INDONESIA
POLITIK HUKUM
OLEH :
2220215310066
DOSEN PENGAMPU :
FAKULTAS HUKUM
BANJARMASIN
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
A. KESIMPULAN ............................................................................................................ 21
B. SARAN ......................................................................................................................... 22
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembatasan aktivitas manusia selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) dan penghentian berbagai kegiatan ekonomi, termasuk beberapa sektor industri, telah
berkontribusi pada pengurangan emisi global.1 Namun sayangnya, penurunan tersebut hanya
sementara dikarenakan efek pandemi ini belum dapat dikatakan cukup untuk mendorong
Dalam kondisi ini, ketika beberapa negara kembali melonggarkan kebijakan lockdown,
kualitas udara berbahaya, baik di tingkat lokal maupun global kemungkinan akan kembali
meningkat. Pasca wabah, dapat dipastikan bahwa kondisi kehidupan akan kembali seperti
semula (business as usual). Dapat diprediksi hal ini akan berdampak pada semakin
meningkatnya emisi disebabkan banyak kegiatan industri yang harus dikejar untuk
membangun ekonomi bangkit dari krisis lingkungan hidup terancam kembali diabaikan.2
Oleh karena itu, terdapat urgensi untuk mempertahankan penurunan emisi karbon ini
pasca pandemi. Momen kebangkitan ekonomi pasca pandemi ini dinilai tepat untuk
menerapkan kebijakan green economy yang dapat memulihkan laju perekonomian sekaligus
1
Anih Sri Suryani. 2020. “The Impacts of COVID-19 Pandemic On The Global
Environment”, Info Singkat Vol. XII No. 13. hlm. 15.
2
Alek Karci Kurniawan, “COVID-19, Isolasi Warga, dan Emisi Global”,
https://www.mongabay.co.id/2020/04/04/covid-19-isolasi-warga-dan-emisi-global/. diakses
pada 12 Desember 2022
3
mempertahankan penurunan emisi global. Salah satu upaya Indonesia untuk mencapainya yaitu
dengan kembali menguatkan komitmen penurunan emisi Indonesia yang telah disampaikan
dalam bentuk proposal Nationally Determined Contribution yang selanjutnya disebut NDC.3
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2020 merilis panduan pemajakan karbon bagi
negara berkembang. Dalam panduan tersebut dimuat juga prinsipprinsip dasar lingkungan yang
Prinsip The Polluter Pays Principle berarti siapa yang mencemari dia harus
menanggung biaya pencemaran, yang kemudian dialihkan pada masyarakat secara keseluruhan
aktivitas karbon yang terjadi di wilayah kendalinya, dan perlu memastikan kegiatan dalam
3
OECD, “Coronavirus Policy Responses and The Low Carbon Transition Impacts and
Possible Policy Responses”, https://www.oecd.org/coronavirus/policy-responses/covid-19-
and-the-low-carbon-transition-impacts-and-possible-policy-responses-749738fc/. diakses
pada 12 Desember 2022
4
3. Precautionary Principle
Dengan implementasi pajak karbon, negara telah mengakui bahwa dalam jangka panjang
Indonesia merupakan negara yang secara geografis sangat rentan terhadap dampak dari
perubahan iklim. Hal ini telah lama disadari oleh Indonesia, yang diperkuat dengan
berdasarkan data-data yang diperoleh dari BMKG, bahwa dari tahun 1981-2018 Indonesia
selalu mendapati peningkatan suhu sebesar 0,03°C per tahun. Tidak cukup disitu, bahkan sejak
tahun 2010-2018, emisi gas rumah kaca nasional mengalami peningkatan, yaitu 4,3% setiap
tahunnya. Climate change yang cukup signifikan, rata-rata dikarenakan oleh adanya
peningkatan emisi karbon yang sangat tinggi. Emisi karbon merupakan gas yang
dikeluarkan dari hasil pembakaran berbagai senyawa yang di dalamnya terdapat karbon,
misalnya CO2, solar, bensin, dan bahan bakar lainnya, yang di mana emisi karbon berarti pula
proses pelepasan karbon ke lapisan atmosfer bumi. Perubahan iklim yang senantiasa
