Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan
dalam ilmu hukum, terdapat adagium terkenal yang berbunyi: Ubi societas ibi
ius (di mana ada masyarakat di situ ada hukum). Artinya bahwa dalam setiap
pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka
selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai semen perekat atas berbagai
komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai semen
perekat tersebut adalah hukum. 1
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
(the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan
pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. 2 Berangkat
dari pandangan tersebut, terdapat beberapa penggolongan hukum dari berbagai
kriteria yang dipahami oleh para sarjana. Salah satunya adalah hukum berdasarkan
sumbernya. Hukum berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasi atas undang
undang, hukum kebiasaan dan hukum adat, hukum yurisprudensi, hukum traktat,
dan hukum doktrin. Dari empat klasifikasi tersebut, hukum adatlah yang menjadi
salah satu sorotan dalam pembahasan skripsi ini.
Istilah hukum adat (adatrecht) pertama kali diperkenalkan oleh seorang
ahli hukum berkebangsaan Belanda bernama Snouck Hurgronje dalam bukunya
1

http://mysterimanedin.blogspot.com/2012/03/hubungan-manusia-dengan-hukum.html
(diakses pada tanggal 4 Januari 2015)
2
http://mysterimanedin.blogspot.com/2012/03/hubungan-manusia-dengan-hukum.html
(diakses pada tanggal 4 Januari 2015)

12

Universitas Sumatera utara

yang berjudul De Atjehers. Pada awalnya, tidak banyak orang yang mengenal
istilah ini. Namun, sejak van Vollenhoven mempopulerkan adatrecht dalam
bukunya Het Adatrecht van Nederland Indie. 3
Prof. Bushar Muhammad dalam bukunya menyunting pendapat pendapat
para ahli tentang definisi hukum adat dan menyimpulkan bahwa hukum adat
adalah hukum yang mengatur terutama tingkah laku manusia Indonesia dalam
hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman dan
kebiasaan (kesusilaan) yang benar benar hidup di masyarakat adat karena dianut
dan dipertahankan oleh anggota anggota masyarakat adat itu, maupun yang
merupakan keseluruhan peraturan peraturan yang mengenal sanksi atas
pelanggaran dan ditetapkan dalam keputusan keputusan para penguasa adat. 4
Pembahasan mengenai hukum adat tidak akan terlepas dari istilah
masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum adat. Para tokoh masyarakat adat
yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (yang selanjutnya
disebut AMAN) merumuskan masyarakat hukum adat sebagai sekelompok orang
yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar
keturunan. 5
Secara umum, pengertian hak ulayat utamanya berkenaan dengan
hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan
wilayahnya. Hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban. Dalam
3

van Vollenhoven, 1931, Het Adatrech van Nederland Indie: Tweede Deel, Cetakan
Kedua, Leiden. dalam Yanis Maladi, 2009, Antara Hukum Adat dan Ciptaan Hukum oleh Hakim
(Judge Made Law), Mahkota Kata, Yogyakarta, hlm. 22.
4
Bushar Muhammad, Asas Asas Hukum Adat (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2006),
Cet. 13. hlm. 19
5
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), (Bandung:
Alfabeta, 2008), hlm. 75.

