Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sanksi yang dapat diberikan kepada pihak penyidik yang terbukti


melakukan tindakan salah tangkap disertai kekerasan
Secara umum sanksi dapat diartikan dengan hukuman, yang merupakan
konsekuensi dari adanya pelanggaran terhadap aturan dan ketentuan, baik tertulis
maupun tidak tertulis. Hukum dan sanksi merupakan ikatan erat yang saling
melengkapi, hukum tanpa sanksi maka akan sangat sulit dalam menerapkan
hukum tersebut, sebaliknya jika sanksi tanpa hukum maka akan terjadi
kesewenang – wenangan. Sanksi selalu terkait dengan norma hukum atau kaidah
hukum dengan norma-norma lainnya, misalnya norma kesusilaan, norma agama
atau kepercayaan, norma sopan santun.

Sanksi dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda sanctie,


seperti dalam poenale sanctie (sanksi pidana, yaitu sanksi hukuman pukulan dan
kurungan badan) yang dikenal dalam sejarah bangsa Indonesia pada masa kolonial
belanda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian sanksi adalah
tanggungan (tindakan, hukuman, dan sebagainya) untuk memaksa orang menepati
perjanjian atau menaati ketentuan 1022 undang-undang (anggaran dasar,
perkumpulan dan sebagainya). 26

Dalam bidang hukum, istilah yang digunakan untuk hukuman bagi


pelanggar norma atau aturan adalah sanksi hukum. Sanksi hukum merupakan
hukuman yang diberikan kepada seseorang yang melakukan pelanggaran hukum,
hal ini adalah bentuk perwujudan yang jelas dari kekuasaan Negara dalam
menjalankan kewajibannya dalam memaksakan ditaatinya hukum. Ada 3 (tiga)
macam sanksi hukum, yaitu26 :

1. Sanksi Pidana
26
Nida IG, Dewi AA, Budiyasa IM. Pertanggung Jawaban Pihak Kepolisian Dan Upaya Hukum Yang Dilakukan
Tersangka Atas Terjadinya Salah Tangkap. Jurnal Preferensi Hukum. Vol. 1, No. 2 – September 2020, Hal. 51-56.
2. Sanksi Perdata

3. Sanksi Administrasi

Dalam KUHAP tidak mengatur sanksi bagi penyidik yang melakukan


salah tangkap, namun mewajibkan bagi penyidik tersebut untuk memberikan ganti
rugi dan rehabilitasi terhadap korban salah tangkap. Pengertian ganti rugi dalam
perkara pidana dijelaskan dalam pasal 1 angka 22 KUHAP, ganti kerugian adalah
hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan
sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan undang – undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya
atau hukum yang diterapkan menurut tata cara yang diatur dalam KUHAP. Ganti
kerugian dituntut mealui prosedur praperadilan. Pasal 1 angka 10 KUHAP
menjelaskan bahwa praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk
memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam KUHAP, tentang :

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas


permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian tuntutan atas


permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau


keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan. 27

Mengenai ganti kerugian bagi korban salah tangkap dijelaskan dalam pasal
95 dan pasal 96 KUHAP, tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut
ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan

27
Cahyadi M. Tinjauan Hukum Terhadap Tuntutan Ganti Kerugian Karena Salah Tangkap Dan Menahan
Orang. Karya Ilmiah Universitas Tadulako, 2018. Hal 4.
tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang – undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Sedangkan untuk
untuk pemberian rehabilitasi bagi korban salah tangkap diatur dalam pasal 97 ayat
(1) KUHAP. 27

Dalam proses penyidikan yang dilakukan diluar prosedur kerap disertai


dengan kekerasan, kekerasan dilakukan digunakan sebagai shock therapy bagi
tersangka guna memberikan pelajaran dan agar ia mengakui perbuatannya serta
menggali informasi dari tersangka. Hal seperti ini seolah – olah sudah menjadi
budaya yang salah, mengingat kekerasan dalam penyidikan sudah melanggar hak
asasi manusia. Kasus salah tangkap yang disertai kekerasan merupakan tindak
pidana dan dapat dikenakan sanksi pidana bagi oknum penyidik yang
melakukannya. Sanksi bagi oknum penyidik yang melakukan salah tangkap diatur
dalam pasal 422 KUHP yang berbunyi “pegawai negeri yang dalam perkara
pidana menggunakan paksaan, baik untuk memaksa orang supaya mengaku,
maupun untuk memancing orang supaya memberi keterangan, dihukum penjara
selama empat tahun”. 27

