OLEH :
MUHAMMAD IKRAM RISWANDI SAHABUDDIN
B013 2020 17
Istilah “Hak” dan “Hukum” dalam bahas Belanda dibedakan menjadi “Subjectief recht” untuk “Hak”
dan “Objectief recht” untuk “Hukum” atau peraturan-peraturan yang menimbulkan hak bagi
seseorang. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata “Law” mengandung arti kata hukum atau
undang-undang dan kata “Right” berarti hak atau wewenang.
Pengertian hak dalam hukum seseorang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda
kepadanya diizinkan untuk menikmati hasil dari benda miliknya. Izin atau kekuasaan yang
diberikan oleh hukum tersebut disebut “Hak” atau “Wewenang”
Implikasi dari definisi tentang hak di atas antara lain sebagai berikut :
a) Hak adalah suatu kekuasaan (power), yaitu suatu kemampuan untuk memodifikasi keadaan.
b) Hak merupakan jaminan yang diberikan oleh hukum, yaitu eksistensinya diakui oleh hukum
dan penggunaannya didasarkan pada suatu jaminan oleh hukum sebagai suatu hal yang
dapat diterima beserta segala konsekuensinya.
c) Penggunaan hak menghasilkan suatu keadaan yang berkaitan langsung dengan kepentingan
pemilik hak
2. Jenis-Jenis Hak
Berdasarkan eksistensinya, hak dapat dibagi menjadi hak orisinal dan hak derivatif. Hak orisinil adalah hak
yang melekat pada manusia yang diciptakan satu paket oleh Tuhan dengan manusia itu sendiri. Sedangkan,
Hak derivatif adalah hak-hak yang merupakan bentukan hukum yang tercipta karena hukum.
Berdasarkan segi kehidupan bernegara, terdapat hak dasar dan hak politik. Hak dasar dibedakan menjadi
hak dasar bersifat klasik dan hak dasar sosial. Selain itu, Hak juga dapat dibedakan menjadi Hak Mutlak dan
(Hak Absolut) dan Hak Nisbi (Hak Relatif),
Hak Mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang untuk melakukan sesuatu
perbuatan, hak mana dapat dipertahankan terdapat siapapun dan setiap orang juga garus menghormati
hak tersebut. Hak mutlak kemudian dapat dibagi menjadi 3 golongan : (a) Hak Asasi Manusia, (b) Hak
Publik Mutlak , (c) Hak Keperdataan
Hak Nisbi ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang
tertentu untuk menuntut agar supaya seseorang atau beberapa orang memberikan sesuatu, melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis hak tersebut, maka dapat dipahami bahwa hak
seseorang untuk menuntut ganti kerugian akibat penangkapan tidak sah merupakan hak dasar
bersifat klasik yang dijamin oleh hukum. Hak dasar ini dimiliki oleh setiap warga negara dan dijamin
pelaksanaanya pemenuhan hak oleh pemerintah.
3. Hak Tersangka, Terdakwa dan Terpidana dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia
a) Hak Tersangka : Beberapa hak-hak tersangka yang dapat ditemukan dalam KUHAP yaitu : Pasal 50 ayat
1 dan 2, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53 ayat 1 dan Pasal 177, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57,
Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 68 dan
pasal 95
b) Hak Terdakwa ; Beberapa hak-hak terdakwa yang dapat ditemukan dalam KUHAP, yaitu: Pasal 50 ayat
(3); Pasal 51 butir b. Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 dan Pasal 55 Pasal 56 ayat (1) dan (2) Pasal 57 ayat
(2)). Pasal 58 Pasal 59 dan Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64,Pasal 65,Pasal 66,Pasal 67,
Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) Pasal 68, Pasal 95 ayat (1), dan Pasal 97 ayat (1) ). Pasal
156 ayat (1) ).
c) Hak Terpidana ; Beberapa hak-hak terpidana yang dapat ditemukan dalam KUHAP, yaitu: Pasal 95,
Pasal 263, Pasal 196, selain itu Beberapa hak-hak terpidana juga dapat ditemukan dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka hak-hak tersangka, terdakwa dan terpidana telah diatur secara jelas
maka aparat penegak hukum perlu menyadari dan menjiwai hal ini. Tindakan emosional, berorientasi pada
pelaku kejahatan, ataupun untuk cara-cara tidak manusiawi yang dilakukan untuk mendapatkan tujuan-tujuan
tertentu dapat ditekan seminimal mungkin. Walaupun tindakan penegakan hukum untuk mempertahankan
dan memperlindungi kepentingan masyarakat, penegakan hukum tidak boleh sampai mengorbankan hak
asasi seseorang atau juga sebaliknya demi untuk memperlindungi dan menjunjung harkat dan martabat
individu tidak boleh dikorbankan kepentingan masyarakat.
B. Upaya Paksa
Upaya Paksa adalah upaya yang dilakukan aparat penegak hukum berupa penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan dalam rangka melaksanakan
proses peradilan.