13

Universitas Sumatera utara

pengertian tanah dalam lingkungan wilayahnya, itu mencakup luas kewenangan


masyarakat hukum adat berkenaan dengan tanah, termasuk segala isinya, yakni
perairan, tumbuh tumbuhan dan binatang dalam wilayahnya yang menjadi
sumber kehidupan dan mata pencahariannya. Pemahaman ini penting karena pada
umumnya pembicaraan mengenai hak ulayat hanya difokuskan pada hubungan
hukum dengan tanahnya saja. 6
Keberadaan berbagai praktek pengelolaan sumber daya alam oleh
masyarakat adat dikenal dengan berbagai istilah seperti Mamar di Nusa Tenggara
Timur, Lembo pada masyarakat Dayak di Kalimantan Timur, Tembawang pada
masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, Repong pada Masyarakat Peminggir di
Lampung, Tombak pada masyarakat Batak di Tapanuli Utara. 7 Praktek praktek
tersebut membuktikan bahwa kesatuan masyarakat hukum adat telah melakukan
pengelolaan sumber daya alam secara turun temurun.
Seiring berkembangnya zaman, yang dahulu tanah ulayat yang di atasnya
terdapat hak ulayat adalah milik sepenuhnya masyarakat hukum adat kini
pemerintah turut campur didalamnya. Landasan yuridis utama dari hal tersebut
sebagai bentuk dari perwujudan pembukaan konstitusi adalah Pasal 33 ayat (3)
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memberikan mandat kepada negara agar pemanfaatan bumi (tanah), air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebesar besarnya digunakan untuk
menciptakan kemakmuran bagi rakyat Indonesia.

Maria S.W Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
(Jakarta : Kompas, 2008), hlm, 170.
7
Berkas permohonan pemohon dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUUX/2012.

14

Universitas Sumatera utara

Dalam menjalankan mandat tersebut, maka pada sektor kehutanan sebagai


salah satu kekayaan sumber daya alam yang ada, pemerintah menyusun Undang
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya disebut Undang
Undang Kehutanan). Bagian dasar pertimbangan undang undang kehutanan
menggambarkan adanya kemajuan, yakni perlunya suatu pengurusan hutan yang
berkelanjutan dan berwawasan mendunia sehingga mampu menampung dinamika
aspirasi dan peran serta masyarakat, adat, dan budaya serta tata nilai
kemasyarakatan. Namun, apabila ditelaah lebih dalam maka akan terungkap
kontradiksi antara adat dan budaya serta nilai nilai kemasyarakatan di satu sisi
berhadapan dengan norma hukum nasional disisi yang lain.
Undang undang kehutanan telah dijadikan alat oleh negara untuk
mengambil alih hak kesatuan masyarakat hukum adat atas wilayah hutan adat atau
tanah ulayatnya untuk kemudian dijadikan sebagai hutan negara, yang selanjutnya
justru atas nama negara diberikan dan/atau diserahkan kepada para pemilik modal
melalui berbagai skema perizinan untuk dieksploitasi tanpa memperhatikan hak
serta kearifan lokal kesatuan masyarakat hukum adat di wilayah tersebut. Undang
undang tersebut juga menghadirkan ketidakpastian hak atas wilayah adatnya.
Padahal, hak kesatuan masyarakat hukum adat atas wilayah adat merupakan hak
yang bersifat turun temurun. Hak ini bukanlah hak yang diberikan negara
kepada masyarakat adat melainkan hak bawaan, yaitu hak yang lahir dari proses
mereka membangun peradaban di wilayah adatnya. Sayangnya, klaim negara atas
kawasan hutan selalu dianggap lebih sahih daripada klaim masyarakat hukum
adat. Padahal hak masyarakat hukum adat atas wilayah adat yang sebagian besar

15

Universitas Sumatera utara

diklaim sebagai kawasan hutan oleh negara, selalu jauh lebih dahulu adanya dari
hak negara.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat, dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah melaksanakan urusan
pertanahan khususnya dalam hubungan dengan masalah hak ulayat masyarakat
adat yang nyata nyata masih masih ada didaerah yang bersangkutan. Peraturan
ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak
ulayat dan hak hak serupa dari masyarakat hukum adat, sebagaimana dimaksud
dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Pokok Agraria. Kebijaksaan tersebut meliputi :
a. Kriteria dan penentuan masih adanya Hak Ulayat hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan Pasal 5),
b. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 2 dan
Pasal 4).
Undang undang kehutanan memperlakukan masyarakat hukum adat
yang secara konstitusional sebagai subjek hukum terkait dengan hutan berbeda
dengan subjek hukum yang lain, sehingga masyarakat hukum adat secara faktual,
kehilangan haknya atas hutan sebagai sumber daya alam kehidupannya. Bahkan,
seringkali hilangnya hak hak masyarakat hukum adat dimaksud dengan cara
sewenang wenang, sehingga tidak jarang menyebabkan konflik yang melibatkan
masyarakat dan pemegang hak. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa pasal
yang terdapat di dalam Undang undang kehutanan antara lain Pasal 1 angka 6,
Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang mengatur tentang status dan penetapan hutan adat
16