berlangsung hingga saat ini, di mana disebabkan oleh emisi karbon perlu segera untuk ditindak
lanjuti. Hal ini dikarenakan perubahan iklim akibat emisi karbon telah menjadi isu global
Pembahasan dan beragam cara guna mengatasi permasalahan tersebut, sejatinya telah
dipikirkan oleh negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia yang telah menyepakati suatu
tindakan yang menyeluruh, yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) yang berfokus
tidak hanya pada dimensi sosial dan ekonomi, tetapi juga berfokus pada dimensi
4
United Nations Tax Committee, 2020 “United Nations Handbook on Carbon Taxation
for Developing Countries An Introduction for Policymakers”. United Nation. hlm. 27
5
keberadaan emisi karbon yang mengancam lingkungan hidup ialah dapat dengan
mengupayakan dari dua sisi, yaitu sisi mitigasi yang lebih menitik beratkan kepada upaya
penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan dari sisi upaya adaptasi perubahan iklim
yang berfokus untuk penurunan climate vulnerability dan peningkatan climate resilience.
Terkait dengan emisi karbon, maka sudah tentu semakin berpotensi mengakibatkan
perubahan iklim yang ekstrim, sehingga lingkungan hidup akan terkena dampaknya.
Sehubungan dengan emisi karbon yang menjadi penyebab terjadinya climate change,
bahwa terdapat suatu langkah atau kebijakan yang dapat dilakukan guna mengatasi hal
tersebut. Langkah ini telah banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia sebagai tindakan
Kebijakan atau langkah yang dimaksud ialah penerapan atau pengenaan pajak karbon
di Indonesia. Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas setiap produk yang menghasilkan
emisi karbon, seperti bahan bakar fosil. Subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan
yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan kegiatan yang
menghasilkan emisi karbon.5 Tujuan dari pengenaan pajak karbon adalah agar dapat
mengurangi emisi.6 Dengan demikian, penerapan pajak karbon oleh suatu negara berarti
menerapkan harga karbon yang dibebankan kepada emitter atau penghasil emisi, kemudian
diteruskan sampai pada konsumen. Pajak karbon merupakan suatu instrumen multifungsi,
5
Alin Halimatussadiah. 2021. “Urgensi Implementasi Pajak Karbon Di Indonesia” LPEM
FEB Universitas Indonesia hlm.9
6
Rezky Nur Aisyah, Jamaludin Majid, and Suhartono.2020. “Carbon Tax: Alternatif
Kebijakan Pengurangan External Diseconomies Emisi Karbon,” ISAFIR: Islamic
Accounting and Finance Review 1, no. 2 hlm. 48
6
banyak keuntungan yang mungkin dicapai dengan implementasi pajak karbon, setidak-
1. Mekanisme pembebanan langsung ke hulu atau perusahaan penghasil emisi dapat dinilai
efektif, karena perusahaan terkait yang kemudian membebankan sebagian besar biaya
pajak pada konsumen mereka, secara tidak langsung harga barang akan meningkat
2. Pajak karbon akan mempengaruhi kebiasaan produsen dan konsumen untuk mengurangi
emisi.
satu sektor ke sektor lainnya. Dengan menetapkan harga emisi melalui pemajakan,
pajak karbon yang dirancang secara optimal akan memastikan bahwa karbon yang
4. Pajak karbon akan meningkatkan pendapatan negara yang dapat digunakan untuk
melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, mendanai barang publik,
mengurangi defisit, bahkan dalam tataran tertentu memotong pajak lainnya yang
mendistorsi pasar.7
Kebijakan ini memiliki 2 keunggulan yaitu instrumen menurunkan emisi karbon dan
alat fiskal menambah penerimaan negara.8 Tujuan pajak karbon adalah mengubah perilaku
pelaku ekonomi beralih kepada aktivitas ekonomi hijau rendah karbon. Pengaturan Nilai
7
Gary M. Lucas Jr. 2017, “Behavioral Public Choice and The Carbon Tax”, artikel
dimuat dalam Utah Law Reviewno. 1 hlm. 122-123
8
Ratih Kumala et al. 2021. “Pajak Karbon: Perbaiki Ekonomi Dan Solusi Lindungi Bumi”
vol. 8, Jakarta. hlm. 73.
