ataupun khusus harus berpedoman pada
KUHAP atau tidak?
Jawab:
Perbedaan umum sama khusus itu terletak pada aturan yang mengaturnya, contoh
hukum pidana khusus itu seperti korupsi, kalo umum pencurian dll, terlepas apapun
huku pidana nya khusus maupun umum tetap berpedoman pada kuhap. Karna kuhap
hukum acara untuk mengadili acara pidana khusus maupun umum.

5. No money laoundrig without core crime, UU no 8 tahun 2010


No money laoundrig without core crime = tidak ada pencucian ung tanpa pidana
asalnya, secara teori memang untu membutikan pencucuian uang harus diketahui dulu
tindak pidana asalnya, akan tetapi dalam praktik tindak pidana pencucian uang tidak
harus dibuktikan terlebih dahulu kejahatan asal ( predicate crime) karna pencucian uang
merupakan tindak pidana yag berdiri sendiri

- Tidak ada pasal yag mengatur kalau tppu harus dibuktikan terlebih dahulu tindak
pidana asalnya
1. Indonesia menganut sistem pembuktian negatif
2. Tppu berdiri sendiri
Kalau dibuktikan terlebih dahulu tidnak pidana asalnya memakan waktu dan proses
yang cukup lama.
Intinya psal 75 itu, tindak pidana asal dalam tpp memang harus ada tapi gak harus
dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Tindak pidana asal gak perlu
dibuktikan akan tetapi tppu terjadi pasti karna ada pidana asalnya.

Anda mungkin juga menyukai