Universitas Sumatera utara

serta Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (3), Pasal 67 ayat (1), (2), dan (3) yang
mengatur tentang bentuk dan tata cara pengakuan masyarakat hukum adat.
Konsep penguasaan tanah berdasarkan hukum adat adalah milik komunal
atau persekutuan hukum (beschikkingsrecht). Setiap anggota persekutuan dapat
mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu dan jika mereka
mengerjakan secara terus menerus, maka tanah tersebut dapat menjadi Hak
Milik secara individual. 8 Hal ulayat yang diakui oleh masyarakat adat ini
merupakan Hak Pakai tanah oleh individu, namun kepemilikan ini diakui sebagai
milik bersama seluruh anggota masyarakat (komunal). Anggota masyarakat tidak
bisa mengalihkan atau melepaskan haknya atas tanah yang dibuka kepada anggota
dari masyarakat lain atau pendatang dari luar masyarakat tersebut, kecuali dengan
dengan syarat syarat tertentu yang disepakati bersama semua anggota komunal
tersebut. 9
Keberlakuan undang undang kehutanan berdampak pada kerugian
konstitusional bagi masyarakat hukum adat. Kerugian tersebut membangkitkan
semangat beberapa komunitas dan kesatuan masyarakat hutan yang tergabung
dalam AMAN, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu, dan
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu untuk melakukan judicial
review terhadap pasal pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Dari judicial review yang dilakukan, maka lahirlah Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Mahkamah menyatakan mengabulkan
permohonan para Pemohon untuk sebagian yakni menghilangkan frase Negara
8

Syafruddin Kalo, Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak Hak atas Tanah di
Indonesia : Suatu Pemikiran, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Hukum Agraria pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006, hlm 7.
9
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas Azas Hukum Adat, (Jakarta : Gunung
Agung, 1984), hlm. 201 - 202.

17

Universitas Sumatera utara

dalam Pasal 1 angka 6 sehingga hutan adat adalah hutan yang berada dalam
wilayah masyarakat hukum adat, dan hapusnya penjelasan Pasal 5 ayat (1), serta
beberapa ketentuan lainnya yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang disebutkan oleh
Mahkamah Konstitusi. Dengan adanya Putusan ini maka terbentuklah kembali
keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat dalam
hal kepemilikan hutan adat.
Pada sisi lain, manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sumber
sumber kehidupan. Hak ulayat yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan
masyarakat hukum adat menjadi skala prioritas bagi mereka dalam mendapatkan
kehidupan. Untuk mendapatkan sumber kehidupan itu, meraka melakukan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah melalui Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan ini
akan sangat menarik untuk dibahas sejalan dengan munculnya Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.

B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, maka dapat diturunkan beberapa permasalahan yang menjadi kajian
dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana perkembangan hak ulayat sebelum dan sesudah lahirnya
PMNA/KBPN No. 5 Tahun 1999
2. Bagaimana dampak Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap keberadaan
masyarakat hukum adat ?
18

Universitas Sumatera utara

3. Apakah upaya yang dapat dilakukan atas penguasaan tanah adat oleh
masyarakat hukum adat pasca Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Secara umum tujuan sebuah penelitian adalah untuk mencari atau
menemukan kebenaran atau pengetahuan yang benar. 10 Adapun yang menjadi
tujuan pembahasan dari skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan Masyarakat Hukum Adat dalam
hukum adat Indonesia serta hak hak tradisional yang melekat pada
Masyarakat Hukum Adat tersebut.
2. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan penyelesaian masalah hak ulayat
masyarakat hukum adat di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan memahami keberadaan dan perkembangan Masyarakat
Hukum Adat sebagai pendukung Hak Ulayat dewasa ini.
Disamping itu, penelitian ini juga mempunyai manfaat dari segi kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis, yaitu
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka
mengembangkan dan memperkaya teori hukum yang sudah ada, khususnya
dalam bidang ilmu hukum agraria dan hukum adat.
2. Kegunaan Praktis

10

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum (Medan :
Program Strata 1, Fakultas Hukum USU, 2010), hlm. 24.

