Anda di halaman 1dari 118

KONTRAK PERDAGANGAN MELALUI INTERNET ELEKTRONIC COMMERCE

DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN

Tesis

untuk memenuhi sebagai persyaratan


mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Magister Ilmu Hukum

Diajukan Oleh:

Hans Andrie Kusuma Negara


08t278825|PHK/05557

Kepada

MAGISTER ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
LINIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
20t4
KONTRAK PERDAGANGAN MELALUI INTERNET
ELECTRONIC COMMERCE DITINJAU DARI HUKUM
PERJANJIAN

TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Magister Hukum


Konsentrasi Hukum Bisnis

Diajukan oleh:
Hans Andrie Kusumanegara
08/278825/PHK/5575

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

i
TESIS
KONTRAK PERDAGANGAN MELALUI INTERNET ELEKTRONIC COMMERCE
DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN

yang dipersiapkan dan disusun oleh

Hans Andrie Kusuma Negara


08t218825tPHr(/os557

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


pada tanggal 6 Mei 2014

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing Anggota Dewan Penguji

ta-^r'.
R.A. Antari Inaka Turingsih, S.H., M.Hum. Dr. Paripgpa,S.H., M.Hum., LL.M.

I{ari'

R.A. Antari Inaka Turingsih, S.H., M.H

Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


gelar Magister

Prof. n Ismail, S.H., NI.Si.


Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa tiada henti

melimpahkan kasih sayang dan segala kemurahanNya sehingga penulisan Tesis dengan judul

“KONTRAK PERDANGANGAN MELALUI INTERNET ELEKTRONIC

COMMERCE DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN” ini akhirnya dapat penulis

selesaikan. Tujuan utama penulisan Tesis ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna menyelesaikan pendidikan Magister Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta sehingga dapat memperoleh gelar Magister Hukum.

Bahwa penulisan Tesis ini dapat penulis selesaikan berkat dorongan dan bantuan dari

berbagai pihak. Karenanya penulis pada kesempatan ini hendak menyampaikan terima kasih

dan penghargaan yang tiada terkira kepada:

1. Prof. DR. M. Hawin, S.H, L.LM, Ph.d Ketua Program Magister Hukum Universitas

Gadjah Mada,

2. RA Antari Innaka, S.H. M.H, selaku Dosen Pembimbing yang yang sejak lama selalu

mendorong dan membantu penulis untuk segera menyelesaikan Program Magister

Hukum dan ikut serta mengabdikan ilmu, pengalaman dan tenaga penulis dalam

pendidikan hukum. Dan telah meluangkan waktu dan tenaga serta pikiran untuk

membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.

3. Para Dosen Pengajar pada Program Magister Hukum – Program Pascasarjana Universitas

Gadjah Mada yang telah memberikan ilmunya untuk saya dapat menjadi yang terbaik.

4. Segenap Pengelola, Dosen & Sekretariat Program Magister Hukum – Sekolah

Pascasarjana Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta maupun di Jakarta yang telah

banyak memberikan bantuan serta membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan

Program Magister Hukum – Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

iv
5. Keluarga tercinta, Bapak H. Zamah Sari, Ibu Dra. Hj. Puji Lestari, M.M dan adik-adik

Hans Indhra HS, ST dan Muhammad R. K. Adam yang telah memberikan semangat dan

bantuan baik materil maupun moril kepada penulis, sehingga dapat terselesaikannya

penelitian tesis ini dengan baik.

6. Keluarga kecil saya tercinta Istri Mariya Agustini, Amd Anak Ashya Arcellya Athyabi,

yang telah bersedia membantu peneliti dalam memberikan support dalam penelitian ini

sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Rekan-rekan Program Magister Hukum – Program Pascasarjana Universitas Gadjah

Mada Angkatan XVI Jakarta (Satrio Giri Agung, S.H. M.H, Hendro Ardianto S.H, Bina

Karina Sukmaputri S.H. M.H, Dhika Prasetya S.H. M.H dan masih banyak kawan-kawan

yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu) yang telah membantu penulis dalam

menambah wawasan melalui forum diskusi selama berlangsungnya pendidikan Program

Magister Hukum – Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

8. Berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini maupun

dalam menyelesaikan pendidikan Program Magister Hukum – Sekolah Pascasarjana

Universitas Gadjah Mada yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga sermua budi baik dari Ibu, Bapak, Saudara-saudara sekalian memperoleh

balasan dari Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Menyadari keterbatasan penulis, maka dengan ini penulis mohon kritikan dan

masukan terhadap Tesis ini bilamana terdapat kekurangan dalam penyusunannya.

Yogyakarta, September 2014

Penulis

Hans Andrie Kusuma Negara


08/278825/PHK/5575

v
KONTRAK PERDAGANGAN MELALUI INTERNET ELECTRONIC
COMMERCE DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN

INTISARI

Oleh
Hans Andrie Kusumanegara1, Antari Innaka2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tiga hal, yaitu
pertama, kontrak perdagangan melalui internet ditinjau dari keabsahan
berdasarkan syarat-syarat sahnya perjanjian berdasarkan hukum perjanjian di
Indonesia. Kedua, untuk mengetahui dan memahami hambatan-hambatan pada
pelaksanaan perdagangan melalui internet atau electronic commerce. Ketiga,
untuk mengetahui menemukan solusi jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan
dalam pelaksanaan kontrak perdagangan melalui internet.
Metode Pendekatan yang dipergunakan adalah deskriptif, yaitu penelitian
untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk
mengimplemetasikan konntrak perdagangan melalui internet. Penelitian ini
menggunakan data sekunder yaitu bahan-bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan tersier yang relevan dengan kontrak perdagangan melalui
elektronik atau elctronic commerce, hukum perjanjian, perlindungan konsumen.
Dari analisis penelitian diketahui bahwa kontrak perdagangan melalui internet
telah memenuhi syarat-syarat keabsahan perjanjian berdasarkan hukum perjanjian.
Pada pelaksanaan kontrak perdagangan melalui internet dijumpai hambatan
berupa wanprestasi oleh merchant. Untuk mengatasi hambatan tersebut penjual
atau merchant memberikan jaminan untuk memberikan ganti rugi, dan
mencantumkan klausula pemberlakuan hukum Indonesia jika terjadi sengketa
hukum.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada pedagang atau merchant
agar memberikan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai barang yang
diiklankan untuk dijual. Kepada pembeli disarankan untuk terliti dalam
memahami iklan penjualan melalui internet, yaitu spesifikasi barang dan jika
penjual tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.

Kata Kunci: Kontrak, perdagangan, elektronik, internet, merchant, konsumen

1
Pegawai Swasta, Koperasi Nusantara , Jakarta
2
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

vi
THE CONTRACT TRADE THROUGH THE INTERNET ELECTRONIC
COMMERCE IN TERMS OF LEGAL AGREEMENTS

ABSTRACT

By.
Hans Andrie Kusumanegara1, Antari Innaka2

This research destination to know and understand three things, namely, first, the trade
contracts over the internet in terms of validity based on the terms of a legal agreement
based on the Treaty legitimate in Indonesia. Second, to know and understand the
constraints on trade execution through the internet or electronic commerce. Third, to find
out to find a solution if there is a problem in the implementation of the execution of the
contract trades over the internet.

The method used is descriptive Approach, namely the research to get advice about what
to do for implementation contracts trading via the internet. This study uses secondary data
that is the primary legal materials, legal materials tertiary secondary and materials
relevant to the contract trade through electronic or electronic commerce, consumer
protection, contract law. From the analysis of the research note that the contract trade
through the internet has fulfilled the terms of validity of the agreement based on the law
of treaties. On the implementation of the contract trades over the internet found obstacles
in the form of tort by the merchant. To overcome these obstacles a seller or merchant's
warranties to provide redress, and included the clause enforcing the law Indonesia in case
of legal disputes.

Based on the results of the research are advised to merchant or merchant in order to
provide information that is as specific as-details about items being advertised for sale.
The buyer is advised to carefully in understanding ad sales through the internet, is the
specification of goods and if the seller does not carry out what it has been enforced by.

Keywords: contracts, trades, electronics, internet, merchant, consumers

1
Private Employees, Cooperative Nusantara, Jakarta
2
Faculty Of Law, University Of Gadjah Mada.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ...............................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
INTISARI............................................................................................................... vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Permasalahan .................................................................................. 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11
D. Keaslian Penelitian ......................................................................... 11
E. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 12

B A B II TINJAUAN PERJANJIAN TRANSAKSI ELEKTONIK


A. Transaksi Komersial Elektronik......................................................13
1. Definisi dan Prinsip-prinsip Transaksi Komersial
Elektronik E-Commerce............................................................13
2. Hubungan Hukum Secara Elektronik........................................16
3. Perdagangan Melalui Elektronik Electronic Commerce ..........19
B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian................................................ 24
1. Pengertian Perikatan dan Perjanjian...........................................24
2. Asas-asas Hukum Perjanjian......................................................29
3. Syarat Sahnya Perjanjian............................................................32
C. Perjanjian Jual Beli........................................................................33
1. Pengertian Jual Beli....................................................................33
2. Terjadinya Jual Beli...................................................................35
3. Kewajiban-kewajiban pada Perjanjian Jual-Beli.......................35
D. Perlindungan Konsumen.................................................................43
1. Pengertian Konsumen................................................................43
2. Hak dan Kewajiban Konsumen..................................................43
3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha.............................................45
4. Larangan-larangan Bagi Pelaku Usaha.....................................47
5. Asas-asas Perlindungan Hukum Konsumen..............................49

BAB III METODE PENELITIAN


A. Metode Pendekatan ........................................................................ 51
B. Jenis Penelitian ............................................................................... 54
C. Objek Penelitian ............................................................................. 55
D. Alat Penelitian ................................................................................ 55

viii
E. Analisis Data................................................................................... 55

BAB IV LEGALITAS TRANSAKSI ELECTRONIC COMMERCE


A. Perdagangan Secara ELektronik Electronic Commerce
Ditinjau dari Hukum Perjanjian.....................................................58
1. Data Hasil Penelitian..................................................................58
2. Pembahasan dan Hasil Penelitian...............................................67
3. Saat Terjadi dan Batalnya Jual Beli Pada Electronic
Commerce……………………………………………………. 91
B. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Kontrak Perdagangan
Secara Elektronik Electronic Commerce
1. Data Hasil Penelitian..................................................................92
2. Pembahasan................................................................................92
C. Cara Mengatasi Permasalahan pada Electronic Commerce
1. Pemberian Ganti Rugi dan Jaminan oleh Penjual atau
merchant.....................................................................................96
2. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen...............................98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan..................................................................................101
B. Saran.............................................................................................102

DAFTAR PUSTAKA

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kontrak perdagangan elektronik electronic commerce lewat

internet semakin hari semakin berkembang dengan pesat. Hal tersebut ditandai

dengan semakin banyaknya perusahaan di Indonesia yang membuka usahanya

dalam bidang electronic commerce.

Ahmad M.Ramly berpandapat bahwa pada saat ini teknologi informasi dan

komunikasi saat ini sedang mengarah kepada konvergensi yang memudahkan

kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang dan pengguna teknologi. Salah

satu bukti adalah dapat dilihat dari perkembangan media internet yang sangat

pesat sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik yang telah banyak

dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Internet dimanfaatkan antara lain untuk

menjelajah atau browsing, surfing, mencari data dan berita, saling mengirim pesan

melalui email dan untuk kepentingan perdagangan. Kegiatan perdagangan dengan

memanfaatkan media internet ini dikenal dengan istilah electronic commerce.1

Gerald R. Ferrera dkk berpendapat bahwa salah satu bentuk yang paling

cepat membentuk aneka perjanjian adalah online. Perjanjian online juga dikenal

sebagai electronic commerce atau e-commerce yang merupakan sebuah istilah

umum yang yang mengarahkan transaksi perdagangan umum yang menunjukkan

transaksi komersial manapun yang melibatkan pertukaran-pertukaran benda,

1
Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : PT.
Refika Aditama, hlm. 1.

1
2

pelayanan atau informasi melalui internet. Hal ini dapat diketahui dari pendapat

Gerald R. Ferrera yang menyebutkan :

”One of the most rapidly growing forums for forming agreements is


online. Online contracting is also known as electronic commerce, or e-
commerce, is a general term that encompasses any commercial
transaction involving the exchange of goods, services, or information over
Internet.” 2

Lebih lanjut, Gerald R. Ferrera menyebutkan bahwa tidak dapat diragukan

jika seseorang menanyakan tentang mengapa electronic commerce berbeda

dengan hukum kontrak konvensional. Kontrak secara online berbeda secara

substansial dan membutuhkan studi yang terpisah dengan tiga alasannya sebagai

berikut. Hal ini nampak dari pendapat Gerald R. Ferrera bahwa : No doubt some

have asked this question: Why is e-commerce law different than any traditional

contract law. Online contracting is substantially different and requires separate

study for a number of reasons.” 3

Pertama, perusahaan-perusahaan dalam kontrak elektronik telah

mengembangkan rancangan kontraktual baru untuk memperoleh keuntungan dari

internet sebagai metode baru untuk melakukan bisnis. Rancangan tersebut

ditemukan pada situs lelang online pada business to business yang yang memiliki

kesamaan yang kecil dengan perubahan dunia yang riil. Pendekatan baru ini

membutuhkan pandangan yang baru terhadap isu-isu hukum yang potensial yang

dapat timbul.4

2
Gerald R. Ferrera dkk, 2004, Cyberlaw Text and Law, Second Edition, Amerika Serikat: South-
Western Cengange Learning, p 152.
3
Ibid.
4
Gerald R. Ferrera dkk, Ibid, menyebutkan: “companies contracting in e-commerce have
developed novel contractual arrangement to take advantage of the Internet as a new method of
3

Kedua, kontrak online sedang berubah dengan sangat cepat. Electronic

commerce sedang berubah dengan sangat cepat untuk memperoleh manfaat dari

penemuan teknologi baru. Sementara itu, perubahan-perubahan hukum kontrak

tradisional terjadi dengan sangat cepat.5

Ketiga, electronic commerce sedang menjadi fokus internasional. Suatu

produk atau pelayanan dapat diiklankan dan dijual melalui internet kemanapun di

dunia ini. Tidak ada era dalam sejarah yang memiliki banyak perusahaan yang

memiliki akses kepada konsumen di dunia ini. Tidak ada lagi batas-batas negara

dalam bertransaksi. Transaksi jenis ini mau tak mau akan menimbulkan isu-isu

hukum diantara para pihak. Akan timbul pertanyaan-pertanyaan hukum, isu-isu

pajak, sengketa-sengketa ekspor-impor, dan banyak isu-isu internasional yang

akan menjadi hal-hal kritis pada lingkungan hukum electronic commerce.6

Electronic Commerce bermanfaat atau membawa keuntungan bagi

konsumen dan pelaku bisnis. Dampak menguntungkan yang palin signifikan

adalah bahwa konsumen dapat memantau harga dan ketrsediaan barang-barang

dan jasa-jasa. Konsumen juga dapat membandingkan barang-barang dengan

sangat cepat dibandingkan dengan toko konvensional. Juga pembeli dapat

doing business. These arrangements founds on online auction sites and in business to business
(B2B) marketplace may have only a distant similarity to real-world exchange. These new
approaches require a fresh look at potential legal issues that may arise.”
5
Ibid, menyebutkan : ”online contracting is changing at a very rapid pace. E-commerce
arrangement are shifting quickly to take advantage of new technological innovations. Meanwhile,
changes in traditional contract law occur at an almost glacial pace. Online contracting law take
into account the ever-shifting patterns of information technology and their effects on online
agreements.”
6
Ibid, menyebutkan : “e-commerce is evolving an increasingly international focus. A Product or
service can be advertised and sold through the Internet to almost anywhere in the world. At no
time in history have so many companies had acces to so many consumers across the globe. As
these transactions cross national boundries, border related legal issues will inevitably arise
between parties. Jurisdictional questions, tax issues, import/export disputes, and many other
international issues will all become critical matters in the e-commerce legal environment.”
4

mengakses detil produk, garansi, reparasi dan informasi harga sebelum

mengambil keputusan.7

Perkembangan dalam bidang telematika yang pesat menyebabkan hukum

positif yang ada semakin tertinggal dan tidak dapat lagi menjangkau

perkembangan teknologi. Hukum Indonesia mengatur perjanjian secara umum di

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata)

pada Buku III Bab Kedua tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari

kontrak atau perjanjian. Untuk perjanjian yang lebih khusus diatur pada Bab V

sampai Bab XVIII. Keberadaan Buku III bersifat terbuka, yang artinya

dimungkinkan adanya jenis-jenis perikatan selain yang diatur pada Buku III

KUHPerdata. Bagi jenis perikatan yang diatur pada buku III disebut Perikatan

Nominant, sedangkan yang tidak diatur pada buku III disebut Perikatan

Innominant.

Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa ”Suatu Perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih.”8 Perjanjian yang dimaksud Pasal 1313 tersebut adalah

perjanjian obligatoir atau perjanjian timbal balik dimana satu pihak harus

melakukan kewajiban dan pihak lain memperoleh hak. Selain itu, pada praktiknya

masyarakat akan menyatakan bahwa suatu perjanjian harus tertulis dan bertanda

7
Ibid, menyebutkan: “E-commerce benefits consumers as well as business. The most significant
beneficial impact is that consumers can monitor the price and availability of goods and services.
Consumers can compare goods far more quickly than would be possible with store-store
comparisons. Also, buyers can acces detail product, warranty, repair, and pricing information
before deciding to complete a final sale. Many consumers now have an online store of their own,
auctioning collectibles and other goods. E-commerce represents an increasingly important form of
trade that will fundamentally improve available opportunities for both business and consumers
alike.”
8
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek, (1996), diterjemahkan oleh R.Subekti
dan R. Tjitrosudibio, cet.28, Jakarta: Pradnya Paramita, Pasal. 1313.
5

tangan diatas meterai ataupun kertas segel serta harus asli. Perjanjian

menimbulkan suatu perikatan yang dalam kehidupan sehari-hari sering

diwujudkan dengan janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Hubungan hukum dalam perjanjian bukanlah hubungan hukum yang lahir dengan

sendirinya tetapi hubungan itu tercipta karena adanya tindakan hukum yang

dilakukan oleh pihak-pihak yang berkeinginan untuk menimbulkan hubungan

hukum tersebut.

Perdagangan dewasa ini sangat pesat kemajuannya. Perkembangan

tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari

perdagangan itu sendiri. Pada awalnya perdagangan dilakukan secara barter antara

dua belah pihak yang langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian

melakukan suatu kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada

suatu perjanjian. Setelah ditemukannya alat pembayaran maka lambat laun barter

berubah menjadi kegiatan jual beli sehingga menimbulkan perkembangan tata

cara perdagangan. Tata cara perdagangan kemudian berkembang dengan adanya

suatu perjanjian diantara kedua belah pihak yang sepakat mengadakan suatu

perjanjian perdagangan yang di dalam perjanjian tersebut mengatur mengenai apa

hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.

Perkembangan internet menciptakan terbentuknya suatu dunia baru yang

biasa disebut dengan dunia maya. Adanya dunia maya menyebabkan setiap

individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu lain

tanpa ada batasan apapun yang menghalanginya. Perkembangan tersebut berakibat


6

juga pada aspek sosial, dimana cara berhubungan antar manusia pun ikut berubah.

Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap sektor bisnis.

Perjanjian electronic commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan

seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat

dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak.

Perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Perjanjian antar

pihaknya dilakukan dengan mengakses halaman web yang disediakan, yang berisi

klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual). Pihak yang lain

yaitu pembeli hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda

persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda

tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan tanda tangan

elektronik atau digital signature. Para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk

mengadakan suatu perjanjian.