Salah tangkap merupakan istilah yang tidak ada di KUHP maupun


peraturan perundang - undangan yang lain. Salah tangkap tersangka merupakan
kekeliruan dalam penangkapan orang yang disangka sebagai pelaku pelanggaran
undang-undang atau aturan yang ada. Akibatnya upaya hukum dalam kasus ini
harusnya tidak berada di pihak korban yang menjadi korban salah tangkap namun
seharusnya untuk memenuhi rasa keadilan dalam bermasyarakat yang seharusnya
harus menjadi tanggungjawab dari aparat berwenang (penyidik kepolisian).
Penangkapan yaitu sesuatu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang
kepada penyidik agar bisa menangkap seseorang yang terduga telah melaksanakan
tindak pidana. Dari ketentuan ayat (1) Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana jelas tertera bahwa dalam melakukan penangkapan Penyidik harus: 28

28
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Displin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia Pasal 7
1. Menunjukkan surat tugas kepada tersangka bahwa ia ditugaskan untuk
melakukan penangkapan.

2. Memberikan surat perintah penangkapan tersangka yang memuat :


1) Identitas atau nama tersangka yang hendak ditangkap.
2) Menyebutkan alasan penangkapan, kenapa tersangka ditangkap.
3) Uraian singkat tentang perkara kejahatan yang diduga dilakukan
tersangka.
4) Menyebutkan tempat tersangka akan diperiksa, misalnya di Polres
Jakarta Pusat atau di Polda Metro Jaya atau Bareskrim Mabes
Polri.

Akibatnya hukum kasus salah tangkap tersebut harusnya tidak hanya pihak
korban yang menjadi korban salah tangkap namun pada seharusnya demi
memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat yang semestinya juga menjadi
tanggungjawab dari penyidik kepolisian. Penyidik juga tak berkewajiban untuk
menyatakan penyesalannya ataupun meminta maaf secara tertutup dan secara
terbuka. Tersangka juga memiliki hak, beberapa hak tersangka adalah sebagai
berikut29 :

1. Hak dapat diperiksa, diajukan ke pengadilan,dan diadili


2. Hak agar dapat memberikan keterangan kepada hakim dan penyidik
3. Hak agar mendapat bantuan hukum dari Advoka
4. Hak agar mendapat juru bahasa
5. Hak menghubungi dokter untuk tersangka yang di tahan
6. Hak untuk dapat diberitahukan kepada keluarga

Namun kebanyakan hak-hak tersangka tidak diindahkan, dan tidak


dianggap perlu untuk menyampaikan hak-hak mereka. Sekalipun tersangka tetap
saja merupakan manusia yang memiliki hak asasi manusia. Namun kebanyakan
orang menganggap sesuai kejadian yang dilakukan oleh tersangka yang dilakukan
tidak manusiawi sehingga sang pelaku secara social dihukum oleh masyarakat
dengan harus menanggung malu. Selain tersangka yang mendapatkan sanksi
sosial, keluarga dari tersangka juga mendapatkan sanksi sosial nya , karena
masyarakat akan menjauhi dan membuat malu keluarga tersangka. 29

Bentuk formal pada perilaku kejahatan yaitu peradilan pidana. Namun,


akan tetapi bukan berarti reaksi yang dilakukan dengan cara ceroboh tanpa adanya
perlindungan terhadap HAM. Mulai dari hak agar disangka tidak bersalah, hak
agar dapatkan bantuan hukum, hak agar tidak disiksa, dan beberapa hak lainnya
ketika seseorang dinyatakan bersalah. Kewajiban sistem sistem peradilan pidana
dalam hal ini agar melakukan pemeriksaan secara profesional, lebih
mengedepankan fakta atau bukti yang kuat untuk menyatakan seseorang itu
bersalah atas suatu kejahatan, tujuan pidana itu sendiri dan hak-hak seharusnya
diterima oleh terpidana untuk melaksanakan pemidanaan sesuai dengan tujuan
pidana. 29

