Di susun oleh :
KASYFIL AZIZ TADORE (19111040)
MUHAMMAD HASYIM ASYARI (191110042)
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing dari mata kuliah Hukum Adat yaitu al
mukarram bapak Jeddah, dan juga kepada orang tua kami terkhususnya yang telah berjuang
banyak untuk kami para anak-anaknya yang ingin menuntut ilmu di Institute Perguruan
Tinggi Ilmu Alquran Jakarta, dan para sahabat yang selalu mendukung terhadap perkuliahan
yang sedang berlangsung tiap harinya sehingga dalam hal ini kami juga diberi kesempatan
untuk membuat makalah yang berjudul “Hukum Adat Pertanahan” pada perkuliahan hari ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami tentunya menyadari pasti memiliki kekurangan, adapun
kekurangan dari yang kami tulis, kami selaku teman seperjuangan meminta izin diberitahu
kesalahan dan kekurangan yang kami tulis sehingga kami bisa menjadi seorang yang lebih
baik lagi terkhususnya dalam menulis karya ilmiah tertentu yang akan di presentasikan untuk
kedepan.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan juga dapat menambah wawasan
kita dalam memahami konsep hukum adat dalam bernegara terkhususnya di Negara Republik
Indonesia ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah mempunyai arti penting dan strategis bagi kehidupan masyarakat di
Indonesia. Tanah sebagai sumber kehidupan, karena disinilah setiap orang dapat
bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-haru, tempat mendirikan rumah
bersama keluarga melanjutkan keturunan dan sebagai tempat masyarakat adat tanah
dianggap mempunyai sifat magis religius.
Hukum pertanahan di Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum yang bersifat
kolonial dan feodal sebagai akibat selama ratusan tahun dijajah oleh Belanda, sehingga
ada dua macam tanah yaitu tanah-tanah dengan hak barat dan tanah-tanah dengan hak
adat, yang berakibat pada berbedaan dalam peralihannya, termasuk perolehan hak
melalui jual beli, perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik tanah yang
bersangkutan.
Dengan sistem tertutup dari masyarakat adat tersebut telah cukup membuktikan
kepemilikan tanah tersebut karena masing-masing individu di dalam lingkungan
masyarakat adat tersebut saling mengenal satu sama lain dengan baik.
Demikian pula dalam hal peralihan hak atas tanah, khusus untuk jual beli tanah
dilakukan menurut sistem hukum yang dianut oleh para pihak yang bertransaksi. Bagi
golongan Eropa, hukum yang berlaku untuk jual beli tanah berdasarkan hukum perdata.
Sedangkan bagi golongan masyarakat pribudi, jual beli tanah berdasarkan hukum
kebiasaan.
Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan
tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat (3) Undnag-undang Dasar 1945 yang
menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara untuk dipergunakan bagi kemakmuran rakyat. “Sebelum berlakunya
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dikenal lembaga hukum jual beli tanah, ada
yang diatur oleh Kitab Undang-undang Perdata yang tertuli, dan ada yang diatur oleh
hukum adat yang tidak tertulis”.
Dengan semakin kompleksnya persoalan hukum pertanahan di Indonesia
menyebabkan diundangkannya peraturan dasar pokok-pokok agrarian dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960, yang lebih populer dengan nama Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) yaitu tepat pada tanggal 24 September 1960.
Dengan diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal
tersebut, sejak itu tanggal 24 September tercatat sebagai salah satu tonggak yang sangat
penting dalam sejarah perkembangan agraria/pertanahan di Indonesia pada umumnya
dan pembaharuan hukum agraria/hukum tanah di Indonesia pada khususnya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengantar Hukum Adat Pertanahan
2. Kedudukan Hukum Adat dalam UUPA
3. Tanah Ulayat dan Tanah Hak Individual
4. Perlindungan Hukum Adat dan Hak Masyarakat dalam Sistem Hukum Agraria
BAB II
PEMBAHASAN
Sedangkan hak sekunder adalah hak yang mengandung sifat yang bertentangan
dengan undang-undang karena mengandung unsur pemerasan dan penindasan,
sehingga diusahakan hapusnya dalam waktu singkat.
4. Perlindungan Hukum Adat dan Hak Masyarakat dalam Sistem Hukum Agraria
Keberadaan hukum adat ini secara resmi telah diakui oleh negara
keberadaannya tetapi penggunaannyapun terbatas. Merujuk pada pasal 18B ayat (2)
UUD 1945 dimana menyebutkan”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” yang berarti bahwa negara mengakui
keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam system hukum Indonesia.
Disamping itu juga diatur dalam Pasal 3 UUPA “Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak
yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.
Negara dimana sebagai pemberi sebuah jaminan kepastian hukum adat terhadap
masyarakat hukum adat dengan di berlakukannya UU No.5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) diharapkan dapat mengurangi terjadinya
sengketa dan memberikan keadilan untuk masyarakat adat. Karena dalam pasal 3
UUPA menyebutkan bahwa hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat
seharusnya secara otomatis hak-hak ulayat tersebut diakui tetapi dalam prakteknya
tidak. Jangan sampai terjadinya tumpang tindih aturan yang berakibat kaburnya
kepemilikan serta penguasaan dan pengelolaan oleh masyarakat adat dalam tatanan
hukum Indonesia karena tidak adanya kepastian kedudukan tersebut
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ii, B. A. B., Ulayat, A. H., & Ulayat, P. H. (n.d.). G.Kertasapoetra, R.G Kartasapoetra,
AG.Kartasapoetra, A. Setiady,. 23–46.
Hayatul Ismi , Pengakuan Dan Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Adat Atas Tanah Ulayat
Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Nasional, Jurnal Ilmu Hukum Volume 3 NO. 1 tanpa
tahun