PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan
dalam ilmu hukum, terdapat adagium terkenal yang berbunyi: Ubi societas ibi
ius (di mana ada masyarakat di situ ada hukum). Artinya bahwa dalam setiap
pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka
selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai semen perekat atas berbagai
komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai semen
perekat tersebut adalah hukum. 1
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
(the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan
pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. 2 Berangkat
dari pandangan tersebut, terdapat beberapa penggolongan hukum dari berbagai
kriteria yang dipahami oleh para sarjana. Salah satunya adalah hukum berdasarkan
sumbernya. Hukum berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasi atas undang
undang, hukum kebiasaan dan hukum adat, hukum yurisprudensi, hukum traktat,
dan hukum doktrin. Dari empat klasifikasi tersebut, hukum adatlah yang menjadi
salah satu sorotan dalam pembahasan skripsi ini.
Istilah hukum adat (adatrecht) pertama kali diperkenalkan oleh seorang
ahli hukum berkebangsaan Belanda bernama Snouck Hurgronje dalam bukunya
1
http://mysterimanedin.blogspot.com/2012/03/hubungan-manusia-dengan-hukum.html
(diakses pada tanggal 4 Januari 2015)
2
http://mysterimanedin.blogspot.com/2012/03/hubungan-manusia-dengan-hukum.html
(diakses pada tanggal 4 Januari 2015)
12
yang berjudul De Atjehers. Pada awalnya, tidak banyak orang yang mengenal
istilah ini. Namun, sejak van Vollenhoven mempopulerkan adatrecht dalam
bukunya Het Adatrecht van Nederland Indie. 3
Prof. Bushar Muhammad dalam bukunya menyunting pendapat pendapat
para ahli tentang definisi hukum adat dan menyimpulkan bahwa hukum adat
adalah hukum yang mengatur terutama tingkah laku manusia Indonesia dalam
hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman dan
kebiasaan (kesusilaan) yang benar benar hidup di masyarakat adat karena dianut
dan dipertahankan oleh anggota anggota masyarakat adat itu, maupun yang
merupakan keseluruhan peraturan peraturan yang mengenal sanksi atas
pelanggaran dan ditetapkan dalam keputusan keputusan para penguasa adat. 4
Pembahasan mengenai hukum adat tidak akan terlepas dari istilah
masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum adat. Para tokoh masyarakat adat
yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (yang selanjutnya
disebut AMAN) merumuskan masyarakat hukum adat sebagai sekelompok orang
yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar
keturunan. 5
Secara umum, pengertian hak ulayat utamanya berkenaan dengan
hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan
wilayahnya. Hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban. Dalam
3
van Vollenhoven, 1931, Het Adatrech van Nederland Indie: Tweede Deel, Cetakan
Kedua, Leiden. dalam Yanis Maladi, 2009, Antara Hukum Adat dan Ciptaan Hukum oleh Hakim
(Judge Made Law), Mahkota Kata, Yogyakarta, hlm. 22.
4
Bushar Muhammad, Asas Asas Hukum Adat (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2006),
Cet. 13. hlm. 19
5
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), (Bandung:
Alfabeta, 2008), hlm. 75.
13
Maria S.W Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
(Jakarta : Kompas, 2008), hlm, 170.
7
Berkas permohonan pemohon dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUUX/2012.
14
15
diklaim sebagai kawasan hutan oleh negara, selalu jauh lebih dahulu adanya dari
hak negara.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat, dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah melaksanakan urusan
pertanahan khususnya dalam hubungan dengan masalah hak ulayat masyarakat
adat yang nyata nyata masih masih ada didaerah yang bersangkutan. Peraturan
ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak
ulayat dan hak hak serupa dari masyarakat hukum adat, sebagaimana dimaksud
dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Pokok Agraria. Kebijaksaan tersebut meliputi :
a. Kriteria dan penentuan masih adanya Hak Ulayat hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan Pasal 5),
b. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 2 dan
Pasal 4).
Undang undang kehutanan memperlakukan masyarakat hukum adat
yang secara konstitusional sebagai subjek hukum terkait dengan hutan berbeda
dengan subjek hukum yang lain, sehingga masyarakat hukum adat secara faktual,
kehilangan haknya atas hutan sebagai sumber daya alam kehidupannya. Bahkan,
seringkali hilangnya hak hak masyarakat hukum adat dimaksud dengan cara
sewenang wenang, sehingga tidak jarang menyebabkan konflik yang melibatkan
masyarakat dan pemegang hak. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa pasal
yang terdapat di dalam Undang undang kehutanan antara lain Pasal 1 angka 6,
Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang mengatur tentang status dan penetapan hutan adat
16
serta Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (3), Pasal 67 ayat (1), (2), dan (3) yang
mengatur tentang bentuk dan tata cara pengakuan masyarakat hukum adat.
Konsep penguasaan tanah berdasarkan hukum adat adalah milik komunal
atau persekutuan hukum (beschikkingsrecht). Setiap anggota persekutuan dapat
mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu dan jika mereka
mengerjakan secara terus menerus, maka tanah tersebut dapat menjadi Hak
Milik secara individual. 8 Hal ulayat yang diakui oleh masyarakat adat ini
merupakan Hak Pakai tanah oleh individu, namun kepemilikan ini diakui sebagai
milik bersama seluruh anggota masyarakat (komunal). Anggota masyarakat tidak
bisa mengalihkan atau melepaskan haknya atas tanah yang dibuka kepada anggota
dari masyarakat lain atau pendatang dari luar masyarakat tersebut, kecuali dengan
dengan syarat syarat tertentu yang disepakati bersama semua anggota komunal
tersebut. 9
Keberlakuan undang undang kehutanan berdampak pada kerugian
konstitusional bagi masyarakat hukum adat. Kerugian tersebut membangkitkan
semangat beberapa komunitas dan kesatuan masyarakat hutan yang tergabung
dalam AMAN, Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu, dan
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu untuk melakukan judicial
review terhadap pasal pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Dari judicial review yang dilakukan, maka lahirlah Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Mahkamah menyatakan mengabulkan
permohonan para Pemohon untuk sebagian yakni menghilangkan frase Negara
8
Syafruddin Kalo, Kebijakan Kriminalisasi dalam Pendaftaran Hak Hak atas Tanah di
Indonesia : Suatu Pemikiran, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Hukum Agraria pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006, hlm 7.