Keharusan ini mutlak adanya mengingat instrumentasi hukum sangat


menitikberatkan pada kewenangan-wenangan lembaga penegak hukum
dibandingkan dengan posisi tersangka, terdakwa, serta terpidana. Suatu tindak
pidana terjadi apabila, lembaga yang pertama berhadapan langsung di masyarakat
yaitu Kepolisian, baik yang dimaksud sebagai korban, atau saksi, serta tersangka.
Oleh karena itu, bahwa lembaga kepolisian memiliki tugas terutama agar
melindungi keamanan dalam negara serta menjadi penegak hukum utama yang
dalam tugas seperti biasa bisa saja juga mendapat omongan yang tidak diinginkan,
tidak dihormati, serta tidak akan di percayai oleh masyarakat. 29

Kejadian salah tangkap inilah yang mengakibatkan banyaknya pihak


kepolisian dan departemen kepolisian yang tidak dipercaya oleh masyarakat,
masyarakat lebih memilih untuk main hakim sendiri daripada melaporkan kepihak
kepolisian karena tidak mempercayai kinerja kepolisian. Seharusnya pihak
kepolisian menyadari dan memperketat tata cara penyelidikan agar tidak terjadi
kejadian salah tangkap, banyak pihak yang dirugikan dengan kesalahan yang
terjadi seperti kasus salah tangkap ini. Dalam kasus pidana sebenarnya yang dicari
adalah kebenaran materiil, seseorang tidak dapat dipidana hanya dengan
pengakuan verbal tanpa ada pembuktian. Korban salah tangkap itu sendiri berhak
untuk mendapatkan pemulihan dalam pembersihan nama baik dan hal lainnya
yang dapat membantu dia dalam memulihkan keadaan dirinya. 29

Dalam buku Perundang-undangan Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1


ayat 20 sudah dijelaskan bahwa: ”penangkapan adalah suatu tindakan penyidik
berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila
terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau
peradilan dalam hal ini serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
Pasal 17 menunjukan alasan mengenai penangkapan atau syarat penangkapan
yaitu sebagai berikut29 :

1. Tindakan pidana, seorang tersangka diduga keras melakukan tindakan


pidana,

2. Dan dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.

Yang menunjukan pasal ini agar perintah penangkapan tidak dapat


dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi dapat ditujukan kepada mereka yang
betul-betul melakukan tindak pidana. proses penangkapan mempunyai
konsekuensi kesalahan yang cukup besar dikarena kekeliruan tersebut tidak segera
diperbaiki maka dari itu kekeliruan tersebut terus berlangsung pada tahap-tahap
berikutnya. Upaya hukum tentang pertanggungjawaban Penyidik Polri jika terjadi
salah tangkap saat menjalankan tugas dan upaya hukum yang dapat dilakukan
tersangka jika terjadi salah tangkap karena Penyidik Polri. Pertama, bentuk-
bentuk sanksi yang terdapat dalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia pelanggaran yang dilakukan yaitu sebagai berikut29 ;
1. Perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela
2. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara
langsung
3. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi
4. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan fungsi
Kepolisian

Menurut Pasal 1 Ayat 22 KUHAP upaya hukum yang dapat di laksanakan


yaitu, ganti kerugian. Yang menjadi dasar hukum untuk tuntutan ganti kerugian
adalah Pasal 77 poin b KUHAP, kemudian rehabilitasi yang sesuai dengan Pasal 1
Ayat 10 KUHAP c). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk
tanggung jawab yang dilakukan oleh penyidik Polri dibedakan menjadi 2 yaitu
tanggung jawab materiil, yaitu mengenai sanksi pernyataan maaf serta tanggung
jawab imateriil yakni mengenai sanksi berupa kewajiban pembinaan ulang di
lembaga pendidikan Polri. Sedangkan upaya hukum yang dilakukan oleh korban
salah tangkap yaitu dengan melakukan tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi. 29

