Nim: 197005181
FAKULTAS HUKUM
1. Karena Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Soiologi Hukum
Sebagai Ilmu Pada lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga) disiplin ilmu yaitu:
a. Filsafat hukum
Konsep yang dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen) yaitu “stufenbau des recht”
atau hukum bersifat hirarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang
lebih atas derajatnya. Dimana urutannya yaitu :
Konstitusi
b. Ilmu Hukum
Yang mendukung ilmu soiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa
hukum itu adalah gejala social.
Menurut Emile Durkhain mengungkapkan bahwa dalam masyarakat selalu ada solideritas
social yang meliputi :
Solideritas social mekanis yaitu terdapat dalam masyarakat sederhana dimana kaidah
hukumnya bersifat represif (yang diasosiasikan dalam hukum pidana)
Solideritas social organis yaitu terdapat dalam masyarakat modern dimana kaidah
hukumnya bersifat restitutif (yang diasosiasikan dalam hukum perdata).
Max Weber dengan teori ideal type, mengungkapkan bahwa hukum meliputi :
Kesadaran hukum itu kiranya dapat dirumuskan sebagai kesadaran yang ada pada
setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa hukum itu, suatu kategori tertentu dari
hidup kejiwaan kita yang membedakan antara hukum dan tidak hukum (on recht) antara
yang seyogyanya dilakukan dan tidak dilakukan. Kesadaran hukum merupakan konsepsi
abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang
dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan
hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan
kesadaran nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada. Kesadaran
berasal dari kata sadar. yang berarti insaf, merasa, tahu atau mengerti . Menyadari berarti
mengetahui, menginsafi, merasai. Kesadaran berarti keinsafan, keadaan mengerti, hal
yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. Kesadaran hukum dapat berarti adanya
keinsyafan, keadaan seseorang yang mengerti betul apa itu hukum, fungsi dan peranan
hukum bagi dirinya dan masyarakat sekelilingnya.Kesadaran hukum itu berarti juga
kesadaran tentang hukum, kesadaran bahwa hukum merupakan perlindungan kepentingan
manusia yang menyadari bahwa manusia mempunyai banyak kepentingan yang
memerlukan perlindungan hukum. Kesadaran hukum perlu dibedakan dari perasaan
hukum. Kalau perasaan hukum itu merupakan penilaian yang timbul secara serta merta
(spontan) maka kesadaran hukum merupakan penilaian yang secara tidak langsung
diterima dengan jalan pemikiran secara rasional dan berargumentasi. Sering kesadaran
hukum itu dirumuskan sebagai resultante dari perasaan-perasaan hukum di dalam
masyarakat. Jadi kesadaran hukum tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang
hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan-pandangan hidup dalam
masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk dari pertimbangan-
pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa
faktor seperti agama, ekonomi, politik dan lain sebagainya.
Kepatuhan berasal dari kata patuh, yang berarti tunduk, taat dan turut. Mematuhi
berarti menunduk, menuruti dan mentaati. Kepatuhan berarti ketundukan,ketaatan
keadaan seseorang tunduk menuruti sesuatu atau sesorang. Jadi, dapatlah dikatakan
kepatuhan hukum adalah keadaan seseorang warga masyarakat yang tunduk patuh dalam
satu aturan main (hukum) yang berlaku. Menurut penulis, Kepatuhan hukum adalah
ketaatan pada hukum, dalam hal ini hukum yang tertulis. Kepatuhan atau ketaatan ini
didasarkan pada kesadaran. Hukum dalam hal ini hukum tertulis atau peraturan
perundang-undangan mempunyai pelbagai macam kekuatan, kekuatan berlaku atau
“rechtsgeltung”. Kalau suatu undang-undang itu memenuhi syarat-syarat formal atau
telah mempunyai kekuatan secara yuridis, namun belum tentu secara sosiologis dapat
diterima oleh masyarakat, ini yang disebut kekuatan berlaku secara sosiologis. Masih ada
kekuatan berlaku yang disebut filosofische rechtsgetung, yaitu apabila isi undang-undang
tersebut mempunyai ketiga kekuatan berlaku sekaligus. Kepatuhan merupakan sikap yang
aktif yang didasarkan atas motivasi setelah ia memperoleh pengetahuan. Dari mengetahui
sesuatu, manusia sadar, setelah menyadari ia akan tergerak untuk menentukan sikap atau
bertindak. Oleh karena itu dasar kepatuhan itu adalah pendidikan, kebiasaan,
kemanfaatan dan identifikasi kelompok. Jadi karena pendidikan, terbiasa, menyadari akan
manfaatnya dan untuk identifikasi dirinya dalam kelompok manusia akan patuh.