Pengaturan mengenai perjanjian di Indonesia hanya mengatur pada

perjanjian pada umumnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata yang menyebutkan mengenai syarat sah suatu perjanjian

yang mengikat para pihaknya. Menurut Subekti, suatu perjanjian dianggap sah

apabila memenuhi syarat subjektif dan syarat obyektif. Pemenuhan atas syarat

tersebut berakibat pada perjanjian yang telah dibuat menjadi sah. Perjanjian juga

mengikat bagi para pihak mengenai hak dan kewajibannya, sehingga pemenuhan

syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk dipenuhi. Apabila dikemudian hari
7

terjadi suatu permasalahan atau sengketa, maka penyelesaiannya dapat didasarkan

pada perjanjian yang telah disepakati.9

Perjanjian dalam electronic commerce dengan perjanjian biasa tidaklah

berbeda jauh, yang membedakan hanya pada bentuk dan berlakunya. Media dalam

perjanjian biasa yang digunakan adalah tinta dan kertas serta dibuat berdasarkan

kesepakatan para pihak. Setelah dibuat dan disepakati maka perjanjian tersebut

mengikat setelah ditandatangani, sedangkan dalam electronic commerce

perjanjian menggunakan media elektronik yang ada hanya form atau blanko

klausul perjanjian yang dibuat salah satu pihak yang ditulis dan cukup menekan

tombol yang disediakan untuk setuju mengikatkan diri terhadap perjanjian

tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai macam persoalan di dalam

perjanjian secara elektronik mengenai sah tidaknya perjanjian tersebut.

Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia masih merupakan

permasalahan yang pelik. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai definisi perjanjian

memang tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis.

Pasal 1313 KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih. Jika mengacu pada definisi ini maka suatu kontrak

elektronik dapat dianggap sebagai suatu bentuk perjanjian yang memenuhi

ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut. Namun pada prakteknya suatu

perjanjian biasanya ditafsirkan sebagai perjanjian yang dituangkan dalam bentuk

9
Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, hlm 25.
8

tertulis paper-based dan bila perlu dituangkan dalam bentuk akta notaris.

Selanjutnya, mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian barulah sah

jika memenuhi syarat subyektif (ada kesepakatan antar para pihak dan para pihak

cakap untuk membuat perjanjian) dan syarat obyekif (obyek perjanjian harus jelas

dan perjanjian dilakukan karena alasan yang halal). Dalam transaksi konvensional

di mana para pihak saling bertemu, tidak sulit untuk melihat apakah perjanjian

yang dibuat memenuhi syarat-syarat tersebut. Permasalahan timbul dalam hal

transaksi dilakukan tanpa adanya pertemuan antar para pihak.

Di samping itu, transaksi komersial elektronik sangat bergantung pada

kepercayaan di antara para pihak. Dalam transaksi komersial elektronik para pihak

tidak melakukan interaksi secara fisik. Jika terjadi sengketa, maka pembuktian

menjadi hal yang sangat penting. Dalam hukum acara perdata Indonesia dikenal

ada lima macam alat bukti. Surat atau bukti tulisan diletakkan pada urutan

pertama, yaitu surat yang ditandatangani dan berisi perbuatan hukum. Surat yang

dapat menjadi alat bukti yang kuat adalah surat yang dibuat oleh atau di hadapan

notaris atau disebut akta otentik. Hal ini mengakibatkan timbul permasalahan

mengenai kekuatan pembuktian kontrak elektronik bila terjadi sengketa antara

para pihak.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana validitas

kontrak elektronik electronic contract/online-contract dalam transaksi komersial

elektronik electronic commerce serta bagaimana kekuatan pembuktian suatu

kontrak elektronik elctronic contract jika terjadi sengketa.


9

Pada tahun 2008 disahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-undang ITE).

Pasal 1 butir 2 mendefinisikan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang

dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media

elektronik lainnya. Selain itu, Undang-undang ITE mencantumkan asas-asas dan

tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Pasal 3 Undang-undang ITE menyebutkan bahwa Pemanfaatan Teknologi

Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian

hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi

atau netral teknologi.

Selanjutnya, Pasal 4 Undang-undang ITE menyebutkan tujuan

pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik, yaitu:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi

dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk

memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan

pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung

jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara Teknologi Informasi.


10

Dengan dilahirkannya Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik yang diharapkan oleh para pelaku bisnis di

dunia maya ini dapat mengakomodir segala bentuk kepentingan hukum mereka,

sehingga dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan dalam melakukan

transaksi bisnis eletronic commerce, sekaligus memberikan perlindungan kepada

pembeli atau konsumen. Namun demikian, sampai saat ini keabsahan kontrak atau

transaksi electronic commerce masih menimbulkan ketidakpastian hukum,

khususnya mengenai keabsahan atau legalitas sebagai suatu perjanjian. Selain itu,

transaksi electronic commerce memiliki risiko yang lebih besar terhadap pihak

pembeli. Dengan demikian, hak-hak konsumen pada electronic commerce sangat

rentan, selain kerawanan dapat dicurinya data oleh pihak ketiga pada saat

komunikasi antara pembeli dan penjual.

Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut diatas, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai perjanjian dalam

pelaksanaan electronic commerce khusunya ditinjau dari hukum perjanjian di

Indonesia secara penghambat dan pendukung pelaksanaan electronic commerce

dengan mengambil judul: “KONTRAK PERDAGANGAN MELALUI

INTERNET ELECTRONIC COMMERCE DITINJAU DARI HUKUM

PERJANJIAN”.

B. Permasalahan

Berdasarkan semua uraian tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa

pokok masalah yang diteliti sebagai :


11

1. Bagaimanakah kontrak perdagangan melalui elektronik electronic

commerce ditinjau dari syarat-syarat keabsahan berdasarkan hukum

perjanjian di Indonesia?

2. Apa faktor-faktor penghambat perdagangan secara elektronik electronic

commerce?

3. Bagaimanakah mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan

perdagangan secara elektronik electronic commerce?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan rumusan masalah tersebut diatas, tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan mengkaji kontrak perdagangan melalui internet

electronic commerce ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor pendukung serta

penghambat perdagangan melalui internet electronic commerce.

3. Untuk mengetahui dan mengkaji cara mengatasi permasalahan yang

timbul dalam pelaksanaan perdagangan melalui internet electronic

commerce?

D. Keaslian Penelitian

Tesis ini menganalisis permasalahan yang belum pernah dipecahkan oleh

peneliti terdahulu. Selain itu, pada tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan Penulis setelah melakukan penelusuran kepustakaan di


12

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, juga tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan, kecuali diacu

pada naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Dengan demikian

penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat asli.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat

teoretis maupun manfaat prakatis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya mengenai

hukum perjanjian electronic commerce, khususnya terkait dengan keabsahan

transaksi tersebut berdasarkan asas-asas atau prinsip-prinsip dan keabsahanya

sebagai sebuah perjanjian berdasarkan KUHPerdata. Penelitian ini juga

diharapkan dapat mendorong para peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan

mengenai aspek-apsek lain dari transaksi electronic commerce.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

para pihak yang terlibat dalam transaksi electronic commerce, yaitu pihak penjual

atau merchant dan pihak pembeli atau konsumen. Penelitian ini diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan sikap hati-hati serta

profesionalitas bagi para pihak dalam melaksanakan kontrak electronic commerce.


B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Transaksi Komersial Elektronik

1. Definisi dan Prinsip-prinsip Transaksi Komersial Elektronik

Pasal 1 butir 2 Undang-undang ITE mendefinisikan transaksi elektronik

adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,

jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Dari definisi tersebut dapat

diketahui bahwa transaksi elektonik merupakan suatu perbuatan hukum. Transaksi

tersebut menggunakan sarana komputer atau jaringan komputer sebagai alat atau

media transaksi. Yang dimaksud dengan istilah komputer berdasarkan Pasal 1

butir 14 adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem

yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

Transaksi komersial elektronik electronic commerce merupakan salah satu

bentuk bisnis modern yang bersifat tanpa bertatap muka dan tanpa ditandatangani

non-face dan non-sign. Transaksi komersial elektronik electronic commerce

memiliki beberapa ciri khusus, diantaranya bahwa transaksi ini bersifat tanpa

dokumen tertulis, paperless borderless tanpa batas geografis dan para pihak yang

melakukan transaksi tidak perlu bertatap muka. Transaksi komersial elektronik

electronic commerce mengacu kepada semua bentuk transaksi komersial yang

didasarkan pada proses elektronis dan transmisi data melalui media elektronik.

Karena itu, tidak ada definisi konsep transaksi komersial elektronik yang berlaku

internasional.

13
14

Para ahli dan praktisi teknologi informasi dewasa ini membuat beberapa

definisi yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Pertama, Richard Hill dan Ian

Walden menyebutkan bahwa: ”Electronic commerce can be defined as comercial

activities conducted through an exchange of information generated, stored, or

communicated by electronical. Optical or analogues means, including EDI, E-

mail and so forth.” 10 Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa kontrak

elektronik dapat didefnisikan adalah aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan melalui

informasi yang disampaikan, disimpan atau dikomunikasikan dengan alat

elektronik. Selain itu, e-commerce is performing business transaction with the aid

of evolving computing tools and paper-less communication links messaging

technologies. Electronic Commerce may be defined as the entire set of process

that support commercial activities on a network and involve information

analysis. 11 Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa transaksi elektronik

merupakan pelaksanaan transaksi bisnis yang menggunakan alat-alat komputer

dan teknologi komunikasi tanpa menggunakan kertas. Transaksi elektronik dapat

didefinisikan sebagai seperangkat proses yang memdukung aktivitas komersial

pada jaringan dan menggunakan analisis informasi.

Hal serupa juga dikemukakan oleh United Nations Commission on

International Trade Law atau UNCITRAL, Model Law on Electronic Commerce,

with Guide to Enactment 1996 yang mendefinisikan :

10
Richard Hill and Ian Walden, 1996, The Draft UNCITRAL Model Law for Electronic
Commerce: Issues and solution (teaching materials) March 1996.
11
Nabil R Adam, dkk, Electronic Commerce: Technical, Business, and Legal Issues, New Jersey:
Prentice Hlml, p. 1 sebagaimana dikutip Edmon Makarim (selanjutnya disebut Edmon 1), 2005,
Pengantar Hukum Telematika, Suatu Kompilasi Kajian, Raja Grafindo Persada, hlm. 256-257.
15

“The term commercial should be given a wide interpretation sa as to


cover matters arising from all relationship of a commercial nature
whether contractual or not. Relationship of commercial nature include,
but are not limited to, the following transactions: any trade transaction for
the supply or exchange of goods or services, distribution agreement;
commercial representation or agency; factoring; leasing; construction of
works; cosulting; engineering licensing; investment; financing; banking;
insurance; exploiting agreement or concession; joint venture and othe
forms of industrial or business cooperation; caariage of goods or
passengers, by air, sea, rail or road.” 12

Black’s Law Dictionary sebagaimana dikutip oleh Ridwan Khairandy

mendefinisikan e-commerce sebagai berikut: “The practice of buying and selling

goods and services through online consumer services on the internet. The e, a

shortened form of electronic, has become a popular prefix for other terms
13
associated with electronic transaction.” Vladimir Zwass mendefinisikan

transaksi komersial elektronik electronic commerce sebagai pertukaran informasi

bisnis, mempertahankan hubungan bisnis, dan melakukan transaksi bisnis melalui

jaringan komunikasi. 14

Dari sini terlihat bahwa transaksi komersial elektronik electronic

commerce adalah transaksi perdagangan/jual-beli barang dan jasa yang dilakukan

dengan cara pertukaran informasi/data menggunakan alternatif selain media

tertulis. Yang dimaksud media alternatif di sini adalah media elektronik,

khususnya internet.

12
Ibid, hlm. 257.
13
Ridwan Khairandy, 2001, “Pembaharuan Hukum Kontrak Sebagai Antisipasi Transaksi
Elektronic Commerce”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 16, November 2001, hlm. 57.
14
Seperti dikutip oleh Andrew Coulson, Electronic-Commerce: The Ever-Evolving Online
Marketplace, IEEE, September 1999, hlm. 58 yang berbunyi: Sharing business information,
maintaining business relationships, and conducting business transactions by means of
communication networks.
16

Selain itu, Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik mendefiniskan Transaksi elektronik adalah hubungan hukum yang

dilakukan melalui komputer, jaringan komputer, atau media elektronik lainnya.

2. Hubungan Hukum Secara Elektronik

Istilah transaksi dalam ilmu hukum adalah keberadaan suatu perikatan

ataupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Jadi jika berbicara

mengenai transaksi, sebenarnya berbicara mengenai aspek materiil dari hubungan

hukum yang disepakati oleh para pihak sebagaimana dapat dipahami berdasaran

Pasal 1338 jo. 1320 KUHPerdata, sehingga sepatutnya bukan berbicara mengenai

perbuatan hukumnya secara formil, kecuali untuk melakukan hubungan hukum

yang menyangkut benda bergerak. Sepanjang mengenai benda tidak bergerak,

hukum akan mengatur mengenai perbuatan hukumnya itu sendiri, yakni harus

dilakukan secara ”terang” dan ”tunai”. Oleh karena itu, keberadaan ketentuan-

ketentuan hukum mengenai perikatan sebenarnya tetap valid karena ia akan

mencakup semua media yang digunakan untuk melakukan transaksi itu sendiri,

baik dengan media kertas paper based maupun dengan media sistem elektronik

electronic based. Namun, dalam praktiknya seringkali disalahpahami oleh

masyarakat bahwa yang namanya ”transaksi” dagang harus dilakukan

secara ”hitam diatas putih” atau dikatakan diatas kertas dan

harus ”bertandatangan” serta ”bermeterai”, padahal hal tersebut sebenarnya

dimaksudkan agar ia lebih mempunyai nilai kekuatan pembuktian. Jadi fokusnya


17

bukanlah formil kesepakatannya, melainkan materiil hubungan hukumnya

sendiri.15

Kontrak komersial secara elektronik melibatkan beberapa pihak

sebagaimana dikemukakan oleh Didik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom

sebagai berikut:16

a. Penjual atau merchant, yaitu perusahaan atau produsen yang menawarkan

produknya melalui internet. Untuk menjadi merchant, maka seseorang

harus mendaftarkan diri sebagai merchant account pada sebuah bank,

tentunya ini dimaksudkan agar merchant dapat menerima pembayaran dari

customer dalam bentuk credit card;

b. Konsumen atau card holder, yaitu orang-orang yang ingin memperoleh

produk barang atau jasa melalui pembelian secara online. Konsumen yang

akan berbelanja melalui internet dapat berstatus perorangan atau

perusahaan. Jika konsumen merupakan perorangan, maka yang perlu

diperhatikan dalam transaksi electronic commerce adalah sistem

pembayaran yang digunakan, apakah pembayaran dilakukan dengan

mempergunakan kartu kredit atau dimungkinkan pembayaran dilakukan

secara tunai. Hal ini penting untuk diketahui, mengingat tidak semua

konsumen yang akan berbelanja di internet adalah pemegang kartu kredit.

Pemegang kartu kredit adalah orang yang namanya tercetak pada kartu

kredit yang dikeluarkan oleh penerbit berdasarkan perjanjian yang dibuat.

15
Edmon Makarim 1, Op.cit., hlm. 254.
16
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom,2005,Cyber Law (Aspek Hukum Teknologi
Informasi), Bandung: Refika Aditama, hlm. 152.
18

c. Acquirer, yaitu pihak perantara penagihan antara penjual dan penerbit dan

perantara pembayaran antara pemegang dan penerbit. Perantara penagihan

adalah pihak yang meneruskan penagihan kepada penerbit berdasarkan

tagihan yang masuk kepadanya yang diberikan oleh penjual barang atau

jasa. Pihak perantara pembayaran antara pemegang dan penerbit adalah

bank dimana pembayaran kartu kredit dilakukan oleh pemilik kartu kredit,

selanjutnya bank yang menerima pembayaran ini akan mengirimkan uang

pembayaran tersebut kepada penerbit kartu kredit atau issuer;

d. Issuer, yaitu perusahaan kartu kredit yang menerbitkan kartu. Di indonesia

ada beberapa lembaga yang diijinkan untuk menerbitkan kartu kredit,

yaitu :

1) Bank dan lembaga keuangan bukan bank. Tidak semua bank dapat

menerbitkan credit card, hanya bank yang telah memperoleh ijin dari

Card International, dapat menerbitkan credit card, seperti Master dan

Visa card;

2) Perusahaan non bank dalam hal ini PT. Dinner Jaya Indonesia

International yang membuat perjanjian dengan perusahaan yang ada di

luar negeri;

3) Perusahaan yang membuka cabang dari perusahaan induk yang ada di

luar negeri, yaitu American Express;

4) Certification Authorities yaitu pihak ketiga yang netral yang

memegang hak untuk mengeluarkan sertifikasi kepada merchant,

kepada issuer dan dalam beberapa hal diberikan kepada card holder.
19

3. Perdagangan Melalui Elektronik Electronic Commerce

3.1. Jenis-jenis Transaksi Komersial Elektronik Electronic Commerce

Electronic commerce memiliki beberapa jenis yaitu business to business,

business to customer, customer to customer, customer to government dan

customer to business. Penjelasan Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut. 17

Pertama, business to business. Transaksi business to business yaitu transaksi

antarperusahaan yaitu baik pembeli maupun penjual adalah perusahaan. Biasanya

diantara mereka saling mengetahui satu sama lain dan sudah terjalin hubungan

yang cukup lama. Pertukaran informasi hanya berlangsng diantara mereka dan

pertukaran informasi tersebut didasarkan pada kebutuhan dan kepercayaan.

Perkemabangan jenis ini lebih pesat jika dibandingkan dengan perkembangan

jenis electronic commerce yang lain.

Kedua, business to customer, yaitu transaksi antara perusahaan dengan

konsumen/individu. Contohnya adalah amazon.com sebuah situs electronic

commerce yang besar dan terkenal. Pada jenis ini, transaksi disebarkan secara

umum, dan konsumen yang berinisiatif melakukan transaksi. Produsen harus siap

menerima respons dari konsumen tersebut. Biasanya sistem yang digunakan

adalah sistem web karena sistem ini yang sudah umum dipakai di kalangan

masyarakat.

Ketiga, customer to customer yaitu transaksi dimana individu saling

menjual barang pada satu sama lain. Contohnya adalah e-bay. Keempat, customer

to business, yaitu transaksi yang memungkinkan individu menjual barang pada

17
Ibid, hlm. 259-260.
20

perusahaan. Contohnya adalah priceline.com. Kelima, customer to government

yaitu transaksi dimana individu dapat melakukan transaksi dengan pihak

pemerintah, seperti membayar pajak.

3.2. Mekanisme Penawaran dan Penerimaan Online

Hampir sama dengan perjanjian jual beli pada umumnya, perjanjian jual

beli online tersebut juga terdiri dari penawaran dan penerimaan sebab suatu

kesepakatan selalu diawali dengan adanya penawaran oleh salah satu pihak dan

penerimaan oleh pihak lain. Berikut ini pengertian penawaran dan penerimaan

tersebut. Pertama, penawaran, yaitu suatu invitation to enter into a binding

agreement 18 Dengan kata lain penawaran merupakan suatu ajakan untuk masuk

kedalam suatu perjanjian yang mengikat. Tawaran merupakan sebuahya tawaran

jika pihak lain memandangnya sebagai tawaran. Suatu perbuatan seseorang

beralasan bahwa suatu ikatan perjanjian dapat dianggap sebagai tawaran. Pada

transaksi electronic commerce, khususnya jenis business to customer, yang

melakukan penawaran adalah merchant atau produsen/penjual. Para merchant /

penjual tersebut memanfaatkan website untuk menjajakan produk dan jasa

pelayanan. Para penjual menyediakan semacam storefront yang berisikan katalog

produk dan pelayanan yang diberikan. Para pembeli seperti berjalan-jalan di

depan toko-toko dan melihat barang-barang di etalasi. Keuntungan jika

melakukan belanja di toko on-line adalah dapat melihat dan berbelanja kapan saja

dan dimana saja tanpa dibatasi oleh jam buka toko dan juga tidak akan risih

dengan pandangan penjaga toko yang mengawasi kegiatan calon pembeli. Pada

18
Mariam Darus Badrulzaman, 2001, E-Commerce Tinjauan dari Hukum Kontrak Indonesia,
Jakarta: Hukum Business XII, hlm. 33.
21

website biasanya ditampilkan barang-barang yang ditawarkan, harganya, nilai

rating atau poll otomatis tentang barang itu yang diisi oleh pembeli sebelumnya,

spesifikasi tentang barang tersebut, dan menu produk lain yang berhubungan.

