BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah
dikuasai sejak dahulu kala. Tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan
memberi makan mereka, tanah di mana mereka dimakamkan dan terjadi tempat
munculnya kembali persoalan lama yang terpendam dan persoalan baru yang
banyak terjadi sekarang ini adalah masyarakat yang memiliki hak atas tanah belum
tanah adatnya juga tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat hukum adat selaku
pemilik dari tanah adat. Masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 18B ayat (2)
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Undang-Undang dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam
1
Bushar Muhammad, 1985. Pokok-Pokok Hukum Adat hal. 103
2
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hak bangsa Indonesia atas tanah ini
merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah
yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi
dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah.
Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat,
orang-orang yang terikat oleh hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
keturunan.2
ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,
2
Tar Haar, 1874. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan K.Ng. Soebekti
Poesponoto, Pradnya Paramita Jakarta.hal.87
3
Boedi Harsono, 1999. Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan hal 62
3
masyarakat hukum adat itu sebagai kesatuan yang berkuasa, memungut hasil dan
tanah itu dengan membatasi adanya orang-orang lain yang melakukan hal yang
serupa itu.
Hak yang sangat penting bagi masyarakat hukum adat adalah hak milik
dengan keadaan dan sifat dari pada haknya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat
1. Turun temurun adalah hak milik tidak hanya berlangsung selama hidup si
teruntukanya tidak terbatas karena hak milik dapat di gunakan untuk pertanian
dan bangunan.
4. Pemberian hak milik tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak,
Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan
pribadi, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan
tanah harus disesuaikan dengan keadaanya dan sifat dari hak atas tanah tersebut,
maupun masyarakat dan Negara. Kalau dilihat dari ketentuan ini bukan lantas
seluruhnya.4
Konsepsi atau falsafah yang mendasari hukum adat mengenai tanah adalah
individu yang terasing bebas dari segala ikatan dan semata-semata mengingat
Konsep tanah dalam hukum adat juga dianggap merupakan benda berjiwa
yang tidak boleh dipisahkan persekutuannya dengan manusia. Tanah dan manusia,
meskipun berbeda wujud dan jati diri, namun merupakan suatu kesatuan yang
saling mempengaruhi dalam jalinan susunan keabadian tata alam (cosmos), besar
(macro cosmos), dan kecil (micro cosmos). Tanah dipahami secara luas meliputi
semua unsur bumi, air, udara, kekayaan alam, serta manusia sebagai pusat, maupun
4
Aminudin saleh, 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, total
media, Jakarta, hal, 2.
5
Herman Soesangobeng, 2003, Kedudukan Hakim dalam Hukum Pertanahan dan
Permasalahannya di Indonesoa, Yogyakarta: Pusdiklat Mahkamah Agung, hlm. 12-14
5
Oleh karena itu, maka hak-hak yang diberikan kepada individu adalah berkaitan
dengan tugasnya dalam masyarakat. Berdasarkan konsepsi itu pulalah, maka tanah
ulayat sebagai hak kepunyaan bersama dari suatu masyarakat hukum adat
Tanah bersama sebagai pemberian atau anugerah dari suatu kekuatan gaib,
bukan dipandang sebagai sesuatu yang diperoleh secara kebetulan atau karena
kekuatan daya upaya masyarakat adat tersebut. Oleh karena hak ulayat yang
tanah bersama, sehingga semua hak-hak perorangan bersumber dari tanah bersama
atas tanah menurut hukum adat terdiri dari dua bentuk, yaitu hak ulayat (komunal)
memiliki tanah adat yang disebut sebagai tanah Budel. Tanah budel ini merupakan
tanah warisan secara turun temurun dari setiap marga-maraga dengan batas-batas
Lisabata. Pada awalnya, tanah budel besal dari seseorang atau marga tertentu
yang bersangkutan.