7
Ekonomi Karbon (NEK) yaitu Perpres Nomor 98 Tahun 2021 dan UU Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada tanggal 29 Oktober 2021 (Bab VI).
Penerapan pajak karbon semestinya telah dilaksanakan pada bulan April tahun 2022,
tetapi terjadi penundaan yang kemudian direncanakan akan diterapkan pada bulan Juli 2022.
Namun, kebijakan ini nyatanya ditunda kembali dan akan dilaksanakan pada tahun 2025
dengan berbagai kesiapan pengimplementasian pajak karbon yang terencana sebagai bentuk
tindakan pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan sebagai objek untuk
mencapai angka emisi nol bersih pada tahun 2060.Pemberlakuan pajak karbon di Indonesia
dirasa lebih mudah dan sesuai untuk dijalankan ketimbang menerapkan kebijakan
perdagangan emisi atau emission trading system (ETS). Hal ini dikarenakan penerapan
pajak karbon yang tidak rumit, meskipun keuntungan dan kepastian terkait harga emisi
yang dibawah dari kebijakan ETS. Kemudian, pada 29 Oktober 2021 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021, Pasal 13 ayat (1), menyatakan bahwa pajak
karbon dapat dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi
lingkungan hidup. Menurut ketentuan pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak
karbon ialah sebagai upaya nyata menanggapi adanya perubahan terhadap lingkungan hidup
disebabkan adanya emisi karbon. Subjek dari pajak karbon itu sendiri ialah orang
perseorangan atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau
melakukan kegiatan yang menghasilkan emisi karbon, hal ini sebagaimana termaktub dalam
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021, Pasal 13 Ayat (8), menyatakan bahwa
tarif pajak karbon harus ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon
8
per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara. Berdasarkan pada ketentuan
pasal tersebut, penetapan harga pajak karbon paling rendah sebesar Rp30,00 (tiga puluh rupiah)
per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Kebijakan pajak karbon dengan tarif yang telah
ditentukan tentu memiliki fungsi, diantaranya penerimaan dari hasil pajak karbon dapat
digunakan untuk pengendalian perubahan iklim, yaitu dalam bentuk pengurangan emisi gas
rumah kaca dari sumber emisi. Dengan begitu, pemberlakuan pajak karbon di Indonesia
dapat sebagai bentuk investasi yang ramah lingkungan dan implementasi dari terciptanya
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
2. Untuk memberikan wawasan dan referensi terkait implikasi yuridis penerapan pajak
D. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum normatif atau legal research digunakan dalam penelitian ini guna
memberi argumentasi yuridis ketika terjadi kekosongan, kekaburan, dan konflik norma.
Terdapat dua pendekatan sebagai instrumen analisis, Pertama, statute approach atau
regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang dibahas . Kedua, conceptual approach atau
pendekatan konseptual, yaitu meninjau mengenai berbagai pandangan yang berkembang dalam
9
ilmu hukum sebagai dasar argumentasi. Kemudian, Bahan hukum yang digunakan berupa
Lingkungan Hidup, Hak Asasi Manusia, Perpajakan, serta Energi dan Sumber Daya Mineral.
Ditambah pula, bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer,
berupa rancangan perundang-undangan, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar, dan
internet.