Tindakan yang telah dilakukan oleh oknum kepolisian yang melakukan


salah tangkap ini merupakan tindak melanggar hukum. Asas praduga tak bersalah
tidak diterapkan, karena telah semena-mena melakukan tindakan penganiayaan.
Inilah pentingnya asas praduga tak bersalah, serta perlu diperhatikannya hak-hak
tersangka dan terdakwa. Jika penegakan hukum tidak menyertakan atau
memperhatikan hak-hak di atas berarti di dalam proses penegakan hukum di sini
telah terjadi kesalahan yang berujung pada pelanggaran Hak Asasi Manusia. Salah
satu kasus yang serius terjadi adalah salah tangkap. Salah tangkap yang
merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Karena upaya ini
mendudukkan orang yang tidak bersalah dijadikan bersalah dan yang lebih
parahnya lagi sering kali terjadi salah tangkap ini disertai dengan kekerasan yang
juga dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam lingkup dan wewenangnya
melakukan upaya paksa dan upaya penegakan hukum lainnya. 29

Oleh karena itu, penegakan hukum pidana harus berdasarkan perundang-


undangan yang berlaku. Jika menyimpang dari peraturan perundang-undangan
maka sudah pasti di dalam penegakan hukum tersebut telah terjadi kesalahan. jika
proses penangkapan itu bukan karena pelanggaran dan/atau kejahatannya alias
salah tangkap, maka jelas ini merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang
dilakukan penegak hukum dalam lingkup dan wewenangnya melakukan upaya
paksa panangkapan, apalagi jika di dalamnya juga disertai dengan kekerasan.
Kebanyakan kasus salah tangkap di Indonesia itu merupakan pelanggaran
terhadap asas praduga tak bersalah yang dapat mengundang perhatian besar
masyarakat baik di tingkat nasional maupun internasional Siapa pun, baik atas
perintah undang-undang atau bukan, tetap dapat dipidana sesuai dengan
kejahatannya. Seorang polisi, jaksa atau hakim yang keliru menjalankan tugasnya
dapat dikenai pidana. Memang, dalam hukum acara pidana, berlaku prosedur yang
disebut dengan rehabilitasi. Namun, apakah rehabilitasi ini merupakan satu-
satunya hal yang dapat dilakukan apabila terjadi kasus salah tangkap. 29

Masalah kesalahan tangkap/dakwa/vonis ini terlalu mengancam hak hidup


manusia, sudah seharusnya kesalahan tangkap/dakwa/vonis harus diancam secara
jelas-jelas dengan pasal pidana. Undang-undang tidak boleh digunakan sebagai
tameng untuk menutupi sebuah kesalahan yang notabene adalah kejahatan itu
sendiri. Tindakan pihak kepolisian yang telah melakukan tindakan salah tangkap
sehingga merugikan orang lain, maka terhadapnya dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana, meskipun di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak dimasukkan secara
eksplisit ketentuan pidana apa yang dapat dijatuhkan apabila seorang polisi telah
melakukan kelalaian atau kesalahan dalam tugasnya. 29

Setiap perbuatan harus berhati-hati serta harus melihat disiplin, apalagi


sebagai aparat kepolisian yang menegakkan hukum di Indonesia ini, apabila kasus
salah tangkap ini terjadi maka seharusnya diberi hukuman kepada oknum
kepolisian dengan teguran lisan dan/atau tindakan fisik yang bersifat membina,
yang dijatuhkan secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia. 29

Dalam kasus ini penyidik telah melanggar peraturan perundang-undangan


yang berlaku dan mengeyampingkan asas praduga tak bersalah ketika melakukan
29
Sugistiyoko BS. Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Dalam Proses Perkara Pidana. Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Tulungagung. Hal 1-20
proses penangkapan dan disertai penganiayaan kepada Badia Raja yang diduga
bersalah. Ketika Badia Raja dinyatakan tidak terbukti telah melakukan tindak
pidana pencurian, seperti yang telah disangkakan kepada mereka. Hal tersebut
menjadi masalah karena mereka telah mengalami perlakuan sewenang-wenang
dari anggota kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap dirinya. Dalam
kasus ini sudah seharusnya anggota kepolisian tersebut bertanggungjawab atas
tindakan atau perbuatan yang dilakukannya berkaitan dengan proses penangkapan
dan penahanan terhadap korban tersebut.