pembagian tanah dan penguasaan tanah tersebut. Perbedaan pendapat ini berasal
dari dua kalangan yakni kalangan muda dan kalangan tua. Kalangan muda yang di
maksud adalah kalangan yang mulai berumur dari dua puluhan sampai pada umur
, pola, struktur dan tata cara manusia menentukan sikapnya terhadap tanah maka
penguasaan tanah tersebut. Sementara dalam pendapat dari kalangan tua bahwa
tanah budel ini tidak pelu dibagikan karena jika dibagikan maka tanah tersebut
akan berubah menjadi hak milik secara individu. Dengan demikian maka hilangnya
tanah adat yang telah akan diwarisikan secara turun temurun. Hal inilah yang
menjadi suatu permasalahan dalam proses kepemilikan tanah-tanah adat yang ada
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat serta menjadi harapan penulis dari penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara teoritis
2. Secara praktis
E. KERANGKA KONSEPTUAL
Tanah merupakan salah satu asset masyarakat hukum adat yang sangat
adat memposisikan tanah pada kedudukan yang sangat penting karena merupakan
dari lahir sampai meninggal dunia. Begitu pentingnya arti tanah bagi kehidupan
manusia, tanah juga memiliki peranan yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia
suatu masyarakat yang adil dan makmur,sesuai dengan apa yang terkandung di
Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi oleh hak, yang dilindungi oleh
menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Dalam UUPA telah diatur dan
ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum
1. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam pasal 1, sebagai hak penguasaan
2. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam pasal 2, semata-mata beraspek
publik.
3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam pasal 3, beraspek
c. Hak Jaminan atas tanah yang disebut Hak tanggungan dalam pasal
Pengakuan hukum adat dalam UUPA dapat dicermati sejak awal, yaitu
bahwa tanah dan manusia mempunyai hubungan sedemikian erat, dan dalam
tanah merupakan suatu hubungan magis religius yang sedikit banyak mengandung
unsur kekuatan gaib (mistik) sebagai suatu perwujudan daripada dialog antara
dimiliki oleh orang atau badan hukum, maka negara berkewajiban memberikan
jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut,sehingga setiap orang
atau badan hukum yang memiliki hak tersebut dapat mempertahankan haknya.
Tahun 1999 Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, Pasal 1
7
Herman Soesang Obeng, 1975, Pertumbuhan Hak Milik Individual Menurut Hukum
Adat Dan Menurut UUPA. di Jawa Timur, hal 27
10
orang yang terikat oleh hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan
Cornelis Van Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius van
kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat,
masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti
Salah satu bentuk hak masyarakat hukum adat adalah hak atas tanah adat
secara umum,hak atas tanah adat yang terdapat pada berbagai suku di Indoensia
dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu: "hak ulayat" dan "hak pakai". Hak ulayat
merupakan hak meramu atau mengumpulkan hasil hutan serta hak untuk berburu.
Pada hak ulayat yang bersifat komunal ini, pada hakekatnya terdapat pula hak
perorangan untuk menguasai sebagian dari objek penguasaan hak ulayat tersebut.
tanah dengan mengambil hasilnya, tetapi bukan berarti bahwa hak ulayat atas tanah
8
Tar Haar, 1874, Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan K.Ng. Soebekti
Poesponoto, Pradnya Paramita Jakarta, hal. 87
11
tersebut menjadi terhapus karenanya. Hak ulayat tetap melapisi atau mengatasi hak
pribadi atau perseorangan tersebut. Hak ulayat baru pulih kembali bila orang yang
Sementara Van Dijk membagi tiga bentuk hak-hak atas tanah adat yaitu:
hak persekutuan atau pertuanan, hak perorangan, dan hak memungut hasil tanah.