10
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara hukum. Dalam konsepsi negara hukum segala tindakan
pemerintah didasari oleh ketentuan hukum. Dalam Hukum Administrasi Negara, negara
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang sehat, dimana hal tersebut terdapat dalam Pasal
28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 28H
ayat (1) dijelaskan secara tegas bahwasanya setiap manusia tanpa terkecuali memiliki hak
hidup sejahtera secara lahir dan batin, memiliki tempat tinggal, serta memperoleh
lingkungan hidup yang baik dan sehat dan juga pelayanan kesehatan. Lingkungan hidup
yang sehat merupakan hak asasi manusia yang perlu diwujudkan terkait pemenuhan nya. Hal
ini pun tertuang dalam UU PPLH Pasal 65 ayat (1) bahwasanya seluruh manusia tanpa
terkecuali sama-sama memiliki hak atas lingkungan hidup yang baik dan juga sehat
Lingkungan hidup yang sehat dapat tercipta dari berbagai cara serta beragam hal,
dimana salah satunya ialah dapat dinikmatinya udara bersih serta minim polutan. Lingkungan
hidup sendiri memiliki arti bahwa kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan hingga
makhluk hidup yang mana di dalamnya termasuk manusia beserta dengan tindakannya
manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian tersebut termaktub dalam Undang-Undang
11
No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu Pasal
1 ayat (1). Penurunan kualitas lingkungan dapat disebabkan salah satunya oleh perubahan
iklim. Perubahan iklim dapat dilandasi karena adanya pemanasan global yang mana pemanasan
global tersebut merupakan akibat adanya gas rumah kaca. Dalam UU PPLH dijelaskan
manusia secara langsung maupun tidak langsung sehingga membuat perubahan atmosfir
serta variabilitas iklim alamiah. Sepanjang tahun 2010-2018, emisi gas rumah kaca nasional
mengalami peningkatan, yaitu sebesar 4,3% setiap tahunnya. Pergantian iklim sebagian besar
yang menjadi penyebabnya ialah karena adanya peningkatan emisi karbon yang sangat tinggi.
Emisi karbon ialah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran berbagai senyawa yang
memiliki kandungan karbon,misalnya CO2, solar, bensin, dan bahan bakar lainnya, yang di
mana emisi karbon berarti pula proses pelepasan karbon ke lapisan atmosfer bumi. Undang-
Perpajakan menjadi landasan serta kaidah hukum terkait penerapan pajak karbon atau carbon
tax di Indonesia. Dalam UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tepat
dalam Pasal 13 ayat (1) dengan jelas menegaskan bahwasanya pajak karbon dikenakan atas
Pajak Karbon merupakan salah satu metode yang telah diaplikasikan di beberapa negara
dalam upayanya untuk memitigasi ancaman perubahan iklim. Dalam tataran internasional,
dunia telah merespon ancaman perubahan iklim, salah satunya melalui United Nations
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations
Framework Convention On Climate Change. Salah satu capaian penting dalam pelaksanaan
konvensi ini adalah dirumuskannya Protokol Kyoto 1997 yang mewajibkan negara-negara
yang berpartisipasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak rata-rata 5 persen di
12
bawah ambang batas tahun 1990. Indonesia kemudian meratifikasi Protokol tersebut melalui
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Kyoto Protocol To The United
disebut Paris Agreement). Indonesia sendiri telah meratifikasi Perjanjian Paris melalui
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 201610 serta menyusun dan menetapkan NDC pertamanya.
Menindaklanjuti komitmen tersebut, diperlukan langkah yang dianggap efektif guna memenuhi
ketentuan konvensi tersebut. Salah satunya melalui pengenaan pungutan atas emisi karbon
pajak karbon, dan atau peta jalan pasar karbon. Dalam peta jalan pajak karbon dimuat
hal berupa skema penurunan emisi karbon, sasaran prioritas, serta kesesuaian dengan
pembangunan energi baru dan terbarukan hingga perlu adanya keserasian antar kebijakan.