1. Penangkapan
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan
dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Tujuan
penangkapan adalah untuk mengamankan tersangka sebagai tindakan permulaan proses penyelidikan
untuk memperoleh bukti awal untuk proses selanjutnya penyidikan dan penahanan. Hak adalah suatu
kekuasaan (power), yaitu suatu kemampuan untuk memodifikasi keadaan. (Pasal 1 angka 20 KUHAP)
2. Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut
umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini. (Pasal 1 angka 21 KUHAP)
3. Penggeledahan
Penggeledahan merupakan tindakan penyelidik/penyidik untuk mendapatkan barang bukti untuk
penyelidikan/penyidikan sebagai bukti permulaan cukup, agar tersangka dapat ditangkap/ditahan dan
prosesnya dapat dilanjutkan ke tingkat penuntutan dan tingkat pemeriksaan persidangan pengadilan
(Pasal 1 angka 17 KUHAP dan Pasal 1 angka 18 KUHAP)
4. Penyitaan
penyitaan adalah “serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. (Pasal 1 angka 16 KUHAP )
1. Pengertian Korban
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
suatu tindak pidana (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban)
2. Hak-Hak Korban
Ada beberapa hak umum yang disediakan bagi korban atau keluarga korban kejahatan :
a) Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya.
b) Hak memperoleh pembinaan dan rehabilitasi;
c) Hak memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku;
d) Hak untuk memperoleh bantuan hukum;
e) Hak untuk memperoleh kembali hak (harta) miliknya;
f) Hak untuk memperoleh akses atas pelayanan media;
g) Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari tahanan sementara, atau bila pelaku buron dari
tahanan;
h) Hak untuk mempeoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban
i) Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.
3. Tipe-Tipe Korban
Perkembangan ilmu viktimologi menjelaskan berbagai jenis korban, yaitu :
a) Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak peduli terhadap upaya penanggulangan kejahatan.
b) Latent victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter tertentu sehingga cenderung menjadi korban.
c) Procative victims, yaitu mereka yang menimbulkan rangsangan terjadinya kejahatan.
d) Participating victims, yaitu mereka yang dengan perilakunya memudahkan dirinya menjadi korban.
e) False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena perbuatan yang dibuatnya sendiri.
Terdapat 2 jenis tuntutan ganti kerugian yang diatur dalam KUHAP, yaitu:
a) Ganti kerugian yang ditujukan kepada aparat penegak hukum, yang diatur Bab XII Bagian kesatu;
b) Ganti kerugian yang ditujukan kepada pihak yang bersalah, yang merupakan penggabungan perkara pidana dengan perkara
gugatan ganti kerugian, yang diatur Bab XIII.
1) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan
Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang
mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti
kerugian paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
3) Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang
mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
E. Sistem Peradilan Pidana Indonesia
Sistem Peradilan Pidana menurut Mardjono Reksodiputro adalah sistem dalam suatu
masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Menanggulangi berarti disini usaha
untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat
1) Hak adalah posisi menguntungkan diberikan oleh hukum kepada seseorang untuk menikmati dan
2) Korban penangkapan tidak sah adalah orang yang ditangkap, tanpa alasan yang berdasarkan undang-
3) Error in Persona adalah kekhilafan atau kesalahan mengenai orang yang menjadi tujuan dari perbuatan
yang dilarang.
5) Kerugian Immateriil adalah kerugian atas manfaat yang kemungkinan akan diterima oleh seseorang di
kemudian hari atau kerugian dari kehilangan keuntungan yang mungkin diterima oleh seseorang di
kemudian hari.
6) Upaya paksa adalah upaya yang dilakukan aparat penegak hukum berupa penangkapan dalam rangka
melaksanakan proses peradilan.
7) Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan
dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
8) Ganti Kerugian adalah merupakan hak seseorang untuk mendapatkan pemenuhan atas tuntutannya
yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan Undang-Undang yang berlaku atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkannya menurut tata cara yang diatur dalam Undang-Undang.
9) Kompensasi adalah bentuk ganti rugi yang diberikan negara kepada para korban atau keluarga korban
yang merupakan ahli waris sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
10) Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan
dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan
karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
karena alasan kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang.
11) Sistem Peradilan Pidana adalah suatu istilah yang menunjukan mekanisme kerja dalam
penanggulangan kejahatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis
sosiologis (sosilogical jurisprudence). Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum nofmatif
(peraturan perundang-undangan), mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi
ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Penilitian ini dikategorikan sebagai
penilitian hukum doktrinal tentang hukum in concreto
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Makassar dan Kementrian Keuangan Republik
Indonesia. Pertimbangan Penulis memilih lokasi penelitian tersebut, karena terdapat cukup data
yang relevan tentang tuntutan ganti kerugian korban salah tangkap, untuk kemudian dilakukan
analisis terhadap data tersebut dan Kementrian Keuangan Republik Indonesia sebagai
lembaga yang telah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 untuk
melakukan pembayaran ganti kerugian kepada korban penangkapan tidak sah.
C. Jenis dan Sumber Data
Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan penelitian secara langsung
dengan pihak-pihak terkait untuk memperoleh informasi guna melengkapi data.
Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara membaca
buku-buku ilmiah, majalah, internet, surat kabar dan bacaan-bacaan lain yang berhubungan
dengan penelitian
D. Teknik dan Pengumpulan Data
Penelitian Lapangan (Field Research) ; Dokumentasi dan Wawancara.
Penelitian Kepustakaan (Library Research); Yurisprudensi; Karya ilmiah para sarjana;
Berbagai literatur; dan Sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh
Penulis.
E. Analisis Data
Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian baik primer maupun sekunder akan
dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menguraikan,
menjelaskan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya
dengan penelitian ini.
TERIMA KASIH