1. Hak persekutuan atau hak pertuanan mempunyai akibat keluar dan kedalam.
etnik, atau fam) untuk menarik keuntungan dari tanah dengan segala yang ada
ternak. Izin hanya sekedar dipergunakan untuk keperluan hidup keluarga dan
terhadap orang luar untuk menarik keuntungan dari tanah ulayat, kecuali
2. Hak perorangan atas tanah adat terdiri dari hak milik adat (inland bezitrecht),
menipis sementara kekuasaan perorangan semakin kuat. Hak milik ini dapat
9
Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, 1993. Sendi-Sendi Hukum Agraria, Ghalia
Indonesia ,Jakarta, hal. 16
12
3. Hak memungut hasil tanah (genotrecht) dan hak menarik hasil. Tanah ini secara
prinsip adalah milik komunal kesatuan etnik, namun setiap orang dapat
memungut hasil atau mengambil apapun yang dihasilkan tanaman di atas tanah
tersebut.10
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang. Dan juga pada Pasal 28i ayat (3) (Amandemen Kedua)
Konsepsi atau falsafah yang mendasari hukum adat mengenai tanah adalah
individu yang terasing bebas dari segala ikatan dan semata-semata mengingat
10
Merza Gamal, 2006. Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam: Pembangunan
Kesejahteraan Berkeseimbangan dan Berkeadilan, Badan Penerbit Universitas Riau
Unri Press , Pekanbaru; hal. 21
11
Maria S.W. Sumardjono, 2005. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan
Implrmentasi, kompas, Jakarta, hal. 7
13
Konsep tanah dalam hukum adat juga dianggap merupakan benda berjiwa
yang tidak boleh dipisahkan persekutuannya dengan manusia. Tanah dan manusia,
meskipun berbeda wujud dan jati diri, namun merupakan suatu kesatuan yang
saling mempengaruhi dalam jalinan susunan keabadian tata alam (cosmos), besar
(macro cosmos), dan kecil (micro cosmos). Tanah dipahami secara luas meliputi
semua unsur bumi, air, udara, kekayaan alam, serta manusia sebagai pusat, maupun
Oleh karena itu, maka hak-hak yang diberikan kepada individu adalah berkaitan
dengan tugasnya dalam masyarakat. Berdasarkan konsepsi itu pulalah, maka tanah
ulayat sebagai hak kepunyaan bersama dari suatu masyarakat hukum adat
bukan dipandang sebagai sesuatu yang diperoleh secara kebetulan atau karena
kekuatan daya upaya masyarakat adat tersebut. Oleh karena hak ulayat yang
tanah bersama, sehingga semua hak-hak perorangan bersumber dari tanah bersama
12
Herman Soesangobeng, 2003, Kedudukan Hakim dalam Hukum Pertanahan dan
Permasalahannya di Indonesoa, Yogyakarta: Pusdiklat Mahkamah Agung, hlm. 12-14.
14
atas tanah menurut hukum adat terdiri dari dua bentuk, yaitu hak ulayat (komunal)
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
2. Tipe Penelitian
maupun penelitian kepustakaan dan bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis
Dalam penulisan ini sumber bahan hukum yang di gunakan yaitu bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier antara lain :
13
Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, 1983, Sendi-Sendi Hukum Agraria,
Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 25-26.
14
Peter Mahmud Marjuki, 2008. Penelitian Hukum, Pranada Media Grup, Edisi Pertama,
Cetakan Ke Empat, Jakarta, Hal 35
15
yang ditulis seperti Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat 2, Pasal 33
tanah adat.
akan dibahas. Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu bahan pustaka yang
studi kasus.
teknik analisis yang bersifat prespektif, dimana setelah semua bahan hukum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah adat atau tanah ulayat ini bagi masyarakat hukum adat adalah tanah
kepunyaan bersama. Dan diyakini sebagai karunia suatu kekuatan gaib atau
hukum adat. Dan juga sebagai unsur pendukung utama bagi kehidupan dan
bersama atas tanah inilah yang dikenal dalam kepustaklaan dan akademik hukum
Beberapa ahli hukum adat ada juga memberikan nama yang berbeda-beda
terhadap hak atas tanah ulayat masyarakat hukum adat tersebut. Van Vollenhoven
penguasaan yang berada ditangan komunitas desa berdasarkan hukum adat atas
suatu teritori tertentu , Djojodigoeno dengan hak purba, Soepomo dengan hak
pertuanan, Hazairin dengan hak bersama dan hak ulayat dalam Undang-Undang
hampir seluruh aspek kehidupan terlebih lagi bagi masyarakat indonesia yang
agraris. Tanah tidak hanya dipahami sebagai sumber ekomomi saja. Namun bagi
15
Imam Sudiyat, 1999, Hukum Adat Sketsa Asas, Cet 3 Yogyakarta: Liberty, hal 2
17
pihak lain memandang tanah sebagai sesuatu yang sakral dan harus dijaga. Salah
identitas mereka.