19

Universitas Sumatera utara

Hasil penelitian ini ditujukan untuk memberikan kegunaan praktis baik bagi
masyarakat hukum adat maupun pemerintah sebagai acuan untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dalam keterlibatan masyarakat hukum adat dalam
penyelesaian masalah hak ulayat.

D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis,
maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul Tinjauan
Yuridis Hak Hak Masyarakat Hukum

Adat atas Tanah Berdasarkan

Ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan


Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Untuk mengetahui keaslian penulisan,
setelah melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada
katalog skripsi departemen hukum agraria Fakultas Hukum USU, tidak
menemukan judul yang sama. Melalui surat tertanggal 11 September 2014 yang
dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara / Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa terdapat satu judul yang berkaitan,
yakni Keberadaan

Hak Ulayat di Daerah Tingkat II Kabupaten Dairi

dalam Perkembangannya Dewasa Ini dan Kaitannya dengan UU Nomor 5


Tahun 1960. Meskipun sama sama membahas mengenai Hukum Adat namun
fokus pada skripsi tersebut adalah tentang wewenang masyarakat hukum adat di
Daerah Tingkat II Kabupaten Dairi dalam mengelola masalah masalah

20

Universitas Sumatera utara

perrtanahan, sedangkan fokus penulisan skripsi ini adalah tentang hak hak
masyarakat hukum adat atas tanah berdasarkan peraturan perundang undangan.
Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan bahan yang
berkaitan dengan masyarakat hukum adat, hak ulayat dan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, baik melalui literatur yang diperoleh dari
pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil seminar, media cetak,
media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak yang
berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Bila
dikemudian dari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang
lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat diminta
pertanggungjawabannya.

E. Tinjauan Perpustakaan
Tinjauan kepustakaan pada umumnya merupakan kumpulan teori yang
dijadikan dasar dalam membuat karya tulis ilmiah. Teori adalah untuk
menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu
terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta fakta
yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 11 Kerangka teori adalah kerangka
pemikiran atau butir butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau per
Masalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.

12

Berikut beberapa teori yang berkaitan dengan pembahasan :

11

Sukiran, Kajian Yuridis tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing di
Indonesia, (Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana USU, 2010), hlm. 34.
12
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80

21

Universitas Sumatera utara

1. Hak atas Tanah


Secara etimologis, hak berasal dari bahasa arab yaitu haqq. Kata haqq
adalah bentuk tunggal dari kata huquq yang diambil dari kata haqqa, yahiqqu,
haqqan yang artinya adalah benar, nyata, pasti, tetap dan wajib. Berdasarkan
pengertian tersebut, haqq adalah kewenangan atau kewajiban untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. 13
Tanah adalah permukaan bumi, demikian dinyatakan dalam Pasal 4
UUPA. Dengan demikian hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi,
tepatnya hanya meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang
disebut bidang tanah. Hak atas tanah tidak meliputi tubuh bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya. 14
Hak atas tanah dengan demikian mengandung kewenangan, sekaligus
kewajiban bagi pemegang haknya untuk memakai, dalam arti menguasai,
menggunakan dan mengambil manfaat dari satu bidang tanah tertentu yang
dihaki. Pemakaiannya mengandung kewajiban untuk memelihara kelestarian
kemampuannya dan mencegah kerusakannya, sesuai tujuan pemberian dan isi
haknya serta peruntukan tanahnya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
wilayah daerah yang bersangkutan.
Arie Sukanti Hutagalung yang menjelaskan bahwa :
Tanah adalah asset bangsa Indonesia yang merupakan modal dasar
pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu,
pemanfaatannya haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dalam hal ini harus
dihindari adanya upaya menjadikan tanah sebagai barang dagangan, objek
spekulasi dan hal lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang
13

http://www.negarahukum.com/hukum/defenisi-hak-asasi-manusia.html (diakses pada


15 Januari 2015)
14
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang Undang
Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm. 63