6. Dasar mengikatnya hukum bagi Negara yang dapat menghukum seseorang terkait
dengan wewenang Negara untuk menghukum warganya yang melanggar hukum, dan
mengakibatkan goncangan dalam masyarakat, membahayakan masyarakat serta
meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Membahas tentang dasar kekuatan
mengikat dari hukum sebagai jawaban atas pertanyaan, apakah sebabnya negara berhak
menghukum seseorang?. Kita mengenal berbagai teori kedaulatan sebagaimana diatas
tersebut, maka seseorang dapat dilihat sebab mengapa mereka tunduk dan taat hukum.
Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh Negara yang
berarti bahwa setiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri dalam
menyelesaikan tindak pidana (perbuatan melanggar hukum = delik). Hak-hak Negara
untuk menghukum seseorang dalam arti subyektif (Ius Poeniendi), yaitu sejumlah aturan
yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang
dilarang. Hak untuk menghukum itu terdiri atas :
1. Hak untuk mengancam perbuatan dengan hukuman. Hak ini terutama terletak pada
negara. Ancaman hukuman ini adalah misalnya seperti apa yang tercantum pasal 62
KUHP.
2. Hak untuk menjatuhkan hukuman, yang juga diletakkan pada alat-alat kelengkapan
negara.
3. Hak untuk melaksanakan hukuman, yang juga diletakkan pada alat-alat kelengkapan
negara.
Dalam hal ini terdapat hubungan antara Ius Poenale dengan Ius Poniendi, yaitu
Ius Poniendi adalah hak negara untuk menghukum yang bersandar pada Ius Poenale,
sehingga hak untuk menghukum itu baru timbul, setelah di dalam Ius Poenale ditentukan
perbuatan yang dapat dihukum. Jelaslah dengan ini, bahwa negara tidak dapat
menggunakan haknya itu dengan sewenang-wenang, karena dibatasi oleh Ius Poenale.
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa hak negara untuk memidanakan atau
menjatuhkan hukuman haruslah berdasarkan Hukum Pidana Materil dan adanya Hukum
Pidana Formil / KUHAP adalah untuk memungkinkan berlakunya Hukum Pidana secara
benar dan tidak sewenang-wenang. Negara hukum yang berdasarkan Rule of Law tidak
boleh hanya memiliki KUHAP yang menjamin Hak-hak azasi manusia belaka, namun
harus juga mempunyai KUHP dan/atau Hukum Pidana tertulis dan tidak tertulis lain,
yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip rule of law (prinsip asas negara hukum).
Adalah suatu kenyataan bahwa dibeberapa daerah di tanah air, masih terdapat ketentuan-
ketentuan hukum yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum ditempat-
tempat yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas hukum patut
dipidana.
7. Macam-macam Hak:
a. Hak dalam Arti Sempit
Hak dalam Arti Sempit menurut ahli John Salmond adalah hak yang
didapatkan seseorang dengan syarat melakukan suatu kewajiban tertentu.
b. Kebebasan (liberties)
Kebebasan secara umum dimasukan dalam konsep dari filosofi politik dan
mengenali kondisi di mana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai
dengan keinginannya. Individualis dan konsepsi liberal dari kebebasan
berhubungan dengan kebebasan dari individual dari luar keinginan; sebuah
prespektif sosialis, di sisi lain, mempertimbangkan kebebasan sebagai distribusi
setara dari kekuasaan, berpendapat kalau kebebasan tanpa kesamaan jumlah
ke dominasi dari yang paling berkuasa.
c. Kekuasaan (Power)
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok
guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang
diperoleh[1] [2] atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku
(Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi
pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang
memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).Dalam pembicaraan umum, kekuasaan
dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara.
Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan
tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan
untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan
memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat
dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg
memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus
objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari
kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada Undang-Undang (objek dari
kekuasaan).
d. Kekebalan (Immunities)
Kekebalan hukum atau Hak Imunitas adalah status hukum yang membuat
seseorang atau suatu entitas tidak dapat ditindak secara hukum. Kekebalan ini
dapat berupa kekebalan dari dakwaan pidana atau dari tanggung jawab perdata,
atau keduanya. Contohnya adalah kekebalan diplomatik dan kekebalan saksi.
8. Pokok-pokok pemikiran critical legal studies yaitu Hukum mencari legitimasi yang salah
Dibelenggu oleh kontradiksi-kontradiksi, Tidak ada Prinsip dasar dalam hukum; dan
Hukum tidak netral. Perkembangan critical legal studies digunakan untuk memahami
kebijakan dan struktur hukum yang menindas. Adapun kelebihan lain dari critical legal
studies adalah perhatiannya yang sangat besar terhadap pengakuan individu sebagai
subyek kehendak utama dalam tatanan sosial. Kelemahan sifat asli pemikiran kritis yang
selalu dalam dirinya sendiri melakukan dekonstruksi sehingga perubahan dan gejolak
selalu terjadi.