Undang-Undang Dasar Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi ; Bumi, air dan kekayaan
Sebagai tindak lanjut dari pasal 33 ayat (3) undang-undang Dasar 1945
5 tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok Dasar Agraria yang lebih dikenal dengan
rakyatnya. Dinegara seperti indonesia fungsi tanah kian meningkat dan mempunyai
nilai ekonomis yang sangat tinggi. Dari sekian banyak bidang yang menyangkut
tanah, bidang ekonomi nampak mendominasi aktivitas manusia atas tanah. Karna
mereka-tanah ulayat- amatlah dirasa perlu untuk diperjelas. Dan kemudian ketika
18
adanya tanah ulayat pada masyarakat adat mengisyaratkan kegunaan tanah ulayat
meningkatnyak hak ulayat kepada hak milik tentu masih ada. Dalam UUPA juga
kemudian ketika berbicara UUPA dan tanah ulayat, ketika negara disatu sisi dan
masyarakat adat disisi lain akan dilihat bertemunya dua kepentingan. Sebagaimana
mereka dalam memanfaatkan dan mengolah tanah itu, para anggota persekutuan
menggunakan tanah adat, harus terlebih dahulu diketahui atau meminta izin dari
kepala adat. Dengan demikian sebelum berlakunya UUPA ini tanah adat masih
tetap milik anggota persekutuan hukum, yang mempunyai hak untuk mengolahnya
16
Ter Haar, 1999, Asas-asas dan susunan hukum adat, Soebakti Poesponoto penerjemah,
Jakarta: Pradny Panata, hal 63
17
Ahmad Fauzie Ridwan,1982, Hukum Tanah Adat Multi disiplin Pembudayaan
Pancasila; Dewaruci Press; Jakarta; hal. 12
19
peraturan-peraturan dari hukum adat yang didasarkan atas hukum barat. Hal mana
selain menimbulkan pelbagai masalah antara golongan yang serba sulit, juga tidak
sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa. Hal inipun terjadi dalam sejarah
kaidah hukum yang tumbuh dan berkembang didalam pergaulan hidup antara
Indonesia saat ini, hukum adat atau adat istiadat yang memiliki sanksi, mulai
mendapat tempat yang sepatutnya sebagai suatu produk hukum yang nyata dalam
kontribusi sampai taraf tertentu untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan
bagi masyarakat. Hukum saat ini malahan dijadikan dasar pengambilan keputusan
oleh hakim, sehingga dapat terlihat bahwa hukum adat itu efisien, efektif, dan
kenyataan ini tidak dengan sendirinya membuat hukum adat bebas dari
ulayat merupakan salah satu dari lembaga-lembaga hukum adat dan kemudian
dikembangkan kepada fungsi sosial dari hak-hak atas tanah. Pasal 5 UUPA
mengatur bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa
ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
Lebih dari pada itu, dalam mukadimah UUPA 1960 menyatakan bahwa
perlu adanya Hukum Agraria Nasional, yang berdasar atas hukum adat tentang
tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat
tempatnya sebagai landasan utama hukum agraria nasional. Namun. Perli diingat
bahwa hukum agraria nasional itu, berdasarkan atas hukum adat tanah, yang
bersifat nasional, bukan hukum adat yang bersifat kedaerahan atau regional.