22

Universitas Sumatera utara

terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik


Indonesia Tahun 1945. 15
Hak atas tanah dalam UUPA yang disebutkan dalam Pasal 16 dibedakan
menjadi :
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
e. Hak Sewa
f. Hak Membuka Hutan
g. Hak Memungut Hasil Hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Hakhak atas tanah seperti yang telah disebutkan di atas dalam UUPA
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari : Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Tanah Bangunan,
dan Hak Pengelolaan.
b. Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari : Hak Gadai, Hak
Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

15

Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang


Pertanahan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 83.

23

Universitas Sumatera utara

2. Masyarakat Hukum Adat


Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh para ahli, Soerjono Soekanto
dalam bukunya menyimpulkan bahwa masyarakat merupakan suatu bentuk
kehidupan bersama, yang warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang
cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. 16 Tidak jauh berbeda dengan
pendapat Soerjono Soekanto, dalam Kamus Hukum masyarakat diartikan sebagai
setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka
sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas batas yang dirumuskan dengan
jelas. 17
Dari pengertian masyarakat maka kita akan beralih pada pengertian
masyarakat hukum adat. Ter Haar dalam bukunya yang berjudul Beginselen en
Stelsel van het Adatrecht, merumuskan masyarakat hukum adat sebagai kelompok
kelompok teratur yang sifatnya ajeg dengan pemerintahan sendiri yang memiliki
benda benda materil dan immaterial. 18
Bila merujuk pada peraturan perundang undangan, tidak sedikit pula
yang memberikan pengertian terhadap masyarakat hukum adat. Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pasal 1 ayat
(3) diatur bahwa pengertian masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang
yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu

16

hlm. 91.

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1983),

17

M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition


(Surabaya : Reality Publisher, 2009), hlm. 423.
18
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 93.

24

Universitas Sumatera utara

persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar


keturunan. 19
Secara internasional sudah cukup populer digunakan istilah Indigenous
Peoples, yang diterjemahkan sebagai masyarakat adat 20 untuk menyebutkan
subjek hak atas tanah adat. Sementara itu, dalam masyarakat Indonesia dikenal
pula istilah masyarakat hukum adat. Rumusan pengertian tentang masyarakat adat
itu sendiri tidaklah tunggal. Konvensi ILO 169 tahun 1989 tentang Bangsa
Pribumi dan Masyarakat Adat di Negara Negara Merdeka merumuskan bahwa
yang dimaksud dengan masyarakat adat adalah masyarakat yang berdiam di
negara - negara yang merdeka dimana kondisi kondisi sosial, kultural dan
ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara
tersebut, dan statusnya diatur, baik seluruhnya maupun sebagian oleh adat dan
tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus.
21

World Bank sendiri memberikan pengertian tentang masyarakat adat itu: the

term indigenous peoples, indigenous ethnic minorites, tribal groups, and


scheduled tribes describe social groups with a social and cultural identity distinct
from the dominant society that makes them vulnerable to being disadvantage in
the development process. 22
Menurut Surojo Wignjodipuro, hak persekutuan atas tanah ini disebut hak
pertuanan. Hak ini oleh Van Vollenhoven disebut beschikkingsrecht. Istilah ini

19

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun


1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
20
Abdurahman, Hak Masyarakat Adat atas Tanah di Kalimantan Timur, makalah
disampaikan pada Semiloka Tanah Adat di Indonesia dan Permasalahannya, Pusat Penelitian
Unika Atma Jaya dan Puslitbang BPN, Jakarta, 1996
21
Myrna Safitri, Pengelolaan Hutan, Akses Masyarakat Lokal dan Perkembangan
Gagasannya dalam Kebijakan dan Perdebatan Internasional, P3AE-UI, Depok, 1997, hlm. 14.
22
Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 3