Penawaran terbuka bagi semua orang. Bagi yang tertarik dapat melakukan

window shopping di toko-toko online ini.19

Kedua, penerimaan, dimana penawaran dan penerimaan saling terkait

untuk menghasilkan suatu kesepakatan. Penentukan suatu penawaran dan

penerimaan dalam cybersystem bergantungkan pada keadaan cybersystem tersebut.

Penerimaan dapat dinyatakan melalui website, surat elektronik electronic mail

atau electronic data interchange. Penjual biasanya bebas untuk menentukan suatu

cara penerimaan, misalnya menentukan bahwa dalam hal penjualan melalui

website atas barang dagangannya, penawaran dapat ditujukan pada halaman dari

e-mail address calon pembelinya. Jadi dalam hal ini penerimaan melalui email

cukup karena penawaran ini dikirimkan pada email tertentu sehingga sudah jelas

hanya pemegang email itulah yang dituju. Akan tetapi, jika penawaran dilakukan

melalui website atau newsgroup, dapat diangap penawaran tersebut ditujukan

untuk khalayak ramai. Dengan demikian setiap orang yang berminat dapat

membuat kesepakatan dengan penjual yang menawarkan. Dalam transaksi

electronic commerce melalui website, biasanya pengunjung/calon pembeli akan

memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual. Jika memang calon

pembeli tertarik, shopping chart akan menyimpan terlebih dahulu barang yang

calon pembeli inginkan sampai calon pembeli yakin akan pilihannya. Setelah

19
Edmon Makaim 1, Op.cit, hlm. 260-261.
22

yakin dengan pilihannya, calon pembeli akan memasuki tahap pembayaran.

Dengan menyelesaikan tahapan transaksi ini, pengunjung toko online telah

melakukan penerimaan acceptance sehingga telah tercapai kontrak online.

3.3. Metode Pembayaran dalam Transaksi Electronic Commerce

Mekanisme pembayaran yang digunakan di internet umumnya

menggunakan sistem keuangan nasional dan sistem keuangan lokal. Mekanisme

pembayaran tersebut dapat dibagi menjadi lima cara, yaitu:20

a. transaksi model ATM yang melibatkan institusi finansial dan pemegang

account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari

account masing-masing;

b. pembayaran dua pihak tanpa perantara, transaksi dilakukan langsung

anatara dua pihak tanpa perantara menggunakan uang nasionalnya;

c. pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya proses

pemabayaran yang menyangkut debit, kredit maupun cek masuk dalam

kategori ini. Ada beberapa metode pembayaran yang dapat digunakan

yaitu sitem pembayaran kartu kredit online dan sistem pembayaran check

online.

3.4. Pengiriman

Pengiriman dapat dilakukan dengan cara dikirim sendiri atau

menggunakan jasa pengiriman lainnya. Biaya pengiriman biasanya dihitung dalam

pembayaran, atau bahkan seringkali dikatakan pelayanan gratis terhadap

20
Onno W.Purbo dan Aang Arif Wahyudi, 2001, Mengenal E-Commerce, Jakarta: PT Elex Media
Computindo, hlm. 92.
23

pengiriman karena seringkali dikatakan pelayanan gratis terhadap pengiriman

karena sudah termasuk dalam biaya penyelenggaraan pada sistem tersebut.

3.5. Metode Pengamanan dalam Transaksi Electronic Commerce

Kebanyakan pedagang online menggunakan dua metode pengamanan

dalam bertransaski lewat internet sebagai mana dikemukakan oleh Edmon

Makarim sebagai berikut.21 Pertama, metode atau instrument secure sockets layer

yaitu instrumen yang sudah dipakai. Metode tersebut melindungi informasi

pribadi dalam kontak anatara konsumen dengan pedagang. Keamanan data yang

dikirim melalui jaringan juga terjamin. Konsumen dalam melakukan transaksi

harus memastikan bahwa data-data tersebut sudah dalam bentuk terenskripsi

dengan baik. Hal ini dapat diperiksa dan dipastikan melalui tampilan sebuah ikon

kecil dalam bentuk gambar sebuah kunci saat melakukan penjelajahan atau

browsing. Gambar kunci tersebut tidak boleh rusak atau patah. Selain melihat

gambar kunci tersebut, dapat juga diperiksa situs merchant yang biasanya diawali

dengan http harus berubah menjadi https pada saat proses transaksi.

Kedua, metode secure electronic transaction, yaitu menggunakan

sertifikat digital untuk membuktikan bahwa konsumen dan pedagang memiliki

hak untuk menggunakan dan menerima kartu. Visa telah menggunakan metode ini.

SET merupakan alat elektronik yang berfungsi untuk memverifikasi pedagang di

layar, dan juga berfungsi bagi merchant untuk memeriksa tanda tangan konsumen

pada bagian belakang kartu visa. SET memberikan cara bagi pemegang kartu dan

21
Edmon Makarim 1, Op.cit, hlm. 263-264.
24

pedagang untuk mengidentifikasi satu sama lain sebelum melakukan transaksi

sehingga pembayaran dapat terjamin kebenarannya.

3.6. Tanggungjawab Pihak Ketiga dalam Transaksi Electronic Commerce

Transaksi elektronik tidak dapat dipisahkan dari peranan computer dan

perangkatnya. Komputer merupakan alat yang memiliki keterbatasan, sehingga

perlu dikaji sejauhmana dari sistem komputer tersebut sendiri jika ternyata suatu

transaksi tidak berjalan dengan lancar karena kesalahan teknis. Untuk melakukan

transaksi electronic commerce setidaknya terdapat dua pihak, yaitu pembeli atau

konsumen dan penjual atau merchant. Sebagai suatu perjanjian jual beli, terdapat

kemungkinan terjadinya wanprestasi. Wanprestasi dapat terjadi karena pihak

pembeli tidak melakukan kwajibannya atau pihak penjual yang tidak melakukan

kewajibannya. Akan tetapi, jika ternyata wanprestasi tersebut terjadi karena

kesalahan teknis, misalnya server down sehingga pesan tidak sampai, pihak ketiga

dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Dalam transaksi electronic commerce,

pihak ketiga yang dimaksud adalah provider atau penyedia jasa layanan.

B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

1. Pengertian Perikatan dan Perjanjian

Dalam ilmu hukum terdapat perbedaan antara istilah perikatan dan

perjanjian. Perikatan merupakan istilah bagi hubungan hukum antara para pihak,

sedangkan perjanjian merupakan istilah untuk peristiwa hukum yang melahirkan

kontrak tersebut. Buku III KUHPerdata tentang perikatan menyebutkan bahwa

sumber perikatan adalah undang-undang dan perjanjian. Perikatan karena undang-


25

undang dapat dilihat pada pertanggungjawaban hukum yang timbul akibat

kealpaan negligence, tanggung jawab produk product liability, tanggung jawab

profesional professional liability dan tanggung jawab terhadap informasi yang

berlebihan ataupun menyesatkan misleading information. Perikatan berdasarkan

undang-undang berbicara mengenai hak dan kewajiban warga negara kepada

masyarakatnya atau negaranya yang didasarkan atas keberlakuan suatu undang-

undang yang ada.22

Selain itu karena KUH Perdata tidak mencantumkan pengertian mengenai

perikatan, Subekti mendefinisikan suatu perikatan adalah suatu perhubungan

hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak

menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk

memenuhi tuntutan itu.23

Sejalan dengan definisi tersebut Mariam Darus Badrulzaman berpendapat

bahwa perikatan dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi diantara dua orang

atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang

satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu24.

Hukum Indonesia mengatur perjanjian secara umum didalam pada

KUHPerdata Buku III Bab kedua tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari

kontrak atau perjanjian. Bagi perjanjian yang lebih khusus diatur pada Bab V

sampai dengan Bab XVIII. Keberadaan buku III bersifat terbuka, artinya adanya

jenis-jenis perikatan selain yang diatur pada buku III. Perikatan yang diatur pada

22
Edmon Makarim 2, Op.cit, hlm 247.
23
Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, Cetakan 14, Jakarta: PT. Internusa, 1992, hlm. 1.
24
Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Hukum Perdata Buku III dengan Penjelasan, Bandung :
Alumni, hlm 1.
26

buku III disebut perikatan Nominant, sedangkan yang tidak diatur pada buku III

disebut Perikatan Innominant.25

Pengertian Perjanjian dapat diketahui dapat diketahui dari Pasal 1313

KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut: ”Suatu perjanjian suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih.”26 Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa definisi tersebut memiliki

beberapa kelemahan sebagai berikut. Pertama. hanya menyangkut sepihak saja.

Hal ini dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih lainnya”, sehingga tertangkap bahwa yang

berkehendak untuk mengadakan perjanjian hanya satu pihak saja, sehingga

seharusnya dirumuskan “saling mengikatkan diri”. Kedua, kata “perbuatan”

mencakup juga tanpa consensus. Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan

melaksanakan tugas tanpa kuasa yang tidak mengandung suatu konsensus.

Sehingga seharusnya yang digunakan adalah kata “persetujuan”. Ketiga,

pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut

terlalu luas melebihi dari yang dikehendaki dari Buku III KUHPerdata yang

bersifat kebendaan, sehingga menimbulkan penafsiran lain bahwa perjanjian

tersebut juga meliputi janji kawin. Keempat, tanpa menyebut tujuan. Tidak

tercantumnya tujuan mengadakan perjanjian menimbulkan ketidakjelasan para

pihak mengikatkan diri untuk apa. Oleh karena itu perlu dirumuskan kembali apa

yang dimaksud dengan perjanjian itu. Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka

perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
25
Edmon Makarim 1, Op.cit, hlm. 247-248.
26
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), (1996), diterjemahkan oleh
R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.28, Jakarta: Pradnya Paramita, Pasal. 1313.
27

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

Hukum yang mengatur tentang perjanjian ini disebut Hukum Perjanjian Law of

Caontract. 27

Selain definisi diatas beberapa pakar hukum juga memberikan definisi

perjanjian memiliki definisi lain sebagai berikut. yang berbeda-beda menurut

pendapat ahli yang satu dengan yang lain.

R. Setiawan mendefinisikan perjanjian ialah ”suatu perbuatan hukum

dimana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih”.28 Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa perjanjian ialah: ”hubungan

hukum antar dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat atau menimbulkan

akibat hukum”.29

Salim HS memberikan definisi perjanjian/kontrak sebagai berikut: ”Hubu-

ngan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain

dalam bidang harta kekayaan, dimana subyek hukum yang satu berhak atas

prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk

melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.30

Dari definisi menurut Salim HS ini dapat disimpulkan bahwa suatu

perjanjian/kontrak setidaknya mengandung empat unsur, pertama, ada hubungan

hukum yang dibedakan menjadi hubungan hukum yang tertulis dan tidak tertulis.

Kedua, ada subyek hukum yang dibedakan menjadi dua yaitu manusia dan badan

27
Abdulkadir Muhammad,1992, Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 77.
28
R. Setiawan, 1987, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bina Cipta Press, hlm. 49.
29
Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, hlm.
38.
30
Salim HS, 2003, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan I, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm. 27.
28

hukum. Subyek hukum dalam hukum perikatan terdiri dari kreditor, yaitu subyek

hukum yang berhak atas prestasi, dan debitor, yaitu subyek hukum yang wajib

memenuhi prestasi. Ketiga, adanya prestasi yang bentuk-bentuknya dapat berupa

memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat. Keempat, terjadi di

bidang harta kekayaan. Harta kekayaan dapat berwujud maupun tidak berwujud

dan menyangkut hak dan kewajiban yang mempunyai nilai uang. Lebih lanjut

dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum dalam suatu perjanjian tidak lahir

dengan sendirinya tetapi lahir karena adanya tindakan hukum yang dilakukan oleh

para pihak yang berkeinginan untuk membuat hubungan hukum tersebut.


31
Perjanjian menurut Subekti adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal. Dari perjanjian tersebut maka timbulah perikatan.

Selanjutnya perikatan dapat didefinisikan adalah suatu perhubungan hukum antara

dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut

sesuatu hal yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan itu.32

Menurut M Yahya Harahap, perjanjian atau verbintenis adalah suatu

hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi

kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus

mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi.33 Unsur dari wujud

pengertian perjanjian tersebut di atas adalah hubungan hukum yang menyangkut

31
Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, Cetakan 14, Jakarta: PT. Internusa, 1992, hlm. 1.
32
Ibid.
33
Harahap, M. Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, hlm. 6.
29

hukum harta kekayaan antara dua orang person atau lebih, yang memberikan hak

pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Wirjono Prodjodikoro yang mendefinisikan perjanjian adalah ”Suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak

untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan

janji itu.”34

Dari definisi perjanjian berdasarkan KUHPerdata dan beberapa definisi

dari pakar hukum diatas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian mengandung

beberapa unsur, yaitu adanya kesepakatan antara satu orang dengan yang lainnya

untuk mengikatkan diri. Kesepakatan tersebut adalah untuk melakukan perbuatan

hukum yang dikehandaki oleh mereka yang saling mengikatkan diri. Perbuatan

mengikatkan diri mengandung akibat hukum bagi keduanya.

2. Asas-asas Hukum Perjanjian

2.1. Asas Kebebasan Berkontrak

Subekti berpendapat bahwa berbeda dengan hukum benda yang menganut

suatu sistem tertutup, hukum perjanjian menganut sistem hukum terbuka,

maksudnya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada

masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak

melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.35 Asas kebebasan berkontrak dapat

diketahui dari bunyi Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan

34
R. Wirjono Prodjodikoro, 2000, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju, hlm. 4.
35
Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, Cetakan 14, Jakarta: PT. Internusa, 1992, hlm. 13.
30

bahwa ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.” Dari bunyi pasal tersebut, Subekti berpendapat

bahwa kata semua pada pasal tersebut seolah-oleh berisi suatu pernyataan kepada

masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa apa saja atau tentang

apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu

undang-undang.36

Pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap atau

optional law yang artinya bahwa pasal-pasal tersebut boleh diabaikan jika

dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Para pihak

diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari

pasal-pasal hukum perjanjian. Para pihak diperbolehkan mengatur sendiri

kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan. Jika para

pihak dalam perjanjian tidak mengatur sendiri sesuatu hal, maka hal tersebut

tunduk kepada undang-undang. Pada perjanjian, para pihak dapat membuat

undang-undang bagi mereka sendiri. Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya

berlaku jika para pihak tidak mengadakan aturan-aturan sendiri pada perjanjian

yang dibuat.37

Sejalan dengan pendapat Subekti, Herlien Budiono berpendapat bahwa

para pihak yang saling mengikatkan diri untuk melakukan atau tidak melakukan

hal-hal tertentu sebenarnya menciptakan hukum yang akan berlaku terbatas bagi

36
Ibid, hlm. 14.
37
Ibid, hlm. 13.
31

para pihak. 38 Selanjutnya Herlien Budiono berpendapat bahwa dari ketentuan

Pasal 1338 dapat diketahui 3 (tiga) hal yaitu:

a. perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak;

b. perjanjian tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan sepakat para pihak

atau undang-undang menyatakannya berakhir; dan

c. perjanjian harus ditaati oleh para pihak yang membuatnya.39

Sistem atau asas terbuka dari hukum perjanjian juga mengandung

pengertian bahwa perjanjian-perjanjian khusus yang diatur dalam undang-undang

hanyalah perjanjian yang paling terkenal saja dalam masyarakat pada waktu

KUHPerdata dibentuk, misalnya perjanjian jual beli dan sewa-menyewa.40

2.2. Asas Konsensualisme

Selain asas kebebasan berkontrak, pada hukum perjanjian dikenal pula

asas konsensualisme, yaitu asas yang menyebutkan bahwa pada dasarnya

perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik

tercapainya kesepakatan. Dengan kata lain, perjanjian sudah sah jika para pihak

sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu

formalitas. Istilah konsensualisme berasal dari istilah dalam bahasa Latin

consensus yang artinya sepakat.41

38
Herlien Budiono, Op.cit, hlm. 248.
39
Ibid, hlm. 251.
40
Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, Cetakan 14, Jakarta: PT. Internusa, 1992, hlm. 14.
41
Ibid, hlm. 15.
32

Pada umumnya perjanjian-perjanjian bersifat konsensual. Ada kalanya

undang-undang menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, diharuskan

perjanjian itu diadakan secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, atau

dengan akta notaris misalnya perjanjian penghibahan barang tetap. Namun hal-hal

tersebut merupakan suatu kekecualian, yang lazim adalah bahwa perjanjian sudah

sah dalam arti mengikat jika sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok

dari perjanjian. Asas konsensual tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata.42

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Pasal 1320 KUHPerdata mengatur agar suatu perjanjian oleh hukum

dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut

harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Syarat sahnya perjanjian

meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif. Syarat subyektif yaitu: 43

a. sepakat mereka mengikatkan dirinya. Sepakat atau yang dinamakan

dengan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek mengadakan

perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seiya sekata mengenai hal-hal

yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh

pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.

b. cakap untuk membuat suatu perjanjian. Setiap orang yang sudah dewasa

atau akil baliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam

Pasal 1330 Kitab Hukum Undang-Undang Hukum Perdata disebut sebagai

orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang yang

42
Ibid.
43
Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, hlm.17.
33

belum dewasa, mereka yang berada di bawah pengampuan, orang-orang

perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada

umumnya kepada siapa undang-undang telah melarang membuat

perjanjian-perjanjian tertentu. Kriteria usia dewasa telah diatur pada Pasal

330 KUHPerdata yaitu ; “ Belum dewasa adalah mereka yang belum

mencapai umur genap dua puluh satu tahun penuh atau sudah menikah”

Selain harus memenuhi syarat subjektif, perjanjian juga harus memenuhi

syarat obyektif , yaitu:

c. suatu hal tertentu, yaitu bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal

tertentu, artinya apa yang dijadikan obyek dalam perjanjian harus jelas,

d. suatu sebab yang halal, yaitu tiada lain ialah isi perjanjian. Dengan segera

harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu

adalah seseuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian itu.

Syarat sahnya perjanjian harus dipenuhi untuk menghindari batalnya suatu

perjanjian. Jika syarat subyektif tidak dipenuhi, maka salah satu pihak mempunyai

hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Apabila syarat obyektif tidak

terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

C. Perjanjian Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Pasal 1457 KUH Perdata mendefinisikan jual beli adalah adalah suatu

persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

dijanjikan. Selain itu Subekti mendefinisikan jual beli adalah: ”Suatu perjanjian
34

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik

atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
44
dijanjikan.” Pihak yang satu, yaitu pihak penjual menjanjikan untuk

menyerahkan atau memindahkan hak miliknya atas barang yang ditawarkan,

sedangkan yang dijanjikan oleh pihak lain adalah membayar harga yang telah

disetujuinya.45

Perkataan jual beli menunjukkan bahwa satu pihak melakukan perbuatan

yang dinamakan menjual, sedangkan pihak yang lain membeli. Istilah yang

mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik tersebut adalah sesuai dengan

istilah Belanda koop en verkoop yang juga mengandung pengertian bahwa pihak

yang satu verkoopt (menjual), sedang yang lainnya koopt (membeli). Dalam

Bahasa Inggris, jual beli disebut sale yang berarti penjualan, yaitu hanya dilihat

dari sudut pihak penjual. Dalam Bahasa Perancis disebut dengan vente yang

berarti penjualan, sedangkan dalam bahwa Jerman dipakai kata kauf yang berarti

pembelian.46

Yang harus diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak milik atas

barangnya, jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tersebut. Yang harus

dilakukan adalah penyerahan atau levering secara yuridis dan bukannya

penyerahan atau feitelijk. 47 Barang yang menjadi objek jual beli harus cukup

44
Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, Cetakan 14, Jakarta: PT. Internusa, 1992, hlm. 79.
45
Ibid.
46
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 1-2.
47
Ibid.
35

tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan ujud dan jumlahnya pada saat akan

diserahkan hak miliknya kepada pembeli.48

2. Terjadinya Jual Beli

Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai

dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian berdasarkan KUH

Perdata, perjanjian jual beli sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat

mengenai barang dan harga. Pada saat kedua pihak sudah setuju tentang barang

dan harga, maka terjadilah jual beli yang sah.49 Sifat konsensual jual beli tersebut

ditegaskan pada Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi: ”Jual beli dianggap

sudah terjadi antara barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan

maupun harganya belum dibayar.”