Artinya, untuk menciptakan hukum agraria nasional, maka hukum adat yang ada di
seluruh penjuru nusantara, dicarikan format atau bentuk yang umum dan berlaku
21
bagi seluruh persekutuan adat. Tentu saja, tujuannya adalah untuk meminimalisir
UUPA maka tanah, sebagaimana halnya juga dengan bumi, air dan ruang angkasa
Republik Indonesia , adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa pada Bangsa Indonesia
Dalam Pasal 5 UUPA ada disebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku
atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan Nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa,
sesuatu dengan mengindahkan unsur unsur yang bersandar pada hukum agama.
Adanya ketentuan yang demikian ini menimbulkan dua akibat terhadap hukum
adat tentang tanah yang berlaku dalam masyarakat Indonesia, dimana di satu pihak
golongan Eropa dan Timur Asing. Hukum Adat di sini tidak hanya berlaku untuk
18
Ter Haar Bzn, 1981, Asas Asas Dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita;
Jakarta. Hal. 78
22
tanah tanah Indonesia saja akan tetapi juga berlaku untuk tanah tanah yang
sedemikian rupa dari kewenangan pada masa masa sebelumnya karena sejak saat
itu segala kewenangan mengenai persoalan tanah terpusat pada kekuasaan negara,
kalau demikian bagaimana kewenangan masyarakat hukum adat atas tanah yang
disebut hak ulayat tersebut, apakah juga masih diakui berlakunya atau mengalami
tanah.
Mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ketentua dari UUPA,
antara lain :
a. Pasal 2 ayat (4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat
sepanjang menurut kenyataan masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai
A.P. Parlindungan, 1998. Komentar Atas Undang Undang Pokok Agraria, Mandar
19
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang undang dan peraturan
c. Pasal 22 ayat (1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
peraturan Pemerintah.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa setelah berlakunya UUPA ini,
bersangkutan dengan tanah adat, misalnya hak ulayat, tentang jual beli tanah dan
Jika dulu sebelum berlakunya UUPA, hak ulayat masih milik persekutuan
hukum adat setempat yang sudah dikuasai sejak lama dari nenek moyang mereka
dahulu. Namun setelah berlakunya UUPA, hak ulayat masih diakui, karena hal ini
dapat dilihat dari pasal 3 UUPA, hak ulayat dan hak hak yang serupa dari
masih ada. Andaikata karena terjadinya proses individualis sering hak ulayat ini
mulai mendesak, yang memberikan pengakuan secara khusus terhadap hak hak
perorangan. Dengan tumbuh dan kuatnya hak hak yang bersifat perorangan
dalam masyarakat hukum adat mengakibatkan menipisnya hak ulayat. Hak ulayat
ini diakui oleh Pemerintah sepanjang kenyataanya masih ada. Kalau sudah ada
Hak ulayat yang diakui dalam pasal tersebut bukanlah hak ulayat seperti
dengan bahwa hak ulayat yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan
Konsepsi atau falsafah yang mendasari hukum adat mengenai tanah adalah
individu yang terasing bebas dari segala ikatan dan semata-semata mengingat
Konsep tanah dalam hukum adat juga dianggap merupakan benda berjiwa
yang tidak boleh dipisahkan persekutuannya dengan manusia. Tanah dan manusia,
meskipun berbeda wujud dan jati diri, namun merupakan suatu kesatuan yang
saling mempengaruhi dalam jalinan susunan keabadian tata alam (cosmos), besar
(macro cosmos), dan kecil (micro cosmos). Tanah dipahami secara luas meliputi
semua unsur bumi, air, udara, kekayaan alam, serta manusia sebagai pusat, maupun
Oleh karena itu, maka hak-hak yang diberikan kepada individu adalah berkaitan
dengan tugasnya dalam masyarakat. Berdasarkan konsepsi itu pulalah, maka tanah
25
ulayat sebagai hak kepunyaan bersama dari suatu masyarakat hukum adat
bukan dipandang sebagai sesuatu yang diperoleh secara kebetulan atau karena
kekuatan daya upaya masyarakat adat tersebut. Oleh karena hak ulayat yang
tanah bersama, sehingga semua hak-hak perorangan bersumber dari tanah bersama
atas tanah menurut hukum adat terdiri dari dua bentuk, yaitu hak ulayat (komunal)
Pengertian Hak Ulayat atau Hak Purba adalah hak yang dipunyai oleh
suatu suku, sebuah serikat desa-desa atau biasanya oleh sebuah desa saja untuk
redaksi lain disebutkan bahwa hak persekutuan atas tanah adalah hak persekutuan
(hak masyarakat hukum) dalam hukum adat terhadap tanah tersebut. Hak Ulayat
adalah pengakuan bersama oleh seluruh anggota masyarakat dan didalamnya juga
20
Herman Soesangobeng, 2003, Kedudukan Hakim dalam Hukum Pertanahan dan
Permasalahannya di Indonesoa, Yogyakarta: Pusdiklat Mahkamah Agung, hlm. 12-14.