Penetapan peta jalan tersebut diambil alih oleh Pemerintah dengan persetujuan dari DPR,
hal tersebut termuat dalam UU HPP Pasal 13 ayat (4). Sejalan dengan regulasi yang ada,
9
Dicky Edwin Hindarto et.al.. 2018. Pengantar Pasar Karbon Untuk Pengendalian
Perubahan Iklim, Pengantar Pasar Karbon Untuk Pengendalian Perubahan Iklim.
Partnerships for Market Readiness. Jakarta. hlm. 10.
10
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement To The
United Nations Framework Convention On Climate Change
11
Adji Samekto. 1994, Pemanasan Global dan Pajak Karbon kajian dalam Perspektif
Hukum Lingkungan Global, Makalah disajikan dalam Diskusi bagian hukum internasional
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. hlm. 13
13
penerapan pajak karbon ini dibebankan terhadap orang pribadi maupun badan yang
membeli barang dengan barang yang memiliki kandungan karbon maupun aktivitas yang
dapat menghasilkan suatu emisi karbon. Untuk besaran tarif pajak karbon sendiri diatur
dalam UU yang sama yaitu Pasal 13 ayat (8) yaitu lebih tinggi ataupun sama dengan harga
karbon yang berada di pasar karbon untuk satuan per kilogram CO2e (karbon dioksida
ekuivalen). Nominal yang bersumber dari pajak karbon inilah nantinya akan dialokasikan bagi
Melihat pada regulasi terkait lingkungan hidup yaitu UU No.32 tentang Perlindungan
Bentuk dari instrumen ekonomi lingkungan hidup salah satunya dapat berupa
penerapan pajak lingkungan hidup. Hal tersebut ditegaskan dalam UU PPLH Pasal 43
ayat (3). Kewenangan pemerintah dalam menjalankan serta menerapkan pajak karbon
merupakan wujud implementasi dari UU PPLH Pasal 42 serta 43 tersebut.Tak berhenti pada
penguatan regulasi dengan adanya Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2017 tentang
mengenai penerapan instrumen ekonomi lingkungan hidup dengan cara insentif dan atau
disinsentif berupa penerapan pajak lingkungan hidup, sama dengan yang tertuang dalam
Terkait pengenaan pajak karbon yang dikenakan atas emisi karbon yang memberi
dampak negatif terhadap lingkungan hidup, didalamnya pun meliputi energi fosil lain yang
14
dipakai dalam aktivitas produksi dalam dunia industri. Terdapat perbedaan pengenaan
pajak karbon yang ditegaskan dalam PP No.46 Tahun 2017 dengan ketentuan yang
dikonseptualisasikan, dikarenakan ketentuan yang ada dalam PP No.46 Tahun 2017 yang
Pengaturan:
a) Pengenaan: dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi
lingkungan hidup.
b) Arah pengenaan pajak karbon: memperhatikan peta jalan pasar karbon dan/atau peta jalan
pajak karbon yang memuat strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor
c) Prinsip pajak karbon: prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan
d) Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon
dengan tarif paling rendah Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
12
Kementrian Keuangan RI. 2021. “PPT Pajak Karbon di Indonesia”
https://gatrik.esdm.go.id/assets/uploads/download_index/files/2bb41-bahan-bkf-
kemenkeu.pdf, diakses pada 13 Desember 2022.
15
e) Pemanfaatan penerimaan negara dari Pajak Karbon dilakukan melalui mekanisme APBN.
bantuansosial kepada rumah tangga miskin yang terdampak pajak karbon, mensubsidi
f) Wajib Pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi karbon dapat diberikan
g) Pemberlakuan Pajak karbon: berlaku pada 1 April 2022, yang pertama kali dikenakan
terhadap badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara
denganskema cap and tax yang searah dengan implementasi pasar karbon yang sudah mulai
Pengaturan:
a) Pungutan Atas Karbon didefinisikan sebagai pungutan negara baik di pusat maupun daerah,
berdasarkan kandungan karbon dan/atau potensi emisi karbon dan/atau jumlah emisi
perundangundangan.