Pada perjanjian jual beli, asas konsensualisme menonjol sekali pada

perumusan Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi: ” Jual beli itu dianggap telah

terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai

sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum

diserahkan, maupun harganya belum dibayar.”

3. Kewajiban-kewajiban pada Perjanjian Jual-Beli

Pada perjanjian jual beli, terdapat dua kewajiban utama pada pihak penjual,

yaitu menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan dan kewajiban

menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap

cacad-cacad yang tersembunyi. Berikut ini uraian kedua kewajiban tersebut.

48
Ibid.
49
Ibid.
36

3.1. Kewajiban Penjual

3.1.1. Kewajiban Menyerahkan Hak Milik

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut

hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan

itu dari si Penjual kepada si pembeli. KUHPerdata mengenal tiga macam barang

yaitu barang bergerak, barang tetap dan barang tak bertubuh, dengan mana

dimaksudkan piutang, penagihan atau klaim, maka menurut KUHPerdata juga ada

tiga macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-

masing macam barang itu.

Misalnya untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas

barang itu sebagaimana tercantum pada pasal 612 KUHPerdata yang

berbunyi: ”Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh

dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama

pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana

kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang

harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak

menerimanya.”

Dari ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa ada kemungkinan

menyerahkan kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada

dalam satu gudang, hal mana merupakan suatu penyerahan kekuasaan secara

simbolis, sedangkan apabila barangnya sudah berada dalam kekuasaan si pembeli,

penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja.


37

KUHPerdata menganut sistem perjanjian jual-beli hanya obligatoir saja,

maksudnya bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban

bertimbal balik antara kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli yang

meletakkan kepada penjual kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang

yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk menuntut

pembayaran harga yang telah disetujui dan disebelah lain meletakkan kewajiban

kepada si pembeli untuk membayar harga barang sebagai imbalan haknya untuk

menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. 50

Dengan perkataan lain, perjanjian jual beli menurut KUHPerdata, belum

memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah dengan dilakukannya levering

atau penyerahan. Dengan demikian, pada sistem KUHPerdata, levering

merupakan suatu perbuatan yuridis guna memindahkan hak milik atau transfer of

ownership yang caranya ada tiga macam, yaitu: tergantung dari macamnya barang,

seperti nyang diterangkan diatas. Levering dapat dikonstruksikan sebagai suatu

zakelijk overeenkomst yaitu suatu persetujuan lagi atau tahap kedua, antara

penjual dan pembeli yang khusus bertujuan untuk memindahkan hak milik dari

penjual kepada pembeli. Jadi bagi KUHPerdata, sifat jual beli sebagai hanya

obligatoir saja nampak sekali dari Pasal 1459 KUHPerdata yang menerangkan

bahwa hak milik tas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama

penyerahannya belum dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang

bersangkutan.”

50
R.Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hlm 11.
38

Terkait levering pada KUHPerdata merupakan suatu perbuatan yuridis untuk

memindahkan hak milik atau transfer of ownership, maka jelaslah bahwa yang

dimaksud levering pada Pasal 1457 KUHPerdata berarti suatu pemindahan barang

telah dijual kedalam kekuasaan dan kepunyaan pembeli adalah tidak tepat dan

seharusnya berbunyi ”kedalam miliknya di pembeli.” Terkait dengan levering

tersebut, KUHPerdata menganut sistem kausal yaitu sistem yang menggantungkan

sahnya levering yang menggantungkan sahnya levering pada dua syarat, yaitu

pertama, sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya levering. Kedua, levering

tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas atau

beschikkingsbevoegd terhadap barang yang dilever itu.

Dengan titel dimaksudkan perjanjian obligatoir yang menjadi dasar levering

itu, atau dengan perkataan lain jual beli. Adapun orang yang berhak berbuat bebas

adalah pemilik barang sendiri atau yang dikuasai olehnya. Dengan demikian

apabila titel tersebut tidak sah atau batal atau kemudian dibatalkan oleh hakim

karena adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan, maka levering-nya menjadi

batal juga, yang berarti bahwa pemindahan hak milik dianggap tidak pernah

terjadi. Begitu juga halnya apabila orang yang memindahkan hak milik itu

ternyata tidak berhak melakukannya karena ia bukan pemilik maupun orang yang

secara khusus dikuasakan olehnya. Sistem kausal atau pemindahan hak milik

tersebut biasanya disimpulkan dari Pasal 584 KUHPerdata, yaitu pasal yang

mengatur tentang cara-cara memperoleh hak milik, yang salah satu caranya adalah
39

levering. Tapi dibelakang perkataan tersebut disebutkan :”berdasarkan suatu titel

yang sah, dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas.”51

Menurut sistem kausal jika perjanjian obligatoir-nya batal atau dikemudian

hari dibatalkan oleh hakim, levering-nya ikut serta batal dan barangnya tidak

pernah berpindah miliknya. Begitu juga jika orang yang melever ternyata tidak

berhak memindahkan hak milik karena ia bukan pemilik atau orang yang

dikuasakan olehnya. Namun ketentuan terakhir tersebut diadakan pengecualian

atau penyimpangan sekedar mengenai barang bergerak, yaitu pada Pasal 1977

(ayat 1) KUHPerdata yang menentukan bahwa mengenai barang bergerak, siapa

yang menguasainya dianggap sebagai pemilik atau bezit geldt als volkomen titel,

yaitu bahwa orang yang nampaknya keluar sebagai pemilik (dalam istilah hukum

seorang yang demikian dinamakan bezitter harus dipandang sebagai pemilik dan

barangsiapa memperoleh suatu barang darinya dilindungi oleh hukum. Hal

tersebut terkenal dengan ajaran tentang penghalusan hukum atau rechsvervijning

oleh Scholten yang menambahkan pada ketentuan tersebut hanya berlaku

untuk ”transaksi perdagangan” dan pihak yang menerima barang itu harus

beritikad baik dalam arti bahwa ia sama sekali tidak mengetahui bahwa ia

berhadapa orang yang sebenarnya bukan pemilik. Dengan demikian Pasal 1977

ayat (1) tidak dapat dipakai dalam hal seseorang yang secara tidak berhak

menghadiahkan sesuatu barang kepada temannya, biarpun orang yang menerima

barang ini jujur sekalipun, atau dalam suatu perjanjian jual beli dimana si pembeli

51
Ibid, hlm. 13.
40

dari semula sudah tahu bahwa si penjual adalah orang yang tidak berhak menjual

barangnya.52

3.1.2. Kewajiban Menanggung Kenikmatan Tenteram dan menanggung terhadap

Cacad-cacad Tersembunyi

Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuensi

daripada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang

dijual dan dilever tersebut adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas

dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. Kewajiban tersebut

menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian

kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan dari pihak ketiga,

dengan putusan hakim dihukum untuk menyerahkan barang yang telah dibelinya

kepada pihak ketiga tersebut.53

Terkait dengan hukum perjanjian pada asasnya merupakan hukum

pelengkap aanvullend recht, kedua belah pihak diperbolehkan dengan janji-janji

khusus memperluas atau mengurangi kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh

undang-undang seperti disebutkan diatas. Bahkan mereka diperbolehkan

mengadakan perjanjian bahwa penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu

apapun. Namun demikian ada pembatasannya, sebagai berikut:

a. meskipun telah diperjanjikan bahwa penjual tidak akan menanggung

sesuatu apapun, namun ia bertanggungjawab tentang apa yang berupa

akibat dari suatu perbuatan yang telah dilakukan olehnya, yaitu semua

52
Ibid, hlm. 15.
53
Ibid, hlm 17.
41

persetujuan yang bertentangan dengan ini batal berdasarkan Pasal 1494

KUHPerdata;

b. penjual dalam hal adanya janji yang sama, jika terjadi suatu penghukuman

terhadap si pembeli untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain,

diwajibkan mengembalikan harga pembelian, kecuali apabila pembeli

tersebut pada waktu pembelian dilakukan, mengetahui tentang adanya

putusan hakim untuk menyerahkan barang yang dibelinya itu atau jika ia

telah membeli barang tersebut dengan pernyataan tegas akan memikul

sendiri untung ruginya berdasarkan Pasal 1495 KUHPerdata.

Terkait dengan kewajiban untuk menanggung cacad-cacad tersembunyi,

penjual diwajibkan menanggung terhadap cacad-cacad tersembunyi pada barang

yang dijualnya yang membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan

yang dimaksudkan atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si

pembeli mengetahui cacad-cacad tersebut, ia sama sekali tidak akan membeli

barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Penjual

tidak akan diwajibkan menanggung terhadap cacad-cacad yang kelihatan dan ini

memang juga sudah sepantasnya. Kalau cacad itu kelihatan, dapat dianggap

bahwa pembeli menerima adanya cacad itu, dan sudah barang tentu harga sudah

disesuaikan dengan adanya cacad tersebut. Perkataan tersembunyi harus diartikan

demikian bahwa cacad tidak mudah dilihat oleh seorang pembeli yang normal,

bukannya seorang pembeli yang terlampau teliti, sebab adalah mungkin sekali

bahwa orang yang sangat teliti akan menemukan cacad itu.54

54
Ibid, hlm. 20.
42

Penjual diwajibkan menanggung terhadap cacad-cacad yang tersembunyi,

meskipun dia sendiri tidak mengetahui adanya cacad-cacad tersebut, kecuali jika

ia dalam hal demikian, telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan

menanggung sesuatu apapun. Dalam hal-hal tersebut diatas, pembeli dapat

memilih apakah ia akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali

harga pembelian, atau apakah ia akan tetap memiliki barangnya sambil menuntut

pengembalian sebagian dari harga.

Dari Pasal 1508-1509 KUHPerdata dapat diketahui bahwa jika penjual

sudah mengetahui cacad-cacadnya barang, maka selainnya ia diwajibkan

mengembalikan harga pembelian yang diterimanya, ia juga diwajibkan mengganti

semua kerugian yang diderita oleh pembeli sebagai akibat bercacadnya barang

yang dibelinya atau yang disebut verborgen gebreken. Apakah penjual sudah

mengetahui adanya cacad-cacad, tentunya adalah suatu hal yang harus dibuktikan

oleh pembeli. Jika penjual telah mengetahui cacad-cacad itu, ia hanya diwajibkan

mengembalikan harga pemberian dan mengganti kepada si pembeli biaya yang

telah dikeluarkan untuk melakukan pembelian dan penyerahan sebesar yang telah

dibayar oleh pembeli atau yang disebut dengan eviction.

3.2. Kewajiban-kewajiban Pembeli

Pembeli memiliki kewajiban utama membayar harga pembelian pada waktu

dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Harga tersebut dapat

berupa sejumlah uang. Meskipun hal tersebut tidak ditetapkan pada suatu pasal

undang-undang, namun sudah dengan sendirinya tercantum pada pengertian jual

beli, oleh karena jika tidak, misalnya harga itu berupa barang, maka hal itu akan
43

merubah perjanjian menjadi tukar-menukar, atau harga itu berupa suatu jasa,

perjanjiannya akan menjadi suatu perjanjian kerja. Pada pengertian jual beli sudah

terkandung pengertian bahwa disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang.

Tentang macamnya uang, meskipun jual beli terjadi di Indonesia, tidak diharuskan

bahwa harganya ditetapkan dalam mata uang rupiah, namun diperbolehkan

kepada para pihak untuk menetapkannya dalam mata uang apa saja.55

D. Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

mencantumkan definisi tentang konsumen yaitu ”setiap orang adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.”56 Konsumen adalah pihak yang memiliki hak, yaitu

kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum.57

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Jika konsumen menjadi salah satu pihak dalam perjanjian, maka konsumen

memiliki aneka hak, yaitu: 58

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

55
Ibid, hlm 21.
56
Pasal 1 angka (2) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
57
Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hlm 40.
58
Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
44

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki berbagai kewajiban, yaitu: 59

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

59
Ibid, Pasal 5.
45

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

Terdapatnya hak di satu sisi dan kewajiban di sisi lain pada konsumen

dapat dipahami bahwa konsumen di samping harus memahami dan berusaha

untuk melaksanakan kewajibannya, juga harus memahami hak-haknya sebagai

konsumen yang dilindungi oleh Undang-undang. Hak dan kewajiban secara

bersama-sama menandakan bahwa terdapat prinsip keseimbangan dalam hukum

perlindungan konsumen.

3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.60 Jika pelaku

usaha menjadi salah satu pihak dalam perjanjian, maka Pelaku Usaha memiliki

berbagai hak, yaitu: 61

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

60
Ibid, Pasal 1 butir (3)
61
Ibid, Pasal 6.
46

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Selain itu, sama seperti konsumen yang memiliki kewajiban, Pengusaha

juga memiliki aneka kewajiban sebagai pihak dalam perjanjian, yaitu:62

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

62
Ibid, Pasal 7
47

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.63

Dengan adanya hak dan kewajiban dalam perjanjian baik bagi konsumen

maupun hak dan kewajiban bagi pelaku usaha, dapat dipahami secara teroritis dan

normatif terdapat keseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha

dalam perjanjian. Namun demikian dalam praktiknya, konsumen sering sekali

dalam posisi lemah. Oleh sebab itu Undang-undang mencantumkan larangan-

larangan bagi pelaku usaha.

4. Larangan-larangan Bagi Pelaku Usaha

Undang-undang memberlakukan larangan-larangan bagi pelaku usaha

dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:64

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang

tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

63
Ibid, Pasal 6
64
Ibid, Pasal 8.
48

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,

mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau

keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,

iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,

tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta

keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

dipasang/ dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.

Dari deretan larangan larangan terhadap pelaku usaha menunjukkan bahwa

Undang-undang sangat memberikan perhatian serius bagi perlindungan hukum

konsumen. Larangan yang cukup terinci tersebut juga dapat membantu pelaku
49

usaha untuk lebih berhati-hati dan cermat dalam menjalankan usahanya dan

mengadakan perjanjian dengan pihak konsumen.

5. Asas-asas Perlindungan Hukum Konsumen

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional. Pertama,

asas manfaat, yaitu asas yang dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala

upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan. Kedua, asas keadilan, yaitu asas yang dimaksudkan agar partisipasi

seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan

kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan

kewajibannya secara adil. Ketiga, asas keseimbangan, yaitu asas keseimbangan

dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,

pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. Keempat, asas

keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan

atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian

dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Kelima,

asas kepastian hukum, yaitu asas yang dimaksudkan agar baik pelaku usaha

maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian

hukum. 65 Kelima asas tersebut merupakan bagian perlindungan hukum terhadap

65
Pasal 2 dan Penjelasannya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
50

konsumen yang merupakan bukti perhatian Undang-undang Perlindungan

Konsumen.

Perlindungan hukum konsumen bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. Harkat dan

martabat konsumen terangkat dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif

pemakaian barang dan/atau jasa. Perlindungan hukum konsumen meningkatkan

pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya

sebagai konsumen. Selain itu sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi akan tercipta. Perlindungan hukum konsumen menumbuhkan kesadaran

pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh

sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. Kualitas barang dan/atau

jasa akan meningkat yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang

dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.66

66
Ibid., Pasal 3.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode atau metodologi adalah ”the process, principles and procedures

by which we approach problems and seeks answers. In the social sciences the

term applies to how one conducs research.” Dari definisi tersebut dapat

diketahui bahwa metode adalah proses, prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur

yang digunakan untuk mendekati persoalan-persoalan dan mencari jawaban-

jawaban.67

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis

dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. 68

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, pada

penelitian hukum diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum

tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-

permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan dan mengaitkannya

dengan arti-arti yang mungkin diberikan pada hukum. Arti-arti tersebut

67
Robert Bogdan & Steven J. Taylor, (1975), Introduction to Qualitative Research Methods. New
York: John Wiley & Sons, 1975 sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian
Hukum, 2010, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, hlm. 46.
68
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (2010), Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, hlm. 44. mengartikan metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu.
Sistematis berarti berdasarkan suatu sistem. Konsisten berarti tidak adanya hlm.-hlm. yang
bertentang dalam suatu kerangka tertentu.

51
52

merupakan pemahaman-pemahaman yang diberikan oleh masyarakat terhadap

gejala yang dinamakan hukum yang kemudian dijadikan suatu pegangan.69

Dari sudut sifatnya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Soerjono

Soekanto mendefinisikan penelitian deskriptif adalah ”penelitian yang

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,

keadaan dan gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk

mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-

teori lama, atau dalam kerangka menyusun teori-teori baru.” 70

Selain itu Moh.Nazir mendefinisikan metode deskriptif adalah ”Metode

deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa

pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
71
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.”

Penelitian ini mendeskripsikan secara sistematis tentang kontrak perdagangan

melalui internet atau electronic commerce ditinjau dari hukum perjanjian.

69
Ibid, hlm. 42-43.
70
Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, hlm. 10.
71
Moh. Nazir, 1988, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghlm.ia, hlm. 63, selanjutnya beliau
mengatakan bahwa metode deskriptif adalah mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat,
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dengan metode dekriptif ini juga
diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor
dengan faktor yang lain. Metode dekriptif ingin mempelajari norma-norma atau standar-standar,
sehingga disebut juga survei normatif. Yang diteliti adalah masalah normatif bersama-sama
dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antar fenomena.
Perspeksif waktu yang dijangkau dalam penelitian deskriptif adalah waktu sekarang atau sekurang-
kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden.
53

Dilihat dari bentuknya, penelitian ini merupakan penelitian preskriptif.

Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa ”penelitian preskriptif merupakan

penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang

harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.” 72 Jika dikaitkan

dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai

penelitian fact finding yaitu penelitian yang bertujuan untuk menemukan fakta

belaka. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan penelitian yang bertujuan untuk

menemukan masalah atau problem finding, untuk kemudian menuju pada

identifikasi masalah atau problem identification. Tidak jarang pula hal tersebut

dilanjutkan dengan penelitian untuk mengatasi masalah atau problem solving.

Selain itu, dilihat dari sudut sifatnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.

Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa suatu penelitian deskriptif dimaksudkan

untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau

gejala-gejala lainnya. 73 Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data

tentang kontrak perdagangan melalui internet electronic commerce. Penelitian ini

bertujuan untuk mencari fakta pengaturan tentang kontrak perdagangan melalui

internet. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mencari fakta tentang

kesesuaian dengan Peraturan Perundang-undangan.

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan sifat atau jenisnya, penelitian ini merupakan penelitian

hukum normatif yaitu penelitian yang sepenuhnya mempergunakan data sekunder.

72
Ibid.
73
Soekanto, Soerjono, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
hlm. 10.
54

Pada penelitian hukum normatif, kerangka konsepsional mutlak diperlukan.

Dalam menyusun kerangka konsepsional dipergunakan perumusan-perumusan

yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar

penelitian, atau yang hendak diteliti. Penelitian hukum normatif mencakup

penelitian: asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah

hukum dan perbandingan hukum.74

C. Objek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah aspek-aspek

hukum perjanjian pada kontrak perdagangan melalui internet atau electronic

commerce. Aspek-aspek hukum perjanjian tersebut dianalisis dengan

menggunakan asas-asas dan ketentuan-ketentuan hukum perjanjian berdasarkan

Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang meliputi asas-asas hukum

perjanjian, syarat-syarat sahnya perjanjian, akibat hukum perjanjian yang

dilakukan.

D. Alat Penelitian

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa didalam penelitian lazimnya

dikenal tiga jenis alat penelitian atau alat pengumpulan data yaitu studi dokumen

atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau observasi.