21
Imam Sudiyat, Hukum Adat, 2010 Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, hal. 1
26
Van Vollenhoven menyebutkan lima ciri hak ulayat adalah sebagai berikut:
3. Orang asing yang mau menarik hasil tanah-tanah ulayat ini haruslah terlebih
dulu meminta izin dari kepada persekutuan dan harus membayar uang
lingkungan ulayat.
karunia suatu kekuatan ghaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok
yang merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi
lingkungan tanah mungkin dikuasai oleh suatu masyarakat hukum adat atau
dibedakan antara :
kepentingan persekutuan adalah timbal balik dan memiliki kekuatan yang sama.
Selanjutnya hak ulayat juga juga berlaku terhadap orang-orang luar. Apabila
pula. Hak-hak yang berlaku dalam tanah ulayat secara garis besar diberlakukan
kedalam dan keluar dan secara langsung akan melahirkan hak dan kewajiban bagi
untuk keperluan bersama, misalnya tanah kuburan, Mesjid, jalan dan sebagainya.
Secara adat, ada kemungkinan masyarakat adat memberikan haknya kepada pihak
ulayat, seperti mendirikan rumah, mengambil hasil hutan atau sungai dan
keperluan pencari hidup lainnya. Berdasarkan hak ulayat pula, suatu masyarakat
23
B Ter Haar, 1999, Asas-asas dan susunan hukum adat. Soebakti Poesponoto
penerjemahan, Jakarta: Pradny Panata, hal. 50-59
28
Hak berlaku keluar meliputi Berdasarkan hak ulayat ini warga masyarakt hukum
terjadi pada tanah ulayat mereka Orang luar dan bukan masyarakat adat, yang pada
dasarnya tidak mempunyai hak untuk menikmati atau menarik hasil dari tanah
ulayat, yang bersangkutan kecuali dengan izin masyarakat hukum adat tersebut
dengan menyerahkan upeti atau syarat lainnya, sebagai bentuk pengakuan atas
Hak-hak yang diperoleh orang luar tidak sama dan tidak sekuat hak para
warga masyarakat hukum adat itu sendiri, karena orang luar tidak diperkenankan
untuk mewariskan hak-hak yang telah diperolehnya itu, tidak boleh membeli atau
bersifat tetap dan berlangsung terus menerus, maka hak memfaatkan tanah ulayat
tersebut dapat menjadi hak milik. Namun walupun dapat menjadi hak milik, hak
tersebut tidaklah dilepas begitu saja. Hak milik yang ditingkatkan dari hak ulayat
tersebut tetap dibatasi oleh hak ulayat. Jika orang yang terus-menerus
memanfaatkan tanah ulayat tertentu, kemudian dengan adanya izin dari pemuka
adat untuk menggarapnya sendiri (seperti Hak milik) ketika menelantarkan atau
menyia-nyiakan tanah ulayat tersebut, tanah tersebut menjadi tanah ulayat kembali.