c) Dengan demikian, Pungutan Atas Karbon dapat berupa pungutan negara yang sudah ada
(misalnya Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar, PPnBM), maupun pungutan lain
a) Rancangan Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tarif dan DPP Pajak Karbon
b) Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tata Cara dan Mekanisme Pengenaan Pajak Karbon
16
c) Peraturan Pemerintah Tentang Peta Jalan Pajak Karbon
Negara Indonesia menjadi salah satu dari 190 negara yang menandatangani
Perjanjian Paris atau Paris Agreement pada tahun 2015. Dalam perjanjian tersebut
diamanatkan untuk dapat melaksanakan suatu tindakan guna menghindari adanya climate
pengaturan kapasitas degradasi emisi dari Gas Rumah Kaca. Dalam Nationally Determined
Sejumlah 10 negara di dunia menyumbangkan lebih dari setengah emisi Gas Rumah
Pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan terhadap bahan bakar fosil, dimana
bertujuan guna meminimalkan emisi gas rumah kaca dengan degradasi polusi udara serta
Perpajakan yang telah diundangkan oleh Pemerintah, terdapat regulasi mengenai pajak karbon
mulai April tahun 2022, namun hal tersebut mengalami penundaan hingga Juli 2022.
Sampai Juli 2022 penerapan pajak karbon kembali ditunda dengan alasan bahwa perekonomian
17
Pemerintah merasa masyarakat memerlukan jeda waktu untuk mempersiapkan
adanya penerapan pajak karbon di Indonesia. Tarif yang akan dikenakan kepada subjek
karbon ialah sebesar 30 rupiah per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Tarif sebesar 30 rupiah
tersebut lebih rendah dari tarif yang ada pada draf Rancangan Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang sebesar 75 rupiah. Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral telah melaksanakan uji coba terkait perdagangan karbon pada tahun 2021
tepat nya di bulan Maret antar 80 unit PLTU batu bara, penghasil sebesar 75,5% emisi dari
keseluruhan emisi gas rumah kaca Pembangkit Listrik.Tujuan adanya uji coba tersebut tak lain
ialahguna mengenalkan konsep pajak karbon kepada yang berkepentingan. Dari uji coba inilah
muncul awal untuk pengenaan pajak karbon di tahun 2022 namun hingga sekarang masih
tertunda pelaksanaannya.
Bagi sektor selain PLTU yang menjadi partisipan dalam uji coba tersebut
pengenaan pajak karbon akan dimulai pelaksanaannya pada tahun 2025. Namun dalam
penerapan pajak karbon nantinya pemerintah juga melakukan suatu pertimbangan yang
dialokasikan bagi penekanan emisi namun tetap saja bisa dipakai guna mitigasi iklim.
suatu lingkungan yang sehat dengan keberhasilan dalam mengurangi emisi karbon yang
menjadi penyebab adanya gas rumah kaca yang juga menyebabkan adanya perubahan iklim,
maka Pemerintah harus menerapkan konsep earmarking, yang mana penghasilan dari
penerapan pajak karbon yang adaharus digunakan ke sektor lingkungan. Dengan adanya
penerapan pajak karbon ini manfaat yang didapat salah satunya ialah berkurang nya polusi
udara.
18
Salah satu alternatif pilihan kebijakan green economy yang dapat diterapkan Indonesia
dalam upaya untuk mempertahankan penurunan emisi ini adalah pemberlakuan Pajak Karbon
yang akan dikenakan terhadap pemakaian bahan bakar fosil berdasarkan emisi karbon yang
dihasilkan oleh sektor industri maupun sektor transportasi9.13 Pajak Karbon juga berpotensi
memberikan insentif atau subsidi di sektor lain, seperti transportasi publik, industri hijau, dan
Penghasilan dari pajak karbon harus lebih diutamakan bagi alokasi terhadap
lingkungan hidup. Hal tersebut dikarenakan dampak langsung dari adanya emisi karbon
ialah lingkungan hidup yang tercemar. Dengan begitu, pemerintah dapat mengoptimalkan
mitigasi lingkungan yang terdampak negatif dari adanya perubahan iklim akibat aktivitas
manusia yang menyebabkan gas rumah kaca. Meskipun penerapan pajak karbon bukan solusi
yang paling baik, namun setidaknya pajak karbon ini efektif bagi pemerintah dalam
mengupayakan untuk menurunkan emisi karbon. Dimana hal tersebut akan membantu
pemerintah dalam mewujudkan lingkungan hidup yang sehat bagi masyarakat, serta
pemenuhan hak asasi manusia seperti tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) Undnag-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta UU PPLH dalam Pasal 65 ayat (1).