Ketiga jenis alat penelitian atau pengumpulan data tersebut dapat dipergunakan

masing-masing, maupun secara bergabung untuk mendapatkan hasil yang

74
Ibid, hlm. 51.
55

semaksimal mungkin. 75 Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data yaitu

hanya studi dokumen atau bahan pustaka.

E. Analisis Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari

bahan pustaka atau yang dapat disebut data sekunder secondary data. 76 Data

sekunder dari sudut kekuatan mengikatnya dapat digolongkan kedalam bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 77 Ciri-ciri

umum data sekuder adalah: 78

1. data sekunder pada umumnya dalam keadaan siap terbuat (ready-made)

dan dapat dipergunakan dengan segera;

2. bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-

peneliti terdahulu;

3. data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan

tempat.

75
Ibid, hlm.. 66 menyebutkan bahwa alat pengumpulan data mana yang akan dipergunakan
didalam suatu penelitian hukum, senantiasa tergantum pada ruang lingkup dan tujuan penelitian
hukum yang akan dilakukan. Yang jelas adalah bahwa setiap penelitian hukum senantiasa harus
didahului dengan penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka karena fungsinya.
76
) Ibid, hlm 12 menyebutkan bahwa Data Sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian.
77
Gregory Churchill, ”Tapis Hukum”, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1978),
bahan yang distensil untuk keperluan penataran penelitian hukum di Kejaksaan Agung Republik
Indonesia) sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, Ibid., hlm.. 51-52 menyebutkan Pertama,
bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari Norma atau kaidah
dasar, yaitu Pembukaan Undang-undang Dasar 1945; b. Peraturan Dasar, yaitu Batang Tubuh
Undang-undang Dasar 1945, dan Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Peraturan Perundang-undangan, yang terdiri dari Undang-undang dan peraturan yang setaraf,
Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf; Keputusan Presiden dan Peraturan yang setaraf;
Peraturan-peraturan daerah, Bahan hukum yang tidak dikodifikasi misalnya hukum adat;
Yurisprudensi; traktak; bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku,
seperti misalnya, Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
78
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: CV Rajawali, hlm. 28.
56

Selanjutnya Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa dari sudut tipenya-

tipenya, data sekunder dapat dibedakan antara: 79

1. data sekunder yang bersifat pribadi, yang antara lain mencakup:

a. dokumen pribadi, surat-surat, buku harian, dan seterusnya

b. data pribadi yang tersimpan di lembaga dimana yang bersangkutan

pernah bekerja atau sedang bekerja.

2. data sekunder yang bersifat publik:

a. data arsip, yaitu data yang dapat dipergunakan untuk kepentingan

ilmiah oleh para ilmuwan

b. data resmi pada instansi-instansi pemerintah yang kadang-kadang tidak

mudah untuk diperoleh, oleh karena mungkin bersifat rahasia

c. data lain yang dipublikasikan, misalnya, yurisprudensi Mahkamah

Agung

Pada penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah: Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, khususnya Buku III tentang Perjanjian. Selain

itu bahan hukum primer lain yang dipergunakan adalah Undang-undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kedua, bahan hukum sekunder. Penelitian ini menggunakan bahan hukum

sekunder berupa literatur yang relevan dengan aspek-aspek hukum perjanjian pada

umumnya, dan khususnya kontrak perdagangan melalui internet atau electronic

79
Soerjono Soekanto, Loc.Cit.
57

commerce. Disamping itu Perundang-undangan bidang perlindungan konsumen

juga dipakai untuk menganalis kedudukan dan perlindungan konsumen atau

pembeli yang melakukan kontrak perdagangan melalui internet.

Ketiga, bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti

kamus, ensiklopedia, dan indeks kumulatif. Pada penelitian ini bahan hukum

tersier yang digunakan adalah kamus hukum dan ensiklopedia hukum, baik yang

berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa Inggris. Kamus dan ensiklopedia

hukum yang dipergunakan diharapkan dapat memberikan definisi atau pengertian

terhadapat beberapa istilah yang terdapat pada judul penelitian dan rumusan

masalah pada penelitian ini.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kontrak Perdagangan Melalui Internet Berdasarkan Hukum Perjanjian

1. Data Hasil Penelitian

1.1. Kesepakatan pada Kontrak Melalui Internet

Pada perjanjian jual beli secara langsung, kesepakatan dapat dengan mudah

diketahui sebab kesepakatan dapat langsung diberikan secara lisan maupun tulisan.

Akan tetapi, dalam transaksi melalui electronic commerce, kesepakatan dalam

perjanjian tersebut tidak diberikan secara langsung melainkan melalui media

elektronik dalam hal ini adalah internet. Dalam transaksi electronic commerce,

pihak yang memberikan penawaran adalah pihak penjual yang dalam hal ini

menawarkan barang-barang dagangannya melalui website yang dirancang agar

menarik untuk disinggahi. Semua pihak pengguna internet dapat dengan bebas

masuk untuk melihat-lihat toko virtual tersebut atau untuk membeli barang yang

mereka butuhkan atau minati.80

Jika pembeli tertarik untuk membeli suatu barang, ia hanya perlu

melakukan klik barang yang sesuai dengan keinginannya. Biasanya setelah

pesanan tersebut sampai di tempat penjual atau merchant, maka merchant akan

mengirim email atau melalui telepon untuk mengkonfirmasi pesanan tersebut

kepada pembeli atau konsumen.

80
Edmon, Ibid, hlm. 266-267.

58
59

Ada beberapa cara kerja sistem kontrak pembelian melalui internet yaitu,

pada klik pertama calon pembeli melihat di layar komputer adanya penawaran

dari calon penjual. Pada klik kedua, calon pembeli memberikan penerimaan

terhadap tawaran tersebut. Dan masih disyaratkan adanya peneguhan dan

persetujuan dari calon penjual kepada pembeli perihal diterimanya penerimaan

dari calon pembeli, yaitu melakukan klik ketiga.

1.2. Kecakakapan Pembeli dan Penjual pada Kontrak Melalui Internet

Kontrak electronic commerce juga menghendaki dipenuhinya syarat

tertentu bagi pihak yang akan mengadakan kesepakatan, dimana menurut hasil

penelitian terhadap beberapa situs yang bergerak dalam electronic commerce

berupa webstore atau toko maya yang telah dilakukan oleh penulis, sebagian besar

ditemukan suatu syarat bagi calon pembeli atau customer untuk melakukan

transaksi haruslah telah berumur minimal 18 (delapan delas) tahun. Syarat ini

dapat ditemukan pada saat customer mengisi formulir pendaftaran yang berisi

mengenai data diri dari customer, dimana terdapat suatu kolom yang berisi

mengenai tanggal lahir, serta adanya suatu kotak yang harus di check ( _ ) yang

menyatakan bahwa si customer telah berusia 18 (delapan belas) tahun.

Dengan demikian kecakapan customer dapat terlihat pada saat ia

melakukan pengisian form. Hal ini tertuang pada salah satu bagian Your User

Agreement eBay 81 dimana dituliskan: “use the Sites if you are not able to form

legally binding contracts, are under the age of 18, or are temporarily or

indefinitely suspended from our Sites” Dari bunyi tulisan tersebut dapat diketahui

81
http://www.ebay.com diakses pada tanggal 1 Maret 2012.
60

bahwa seseorang yang dapat dikategorikan tidak berhak menggunakan situs eBay

adalah jika tidak mampu atau cakap untuk membuat kontrak menurut hukum,

yaitu berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun. Artinya, pihak situs eBay untuk

sementara waktu atau dengan waktu tak terbatas melarang seseorang tersebut

untuk mengakses atau menggunakan situs tersebut.

Selain itu dalam Conditions Of Use website Amazon pada bagian Your

Account juga disebutkan bahwa: “If you are under 18, you may use Amazon.com

only with involvement of a parent or guardian….” Dari bunyi persyaratan tersebut

dapat diketahui bahwa seseorang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun,

hanya boleh menggunakan Amazon.com hanya dengan keterlibatan orang tua atau

wali. Hal tersebut menunjukan bahwa untuk telah berusia 18 tahun keatas atau

diwakilkan oleh orang tua atau wali merupakan syarat untuk dapat bertransaksi

dengan layanan Amazon dotcom. Ketentuan batas umur 18 tahun tersebut berbeda

dengan kategori orang dewasa berdarkan Pasal 330 KUHPerdata, yaitu telah

berumur 21 tahun.

1.3. Objek Perjanjian pada Kontrak Melalui Internet

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah obyek prestasi perjanjian. Isi

prestasi tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan, sehingga

berdasar definisi tersebut maka, suatu kontrak electronic commerce haruslah

menyebutkan mengenai objek dari kontrak tersebut baik. Setelah melakukan

penelitian terhadap webstore diketahui bahwa dalam webstore tersebut

menawarkan berbagai macam produk, di mana produk yang ditawarkan


61

diantaranya yaitu buku, barang elektronik, software, serta ada juga yang

menawarkan jasa dibidang pembuatan suatu webstore.

Selain menampilkan produk tersebut dalam bentuk gambar, juga ada

deskripsi penjelasan terhadap produk yang ditawarkan mengenai informasi,

spesifikasi, harga dari produk tersebut. Sebagai contoh sebuah pasar online yang

bergerak dibidang electronic commerce yang tidak hanya melakukan penawaran

produk tetapi juga sebagai tempat pelelangan suatu barang yaitu eBay.com.

Selain itu, untuk webstore dalam negeri secara online terdapat Gramedia Toko

Buku Online yang bergerak di bidang perdagangan buku. Berikut ini pemaparan

eBay dotcom dan Amazon dotcom dan Gramedia Toko Buku Online.

Ebay dotcom yang dapat diakses di http://www.ebay.com merupakan pasar

online dunia yang memungkinkan perdagangan lokal, nasional dan internasional.

Ebay dotcom memiliki komunitas yang bervariasi baik perseorangan dan usaha

kecil menawarkan sebuah sistem perdagangan online yang memungkinkan jutaan

jenis barang diperjualbelikan setiap hari, didalamnya selain menampilkan gambar

dari produk yang ditawarkan juga terdapat informasi mengenai harga barang

tersebut, bahkan kita juga dapat melakukan penawaran sebagaimana lelang pada

umumnya.

Kedua, Amazon dotcom yang merupakan salah satu perusahaan dengan

toko maya virtual shop yang dapat diakses pada http://www.amazon.com yang

menjual buku-buku, perlengkapan kantor, lagu (musik), DVD, dsb. Amazon

dotcom menyediakan sebuah sistem perdagangan secara online selama 24 (dua

puluh empat jam) jam, 7 (tujuh) hari seminggu. Namun, Amazon dotcom tidak
62

mempunyai toko secara fisik namun mempunyai kantor yang berkedudukan di

Seattle, Washington, Amerika Serikat. Pada situs Amazon selain ditampilkan

produk juga dilampirkan mengenai harga produk tersebut serta ketersediaan

produk.

Ketiga, Gramedia Toko Buku Online yang dapat diakses di alamat

http://www.gramediaonline.com merupakan sebuah webstore yang menawarkan

buku sebagai produknya, serta terdapat informasi mengenai buku beserta

harganya, serta suatu software shoping chart yang mempunyai fungsi untuk

menjumlahkan harga barang yang yang dibeli ditambah biaya lainnya seperti

ongkos kirim dsb. Sesuatu hal tertentu dalam hal ini yaitu adanya suatu benda

yang dijadikan obyek dalam suatu perjanjian, jika dihubungkan dengan apa yang

ada dalam electronic commerce yang menyediakan berbagai macam benda atau

produk yang ditawarkan dan costomer bebas memilih terhadap salah satu atau

beberapa jenis benda atau produk yang dinginkannya, berdasar hasil penelitian

ditemukan bahwa setelah customer melakukan pemilihan produk, diakhir proses

transaksi merchant akan menampilkan informasi mengenai barang beserta

harganya atas apa yang dipilih apakah benar atau tidak. Sehingga apa yang dipilih

customer menjadi obyek dalam perjanjian tersebut.

Keempat, situs Kaskus yang dapat diakses pada www.kaskus,us misalnya

membuat forum jual beli, yaitu forum atau tempat para pengguna Kaskus untuk

dapat menjual dan/atau membeli suatu barang/jasa yang diinginkan. Forum ini

merupakan salah satu forum utama Kaskus, bisa dilihat dari banyaknya sub-forum

yang terdapat di forum ini. Barang dan jasa yang dijual di forum ini sangat
63

beragam, mulai dari kaos oblong seharga Rp. 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah)

sampai dengan hak kepemilikan tanah seharga Rp. 260.000.000.000 (Dua Ratus

Enam Puluh Milyar Rupiah).82

Forum Jual Beli atau yang dapat disingkat menjadi FJB memiliki sub-

forum sebagai berikut: Antik, Art & Design, Baby & Kids Stuff, Bisnis, Industry

& Supplier, Buku, Camera & Aksesoris, CD & DVD, Collectibles, Computer,

Elektronik, Face & Body Care, Fashion & Mode, Flora & Fauna, Food, Drink &

Medicine, Furniture, Handphone & PDA, Hardware & Tools, Kerajinan Tangan,

Musical Instrument, Otomotif, Peralatan Kantor, Peralatan Rumah Tangga,

Perhiasan & Jam Tangan, Property, Services, Sports Equipment, Ticket Events,

Tour & Travel, Toys & Hobbies, Web Hosting & Services, Video Games,

Readme, Review, Others dan Feedback dan Testimonial.

Pada panjualan barang elektronik Ipad misalnya, situs Kaskus

memberikan data yang cukup lengkap atau spesifik atas objek kontrak yang

ditawarkan kepada para calon pembeli, misalnya sebagai berikut:

Ukuran :

- Panjang: 24,8 cm

- Lebar: 18,97 cm

- Tebal: 1,34 cm

- Berat: 0,68 kg (WiFi model) dan 0,73 kg (WiFi + 3G model)

82
Diakses www.kaskus.uspada tanggal 1 Maret 2012.
64

Layar :

- 9,7 inci LED backlit glossy widescreen multitouch dengan teknologi IPS

- Resolusi 1024×768 pixel dengan 132 pixel per inci

- Dilapisi fingerprint resistant oleophobic

- Mendukung penulisan banyak bahasa dan karakter secara bersamaan

Kapasitas memori :

- Flash drive 16 GB, 32 GB, atau 64 GB

Prosesor :

- Apple A4 1 GHZ

Sensor :

- Akselerometer

- Ambient light sensor

Baterai :

- Baterai Lithium polymer

- Daya tahan hingga 10 jam waktu aktif dan satu bulan waktu standby

Audio playback :

- Mendukung format AAC (16 hingga 320 Kbps)

- Mendukung format Protected AAC (16 hingga 320 Kbps)

- Mendukung format MP3 (16 hingga 320 Kbps)

- Mendukung MP3 VBR, Audible (format 2,3, dan 4), Apple Losless, AIFF,

dan WAV

Koneksi :

Untuk WiFi model


65

- WiFi 802.11 a/b/g/n

- Bluetooth 2.1 + teknologi EDR

Untuk WiFi + 3G model

- UMTS/HSDPA triband (850, 1900, dan 2100 MHz)

- GSM/EDGE quabband850, 900, 1800, dan 1900 MHz)

- WiFi 802.11 a/b/g/n

- Bluetooth 2.1 + teknologi EDR

Input dan output :

- Dock connector

- 3,5 mm stereo headphone jack

- Built in speaker

- Microphone

- SIM card tray (untuk model WiFi + 3G)

Layanan berbasis lokasi :

- WiFi

- Kompas digital

- Assisted GPS (khusus model WiFi + 3G)

- Seluler (khusus model WiFi + 3G)

TV dan video :

- Mendukung format video H.264 hingga 720p, .m4v, .mp4, mov,

MPEG-4.

Tombol eksternal :
66

- On/off/sleep/wake

- Mute

- Volume naik atau turun

Fitur dan Aplikasi utama :

- Browser Safari untuk akses web.

- Mail untuk membaca e-mail.

- Photos untuk mengelola arsip foto.

- Video untuk memutar file video.

- YouTube untuk melihat video langsung ke YouTube tanpa melalui

webnya.

- iPod untuk memainkan musik

- iTunes untuk mengunduh musik dan video

- App Store untuk mengunduk aplikasi

- iBooks untuk membaca dan mengunduh e-book dari iBooks Store

- Maps untuk melihat peta resolusi tinggi dari satelit dan Street View

Images.

- Notes untuk membuat catatan bebas.

- Calendar untuk membuat agenda.

- Contacts untuk mencatat data telepon, email, dan web teman.

- Home screen untuk mengatur tampilan layar

- Spotlight search untuk melakukan pencarian cepat di semua bagian hanya

dengan mengetikkan keyword.


67

1.4. Sebab yang Halal

Kontrak electronic commerce yang dibuat haruslah memenuhi norma-norma yang

hidup didalam masyarakat, bedasar hasil penelitian maka ditemukan bahwa di

dalam persyaratan mengadakan pendaftaran anggota sebagai syarat untuk

melakukan transaksi pihak merchant eBay menegaskan dan mengharuskan

customer untuk membaca dan memperhatikan bagian Prohibited and Restricted

Items yang mana bagian tersebut berisi mengenai apa saja produk yang tidak

boleh diperdagangkan.

Adanya aturan yang jelas mengenai hal-hal apa saja yang boleh dan tidak

boleh dilakukan beserta sanksinya yang disebutkan oleh eBay memberikan

pengertian bahwa kontrak yang terjadi dalam electronic commerce secara tidak

langsung telah memenuhi syarat suatu sebab yang halal, bahwa kontrak atau

perjanjian yang dilakukan antar para pihaknya mempunyai sebab yang halal

sebagai dasar perjanjian. Ketentuan ini sesuai dengan syarat sebab yang halal

sebagai syarat sahnya perjanjian. Tujuan transaksi electronic commerce pada situs

eBay tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban.

2. Pembahasan Hasil Penelitian

2.1. Perdagangan Secara Elektronik Electronic Commerce Ditinjau dari

Syarat Sahnya Perjanjian

Perdagangan secara elektronik termasuk kategori perdagangan. Sebagai

suatu perdagangan, harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana

tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut:


68

2.1.1. Syarat Sepakat yang Mengikatkan Dirinya Pada Electronic Commerce

Pada transaksi electronic commerce, kesepakatan dibuat antara pihak

pembeli atau konsumen dengan pihak merchant yang mengiklankan produk

barang dan jasa dengan mempergunakan media internet. Pasal 19 Undang-undang

Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE menyebutkan bahwa Para pihak

yang melakukan Transaksi elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang

disepakati. Selanjutnya Pasal 20 mengatur bahwa kecuali ditentukan lain oleh para

pihak, Transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim

Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. Persetujuan atas penawaran

transaksi elektronik harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara

elektronik.

Pada perjanjian jual beli secara langsung, kesepakatan dapat dengan mudah

diketahui sebab kesepakatan dapat langsung diberikan secara lisan maupun tulisan.

Akan tetapi, dalam transaksi melalui electronic commerce, kesepakatan dalam

perjanjian tersebut tidak diberikan secara langsung melainkan melalui media

elektronik dalam hal ini adalah internet. Dalam transaksi electronic commerce,

pihak yang memberikan penawaran adalah pihak penjual yang dalam hal ini

menawarkan barang-barang dagangannya melalui website yang dirancang agar

menarik untuk disinggahi. Semua pihak pengguna internet dapat dengan bebas

masuk untuk melihat-lihat toko virtual tersebut atau untuk membeli barang yang

mereka butuhkan atau minati.83

83
Edmon, Ibid, hlm. 266-267.
69

Jika pembeli tertarik untuk membeli suatu barang, ia hanya perlu mengklik

barang yang sesuai dengan keinginannya. Biasanya setelah pesanan tersebut

sampai di tempat penjual atau merchant, maka merchant akan mengirim email

atau melalui telepon untuk mengkonfirmasi pesanan tersebut kepada konsumen.