25

Universitas Sumatera utara

dalam bahasa Indonesia merupakan suatu pengertain yang baru, satu dan lain
karena dalam bahasa Indonesia (juga dalam bahasa daerah-daerah) istilah yang
dipergunakan semuanya pengertiannya adalah lingkungan kekuasaan, sedangkan
beschickkingsrecht itu menggambarkan tentang hubungan antara persekutuan
dan tanah itu sendiri. Kini lazimnya dipergunakan istilah hak ulayat sebagai
terjemahannya beschikkingsrecht. Istilah-istilah daerah yang berarti lingkungan
kekuasaan, wilayah kekuasaan ataupun tanah yang merupakan wilayah yang
dikuasai

persekutuan

(Kalimantan),

adalah

wewengkon

a.l.
(Jawa),

patuanan

(Ambon),

prabumian

(Bali),

panyampeto
pawatasan

(Kalimantan), totabuan (Bolaang Mangondow), limpo (Sulawesi Selatan),


nuru (Buru), ulayat (Minangkabau). 23
Pengertian terhadap istilah hak ulayat ditegaskan oleh G. Kertasapoetra
dan kawan kawan dalam bukunya hukum tanah, jaminan UUPA bagi
keberhasilan pendayagunaan tanah, menyatakan bahwa :
Hak ulayat merupakan hak tertinggi atas tanah yang dimiki oleh sesuatu
persekutuan hukum (desa, suku) untuk menjamin keterlibatan
pemanfaatan/pendayagunaan tanah. Hak ulayat adalah hak yang dimiliki
oleh suatu persekutuan hukum (desa, suku), dimana para warga
masyarakat (persekutuan hukum) terssebut mempunyai hak untuk
menguasai tanah, yang pelaksanannya diatur oleh ketua persekutuan
(kepala suku/kepala desa yang bersangkutan). 24

F. Metode Penulisan
Terry Hutchison menulis pengertian penelitian seperti dikemukakan oleh
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), menurut
23

Bachtiar Abna dan Dt. Rajo Sulaiman, Pengelolaan Tanah Negara dan Tanah Ulayat,
Lokakarya Regional BPPN Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan, Lembaga Kerapatan
Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Padang, 2007, hlm. 5.
24
G. Kertasapoetra, dkk, Hukum Tanah, Jaminan Undang Undang Pokok Agraria Bagi
Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, (Jakarta : Bina Aksara, 1985), hlm. 88.

26

Universitas Sumatera utara

organisasi tersebut, Research and Experimental Development as creativity,


origanality, and systematic activity that increases the worlds stock of
knowledge. 25 Pernyataan ini menjadi pendorong pentingnya melakukan penelitian
ilmiah untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam melakukan penelitian tersebut
dibutuhkan metodelogi penelitian yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang
menjadi induknya. Setiap ilmu pengetahuan mempunyai identitas masing
masing, sehingga pasti akan ada pelbagai perbedaan 26
Oleh karena penelitian yang dilakukan adalah mengenai permasalahan
hukum, maka skripsi ini akan menggunakan metode penelitian hukum, Soerjono
Soekanto menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah,
yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya. 27
1. Jenis Penelitian
Dalam literatur literatur hukum tentang penelitian hukum banyak
ditemukan variasi tentang pembagian jenis atau tipe penelitian hukum. Namun,
meskipun demikian pengklasifikasian tipe penelitian hukum yang secara umum
adalah sebagai berikut 28 :
a. Penelitian hukum normatif yang mencakup penelitian terhadap asas
asas

hukum,

inventarisasi

hukum

positif,

sistematika

hukum,

25

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2008), Cet. 4. Hlm. 30.
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : Cet. 2, CV. Rajawali, 1982), hlm. 1
27
Ibid, hlm. 46
28
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op. Cit., hlm. 51

