Oleh:
MEDAN
FAKULTAS HUKUM
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas limpahan
berkat, rahmat, dan kuasanya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Tindak Pidana Khusus, dan judul makalah ini adalah "Tinjauan Pasal
69 pada Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang".
Saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Tindak Pidana
Khsusu yang telah memberikan tugas ini, sehingga memperluas ilmu dan
pengetahuan saya selaku mahasiswa. Saya juga berterima kasih kepada semua
pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah ini dari awal hingga
selesai.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pada umumnya proses pencucian uang modern terdiri dari tiga tahap, yaitu
placement, layering dan integration. Ketiga langkah itu dapat terjadi dalam waktu
bersamaan. Langkah-langkah tersebut dimaksudkan untuk menempatkan dana
illegal ke dalam sistem keuangan, dengan tujuan agar tidak mengundang
kecurigaan dari pihak yang berwenang3
Hal ini juga dapat dilihat pada ketentuan pasal 2 UU TPPU yang
menyebutkan 25 jenis kejahatan yang dapat dikenal sebagai kejahatan asal. Maka
dari itu tidak mungkin ada tindak pidana pencucian uang jika tidak didahului
tindak pidana asal.
B. Rumusan Masalah
4
Ibid hal 5
5
Afdal Yanuar, Diskursus Antara Kedudukan Delik Pencucian Uang, Jurnal Konstitusi,Volume 16,
No 4, Priode 2 Desember 2019, hal. 724-729.
1. Apakah tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana berdiri
sendiri atau tindak pidana lanjutan jika dikaitkan dengan Pasal 69?
2. Apa dampak hukum yang ditimbulkan dari Pasal 69 UU TPPU?
BAB II
PEMBAHASAN
Pada pasal diatas ditemukan kata “ tidak wajib”. Dalam hal ini R. Wiyono
mengatakan bahwa “ yang dimaksud dengan “tidak wajib di buktikan terlebih
dahulu ” tersebut adalah tidak wajib dibuktikan dengan adanya putusan
pengadilan atas pidana asal yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap
(inkracht)7
Maka jika dimengerti secara seksama, definisi yang diberikan R wiyono dapat
berarti tindak pidana pencucian uang jika diduga (pendugaan pada hal ini terhadap
seseorang pelaku pencucian uang. Ialah jika seseorang memiliki harta kekayaan
yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan profil atau pekerjaan yang dimilikinya)
seorang melakukan pencucian uang, maka dapat dilakukan penyidikan terlebih
dahulu tanpa harus membuktikan ataupun diketahui tindak pidana asal yang
dilakukan seorang pelaku pencucian uang.
6
Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Pasal 69
7
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Cetakan ke-I, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hlm. 195
“[3.18] menurut Mahkamah andaikata pelaku tindak pidana asalnya
meninggal dunia berarti perkaranya menjadi gugur, maka si penerima
pencucian uang tidak dapat dituntut sebab harus terlebih dahulu dibuktikan
tindak pidana asalnya. Adalah suatu ketidak adilan bahwa seseorang yang
sudah nyata menerima keuntungan dari tindak pidana pencucian uang tidak
diproses pidana hanya karena tindak pidana asalnya beluk dibuktikan terlebih
dahulu. Rakyat dan masyarakat Indonesia akan mengutuk bahwa seseorang
yang nyata-nyata telah menerima keuntungan dari tindak pidana pencucian
uang lalu lepas dari jeratan hukum hanya karena tindak pidana asalnya belum
dibuktikan terlebuh dahulu, namun demikian tindak pidana pencucian uang
memang tidak berdiri sendiri, tetapi harus ada keaitannya dengan tidak pidana
asal. Bagaimana mungkin ada tindak pidana pencucuian uang kalau tidak ada
tindak pidana asalnya. Apabila tindak pidana asalnyatidak bisa dibuktikan
terlebih dahulu, maka tidak menjadi halangan untuk mengadili tindak pidana
pencucian uang…..”8
Dengan berprinsip follow the money (menelusuri aliran uang) juga tentu
memudahkan aparat penegak hukum untuk mengungkap para pelakiu tindak
pidana yang dilakukan sekaligus menyita hasil-hasil kejahatannya.