Proses terciptanya penawaran dan penerimaan tersebut menimbulkan keragu-

raguan kapan terciptanya suatu kesepakatan. Negara-negara yang tergabung dalam

masyarakat ekonomi Eropa telah memberikan garis-garis petunjuk kepada para

negara anggotanya, dengan memberlakukan sistem ”3 klik”.84 Pada praktiknya,

pembelian dengan cara demikian dirasakan lebih praktis dan menguntungkan bagi

konsumen. Sistem transaksi dengan cara mengklik dinilai sebagai cara yang cukup

aman dan dapat dilakukan dengan cara yang mudah mengingat petunjuk

pelaksanaannya cukup jelas dan mudah dimengerti oleh konsumen.

Setiawan berpendapat bahwa cara kerja sistem tersebut adalah, pertama,

setelah calon pembeli melihat di layar komputer adanya penawaran dari calon

penjual (klik pertama), si calon pembeli memberikan penerimaan terhadap

tawaran tersebut (klik kedua). Dan masih disyaratkan adanya peneguhan dan

persetujuan dari calon penjual kepada pembeli perihal diterimanya penerimaan

dari calon pembeli (klik ketiga). Sistem tiga klik ini jauh lebih aman daripada

sistem dua klik yang berlaku sebelumnya sebab dalam sistem ”2 klik”, penjual

dapat mengelak dengan menyatakan kepada calon pembeli bahwa ia tidak pernah

84
Edmon, Ibid, hlm. 267.
70

menerima ”penerimaan” dari calon pembeli. Hal tersebut akan merugikan

pembeli.85

Dalam hukum Indonesia belum ada ketentuan semacam itu. Tidak ada

kewajiban dari penjual untuk melakukan konfirmasi kepada pembeli sehingga

banyak penjual yang tidak melakukan konfirmasi. Hal ini sangat merugikan

konsumen atau pembeli karena pembeli tidak mengetahui apakah pesanannya

telah diterima atau belum. Jika terjadi wanprestasi akan sulit menghitung kapan

terjadinya wanprestasi karena penjual atau merchant dapat denganmudah

mendalilkan bahwa ia tidak menerima pesanan tersebut. Oleh karena itu,

konfirmasi sangat penting dilakukan oleh penjual merchant.86

Selain itu kesepakatan pada kontrak electronic commerce dapat dianalisis

berdasarkan teori kesepakatan pada perjanjian untuk menentukan kapan

kesepakatan telah terjadi. Teori-teori sebagaimana yang dikemukakan oleh Munir

Fuadi dijadikan dasar untuk analisis terjadinya kesepakatan tersebut.87

Pertama, dikaitkan dengan teori penawaran dan penerimaan atau offer and

acceptance, kesepakatan kehendak pada prinsipnya baru terjadi setelah adanya

penawaran offer dari salah satu pihak yang kemudian diikuti dengan penerimaan

tawaran atau acceptance oleh pihak lain dalam perjanjian tersebut. Dengan

mengacu pada teori ini, kesepakatan antar pihak terjadi pada saat penjual atau

merchant mengajukan penawaran dengan menyediakan daftar atau katalog barang

85
Setiawan, “Electronic Commerce: Tinjauan dari Segi Hukum Kontrak,” (Makalah disampaikan
pada Seminar Legal Aspects of E-Commerce, Jakarta Agustus 2000), hlm. 4 sebagaimana dikutip
Edmon Makarim, Op.cit, hlm. 267.
86
Edmon, Ibid, hlm. 267.
87
Munir Fuady, 1999, Hukum Kontrak dari Sudut Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti,
hlm. 45.
71

product table yang disertai dengan deskripsi produk yang dijual dan kemudian

costomer yang memilih produk yang ditawarkan dengan mengklik kotak yang

disediakan sehingga bertanda check ( _ ).

Kedua, jika dikaitkan dengan pernyataan verklarings theorie, jika terjadi

kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan, maka apa

yang dinyatakan tersebutlah yang berlaku, karena pada umumnya menghendaki

bahwa apa yang dinyatakan dapat dipegang. Berdasarkan teori ini, apa yang

dinyatakan oleh customer dengan cara mengisi order maupun formulir lainnya,

maka itulah yang dianggap berlaku, dan bukan lagi apa yang dikehendakinya.

Demikian juga halnya dengan apa yang dinyatakan oleh merchant yang berkaitan

dengan persetujuan proses transaksi yang masih berlaku itulah yang berlaku

meskipun pada proses tersebut masih ada kemungkinan customer memberikan

data yang benar, sedangkan merchant melalui perangkat sofware yang digunakan

telah menyetujui transaksi tersebut, sehingga suatu kesepakatan kehendak antar

para pihak telah terjadi ketika customer melakukan pengisian order form maupun

form lainnya, dan merchant dengan menggunakan perangkat software menyetujui

transaksi tersebut.

Ketiga, jika dikaitkan dengan teori konfirmasi yang mengajarkan bahwa

suatu kata sepakat telah ada atau dianggap telah terjadi ketika pihak yang

melakukan penawaran mendapat jawaban atau konfirmasi jawaban dari pihak

yang menerima tawaran. Dengan mengacu pada teori tersebut, kesepakatan pada

transaksi electronic commerce terjadi ketika merchant mendapat jawaban dari

customer atas berita konfirmasi jawaban dari pihak yang melakukan penawaran
72

termasuk juga informasi yang dikirimkan oleh customer yang telah memenuhi

persyaratan atau dinyatakan valid.

Keempat, jika dikaitkan dengan teori kehendak atau wilstheorie yang

mengajarkan bahwa jika terjadi problem antara apa yang dinyatakan pada

perjanjian, maka apa yang dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku. Akan

tetapi teori tersebut tidak dapat digunakan untuk menentukan kapan terjadi suatu

kesepakatan pada perjanjian electronic commerce karena tidak memberikan

kepastian hukum bagi para pihaknya.

Kesepakatan perjanjian atau kontrak electronic commerce terjadi ketika

customer menyepakati terhadap ketentuan atau syarat yang disodorkan oleh

merchannt. Hal tersebut terbukti ketika customer memberikan tanda check ( _ )

pada kolom yang isinya bahwa ia sepakat dengan apa yang telah disyaratkan serta

pada saat customer mengisi form yang berisi mengenai data diri.

2.1.2. Syarat Kecakapan Membuat Suatu Perikatan pada Electronic Commerce

Pada asasnya semua orang cakap untuk membuat perikatan, kecuali jika ia

oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Menurut undang-undang, yaitu Pasal

330 KUHPerdata, yang tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa yaitu

belum genap berusia 21 tahun atau mereka yang belum berusia 21 tahu tetapi telah

menikah dan mereka tidak dibawah pengampuan (gila, dungu, mata gelap, lemah

akal dan pemboros). Dalam transaksi electronic commerce sangat sulit

menentukan seseorang yang melakukan transaksi telah dewasa atau tidak berada

dibawah pengampuan karena proses penawaran dan penerimaan tidak secara

langsung dilakukan, tetapi hanya melalui media virtual yang rawan penipuan. Jika
73

ternyata yang melakukan transaksi adalah orang yang tidak cakap, pihak yang

dirugikan dapat menuntut agar perjanjian dibatalkan.88

Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya suatu arena baru yang

lazim disebut dengan dunia maya cyberspace, dimana setiap individu mempunyai

hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu lain tanpa batasan

apapun yang menghalanginya. Adanya kebebasan untuk melakukan hubungan

tidak menutup kemungkinan setiap individu juga mempunyai kebebasan untuk

mengadakan suatu kesepakatan atau perjanjian dengan individu lainnya. Hal ini

dimungkinkan oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang

memperbolehkan adanya transaksi elektronik di lingkup publik maupun privat

namun dengan tetap dilandasi itikad baik, sebagaimana yang diatur pada Pasal 17

ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan transaksi

elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik dan privat. Selain itu, para pihak

yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik dalam melakukan

interaksi dan atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen elektronik

selama transaksi elektronik berlangsung.

Pada transaksi electronic commerce, setiap orang berhak mengadakan

suatu perikatan. Namun untuk membuat suatu perjanjian diperlukan pemenuhan

syarat kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Pada dasarnya, setiap orang

yang telah dewasa atau akil balik dan sehat pikirannnya adalah cakap untuk

membuat perikatan, dimana hal ini disebutkan dalam Pasal 1329 KUHPerdata

88
Edmon, hlm. 268.
74

yaitu: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh

undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”

Syarat atau tolok ukur untuk mentukan cakap tidaknya suatu orang untuk

mengadakan suatu perjanjian menurut Pasal 1330 KUHPerdata yaitu :

a. orang-orang yang belum dewasa;

b. mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

c. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-

undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang

telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Syarat seseorang dikatakan belum dewasa menurut Pasal 330 KUHPerdata

adalah belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih

dahulu telah kawin atau menikah. Akan tetapi setiap orang yang telah dewasa

belum tentu ia sehat pikirannya. Sehingga perlu juga dilihat syarat kedua “mereka

yang ditaruh dibawah pengampuan” berdasarkan pasal 433 KUHPerdata

disebutkan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu,

sakit otak, atau mata gelap harus dibawah pengampuan, begitu juga jika ia

kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Selain itu seorang dewasa boleh

ditaruh dibawah pengampuan karena keborosannya.

Kemudian untuk syarat ketiga berdasarkan perkembangan jaman dan

menurut Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA Nomor 3 Tahun 1963

tertanggal 4 Agustus 1963 89 dianggap sudah tidak berlaku, di mana wewenang

89
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap Burgelijk
Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang. SEMA ini ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
dan Ketua Pengadilan Tinggi Seluruh Indonesia. Kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung atau
disingkat SEMA secara kedudukan menurut hukum berada di bawah undang-undang. SEMA ini
75

seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan

pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya yang diatur dalam Pasal 108 dan 110

KUHPerdata sudah tidak berlaku lagi menurut SEMA tersebut. Sehingga, syarat

seseorang cakap untuk mengadakan suatu perjanjian atau perikatan menurut

KUHPerdata adalah seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita yang

telah berumur 21 tahun atau telah menikah dan sehat pikirannya serta tidak berada

dibawah pengampuan.

Perjanjian atau kontrak electronic commerce juga menghendaki

dipenuhinya syarat tertentu bagi pihak yang akan mengadakan kesepakatan,

dimana menurut hasil penelitian terhadap beberapa situs yang bergerak dalam

electronic commerce berupa webstore atau toko maya yang telah dilakukan oleh

penulis, sebagian besar ditemukan suatu syarat bagi customer untuk melakukan

transaksi haruslah telah berumur minimal 18 tahun. Syarat ini dapat ditemukan

pada saat customer mengisi form pendaftaran yang berisi mengenai data diri dari

customer, dimana terdapat suatu kolom yang berisi mengenai tanggal lahir, serta

adanya suatu box yang harus di check ( _ ) yang menyatakan bahwa si customer

telah berusia 1tahun.

Dengan demikian kecakapan customer dapat terlihat pada saat ia

melakukan pengisian form. Hal ini tertuang pada salah satu bagian Your User

Agreement eBay 90 dimana dituliskan: “use the Sites if you are not able to form

legally binding contracts, are under the age of 18, or are temporarily or

merupakan petunjuk bagi hakim pengadilan agar menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Gagasan ini sangat menarik hati, oleh karena dengan demikian para Penguasa, terutama para
hakim, lebih leluasa untuk menyampingkan beberapa Pasal dari Burgerlijk Wetboek yang tidak
sesuai dengan zaman kemerdekaan Indonesia.
90
http://www.ebay.com diakses pada tanggal 1 Maret 2012.
76

indefinitely suspended from our Sites” Dari bunyi tulisan tersebut dapat diketahui

bahwa seseorang yang dapat dikategorikan tidak berhak menggunakan web eBay

adalah jika tidak mampu atau cakap untuk membuat kontrak menurut hukum,

yaitu berusia dibawah 18 tahun. Atau dengan kata lain pihak eBay untuk

sementara waktu atau dengan waktu tak terbatas melarang seseorang tersebut

untuk mengakses atau menggunakan situs tersebut.

Selain itu dalam Conditions Of Use website Amazon pada bagian Your

Account juga disebutkan bahwa: “If you are under 18, you may use Amazon.com

only with involvement of a parent or guardian….” Dari bunyi persyaratan tersebut

dapat diketahui bahwa seseorang yang berusia dibawah 18 tahun, hanya boleh

menggunakan Amazon.com hanya dengan keterlibatan orang tua atau wali. Hal

tersebut menunjukan bahwa untuk telah berusia 18 tahun keatas atau diwakilkan

oleh orang tua atau wali merupakan syarat untuk dapat bertransaksi dengan

layanan Amazon dotcom.

Adanya persamaan antara eBay dengan Amazon dotcom tentang

persyaratan umur seseorang yang berhak mengadakan kontrak dan bertransaksi

dalam electronic commerce menunjukan bahwa syarat kecakapan seseorang

dalam electronic commerce adalah telah berusia 18 tahun. Hal ini tentu saja

berbeda dengan apa yang diharapkan atau diatur dalam KUHPerdata yang

mensyaratkan telah genap berusia 21 tahun, sehingga kontrak dalam electronic

commerce tetap dapat terjadi atau berlaku meskipun pemenuhan terhadap syarat

ini sulit untuk dibuktikan, yaitu dengan adanya kepercayaan penjual atau

merchant terhadap apa yang dinyatakan dalam proses transaksi.


77

Hal ini menunjukan adanya asas kepercayaan dalam kontrak electronic

commerce serta sejalan dengan teori pernyataan yang menyebutkan bahwa apa

yang dinyatakan berlaku sebagai dasar atau pegangan, yang pada akhirnya ketika

apa yang dinyatakan dipercayai, maka kontrak telah terjadi atau ada meskipun

dapat dimungkinkan ternyata apa yang dinyatakan dikemudian hari diketahui

berbeda dengan keadaan sebenarnya. Sehingga kontrak tersebut tetap sah

meskipun syarat kedewasaan menurut KUHPerdata tidak dapat dipenuhi dalam

kontrak electronic commerce.

Dengan penjelasan tersebut diatas dapat diketahui bahwa syarat kecakapan

yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dapat terpenuhi dalam kontrak

eektonic commerce, hal ini dikarenakan Pasal 1320 yang mengatur mengenai

syarat sahnya perjanjian mempunyai sifat memaksa sehingga tidak dapat

dikesampingkan meskipun Buku III KUHPerdata mempunyai sifat aanvulend

recht atau hanya sebagai pelengkap saja.

Namun, meskipun syarat kedewasaan menurut KUHPerdata tidak dapat

terpenuhi dalam kontrak electronic commerce, hal ini tidak menyebabkan kontrak

tersebut menjadi tidak sah, tetapi hanya memberikan akibat terhadap perjanjian

atau kontrak tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak,

dikarenakan kecakapan untuk membuat suatu perikatan termasuk ke dalam syarat

subyektif. Jadi dapat disimpulkan bahwa kontrak dalam perdagangan melalui

internet electronic commerce tetap sah sehingga mengikat dan menjadi undang-

undang bagi para pihak yang membuatnya sepanjang para pihak tersebut tidak

mempermasalahkan mengenai tidak terpenuhinya salah satu syarat sahnya


78

perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata serta para pihak tetap

melaksanakan perjanjian yang telah dibuatnya.

2.1.3. Syarat Suatu Hal Tertentu Pada Perjanjian Electronic Commerce

Berdasarkan Undang-undang, hal tertentu adalah prestasi yang menjadi

pokok perjanjian yang bersangkutan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian

paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Undang-undang tidak mengharuskan

barang tersebut sudah ada atau belum ada ditangan debitur pada saat perjanjian

dibuat dan jumlahnya juga tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat

dihitung atau ditetapkan. Ada barang tertentu yang tidak boleh diperjualbelikan

dalam transaksi electronic commerce, seperti memperjualbelikan hewan.

Kemudian terdapat kendala juga dalam melakukan jual beli melalui electronic

commerce. Ada barang-barang yang tidak dapat dijual melalui kesepakatan online,

seperti jual beli tanah yang mensyaratkan jual beli tanah harus dituangkan dalam

akta, yaitu akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta otentik terdiri dari dua bagian,

yaitu notaris atau PPAT yang menerangkan bahwa orang-orang tertentu benar

datang menghadap padanya dan bagian kedua ia mencatat apa yang diutarakan

masing-masing pihak. Kemudian para pihak disertai para saksi menandatangani

akta tersebut. Untuk saat ini proses pembuatan akta tersebut tidaklah

dimungkinkan dibuat secara online sehingga harus dilakukan secara langsung atau

tatap muka, kecuali jika dalam perkembangannya nanti ada undang-undang yang

mengatur bahwa semua itu dapat dilakukan melalui elektronik.91

91
Edmon, hlm. 268.
79

Transaksi electronic commerce telah memenuhi ketentuan pada Pasal 1333

juga menyebutkan bahwa: “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok

suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya tidaklah menjadi halangan

bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat

ditentukan atau dihitung.”

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah obyek prestasi perjanjian. Isi

prestasi tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan, sehingga

berdasar definisi tersebut maka, suatu kontrak electronic commerce haruslah

menyebutkan mengenai objek dari kontrak tersebut baik. Setelah melakukan

penelitian terhadap webstore diketahui bahwa dalam webstore tersebut

menawarkan berbagai macam produk, dimana produk yang ditawarkan

diantaranya yaitu buku, barang elektronik, software, serta ada juga yang

menawarkan jasa dibidang pembuatan suatu webstore.

Selain menampilkan produk tersebut dalam bentuk gambar, juga ada

deskripsi penjelasan terhadap produk yang ditawarkan mengenai informasi,

spesifikasi, harga dari produk tersebut. Sebagai contoh sebuah pasar online yang

bergerak dibidang electronic commerce yang tidak hanya melakukan penawaran

produk tetapi juga sebagai tempat pelelangan suatu barang yaitu eBay.com.

Selain itu, untuk webstore dalam negeri secara online terdapat Gramedia Toko

Buku Online yang bergerak di bidang perdagangan buku. Berikut ini pemaparan

eBay dotcom dan Amazon dotcom dan Gramedia Toko Buku Online.

Ebay dotcom yang dapat diakses di http://www.ebay.com merupakan pasar

online dunia yang memungkinkan perdagangan lokal, nasional dan internasional.


80

Ebay dotcom memiliki komunitas yang bervariasi baik perseorangan dan usaha

kecil menawarkan sebuah sistem perdagangan online yang memungkinkan jutaan

jenis barang diperjualbelikan setiap hari, didalamnya selain menampilkan gambar

dari produk yang ditawarkan juga terdapat informasi mengenai harga barang

tersebut, bahkan kita juga dapat melakukan penawaran sebagaimana lelang pada

umumnya.

Kedua, Amazon dotcom yang merupakan salah satu perusahaan dengan

toko maya virtual shop yang dapat diakses pada http://www.amazon.com yang

menjual buku-buku, perlengkapan kantor, lagu (musik), DVD, dsb. Amazon

dotcom menyediakan sebuah sistem perdagangan secara online selama 24 (dua

puluh empat jam) jam, 7 (tujuh) hari seminggu. Namun, Amazon dotcom tidak

mempunyai toko secara fisik namun mempunyai kantor yang berkedudukan di

Seattle, Washington, Amerika Serikat. Pada situs Amazon selain ditampilkan

produk juga dilampirkan mengenai harga produk tersebut serta ketersediaan

produk.

Ketiga, Gramedia Toko Buku Online yang dapat diakses di alamat

http://www.gramediaonline.com merupakan sebuah webstore yang menawarkan

buku sebagai produknya, serta terdapat informasi mengenai buku beserta

harganya, serta suatu software shoping chart yang mempunyai fungsi untuk

menjumlahkan harga barang yang yang dibeli ditambah biaya lainnya seperti

ongkos kirim dsb. Sesuatu hal tertentu dalam hal ini yaitu adanya suatu benda

yang dijadikan obyek dalam suatu perjanjian, jika dihubungkan dengan apa yang

ada dalam electronic commerce yang menyediakan berbagai macam benda atau
81

produk yang ditawarkan dan costomer bebas memilih terhadap salah satu atau

beberapa jenis benda atau produk yang dinginkannya, berdasar hasil penelitian

ditemukan bahwa setelah customer melakukan pemilihan produk, diakhir proses

transaksi merchant akan menampilkan informasi mengenai barang beserta

harganya atas apa yang dipilih apakah benar atau tidak. Sehingga apa yang dipilih

customer menjadi obyek dalam perjanjian tersebut.