Namun, karakteristik pajak karbon sangatlah kontradiktif. Di satu sisi bersifat stimulatif
Namun di sisi lain, menjadi tantangan besar bagi sektor industri dan transportasi Indonesia
13
Hoeller, P. dan M. Wallin. 1991. Energy Prices, Taxes and Carbon Dioxide Emissions.
Economics Department Working Papers. hlm. 11
14
Rastri Paramita dan Rosalina Tineke Kusumawardhani. 2020. "Menakar Rencana
Kebijakan Pajak Karbon", Buletin APBN Vol. V. Ed. 05. Jakarta. hlm. 9.
19
dikarenakan sifat pajak ini yang regresif. Dalam arti, pajak ini menaikkan biaya produksi
industri, sehingga dikhawatirkan menyebabkan resesi ekonomi berupa inflasi. Kenaikan harga
bahan bakar fosil dan harga pokok produksi. Sementara daya beli masyarakat semakin rendah
Lebih lanjut, inflasi tersebut berpotensi menaikkan tingkat pengangguran karena permintaan
kebijakan yang sesuai dengan amanat konstitusi yang termaktub dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut UUD NRI 1945), yakni ikut
serta melaksanakan ketertiban dunia, dalam hal ini mereduksi emisi karbon global, dan
kesejahteraan masyarakat marginal. Lebih lanjut, Pasal 33 Ayat (4) dan Pasal 28 H Ayat (1)
UUD NRI 1945 juga secara tegas menyatakan pengakuan Indonesia atas hak-hak lingkungan
15
Ibid hlm 10.
16
Purwendah Elly Kristiani. 2018. "Konstitusionalisasi Keadilan Lingkungan di Indonesia
sebagai Keadilan Eko-Sosial berciri Ekosentrisme" Seminar Nasional Hukum Dan Ilmu
Sosial Ke – 2. Denpasar. hlm. 48.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pasal 28H ayat(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Pasal 28H ayat (1) telah menjelaskan secara tegas bahwasanya semua
orang tanpa terkecuali berhak untuk hidup sejahtera secara lahir maupun batin, memiliki
tempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan juga
pelayanan kesehatan. Lingkungan hidup yang sehat menjadi hak asasi manusia yang perlu
diwujudkan terkait pemenuhannya. Hal ini pun tertuang dalam UU PPLH Pasal 65 ayat
Peraturan Perpajakan menjadi landasan serta regulasi terkait penerapan pajak karbon
tepat dalam Pasal 13 ayat (1) dengan jelas menegaskan bahwasanya pajak karbon
dikenakan terhadap emisi karbon yang memberi pengaruh negatif terhadap lingkungan
hidup. Untuk besaran tarif pajak karbon sendiri diatur dalam UU yang sama yaitu Pasal 13
ayat (8) yaitu lebih tinggi atau sama dengan harga karbon dipasar karbon untuk satuan
per kilogram CO2e (karbon dioksida ekuivalen). UU No.32 tentang Perlindungan dan
instrumen ekonomi lingkungan hidup yang dapat berupa insentif maupun disinsentif.