9
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas Azas Hukum Adat, (Jakarta : Gunung
Agung, 1984), hlm. 201 - 202.
17
dalam Pasal 1 angka 6 sehingga hutan adat adalah hutan yang berada dalam
wilayah masyarakat hukum adat, dan hapusnya penjelasan Pasal 5 ayat (1), serta
beberapa ketentuan lainnya yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang disebutkan oleh
Mahkamah Konstitusi. Dengan adanya Putusan ini maka terbentuklah kembali
keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat dalam
hal kepemilikan hutan adat.
Pada sisi lain, manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sumber
sumber kehidupan. Hak ulayat yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan
masyarakat hukum adat menjadi skala prioritas bagi mereka dalam mendapatkan
kehidupan. Untuk mendapatkan sumber kehidupan itu, meraka melakukan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah melalui Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan ini
akan sangat menarik untuk dibahas sejalan dengan munculnya Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.
B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, maka dapat diturunkan beberapa permasalahan yang menjadi kajian
dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana perkembangan hak ulayat sebelum dan sesudah lahirnya
PMNA/KBPN No. 5 Tahun 1999
2. Bagaimana dampak Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap keberadaan
masyarakat hukum adat ?
18
3. Apakah upaya yang dapat dilakukan atas penguasaan tanah adat oleh
masyarakat hukum adat pasca Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012?
10
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum (Medan :
Program Strata 1, Fakultas Hukum USU, 2010), hlm. 24.
19
Hasil penelitian ini ditujukan untuk memberikan kegunaan praktis baik bagi
masyarakat hukum adat maupun pemerintah sebagai acuan untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial dalam keterlibatan masyarakat hukum adat dalam
penyelesaian masalah hak ulayat.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis,
maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul Tinjauan
Yuridis Hak Hak Masyarakat Hukum
20
perrtanahan, sedangkan fokus penulisan skripsi ini adalah tentang hak hak
masyarakat hukum adat atas tanah berdasarkan peraturan perundang undangan.
Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan bahan yang
berkaitan dengan masyarakat hukum adat, hak ulayat dan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, baik melalui literatur yang diperoleh dari
pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil seminar, media cetak,
media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak yang
berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Bila
dikemudian dari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang
lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat diminta
pertanggungjawabannya.
E. Tinjauan Perpustakaan
Tinjauan kepustakaan pada umumnya merupakan kumpulan teori yang
dijadikan dasar dalam membuat karya tulis ilmiah. Teori adalah untuk
menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu
terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta fakta
yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 11 Kerangka teori adalah kerangka
pemikiran atau butir butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau per
Masalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
12
11
Sukiran, Kajian Yuridis tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing di
Indonesia, (Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana USU, 2010), hlm. 34.
12
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80
21
22
15
23
16
hlm. 91.
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1983),
17
24
World Bank sendiri memberikan pengertian tentang masyarakat adat itu: the
19
25
dalam bahasa Indonesia merupakan suatu pengertain yang baru, satu dan lain
karena dalam bahasa Indonesia (juga dalam bahasa daerah-daerah) istilah yang
dipergunakan semuanya pengertiannya adalah lingkungan kekuasaan, sedangkan
beschickkingsrecht itu menggambarkan tentang hubungan antara persekutuan
dan tanah itu sendiri. Kini lazimnya dipergunakan istilah hak ulayat sebagai
terjemahannya beschikkingsrecht. Istilah-istilah daerah yang berarti lingkungan
kekuasaan, wilayah kekuasaan ataupun tanah yang merupakan wilayah yang
dikuasai
persekutuan
(Kalimantan),
adalah
wewengkon
a.l.
(Jawa),
patuanan
(Ambon),
prabumian
(Bali),
panyampeto
pawatasan
F. Metode Penulisan
Terry Hutchison menulis pengertian penelitian seperti dikemukakan oleh
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), menurut
23
Bachtiar Abna dan Dt. Rajo Sulaiman, Pengelolaan Tanah Negara dan Tanah Ulayat,
Lokakarya Regional BPPN Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan, Lembaga Kerapatan
Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Padang, 2007, hlm. 5.
24
G. Kertasapoetra, dkk, Hukum Tanah, Jaminan Undang Undang Pokok Agraria Bagi
Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, (Jakarta : Bina Aksara, 1985), hlm. 88.
26
hukum,
inventarisasi
hukum
positif,
sistematika
hukum,
25
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2008), Cet. 4. Hlm. 30.
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : Cet. 2, CV. Rajawali, 1982), hlm. 1
27
Ibid, hlm. 46
28
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op. Cit., hlm. 51
27
29
Ibid.
28
29
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif
dilakukan guna mendapatkan data yang bersifa deskriptif, yaitu data data yang
akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi inii dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana masing
masing bab terbagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara
sistematik, dan saling berkaitan antara satu sama lain. Urutan singkat atas bab dan
sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pembahasan
mengenai hak - hak masyarakat hukum adat atas tanah serta
lahirnya putusan mahkamah konstitusi nomor 35/PUU-X/2012,
rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II
BAB IV
BAB V