Berdasar uraian diatas dapat diketahui bahwa pada kontrak perdagangan

melalui elektronik electronic commerce juga ada suatu hal tertentu yang menjadi

obyek dalam perjanjian atau kontrak sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal

1320 jo. 1333 KUHPerdata terhadap perjanjian pada umumnya.

2.1.4. Sebab Yang Halal pada Electronic Commerce

Suatu sebab yang halal atau dalam bahasa Belanda oorzak tidak lain adalah

isi perjanjian itu sendiri. Yang dimaksud dengan sebab atau kausa yang halal dari

suatu perjanjian jual beli adalah pihak yang satu menghendaki uang. 92 Isi

perjanjian tersebut haruslah sesuai dengan undang-undang dan tidak berlawanan

dengan kesusilaan baik dan ketertiban umum.93

Berdasarkan suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus

dilakukan berdasarkan itikad baik sebgaimana tercantm pada Pasal 1335

KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat

karena sesuatu sebab yang palsal atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”

Konsekuensinya, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan, sebab

dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.

92
Subekti, Hukum Perjanjia, Jakarta: Intermasa, 1996), hlm . 19-20.
93
Edmon, hlm 269 telematika.
82

Tujuan dari perjanjian berarti isi perjanjian itu sendiri yang dibuat oleh

kedua belah pihak, sedangkan isi perjanjian adalah yang dinyatakan tegas oleh

kedua belah pihak mengenai hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari hubungan

hukum (perjanjian) yang dibuat oleh kedua belah pihak tersebut.

Selanjutnya Pasal 1336 KUHPerdata menyebutkan tentang akibat jika

tidak dinyatakannya suatu sebab, yang berbunyi: “jika tidak dinyatakan sesuatu

sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang halal ataupun jika suatu sebab yang lain,

daripada yang dinyatakan persetujuan namun demikian adalah sah”. Dari bunyi

pasal tersebut dapat diketahui bahwa adanya kausa itu menunjukkan adanya

kejadian yang menyebabkan terjadinya suatu utang, begitu pula walaupun tidak

dinyatakan suatu sebab, maka perjanjian itu adalah sah. Sebab yang halal adalah

mutlak untuk dipenuhi dalam mengadakan suatu perjanjian, pembuatan perjanjian

tersebut haruslah didasari dengan itikad baik untuk mengadakan suatu pejanjian

atau kontrak sebagaimana etrcantum pada Pasal 1337 KUHPerdata yang

menyebutkan disebutkan bahwa: “suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang

oleh undang-undang, atau bertentangan dengan kesusilaan baik, atau ketertiban

umum”

Kesusilaan merupakan norma yang hidup dalam lingkungan masyarakat.

Norma termasuk hukum tidak tertulis yang didalamnya berisi perbuatan-

perbuatan yang patut dilakukan dan perbuatan yang tidak patut dilakukan.

Sehingga segala perjanjian atau kontrak yang dibuat haruslah memenuhi norma

kesusilaan, pelanggaran atas norma ini adalah sanksi sosial dari masyarakat

mengingat kesusilaan adalah hukum tidak tertulis dalam kehidupan masyarakat.


83

Pasal 27 Undang-undang ITE antara lain menyebutkan bahwa setiap orang

dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Setiap orang

dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

Kontrak electronic commerce yang dibuat haruslah memenuhi norma-

norma yang hidup didalam masyarakat, bedasar hasil penelitian maka ditemukan

bahwa di dalam persyaratan mengadakan pendaftaran anggota sebagai syarat

untuk melakukan transaksi pihak merchant eBay menegaskan dan mengharuskan

customer untuk membaca dan memperhatikan bagian Prohibited and Restricted

Items yang mana bagian tersebut berisi mengenai apa saja produk yang tidak

boleh diperdagangkan.

Adanya aturan yang jelas mengenai hal-hal apa saja yang boleh dan tidak

boleh dilakukan beserta sanksinya yang disebutkan oleh eBay memberikan

pengertian bahwa kontrak yang terjadi dalam electronic commerce secara tidak

langsung telah memenuhi syarat suatu sebab yang halal, bahwa kontrak atau

perjanjian yang dilakukan antar para pihaknya mempunyai sebab yang halal

sebagai dasar perjanjian.

2.2. Pemenuhan Asas-asas Perjanjian pada Electronic Commerce

Berdasarkan hasil penelitian yang menemukan bahwa kontrak dalam

electronic commerce jika ditinjau dengan Hukum Perjanjian di Indonesia yang


84

bersumber pada KUHPerdata dan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang

internet dan transaksi elektronik adalah sah karena telah memenuhi syarat yang

diharuskan baik syarat obyektif maupun syarat subyektif, maka sebagaimana

halnya kontrak pada umumnya atau konvensional kontrak dalam e-commerce

secara tidak langsung haruslah memenuhi berbagai asas-asas kontrak dalam KUH

Perdata. Pemenuhan tersebut dapat dilihat dalam penjelasan sebagai berikut:

2.2.1. Pemenuhan Asas Kebebasan Berkontrak pada Electronic Commerce

Berbeda dengan hukum benda, hukum perjanjian menganut menganut

sidtem terbuka, artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-

luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja,

asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbuka yang

mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian pada KUHPerdata

lazimnya disimpulkan pada Pasal 1338 ayat (1) yang berbunyi: ”Semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.”

Subekti berpendapat bahwa dengan menekankan pada perkataan semua,

maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat

bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan berisi apa saja

atau tentang apa saja, dan perjanjian itu mengikat mereka yang mengikat mereka

yang membuatnya seperti undang-undang. Misalnya barang yang diperjualbelikan

menurut hukum perjanjian barang harus diserahkan di tempat dimana barang itu

berada sewaktu perjanjian jual beli dilakukan. Tetapi para pihak, leluasa untuk

memperjanjikan barang harus diserahkan di kapal, di gudang, diantar ke rumah si


85

pembeli, dengan pengertian bahwa biaya-biaya pengantaran harus dipikul oleh si

penjual.94

Kontrak perdagangan electronic commerce merupakan suatu bentuk

kesepakatan antara kedua belah pihak terhadap suatu perjanjian yang telah ada,

dimana kesepakatan terhadap kontrak tersebut menimbulkan keterikatan antar

para pihaknya yang dalam hal ini antara merchant dan customer. Sehingga dengan

hal tersebut, maka asas kebebasan berkontrak sangat tampak dalam kontrak e-

commerce sebagaimana yang diatur di dalam pasal 18 Undang-undang nomor 11

tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Kontrak dalam electronic commerce merupakan suatu hasil dari

kesepakatan antara para pihak yang terlibat didalamnya, meskipun dalam

kenyataannya kontrak tersebut bukanlah merupakan hasil negosiasi yang

berimbang antara kedua belah pihak, namun suatu bentuk kontrak yang dapat

dikategorikan sebagai kontrak baku dimana kontrak telah ada sebelum ada suatu

kesepakatan, yang mana pihak salah satu pihak menyodorkan kepada pihak yang

lainnya yang kemudian pihak yang lain cukup menyetujui kontrak tersebut,

sehingga berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia

memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu

pihak yang membuat perjanjian. Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat

dibatalkan.

Seseorang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat

yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan

94
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1996), hlm. 14.
86

menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain

adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri

pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian

dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana atau take it or leave it.

Asas kebebasan berkontrak atau contractvrijheid berhubungan dengan isi

perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan “dengan siapa” perjanjian itu

diadakan. Perjanjian yang diperbuat sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 1320

KUHPerdata ini mempunyai kekuatan mengikat, sehingga dengan adanya asas

kebebasan berkontrak serta sifat terbuka dari Buku III KUHPerdata, maka para

pihak dalam electronic commerce bebas untuk menentukan isi dari kontrak yang

disepakati yang pada akhirnya akan mengikat bagi kedua belah pihak.

2.2.2. Pemenuhan Asas Konsensualisme pada Electronic Commerce

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Hukum

Undang-Undang Hukum Perdata, dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan

istilah “semua” yang menunjukan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk

menyatakan keinginannya atau will, yang dirasanya baik untuk menciptakan

perjanjian.

Konsensual artinya perjanjian itu terjadi atau ada sejak terjadinya kata

sepakat antara para pihak, dapat diartikan bahwa perjanjian tersebut sah dan

mempunyai akibat hukum sejak terjadinya kesepakatan antara para pihak

mengenai isi dari perjanjian yang dimaksudkan. Pasal 1320 KUHPerdata

menyebutkan kata sepakat merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian,

sehingga antara para pihak haruslah sepakat melakukan suatu perjanjian.


87

Kesepakatan dalam suatu perjanjian akan menimbulkan adanya akibat

hukum berupa hak dan kewajiban antara para pihak, kata sepakat ini dapat terjadi

secara lisan saja, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan kesepakatan secara

lisan maka perbuatan tersebut diakui oleh KUHPerdata dan dapat dituangkan

dalam bentuk tulisan baik berupa akta atau perjanjian tertulis sesuai yang

dikehendaki oleh para pihak yang dapat dijadikan sebagai alat bukti.

Dalam electronic commerce kontrak yang terjadi antara merchant dengan

customer bukan hanya sekedar kontrak yang diucapkan secara lisan, namun suatu

kontrak yang tertulis, dimana kontrak tertulis dalam electronic commerce tidak

seperti kontrak konvensioanal yang menggunakan kertas, melainkan suatu bentuk

tertulis yang menggunakan data digital atau digital message atau kontrak

paperless, yang mana kehendak untuk mengikatkan diri dari para pihak

ditimbulkan karena adanya persamaan kehendak, kontrak dalam e-commerce

terjadi ketika merchant menawarkan form yang berisi mengenai kontrak dan

customer melakukan persetujuan terhadap isi kontrak tersebut dengan

memberikan tanda check ( _ ), atau menekan tombol accept sebagai tanda

persetujuan. Sehingga hal tersebut menunjukan adanya persamaan kehendak

antara merchant dengan customer.

2.2.3. Pemenuhan Asas Itikad Baik pada Electronic Commerce

Asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Asas

itikad baik maksudnya bertindak sebagai pribadi yang baik. Itikad yang baik

dalam pengertian yang sangat subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran

seseorang yang ada pada waktu diadakannya perbuatan hukum. Sedangkan itikad
88

baik dalam pengertian obyektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus

didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasa sesuai dengan kepatutan

dalam masyarakat.

Rumusan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata tersebut mengidentifikasikan

bahwa sebenarnya itikad baik bukan merupakan syarat sahnya suatu kontrak

sebagaimana syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Unsur itikad

baik hanya disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak bukan pada

“pembuatan” suatu kontrak. Sebab unsur itikad baik dalam pembuatan suatu

kontrak sudah dapat dicakup oleh unsur klausa yang halal sebagaimana yang

tercantum didalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Itikad baik tidak sama dengan niat, akan tetapi itikad baik merupakan

pelaksanaan perjanjian secara adil, patut, dan layak. Kontrak dalam electronic

commerce terjadi ketika salah satu pihak setuju dengan apa yang ditawarkan pihak

lainnya, sebelum customer setuju untuk melakukan transaksi perdagangan,

mereka diharuskan untuk membaca mengenai persyaratan atau yang biasa dikenal

dengan user agreement atau conditions of use, sehingga ketika customer telah

membaca dan memahami apa yang dipersyaratkan, maka dibutuhkan suatu itikad

baik dan kejujuran untuk memenuhi apa yang telah disyaratkan, seperti mengenai

batasan umur, ketika hal ini telah terpenuhi, maka dapat dilihat adanya

pemenuhan terhadap asas itikad baik sebagaimana yang diatur di dalam pasal 17

ayat (2) undang-undang nomor 11 tahun 2008 yang mengedepankan adanya

itikad baik dalam terjadinya transaksi elektronik.


89

2.2.4. Pemenuhan Asas Kepercayaan pada Electronic Commerce

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan

kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang

janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa

adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para

pihak.

Tanpa adanya kepercayaan, maka para pihak akan merasa tidak nyaman

dalam melakukan perjanjian, keragu-raguan tersebut akan mengganggu prestasi

para pihak. Adanya kepercayaan antara para pihak, maka dengan sendirinya para

pihak saling mengikatkan dirinya dalam suatu perbuatan hukum. Pengikatan para

pihak yang didasari kepercayaan pada perjanjian mendukung para pihak dalam

melakukan prestasi, karena perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang

mengikat dan dapat dijadikan sebagai undang-undang.

Untuk memberikan kepercayaan kepada customer pihak merchant

menegaskan bahwa ia memberikan garansi atau jaminan layanan hal ini tertuang

pada bagian A-to-z Guarantee Protection website Amazon, sehingga dengan

demikian diharapakan dapat memberikan kepercayaan kepada customer terhadap

apa yang telah disepakati.

2.2.5. Pemenuhan Asas Kekuatan Mengikat pada Electronic Commerce

Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas

pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga beberapa unsur lain sepanjang

dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Asas Kekuatan Mengikat

atau asas pacta sunt servanda dapat ditemukan di dalam Pasal 1338 ayat (1)
90

KUHPerdata yang berbunyi: “setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Dari bunyi pasal tersebut dapat diketahui bahwa isi pasal tersebut dapat

menjelaskan bahwa perjanjian yang dibuat mengikat para pihak yang membuat

perjanjian saja bukan pihak lain yang tidak terkait dalam perjanjian tersebut,

dengan adanya perjanjian yang telah disepakati maka tidak ada alasan para pihak

untuk tidak melakukan prestasi. Jika salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak

melakukan kewajibannya, maka dapat menimbulkan kerugian di pihak lain dan

hal tersebut disebut wanprestasi.

Pihak yang dirugikan dalam wanprestasi dapat menuntut ganti kerugian

atas tidak terlaksana prestasi kontrak electronic commerce terjadi karena adanya

kesepakatan antara mercahant dengan customer mengenai apa yang disepakati,

yang berarti bahwa kesepakatan tersebut akan menimbulkan kewajiban hukum

yang tidak bisa dielakkan oleh para pihak. Kewajiban tersebut mengikat para

pihak untuk melakukan prestasinya, dengan adanya kontrak yang telah disepakati

oleh pihak customer dengan pihak merchant maka kontrak tersebut mengikat bagi

kedua belah pihak, dan berlaku sebagai undang-undang bagi keduanya. Hal ini

pun telah diatur pula dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008 sebagaimana

yan tertulis di dalam pasal 18 ayat 1 yang secara tegas mengatakan bahwa kontrak

elektronik mengikat para pihak.

2.2. 6. Pemenuhan Asas Kepastian Hukum pada Electronic Commerce

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung hukum. Kepastian ini

terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang


91

bagi para pihak. Kepastian hukum merupakan konsekuensi dari adanya asas yang

lain. Adanya asas punta sunt servanda dimana akan menciptakan kekuatan

mengikat antara pihak yang melakukan perjanjian yang melakukan perbuatan

hukum berdasarkan atas KUHPerdata, maka perjanjian yang mereka buat akan

menjadi undang-undang bagi kedua belah pihak.

Mengenai masalah kepastian hukum, pihak eBay telah menegaskan pada

Your User Agreement bagian Resolution of Disputes bahwa untuk penyelesaian

apabila terjadi sengketa di kemudian hari dapat ditempuh dengan cara yaitu,

Pertama, Law and Forum for Disputes, dimana jika menggunakan cara ini maka

penyelesaian sengketa menggunakan hukum negara bagian California, Amerika

Serikat. Kedua, Arbitration Option, jika dengan pilihan ini maka penyelesaian

sengketa menggunakan jalur arbitrase (alternative dispute resolution), dengan

adanya pilihan hukum ini tentu saja memberikan kepastian hukum terhadap para

pihak dalam electronic commerce.

Pilihan hukum atau choice of law sebagaimana yang tertuang dalam

undang-undang tentang internet dan transaksi elektronik ini secara tegas diatur di

dalam pasal 18 ayat (2) yang berbunyi: “Para phak memiliki kewenangan untuk

memilih hokum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang

dibuatnya.” Pilihan forum dalam tansaksi elektronik ini sangat diperlukan

mengingat lingkup dari transaksi ini yang tanpa adanya batasan wilayah dan

teritoria sehingga dinnilai perlu adanya pilihan forum sebagaimana yang telah

diatur di dalam pasal 18 Undang-undang tersebut.


92

2.2.7. Pemenuhan Asas Keseimbangan pada Electronic Commerce

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjian yaitu melaksanakan kewajiban masing-masing untuk memperoleh hak

sebagai konsekuensinya. Pihak pertama akan melakukan prestasi untuk pihak

kedua, dan pihak pertama akan mendapatkan hak dari pihak kedua, demikian

sebaliknya. Dalam electronic commerce pihak customer diharuskan memenuhi

persyaratan yang disyaratkan oleh pihak merchant, ketika hal tersebut telah

dilaksankan maka pihak merchant pun akan melaksanakan kewajibannya

melayani keinginan customer sepanjang sesuai dengan apa yang disyaratkan, hal

ini tentu saja menunjukan adanya keseimbangan.

3. Saat Terjadi dan Batalnya Jual Beli Pada Electronic Commerce

Jual beli dapat dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika

setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga meskipun barang itu

belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Pada transaksi electronic

commerce, tidak terdapat proses tawar-menawar seperti pada transaksi jual beli di

pasar secara langsung. Barang dan harga yang ditawarkan terbatas dan telah

ditentukan oleh penjual. Jika pembeli tidak setuju atau tidak sepakat, maka

pembeli bebas untuk tidak meneruskan transaksi. Pembeli lalu dapat saja mencari

situs atau toko lainnya yang lebih sesuai dengan keinginannya. Kesepakatan

dihasilkan pada tranksi electronic commerce jika pembeli menyepakati barang dan

harga yang ditawarkan oleh penjual merchant.

Transaksi electronic commerce sebagai suatu perjanjian dapat dibatalkan.

Pembeli yang telah menyepakati barang dan harga masih punya kesempatan untuk
93

membatalkan perjanjian jual beli dengan fasilitas cancel an order, tetapi dengan

catatan bahwa barang belum tentu masuk pada tahap pengiriman. Demikian pula

dengan pihak penjual merchant, mereka juga dapat membatalkan perjanjian jika

ternyata yang melakukan transaksi tersebut terbukti belum dewasa atau tidak

cakap atau ternyata terdapat unsure-unsur paksaan, penipuan atau kekhilafan.

B. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Kontrak Perdagangan

Secara Elektronik Electronic Commerce

1. Data Hasil Penelitian

1.1. Faktor-faktor Pendukung Kontrak Melalui Internet

Dalam kontrak melalui internet para pihak tidak memerlukan tatap muka

secara langsung. Para pihak dalam melaksanakan kontrak tidak akan bertemu

sebelum kontrak atau bahkan tidak akan pernah bertemu. Untuk mengatasi risiko

akibat ketiadaan tatap muka langsung ini, diadakan mekanisme pengesahan

identitas para pihak. Teknologi yang dapat dimanfaatkan pada mekanisme

pengesahan identitas adalah teknologi penandatanganan secara digital.

Selain itu, pada kontrak perdagangan melalui internet, pembayaran dapat

dilakukan dengan cara atau metode pembayaran yang efektif, cepat dan terpercaya.

Dalam transaksi secara konvensional pembayaran dapat dilakukan menggunakan

uang tunai, cek, kartu kredit atau kartu debit. Dalam transaksi electronic

commerce pembayaran dilakukan secara elektronik. Dengan demikian ada sifat

kepraktisan pada pembayaran kontrak melalui internet.


94

1.2. Faktor-faktor Penghambat Kontrak Melalui Internet

Transaksi electronic commerce merupakan perjanjian jual beli seperti yang

dimaksud pada KUHPerdata. Sebagai suatu perjanjian, electronic commerce

melahirkan suatu prestasi, yaitu kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-

hal yang ada pada suatu perjanjian. Prestasi memungkinkan terjadinya

wanprestasi atau tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana

mestinya yang dibebankan oleh kontrak kepada pihak-pihak tertentu. Berikut ini

kemungkinan terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh penjual atau merchant

namun tidak diatur akibat hukumnya pada kontrak melalui elektronik tersebut.

