Tindak Pidana Pencucian Uang atau money laundering di Indonesia menjadi salah satu
permasalahan bangsa yang belum terselesaikan akibat kesulitan pembuktian materialnya. Jalan
keluar dalam menyelesaikan masalah pembuktian ini adalah dengan menerapkan beban
pembuktian terbalik. Namun penerapan beban pembuktian terbalik ini menimbulkan pro dan
kontra di kalangan ahli hukum karena beban pembuktian terbalik dianggap bertentangan
dengan asas praduga tak bersalah yang merupakan jaminan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM) dan juga dianggap bertentangan dengan Pasal 66 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yang mengatur bahwa jaksa menjadi satu-satunya yang diberi kewajiban
dalam pembuktian.
2. Persekusi pada kasus di atas merupakan bentuk Kejahatan Kemanusiaan yang sesuai dengan
Pasal 7 Statuta Roma 1998 merupakan kejahatan Penganiayaan terhadap suatu kelompok
yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya,
agama, gender sebagai didefinisikan dalam ayat 3, atau atas dasar lain yang secara universal
diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum internasional, yang berhubungan dengan
setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam
jurisdiksi Mahkamah
Ketentuan tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 7 ayat (2) Statuta Roma, yaitu:
Penyiksaan diartikan tindakan secara sengaja untuk memberikan rasa sakit atau penderitaan,
baik fisik maupun mental, orang-orang yang ditahan di bawah kekuasaan pelaku. Kecuali itu,
bahwa penyiksaan tersebut tidak termasuk rasa sakit atau penderitaan yang hanya muncul
secara inheren atau insidental dari pengenaan sanksi yang sah.