Dan dilihat dari semangat hukum adat itu sendiri yang bersifat komunal dan
perorangan atas tanah ulayat. Hak milik (het inlands bezitsrecht), ketika anggota
29
maka haknya tersebut disebut hak milik. Namun hak milik ini terbatas atas
perlakuan kedalam. Hak menikmati (genotrecht), hak ini diperoleh bagi mereka
yang diluar masyarakat adat tanah tersebut, namun mereka telah meminta dan
diizinkan untuk memanfaatkan tanah ulayat tersebut. Namun hak menikmati ini
yaitu hak yang dimiliki seseorang atas suatu tanah lebih utama dibanding
masyarakat hukum adat yang lain. Hal ini sebelumnya haruslah mendapatkan izin
dari pemuka adat. Biasanya hak ini dapat dilihat dari tanah yang telah tersia-sia
dan pemuka adat memintanya untuk menggarap tanah tersebut. Hak terdahulu
membeli (nooastingsrecht), hak ini dapat dilihat dari beberapa bentuk. Seperti
lebih mengutamakan anggota keluarga dan kerabat dekat untuk terlebih dahulu
memmbeli tanahnya dari pada yang lain, atau lebih mendahulukan masyarakat
Hak pungut hasil (ambtelijk profijtrecht) , hak ini dimiliki oleh pemuka-pemuka
adat untuk mendapatkan hasil dari tanah adat. Dan juga ada hasil tanah adat
tersebut diberikan masyarakat adat kepada pemuka adat untuk nafkah pemuka adat
sebagai jabatannya. Hak pakai (gebruiksrecht), yaitu hak yang miliki seseorang
untuk memakai tanah ulayat keluarganya yang seadat. Hak gadai dan sewa (pand
en huurrecht), yaitu hak bagi pemegang gadai untuk memanfaatkan suatu tanah
terlebih dahulu. 24
24
Imam Sudiyat, 1999, Hukum Adat Sketsa Asas, Cet III, Yogyakarta; Liberty, hal 3
30
yang kuat dalam sistem dan tata hukum di Indonesia. Hak milik atas tanah adalah
bagian dari hak-hak kebendaan yang dijamin dalam konstitusi. Dalam Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagai hasil dari amandemen
Pasal 28 g
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
b. pasal 28 h
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan
Berdasarkan pengertian pada pasal 4 ayat (2) tersebut, hak atas tanah
adalah hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya meliputi sebagian tertentu
permukaan bumi yang terbatas, yang disebut bidang tanah. Hak atas tanah tidak
meliputi tubuh bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya25
Asas yang hanya mengakui hak atas tanah adalah terbatas pada hak atas
permukaan bumi saja disebut dengan asas pemisahan horisontal. Asas pemisahan
horisontal adalah asas dimana pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu
yang berada di atas tanah itu adalah terpisah. Asas pemisahan horisontal
memisahkan tanah dan benda lain yang melekat pada tanah itu. Asas pemisahan
horisontal adalah asas yang didasarkan pada hukum adat dan merupakan asas yang
Berbeda dengan asas yang dianut oleh UUPA, KUHPerdata menganut asas
yang menyatakan bahwa benda bergerak yang tertancap atau terpaku pada benda
tidak bergerak, berdasarkan asas ini maka benda-benda yang melekat pada benda
pokok, secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
benda pokoknya. 27
25
Boedi Harsono, 2007. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Penerbit
Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta, hal. 63
26
Djuhaendah Hasan, 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain
yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 76
27
Ibid, hal. 70
32
Sedangkan dalam UUP dibedakan berbagai hak atas tanah sebagai berikut :
1. hak milik
4. hak pakai
5. hak sewa
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah , memiliki fungsi sosial serta dapat dialihkan dan beralih.