Pertama, kontrak melalui internet tidak mengatur akibat hukumnya jika

pihak penjual atau merchant tidak melakukan apa yang telah disanggupinya untuk

dilaksanakan. Banyak penjual toko online di Indonesia yang belum mengatur

secara rinci mengenai jadwal pengiriman dan waktu yang diperlukan untuk

mengirim barang. Berbeda dengan merchant yang ada diluar negeri seperti

amazon dotcom, yang merinci lamanya pengiriman barang dan biaya yang

dikeluarkan. Amazon dotcom juga membedakan antara pasanan yang diantar ke

daerah di dalam Amerika dengan pesanan yang diantar ke luar Amerika sehingga

mudah untuk membuat pernyataan wanprestasi karena jelas jangka waktunya.

Kedua, kontrak melalui internet tidak mengatur akibat hukumnya jika penjual atau

merchant tidak sepenuhnya melaksanakan apa yang dijanjikan. Ketiga, kontrak

melalui internet tidak mengatur akibat hukumnya jika penjual atau merchant

terlambat melaksanakan apa yang telah dijanjikannya. Keempat, kontrak melalui


95

internet tidak mengatur akibat hukumnya jika penjual atau merchant melakukan

sesuatu yang menurut hukum kontrak tidak boleh dilakukannya.

2. Pembahasan

2.1. Penjual Tidak Melakukan Hal yang Telah Disanggupi

Pada transaksi electronic commerce, penjual atau merchant mempunyai

kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli dan kewajiban

untuk menanggung kenikmatan tenteram dan menanggung cacad-cacad

tersembunyi. Jika penjual tidak melaksanakan kedua kewajiban tersebut, maka

penjual dapat dikatakan wanprestasi. Misalnya sebuah toko online yang

menawarkan kue ulang tahun. Toko tersebut menjanjikan untuk mengantar

pesanan pembeli dalam waktu satu minggu setelah pesanan diterima. Jika pembeli

memesan kue ulang tahun tersebut sampai di tempat pembeli pada tanggal tertentu,

maka pihak penjual harus melaksanakan kewajiban tersebut sesuai dengan

pesanan pihak pembeli. Jika penjual tidak melaksanakan kewajiban tersebut, maka

penjual dikategorikan telah melakukan wanprestasi.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada transaksi electronic

commerce, penjual atau merchant mempunyai kewajiban untuk menyerahkan

barang yang dijual kepada pembeli dan kewajiban untuk menanggung kenikmatan

tenteram dan menanggung cacad-cacad tersembunyi. Jika sebuah toko online

menawarkan kue ulang tahun dan ternyata terdapat peminat dan membeli secara

online, maka akan melahirkan kewajiban pada pihak penjual. Jika toko online

menjanjikan untuk mengantar pesanan pembeli dalam waktu satu minggu setelah

pesanan diterima, maka dia harus melaksanakannya.


96

Namun demikian banyak penjual toko online di Indonesia yang belum

mengatur secara rinci mengenai jadwal pengiriman dan waktu yang diperlukan

untuk mengirim barang. Berbeda dengan merchant yang ada diluar negeri seperti

amazon dotcom, yang merinci lamanya pengiriman barang dan biaya yang

dikeluarkan. Amazon dotcom juga membedakan antara pasanan yang diantar ke

daerah di dalam Amerika dengan pesanan yang diantar ke luar Amerika sehingga

mudah untuk membuat pernyataan wanprestasi karena jelas jangka waktunya.

2.2. Penjual Tidak Sepenuhnya Melaksanakan Apa yang Dijanjikannya,

Wanprestasi jenis tersebut dapat dicontohkan sebagai berikat. Pembeli

memesan sebuah rangkaian bunga pada sebuah situs. Pada saat memesan, yang

pembeli lihat adalah sebuah gambar di layar monitornya yang menampilkan

sebuah rangkaian bungan mawar merah yang segar. Akan tetapi ternyata

rangkaian bunga yang sampai ke tempatnya adalah rangkaian bunga mawar yang

sudah layu atau tidak segar lagi seperti yang terdapat pada monitor. Dengan

demikian, jelas bahwa penjual merchant telah melakukan wanprestasi karena

melaksanakan prestasinya dengan tidak sebagaimana mestinya.

2.3. Penjual Terlambat Melaksanakan Apa yang Dijanjikan

Wanprestasi jenis ini mirip dengan wanprestasi pada nomor satu diatas.

Jika barang pesanan datang terlambat, tetapi tetap dapat dipergunakan, hal ini

dapat digolongkan sebagai prestasi yang terlambat. Sebaliknya, jika prestasinya

tidak dapat dipergunakann lagi, digolongkan sebagai tidak melaksanakan apa

yang diperjanjikan. Jika pembeli memesan buku dari suatu online, pasanan yang

seharusnya hanya memerlukan waktu pengiriman selama 3 (tiga) hari namun


97

ternyata baru tiba pada hari ketujuh. Hal tersebut menunjukan penjual telah

wanprestasi. Namun, karena barangnya masih dipergunakan, maka wanprestasi ini

digolongkan sebagai wamprestasi yang terlambat dan bukan tidak melakukan

prestasi.

2.4. Penjual Melakukan Sesuatu yang Menurut Perjanjian Tidak Boleh

Dilakukannya

Jika pihak penjual melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai wanpestasi. Contohnya,

penjual yang berkewajiban untuk tidak menyebarkan kepada umum identitas dan

data diri dari pembeli, tetapi ternyata penjual melakukannya.

C. Cara Mengatasi Permasalahan pada Electronic Commerce

1. Pemberian Ganti Rugi dan Jaminan oleh Penjual atau merchant

Pada perjanjian perjanjian perdagangan secara elektronik, risiko pembeli

lebih besar dalam melakukan transaksi electronic commerce. Oleh karena itu

konsumen atau pembeli harus diberi perlindungan hukum. Pada perdagangan

secara elektronik pihak penjual merchant memberikan ganti rugi dan jaminan.

Konsep ganti rugi telah diatur pada KUHPerdata yaitu biaya, kerugian (dalam arti

sempi) dan bunga. Selain itu gant rugi dapat juga dibagi menjadi:

a. ganti rugi;

b. pelaksanaan kontrak tanpa ganti rugi;

c. pelaksanaan kontrak dengan ganti rugi;

d. pembatalan kontrak dengan ganti rugi;


98

e. pembatalan kontrak.

Dalam praktik transaksi jual beli melalui electronic commerce, terdapat

jaminan-jaminan dari para penjual merchant untuk memberikan ganti rugi.

Biasanya jaminan tersebut diberikan berupa ganti rugi jika barang terlambat atau

tidak sesuai dengan pesanan, atau rusak pada saat pengiriman. Jaminan-jaminan

tersebut diberikan secara berbeda-beda oleh setiap penjual atau merchant. Jarang

sekali terdapat merchant yang memberikan jaminan kepada kepada konsumen

secara memadai, terutama terjadi karena jaminan tersebut hanya untuk melindungi

kepentingan penjual merchant.

Edmon memberi contoh amazon dotcom sebagai merchant yang

memberikan jaminan yang cukup memadai bagi konsumennya. Amazon dotcom

memberikan jaminan kepada para pembeli atau konsumen dengan return policy

yang menyebutkan bahwa jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak menerima

pesanan, maka pembeli atau konsumen dapat mengembalikan barang –barang

yang dibeli jika barang yangdibeli tersebut berupa buku, music cd, kaset, vinyl

record, DVD, VHS tape, video game atau software dan barang lainnya yang masih

dalam keadaan baik. Pengembalian pesanan tersebut akan diikuti dengan

pengembalian pembayaran secara penuh atau full refund.

Bagi penjual atau merchant yang ada di Indonesia, contohnya kakilima

dotcom. Kakilima dotcom hanya memberikan jaminan atas kerusakan kiriman

yang berupa gifts, toys ataupun tas jika kerusakan tersebut terjadi selama proses

pengiriman. Jangka waktu pelaporannya tidak disebutkan. Hanya disebutkan

secepat-cepatnya. Ganti rugi yang diberikan oleh kakilima.com juga sangat


99

terbatas. Kalilima dotcom hanya memberikan ganti rugi berupa barang yang rusak

dengan barang yang baru, untuk biaya pengiriman kembali tidak diganti dan untuk

kasus-kasus semacam itu kakilima hanya memberikan penggantian berupa barang

dan bukan uang dalam jangka waktu satu bulan.

Beberapa situs online biasanya juga menyediakan fasilitas lainnya untuk

menjamin bahwa barang yang dipesan tidak akan salah atau tidak sampai, yaitu

dengan fasilitas order tracking. Dengan order tracking ini, pembeli dapat

mengetahui barang pesanannya sedang berada pada proses apa. Bahkan jika

pembeli ingin mengubah atau membatalkan pesanan, hal tersebut dimungkinkan

dengan menggunakan fasilitas cancel an order atau pembeeli juga bisa melacak

sampai tahap mana barang tersebut dalam proses pengiriman, yaitu dengan

shipping tracking.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Konsumen pada transaksi electronic commerce memiliki risiko yang lebih

besar dari pada penjual atau merchant-nya. Dengan kata lain hak-hak konsumen

pada transaksi electronic commerce sangat rentan. Selain itu ada hal lain yang

dapat semakin merugikan pembeli atau komsumen, yaitu data dapat dicuri oleh

pihak ketiga pada saat terjadi komunikasi antara pembeli dan penjual, yaitu

pencuri bisa mendapatkan nomor kartu kredit dengan cara menyusup ke server

atau juga ke sebuah personal komputer, dan pembeli dapat saja tertipu oleh

penjual yang palsu atau fiktif.

Oleh karena itulah diperlukan juga jaminan dari pemerintah selain jaminan

yang yang diberikan oleh penjual atau merchant sendiri. Jaminan dari pemerintah
100

diharapkan berupa undang-undang yang dapat memberikan kedudukan yang lebih

kuat bagi konsumen. Undang-undang Perlindungan Konsumen dapat

dimanfaatkan, dengan alasan Undang-undang tersebut mengatur tentang hak-hak

konsumen dan perbuatan-perbuatan produsen. Jika dikaitkan dengan electronic

commerce, maka Undang-undang Perlindungan Konsumen dapat dipakai untuk

memberikan perlindungan hukum kepada pembeli atau customer dan memberikan

rambu-rambu kepada penjual atau merchant untuk tidak melakukan perbuatan-

perbuatan yang merugikan konsumen.

Kedudukan konsumen konsumen pada electronic commerce amat lemah

dan hak-hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar sebagaimana pendapat Didi

Irawadi Syamsudin yang menyebutkan 5 (lima) hal sebagai berikut.95 Pertama,

tidak ada jaminan keselamatan dan keamanan dalam mengkonsumsi barang dan

jasa. Hal ini dikarenakan para konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi,

melihat atau menyentuh barang yang akan dipesan lewat internet, sebagaimana

yang biasa terjadi dalam transaksi tatap muka di pasar. Kedua, tidak ada kepastian

apakah konsumen telah memperoleh informasi yang dibutuhkannya dalam

bertransaksi sebagai informasi yang tersedia dibuat secara sepihak oleh penjual

atau produsen, tanpa ada kemungkinan konsumen melakukan verifikasi.

Ketiga, tidak terlindunginya hak hak-hak konsumen untuk mengeluh atau

mengadu atau memperoleh kompensasi. Hal ini karena transaksi lewat internet,

dilakukan tanpa tatap muka, maka ini membuka peluang tidak teridentifikasinya si

produsen atau penjual barang atau jasa tersebut. Bisa saja produsen hanya
95
Didi Irawadi Syamsudin, “Konsumen, E-Commerce dan Perlindungan Konsumen Huku”, Suara
Pembaruan, 10 Juli 2000, sebagaimana dikutip Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika” ,
Op.cit, hlm. 275-276.
101

mencantumkan alamat yang tidak jelas atau hanya sekedar alamat di surat

elektronik yang tidak terjangkau dunia nyata. Akibatnya, jika terjadi keluhan,

konsumen akan kesulitan menyampaikan keluhannya. Selain itu dapat juga

keluhan konsumen tidak ditanggapi sebab sulitnya menuntut produsen lewat dunia

virtual;

Keempat, pada transaksi pembayaran lewat electronic commerce, biasanya

konsumen harus terlebih dahulu membayar penuh yaitu menggunakan kartu kredit,

barulah pesanannya diproses oleh produsen atau penjual. Hal ini jelas berisiko

tinggi bagi konsumen sebab membuka peluang terlambatnya barang yang dipesan,

atau isin dn mutunya tidak sesuai dengan pesanan atau sama sekali tidak sampai

ke tangan konsumen atau dengan kata lain kemungkinan terjadinya wanprestasi.

Kelima, transaksi electronic commerce dapat dilakukan antar negara. Jika terjadi

sengketa, maka akan sulit ditentukan hukum negara mana yang akan dipakai.

Kelima risiko tersebut diatas bersangkut paut dengan kemungkinan

timbulnya sengketa dikemudian hari. Untuk itu dibutuhkan klausula

pemberlakuan pilihan hukum.

Untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen khususnya tentang

tempat mengajukan gugatan jika terjadi sengketa, terdapat dua macam cara.

Pertama, berdasarkan klausula yang tercantum pada kontrak. Misalnya, Amazon

dotcom mencantumkan klausula ”bahwa segala transaksi yang terjadi dengan

Amazon dotcom berlaku ”the law of state of Washington” yang berimplikasi

bahwa konsumen yang berasal dari negara manapun yang melakukan transaski

dengan Amazon dotcom tunduk pada hukum negara bagian Washington. Oleh
102

karena itu, jika gugatan diajukan ke negara yang bersangkutan dengan

menggunakan instrumen hukum perdata internasional, seperti perjanjian atau

yurisprudensi.96

Namun demikian jika tidak terdapat pilihan yang tercantum pada klausula

kontrak, maka diberlakukan teori-teori yang ada. Pertama, teori kotak pos atau

mail box theory yang mengajarkan bahwa suatu kontrak atau perjanjian terjadi

pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tersebut dimasukkan ke dalam

kotak pos. Pada transaksi electronic commerce, hukum yang berlaku adalah

hukum dimana pembeli mengirimkan pesanan melalui komputernya. Teori ini

mempunyai kelemahan, sebab ada kemungkinan pihak lawan tidak menerima

pesannya atau terlambat menerima pesanan tersebut. Oleh karena itu diperlukan

konfirmasi dari pihak penjual;

Kedua, teori acceptance atau teori penerimaan yang mengajarkan bahwa

hukum yang berlaku adalah hukum dimana pesan dari pihak yang menerima

tawaran tersebut disampaikan. Pada transaksi electronic commerce, huku yang

berlaku menurut teori ini adalah hukum si penjual. Ketiga, teori proper law of the

contract yang mengajarkan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang

mempunyai titik-titik pertalian yang paling banyak, atau hukum yang paling

sering dipergunakan pada aat pembuatan perjanjian. Misalnya bahasa yang

dipergunakan adalah bahasa Jepang, maya uang yang dipakai dalam transaksi yen,

arbitrase yang dipergunakan adalah arbitrase Jepang, yang menjadi pilihan

hukumnya adalah hukum Jepang.


96
A.Z. Nasution, “E-Commerce dan Perlindungan Konsumen”, Makalah yang disampaikan pada
Seminar Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Praktik E-Commerce: Hambatan dalam
Berbisnis, Jakarta 21 Juni 2001.
103

Keempat, teori the most characteristic connection yang mengajarkan

bahwa hukum yang berlaku adalah hukum pihak yang mana yang melakukan

prestasi yang paling karakteristik atau paling banyak. Dengan teori-teori tersebut

konsumen dapat lebih terlindungi yaitu dalam menentukan hukum mana yang

berlaku jika terjadi sengketa di kemudian hari.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kontrak perdagangan melalui internet electronic commerce telah memenuhi

keabsahan perjanjian sebagaimana yang diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata.

Electronic commerce telah memenuhi 4 (empat) buah syarat sahnya perjanjian,

yaitu syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, syarat cakap untuk

membuat suatu perjanjian, syarat mengenai hal tertentu dan syarat sebab yang

halal. Selain itu Kontrak perdagangan melalui internet electronic commerce

telah memenuhi asas-asas yang berlaku pada perjanjian pada umumnya.

2. Pada pelaksanaan Kontrak perdagangan melalui internet electronic commerce

ditemukan hambatan atau problem terutama terjadinya wanprestasi khususnya

pada pihak penjual atau merchant. Hambatan atau persoalan tersebut adalah

sebagai berikut. Pertama, bahwa Penjual atau merchant tidak melakukan apa

yang disanggupi akan silakukannya. Kedua, bahwa penjual atau merchant

melaksanakan apa yang dijanjikan, namun tidak melaksanakannya

sebagaimana diperjanjikan. Ketiga, bahwa penjual atau merchant

melaksanakan apa yang dijanjikannya namun terlambat. Keempat, penjual

atau merchant melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.

3. Untuk mengatasi problem yang muncul pada kontrak perdagangan melalui

internet electronic commerce, upaya yang dapat dilakukan adalah pertama,

104
105

pihak penjual atau merchant memberikan jaminan-jaminan khusus untuk

memberikan ganti rugi kepada pihak pembeli. Jaminan diberikan berupa ganti

rugi jika barang terlambat atau tidak sesuai dengan pesanan, atau rusak pada

saat pengiriman.

Kedua, upaya mengatasi problem dilakukan dengan cara pencantuman

klausula pilihan hukum. Untuk memberikan rasa aman bagi calon pembeli

atau customer, Penjual atau merchant mencantumkan klausula pilihan hukum,

yaitu hukum mana yang berlaku. Dengan memanfaatkan teori-teori pilihan

hukum, para merchant mencantumkan klausula pilihan hukumnya adalah

hukum Indonesia. Hal ini berarti bahwa ketentuan hukum perlindungan

konsumen berlaku penuh pada transaksi yang dilakukan konsumen.

B. Saran

1. Berdasarkan kesimpulan sebagai hasil pembahasan atau analisis pada tesis ini,

penulis menyarankan kepada pembeli atau customer dalam melakukan

transaksi agar cermat atau teliti dalam membaca atau mencari tahu mengenai

penjual atau merchant dan sistem keamanan yang disediakan sebelum

melakukan transaksi, sehingga risiko yang ditanggungnya menjadi tidak

terlalu besar.

2. Kepada merchant disarankan untuk memberikan informasi yang sejelas-

jelasnya informasi tentang produk yang ditawarkan atau diiklankan melalui

internet sehingga dapat mencegah pembeli merasa dirugikan yang berakibat

konsumen menjadi enggan untuk berbelanja melalui electronic commerce.


106

3. Kepada pembentuk undang-undang yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan

Presiden disarankan untuk membentuk undang-undang perlindungan

konsumen yang khusus terkait dengan electronic commerce, sehingga

konsumen lebih terlindungi.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya


Bakti.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Hukum Perdata Buku III dengan


Penjelasan, Bandung: Alumni.

Fuady, Munir Hukum Kontrak dari Sudut Hukum Bisnis, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1999.

Salim HS, 2003, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,
Cetakan I, Jakarta: Sinar Grafika.

Makarim, Edmon, 2010, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Sistem


Elektronik, Jakarta: Lembaga Kajian Hukum Teknologi UI dan Raja
Grafindo Persada.

Makarim, Edmon, 2005, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Mertokusumo, Sudikno, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),


Yogyakarta: Liberty.

Onno W dan Aang Arif Wahyudi, 2001, Mengenal E-Commerce, Jakarta: PT


Elex Media Computindo.

Prodjodikoro, R. Wirjono, 2000, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung:


Mandar Maju

Ramli, Ahmad M, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum
Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama.

Setiawan, R, 1987, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bina Cipta


Press.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas


Indonesia, 2010.

Subekti, R, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti.

1996, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa

2002, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa.


B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terjemahan Burgelijk Wetboek 2008,


Subekti dan Tjitrosudibio, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang


Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen.

Anda mungkin juga menyukai