Bentuk dari instrumen ekonomi lingkungan hidup salah satunya dapat berupa
penerapan pajak lingkungan hidup. Hal tersebut ditegaskan dalam UU PPLH Pasal
21
43 ayat (3). Kewenangan pemerintah dalam menjalankan serta menerapkan pajak
lingkungan hidup yang sehat, maka Pemerintah harus menerapkan konsep earmarking,
yang mana penghasilan dari penerapan pajak karbon yang ada harus digunakan ke sektor
lingkungan. Dengan adanya penerapan pajak karbon ini manfaat yang didapat salah
satunya ialah berkurangnya polusi udara. Penghasilan dari pajak karbon harus lebih
diutamakan bagi alokasi terhadap lingkungan hidup. Hal tersebut dikarenakan dampak
langsung dari adanya emisi karbon ialah lingkungan hidup yang tercemar. Dengan begitu,
adanya perubahan iklim akibat aktivitas manusia yang menyebabkan gas rumah kaca.
Meskipun penerapan pajak karbon bukan solusi yang paling baik, namun setidaknya
pajak karbon ini efektif bagi pemerintah dalam mengupayakan untuk menurunkan emisi
karbon. Dimana hal tersebut akan membantu pemerintah dalam mewujudkan lingkungan
hidup yang sehat bagi masyarakat, serta pemenuhan hak asasi manusia seperti tertuang
dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 serta
B. SARAN
1. Perlu adanya persiapan secara matang dalam penerapan pajak karbon yang direncanakan
di tahun 2025 nanti. Hal tersebut tak luput dari penerapan pajak karbon yang nanti
2. Harapan terkait persiapan skema pemungutan hingga besaran tarif pajak serta
22
3. Maksimalisasi penghasilan dari pemungutan pajak untuk alokasi lingkungan hidup serta
diharapkan untuk membuat kebijakan lain untuk menunjang penerapan pajak karbon
tersebut.
4. Penerapan pajak karbon perlu memperhitungkan waktu. Ada pun pengenaan pungutan
atas emisi karbon bagi industri padat karbon akan memiliki dampak terhadap kinerja
basis pajak, besaran tarif, hingga penggunaan penerimaannya yang tepat. Dalam
peraturan, dan sosialisasi yang efektif. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan
23
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang :
Buku :
Dicky Edwin Hindarto et.al.. 2018. Pengantar Pasar Karbon Untuk Pengendalian
Perubahan Iklim, Pengantar Pasar Karbon Untuk Pengendalian Perubahan Iklim.
Partnerships for Market Readiness. Jakarta.
Jurnal :
Gary M. Lucas Jr. 2017, “Behavioral Public Choice and The Carbon Tax”, artikel
dimuat dalam Utah Law Review no. 1
Ratih Kumala et al. 2021. “Pajak Karbon: Perbaiki Ekonomi Dan Solusi Lindungi
Bumi” vol. 8, Jakarta
Makalah :
Adji Samekto. 1994, Pemanasan Global dan Pajak Karbon kajian dalam Perspektif
Hukum Lingkungan Global, Makalah disajikan dalam Diskusi bagian hukum internasional
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Hoeller, P. dan M. Wallin. 1991. Energy Prices, Taxes and Carbon Dioxide
Emissions. Economics Department Working Papers.
24
Purwendah Elly Kristiani. 2018. "Konstitusionalisasi Keadilan Lingkungan di
Indonesia sebagai Keadilan Eko-Sosial berciri Ekosentrisme" Seminar Nasional Hukum Dan
Ilmu Sosial Ke – 2. Denpasar.
Rezky Nur Aisyah, Jamaludin Majid, and Suhartono.2020. “Carbon Tax: Alternatif
Kebijakan Pengurangan External Diseconomies Emisi Karbon,” ISAFIR: Islamic
Accounting and Finance Review 1, no. 2
Internet :
OECD, “Coronavirus Policy Responses and The Low Carbon Transition Impacts and
Possible Policy Responses”, https://www.oecd.org/coronavirus/policy-responses/covid-19-
and-the-low-carbon-transition-impacts-and-possible-policy-responses-749738fc/. diakses
pada 12 Desember 2022
25