Dengan adanya hukuman disiplin dan teguran tertulis tersebut, maka


pertanggungjawaban pidana atas apa yang oknum kepolisian itu lakukan telah
dipertanggungjawabkan, sesuai dengan tujuan pemidanaan yaitu menakut nakuti
setiap orang orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (aliran
klasik), dan mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik
dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya (aliran modern).

Istilah salah tangkap tidak terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum


Acara Pidana maupun peraturan perundang-undangan yang lain. Namun secara
teoritis pengertian salah tangkap (error in persona) ini bisa ditemukan dalam
doktrin pendapat ahli-ahli hukum. Secara harfiah arti dari salah tangkap (error in
persona) adalah keliru mengenai orang yang dimaksud atau kekeliruan mengenai
orangnya. Kekeliruan dalam penangkapan mengenai orangnya diistilahkan dengan
disqualification in person yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat
kekeliruan, sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa
bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap atau ditahan. Sedangkan dalam
lingkup pidana, error in persona bisa terjadi pada saat dakwaan dialamatkan
kepada orang yang salah.

Kekeliruan itu bisa terjadi pada saat dilakukan penangkapan, atau


penahanan, atau penuntutan, atau pada saat pemeriksaan oleh hakim di pengadilan
sampai perkaranya diputus. Dalam kasus salah tangkap sangat ini sangat
berdampak pada keluarga yang ditinggal karena kasus salah tangkap khususnya
bagi perempuan dan anak, itu juga sangat mengganggu untuk masa depan anak
atau generasi generasi bangsa yang menjadi keluarga korban karena adanya
depresi dan rasa takut yang mendalam akan mengakibatkan depresi terhadap anak
apalagi pada masa masa sekolah.

Salah tangkap pada dasarnya hal yang dapat terjadi pada setiap orang
dalam melakukan kesalahan terhadap pekerjaannya. Tetapi yang menjadi masalah
dalam kesalahan tersebut adalah akibat yang terjadi atas perbuatan kesalahan itu
menimbulkan kerugian bagi korban. Terjadinya salah tangkap merupakan suatu
pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik dalam melakukan tugas dan
wewenangnya.30

B. Tanggung jawab negara terhadap korban salah tangkap yang


mengalami tindak kekerasan dalam proses penyidikan
Indonesia yang merupakan negara hukum haruslah selalu menciptakan
rasa keadilan dan juga wajib menciptakan rasa aman seluruh warga negaranya.
Hukum memiliki peran yang sangat penting dalam hal mengatur dan juga
mengawasi pemerintahan di dalam suatu negara yang bertujuan untuk melindungi
segenap kehidupan yang berada di bangsa Indonesia. Sesuai dengan apa yang
tertera pada bagian pembukaan UUD 1945 bahwasannya Indonesia mempunyai
impian untuk terciptanya suatu ketertiban, keamanan, dan keadilan, serta
kepastian hukum. Didalam menegakkan hukum melalui sistem peradilan pidana
tidak hanya memfokuskan dan menafsirkan hukum secara laterlijk tetapi
hendaknya memasukkan hal-hal yang bersifat sosial agar keadilan dapat dirasakan
oleh semua kalangan.31

Menurut F.J. Stahl yang merupakan seorang ahili hukum mengemukakan


ciri-ciri negara hukum ada empat yakni ikrar terhadap suatu hak asasi manusia

30
Lathif N. Pertanggungjawaban Pidana Penyidik Polri Dalam Kasus Salah Tangkap. Pakuan Law Review.
Vol 4(2). 2018. E-Issn:2614-485.