27

Universitas Sumatera utara

sinkronisasi vertikal dan horizontal, hukum inkonkrito, hukum klinis,


sejarah hukum, dan perbandingan hukum.
b. Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang mencakup penelitian
hukum sosiologis, identifikasi hukum tidak tertulis, dan tentang
efektifitas hukum.
Dari judul skripsi ini yaitu, Tinjauan Yuridis Hak Hak Masyarakat
Hukum Adat atas Tanah Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 dapat dikatakan bahwa jenis
penelitian ini adalah hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif, hukum
dipandang sebagai norma atau kaidah yang otonom terlepas dari hubungan hukum
tersebut dengan masyarakat. 29 Jenis penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi
kan secara sistematis, faktual dan akurat terjadap suatu keadaan yang menjadi
objek penelitian dengan mendasarkan penelitian pada ketentuan hukum normatif.
Dari sudut normatif inilah skripsi ini membahas mengenai peraturan hak- hak
masyarakat hukum adat atas tanah serta putusan mahkamah konstitusi terkait
dengan masyarakat hukum adat.
2. Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini keseluruhan merupakan data sekunder
yang terdiri atas :
a. Bahan Hukum Primer
Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak
yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Undang Undang

29

Ibid.

28

Universitas Sumatera utara

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria,


Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5
Tahun 1999, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012
dan peraturan peraturan lainnya.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian
tentang masyarakat hukum adat dan masalah hak ulayat seperti buku
buku, seminar seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis
ilmiah, dan beberapa sumber internet yang berkaitan dengan
permasalahan skripsi ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep konsep dan
keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran
ilmiah dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan teknik pengumpulan data
dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan
mengananlisis data secara sistematis melalui buku buku, surat kabar, makalah
ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang undangan, dan bahan bahan
lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas skripsi ini.

29

Universitas Sumatera utara

4. Analisis Data
Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif
dilakukan guna mendapatkan data yang bersifa deskriptif, yaitu data data yang
akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi inii dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana masing
masing bab terbagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara
sistematik, dan saling berkaitan antara satu sama lain. Urutan singkat atas bab dan
sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pembahasan
mengenai hak - hak masyarakat hukum adat atas tanah serta
lahirnya putusan mahkamah konstitusi nomor 35/PUU-X/2012,
rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika
penulisan.

BAB II

TINJAUAN UMUM MASYARAKAT HUKUM ADAT


Bab ini menguraikan tentang pengertian dan sejarah masyarakat
hukum adat, hak hak tradisional masyarakat hukum adat baik hak
atas tanah masyarakat hukum adat maupun hak lain diluar hak atas
30

Universitas Sumatera utara

tanah, pengakuan keberadaan dan perkembangan masyarakat


hukum adat di Indonesia.
BAB III

TINJAUAN UMUM HAK HAK MASYARAKAT HUKUM


ADAT ATAS TANAH
Bab ini menguraikan tentang hak ulayat sebagai sumber hak
perseorangan atas tanah dimulai dari pengertian hak ulayat, hak
ulayat dalam UUPA dan ciri ciri hak ulayat, dasar hak
penguasaan atas hutan masyarakat hukum adat, terjadinya hak
milik menurut hukum adat dan UUPA.

BAB IV

HAK HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH


BERDASARKAN KETENTUAN PMNA/KBPN NO. 5 TAHUN
1999 DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN MK NOMOR 35/PUUX/2012
Dalam bab ini diuraikan mengenai perkembangan hak ulayat
sebelum dan sesudah lahirnya PMNA/Kepala BPN Nomor 5 Tahun
1999, dampak Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap
keberadaan masyarakat hukum adat, upaya yang dapat dilakukan
atas penguasaan tanah adat oleh masyarakat hukum adat pasca
Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis
terhadap bab bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dengan
mencoba memberikan saran saran yang penulis anggap perlu dari
kesimpulan yang diuraikan tersebut.
31

Universitas Sumatera utara

Anda mungkin juga menyukai