9
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 90/PUU-XIII/2015
Pada hakikatnya perkembangan penegakan hukum tindak pidana pencucian
uang tidak menjadi kewajiban untuk pembuktian tindak pidana asal, atau dengan
kata lain proses hukum atas tindak pidana tersebut tidak menjadi harus dipisah
sembari menunggu predicate crime-nya terbukti berdasarkan putusan pengadilan
inkrah.
Dalam Polemik ini sendiri, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), M Yusuf menegaskan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU
TPPU) bermakna pencucian uang sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri
(independent crime). TPPU memiliki karakter khusus.
Pernyataan Yusuf tersebut tentu sudah berbeda atau bernegasi dalam kajian
diawal yang menyatakan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan tindak
pidana lanjutan yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya tindak pidana asal.
Tidak terbuktinya tindak pidana asal menurutnya bukan berarti tindak pidana
asal tersebut tidak ada oleh karenanya dia menyatakan kalau Tindak Pidana
Pencucian Uang merupakan independent crime.
10
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5612f12d4e884/ppatk-tegaskan-tppu-sebagai-
iindependent-crime-i diakses pada tanggal 30 Desember 2021 pukul 12.51-
Putusan MK Nomor 77/PU-XII/2014 Mahkamah tidak bulat dalam
mengambil putusan, terdapat dua Hakim Konstitusi yang mempunyai pendapat
berbeda (Dissenting Opinion). Karena berpendapat bahwa untuk dapat seseorang
dituntut dengan dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka harta kekayaan
itu harus merupakan hasil dari salah satu atau beberapa tindak pidana asal
(predicate crimes atau predicate offence), dengan kata lain tidak ada tindak pidana
pencucian uang apabila tidak ada tindak pidana asal (predicate crimes atau
predicate offence).11
Lantas atas polemik tersebut terdapat upaya hukum yang dapat dilaksanakan
jika benar putusan tentang tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang
memiliki putusan yang saling bertentangan seperti peninjauan kembali.
Peninjauan Kembali (PK) yang dalam Bahasa Belanda dikenal dengan istilah
Herziening adalah suatu upaya hukum luar biasa dalam hukum pidana, terhadap
suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht
van gewjisde). Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 263
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berisi
Syarat dapat diajukannya PK adalah adanya keadaan atau bukti baru (novum).
Keadaan atau bukti baru yang menjadi landasan diajukannya PK tersebut adalah
yang mempunyai sifat dan kualitas "menimbulkan dugaan kuat", yang diartikan:
Maka atas terjadinya perbedaan putusan pada tindak pidana asal dan tindak pidana
pencucian uang yang mana perbedaan putusan medupakan keadaan atau bukti
baru (novum) dapat diajukan uapaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung.
Begitu juga dengan pendekatan follow the money yang mana berarrti menelusuri
arah laju uang hasil tindak pidana, sangat memungkin kan penerapan pasal 69 UU
TPPU. Karena tidak berfokus kepada siapa pelaku melainkan berfokus kea rah
jalur laju uang
Adapun terjadi banyak perbedaan pendapat atas implikasi dari pasal 69 TPPU ini
masih diperdebatkan sampai hari ini dengan beberapa rasionalisasi beberapa
seperti jika tindak pidana asal tidak terbukti tindak pidana pencucian uang tentu
tidak terbukti dan rasionalisasi lain seperti jika tindak pidana asal tidak terbukti
bisa jadi tidak terbuktinya karena kesalahan dalam peletakan pasal dan bukan
berarti tidak ada tindak pidana asal.
Adapun jika terjepit diantara putusan tindak pidana yang saling bertentangan
antara tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uang maka upaya
hukum yang dapat dilakukan adalah peninjauan kembali.
Daftar Pustaka
Regulasi
Yurisprudensi
Buku
Jurnal
Link
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5612f12d4e884/ppatk-tegaskan-tppu-
sebagai-iindependent-crime-i
Ramdan, Ajie. 2017. Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 77/PUU-
XII/2014 Terhadap Pemberantasan Money Laundering Perbandingan Indonesia
dengan Tiga Negara Lain. Jurnal Penelitian Hukum. Bandung: Departemen
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.