31
Naufal M. Pakuan Law Review Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2018 e-ISSN:2614-485. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2016.
yang dipunyai oleh setiap manusia, adanya pemisahan terhadap kekuasaan negara,
kemudian adanya sistem pemerintahan yang berdasarkan oleh undang-undang,
dan yang terakhir yaitu adanya peradilan administrasi negara. Oleh adanya
pendapat tersebut dapat dibilang bahwa perlindungan dan penegakan hak asasi
manusia adalah faktor yang penting didalam suatu negara hukum tentunya. 32

Salah tangkap biasanya diakukan oleh sub sistem peradilan pidana


terutama pihak kepolisian dan kejaksaan. Hal tersebut terjadi karena kedua
lembaga ini memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Aturan-aturan
yang jelas dan tidak berkesan kabur akan sangat memberikan kepastian hukum
terutama yang menyangkut dengan pelaksanaan tugas kepolisian dan kejaksaan
guna menghindari terjadinya salah tangkap. 32

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak


asasi manusia dapat dimaknakan sebagai segala hak yang sifatnya tertanam
sehingga menjadi dasar dan merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa yang
patut dihormati dan dilindungi oleh negara beserta juga komponen didalamnya.
Hak asasi manusia merupakan unsur yang sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dari yang namanya sistem peradilan pidana. Implementasi dari hak
asasi manusia yang berada di dalam sistem peradilan pidana bisa dilihat dari
adanya asas equality before the law, asas praduga tak bersalah, dan miranda rule
yang semua dari asas-asas tersebut telah didapatkan di dalam KUHAP dan
peraturan perundang-undangan yang membahas mengenai hak-hak warga negara
disaat menjalani proses peradilan pidana di Indonesia. Peristiwa salah tangkap
terjadi karena adanya pelanggaran hak yang dilakukan selama proses pemeriksaan
di peradilan pidana.32

Peristiwa salah tangkap yang terjadi di Indonesia ini tentunya sangat jelas
merugikan pihak korban salah tangkap tersebut. Negara wajib memberi
perlindungan hukum terhadap peristiwa tersebut dikarenakan perlindungan hukum
merupakan cerminan tanggung jawab negara yang sifatnya wajib diberikan serta
32
Ayunda YP. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap Dalam Peradilan Pidana. Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medam. 2020
dijamin oleh negara didalam melakukan tugasnya sebagai penyelenggara negara.
Peristiwa salah tangkap yang dilakukan saat sistem peradilan pidana berjalan
dengan alasan yang tidak tercantum dengan undang-undang atau kekeliruan
mengenai aparatnya maupun hukumnya adalah suatu hal yang terjadi sejak dulu
memang telah mendapatkan perhatian pemerintah. Peristiwa salah tangkap yang
terjadi di Indonesia nyatanya lebih sering terjadi ditimbang dari adanya peristiwa
kesalahan hukum lainnya, hal ini pastinya menimbulkan konsekuensi bahwa
warga negara yang terkena peristiwa salah tangkap berhak untuk menuntut negara
untuk meminta ganti kerugian maupun rehabilitasi.33

Di dalam pasal yang terdapat di KUHAP sendiri sudah jelas tertera


mengenai peristiwa salah tangkap yang terjadi merupakan menjadi tanggung
jawab yang diberikan oleh negara terhadap warga negara atau individu yang
terkena peristiwa salah tangkap tersebut. Penyelesaian yang dapat ditempuh selain
seperti yang diatur didalam peraturan perundang- undangan juga dapat
diselesaikan melalui penyelesaian sengketa alternatif yang mengalami
perkembangan ilmu hukum dewasa ini. 33

1. Perlindungan hokum terhadap korban salah tangkap (error in persona)


2. Ganti rugi

3. Rehabilitasi

Tanggung jawab yang diberikan negara mengenai peristiwa salah tangkap


dapat disimak dari pasal 95 sampai dengan pasal 97 KUHAP lebih lanjutnya
menjelaskan mengnai perihal ganti kerugian dan juga rehabilitasi yang diberikan
kepada korban peristiwa salah tangkap akibat adanya pelanggaran hak-hak
maupun pelanggaran hukum yang administrative dan diadili tanpa suatu alasan
yang jelas yang tidak sesuai dengan undang-undang. Perihal tanggung jawab
33
Margono P. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap Dalam Tindak Pidana Menurut Kuhap.

Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan.


negara mengenai ganti kerugian dapat pasal 95 dan pasal 96 KUHAP, dilihat dari
Pasal 1 angka 22 KUHAP ganti kerugian kurang lebihnya dijelaskan sebagai hak
individu atau warga negara untuk mendapatkan suatu pemenuhan atas tuntutan
yang diperolehnya berupa uang karena individu atau warga negara tersebut telah
ditangkap, ditahan, dan dituntut, maupun diadili tanpa adanya suatu dasar hukum
sesuai undang-undang atau juga karena kekeliruan yang telah dilakukan oleh
aparat maupun hukum yang diterapkan sesuai cara yang diatur didalam undang-
undang ini.

Pasal 97 KUHAP. Dilihat dari Pasal 1 angka 23 KUHAP rehabilitasi


kurang lebih diartikan sebagai hak individu atau warga negara yang sedang
menjalankan proses peradilan pidana untuk mendapatkan kembali haknya dalam
kemampuan, harkat martabatnya saat ditingkat penyidikan, penuntutan maupun
peradilan karena telah ditangkap dan diproses tanpa alasan yang berlandaskan
undang-undang atau karena kekeliruan yang dibuat oleh aparat maupun hukum
yang diterapkan sesuai cara yang diatur didalam undang-undang ini.

Peraturan mengenai ganti kerugian terhadap korban salah tangkap di


dalam menjalani proses sistem peradilan pidana sejatinya terdapat didalam
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan KUHAP yang
disahkan oleh Presiden Soeharto kemudian pada tahun 2015 direvisi oleh Presiden
Jokowi menjadi Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2015 tentang perubahan
kedua atas PP No. 27 Tahun 1982. 34

Hal penting yang didapat dari adanya PP no 92 Tahun 2015 bagi korban
salah tangkap di Indonesia yakni dalam hal ganti kerugian sesuai pasal 77 huruf b
juga pasal 95 KUHAP nominal yang diberikan oleh negara dalam rangka
mengganti kerugian yang didapat oleh individu atau warga negara yang menjadi
korban salah tangkap yaitu sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) hingga
34
Harianja MM. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Dalam Hal Terjadinya Salah
Tangkap (Error In Persona). Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. 2020.
Rp. 100.000.000 (serratus juta rupiah), terdapat juga ganti kerugian akibat
menerima luka berat sesuai yang diatur didalam pasal 95 KUHAP yaitu
nominalnya sebesar Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) hingga Rp.
300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), hingga ada juga ganti kerugian yang apabila
terjadi kematian nominal ganti kerugiannya dari Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) hingga mencapai Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah). 35

Pemberian tanggung jawab negara wajib memberikan ganti rugi sesuai


dengan undang-undang yang ada maksimal sejak 14 (empat belas) hari dimulai
saat Ketua Pengadilan Negeri yang memutuskan terkait ganti rugi dapat diterima
oleh pemerintah.35

35
Jayawisastra KP, Sugama Id. Pengaturan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap Ditinjau Dari Perspektif
Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Kertha Wicara Vol 9 No.9 Tahun 2020, Hlm. 1-14.
BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, kasus salah tangkap ialah


kesalahan atau kekeliruan prosedur serta data-data yang didapat sehingga
menyebabkan salah tangkapnya seseorang yang padahal orang itu tidak
melakukan tindak pidana atau delik yang dituduhkan padanya, sehingga
menyebabkan ia ditangkap, lalu diminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang
sama sekali tidak ia lakukan hingga menyebabkan korban dari kasus salah tangkap
itupun mendapati kerugian, baik kerugian waktu maupun kerugian terhadap
rusaknya mental.

Salah tangkap dapat terjadi karena tindakan nonprofesional aparat


kepolisian dalam menjalankan prinsip-prinsip kriminalisasi, mulai dari
mendeteksi kejahatan, identifikasi korban, tersangka dan korelasinya secara
ilmiah dengan kata lain terjadi kesalahan dalam Scientific Crime Investigation
(penyidikan kejahatan secara ilmiah). Kedua, kebanyakan kasus salah tangkap
diawali dengan fakta yang dipolitisir untuk dapat menimbulkan kesan seolah-olah
publik percaya pada pelakunya, atau memberikan kesan telah adanya upaya
hukum yang dicapai oleh aparat hukum. Ketiga salah tangkap merupakan
penjabaran yang salah dari prinsip-prinsip dasar manajemen, dengan tidak
memperhatikan profesionalitas dalam pengambilan penemuan alat bukti.

Kasus salah tangkap telah melanggar kode etik Profesi Polri. Anggota
Kepolisian yang terlibat inipun telah diberi sanksi melalui sidang disiplin Polri
sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2003 tentang Peraturan Displin Anggota Polri, dan Kode Etik Kepolisian.
Korban dapat melakukan upaya hukum yaitu praperadilan untuk membayar ganti
kerugian dan rehabilitasi sesuai dengan KUHAP.

5.2. SARAN

Seharusnya dilakukan sebuah penambahan peraturan atau perubahan


peraturan undang-undang khusus tentang salah tangkap atau error in persona agar
terciptanya rasa keadilan dan kepastian hukum, Untuk menghindari terjadinya
kasus salah tangkap atau error in persona dikemudian hari, diperlunya peraturan
khusus yang mengatur tentang kasus salah tangkap ini atau menyempurnakan
peraturan perundang- undangan karena kebanyakan berlindung dibalik kemiripan,
data yang kurang mumpuni, saksi-saksi menunjukkan pada orang yang salah saja.

Diharapkan kepada para penyidik lebih berhati-hati dalam melakukan


penyelidikan dalam mencari data-data untuk menghindari kasus salah tangkap ini,
supaya terciptanya rasa keadilan dan kepastian hukuman.

Diharapkan hukuman pemberian yang lebih kuat agar lebih


memperhatikan hak-hak tersangka, karena belum tentu ia bersalah atas tuduhan
kasus yang dituduhkan. Serta pemberian pemahaman yang lebih tentang asas
praduga tak bersalah.

Dalam hal ini seharusnya Kepolisian harus teliti sehingga hasil dalam
penyelidikan itu lebih matang dan dapat meminimalisir terjadinya akan salah
tangkap, selain itu penyidik lebih dapat berhati-hati dalam penyelidikan atau
mencari data. Untuk mencegah dalam menanggulangi terjadinya salah tangkap
maka upaya Direktur Reserse Kriminal Umum melaksanakan bimbingan secara
teknik pada tingkat Polda atau Polres dangan secara langsung maupun secara
tertulis dengan menggunakan telegram atau juklak.

Perlunya upaya hukum yang bisa dilakukan oleh seseorang tersangka yang
ternyata merupakan korban yang terjadi salah tangkap, maka ia dapat mengajukan
upaya hukum berupa upaya pra peradilan. Dalam praktek dilapangan sebaiknya
tersangka dipermudah dengan mengajukan upaya hukum tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

26. Nida IG, Dewi AA, Budiyasa IM. Pertanggung Jawaban Pihak Kepolisian
Dan Upaya Hukum Yang Dilakukan Tersangka Atas Terjadinya Salah
Tangkap. Jurnal Preferensi Hukum. Vol. 1, No. 2 – September 2020, Hal.
51-56.

27. Cahyadi M. Tinjauan Hukum Terhadap Tuntutan Ganti Kerugian Karena


Salah Tangkap Dan Menahan Orang. Karya Ilmiah Universitas Tadulako,
2018. Hal 4.

28. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Displin


Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 7 .

29. Sugistiyoko BS. Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Dalam Proses


Perkara Pidana. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung. Hal 1-20

30. Lathif N. Pertanggungjawaban Pidana Penyidik Polri Dalam Kasus Salah


Tangkap. Pakuan Law Review. Vol 4(2). 2018. E-Issn:2614-485

31. Naufal M. Pakuan Law Review Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2018 e-


ISSN:2614-485. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2016.

32. Ayunda YP. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap Dalam
Peradilan Pidana. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medam.
2020.

33. Margono P. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Salah Tangkap Dalam


Tindak Pidana Menurut Kuhap. Fakultas Hukum Universitas Islam
Lamongan.

34. Harianja MM. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana


Dalam Hal Terjadinya Salah Tangkap (Error In Persona). Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya. 2020.
35. Jayawisastra KP, Sugama Id. Pengaturan Hukum Terhadap Korban Salah
Tangkap Ditinjau Dari Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Kertha
Wicara Vol 9 No.9 Tahun 2020, Hlm. 1-14.

Anda mungkin juga menyukai