Pasal 20 UUPA menyatakan : Dalam pasal ini disebutkan sifat-sifat daripada hak
milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hk yang
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini
tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak
dulu. Sifat yang demikian akan terang bertentangan dengan sifat hukum-adat dan
fungsi sosial dari tiap-tiap hak. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud
untuk membedakannya dengan hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan
lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa diantara hak- hak atas tanah yang
dapat dipunyai orang hak miliklah yang ter (artinya : paling)-kuat dan terpenuh.
33
dikelompokkan menjadi hak bangsa, hak menguasai dari negara, hak ulayat, hak
penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik maupun juga dalam arti yuridis serta
beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi hukum dan pada umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah
mengambil manfaat dari tanah tersebut, pemilik tanah menjual tanah dengan tanda
bukti segel sebagai pernyataan jual beli tanah antara pemilik (penjual) dengan
pembeli29.
Penguasaan" yang berarti dapat dipakai dalam arti fisik atau dalam arti
yuridis, beraspek privat dan beraspek publik, penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk mengusai secara fisik tanah
yang dimilikinya.
Konsep dasar hak menguasai tanah oleh negara termuat dalam Pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Bumi air dan kekayaan
28
Ibid, hal. 76
29
Boedi Harsono, Hukum Agrarian Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2008, Hal 23.
34
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
Hak menguasai dari Negara tersebut dalam ayat 1 Pasal ini memberikan
wewenang untuk :
ruang angkasa.
tanah dan masyarakat hukum adat dengan tanah ulayat serta pengakuan dan
30
Urip Santoso, 2010, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta : Prenada
Media Grup, Hal 73-74
35
hak-hak atas tanah mereka tidak dilanggar oleh siapa pun. Hak penguasaan atas
tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang
hak tersebut dalam berbuat, bertindak sesuatu mengenai tanah yang menjadi
haknya. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat ini menjadi tolak
tanah oleh negara. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah
ulayatnya melahirkan hak ulayat dan hubungan antara perorangan dengan tanah
melahirkan hak-hak perorangan atas tanah dan ketiga hak tersebut menjalin secara
harmonis dan seimbang sehingga sama kedudukan dan kekuatannya dan tidak
saling merugikan.31
dari negara,
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang
yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambii manfaat atas tanah
tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah32.
Hak atas tanah termasuk salah satu hak-hak perseorangan atas tanah. Hak-
31
Anonim. http:www.//id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah. Diakses Desember, 2016
32
Anonim. http:www.//id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah. Diakses Desember 2016
36
hak perseorangan atas tanah, adalah hak yang memberikan wewenang kepada
hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil
a. Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
air dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan
batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi
b. Wewenang Khusus
macam hak atas tanahnya, misalka wewenang pada tanah hak milik adalah
Yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku
33
Urip Santoso. 2006. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta : Prenada Media.
Hal : 82
37
Macam-macam hak atas tanah ini adalah : Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak membuka tanah, dan Hak
2. Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan
dalam undang-undang`
3. Hak atas tanah yang bersifat sementaraYaitu hak atas tanah ini sifatnya
Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas
tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang
menjadi haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo
a. Hak Milik
d. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan
38
hak memungut hasil hutan karena hak-hak itu tidak memberi wewenang untuk
ulayat.34
dan didalamnya juga terkandung hak kepunyaan perorangan yang berarti orang
menurut Budi Harsono hak ulayat adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat
kepada penguasa adat untuk mengatur dan memimpin penggunaan tanah wilayah
Lebih jelasnya tentang hak ulayat ini, Siregar menguraikan ciri-ciri hak
tersebut hanya saja harus mendapat izin terlebih dahulu dari kepala masyarakat
34
Ibid, 2006, Hal. 96
39
memenuhi kewajibannya).
4. Masyarakat hukum tidak dapat menjual atau mengalihkan hak ulayat untuk
digarap dan dimiliki oleh para anggota-anggotanya seperti dalam hal jual beli
karunia suatu kekuatan ghaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok
yang merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama bagi
religius hubungan hukum antara para warga masyarakat hukum adat bersama
dengan tanah ulayatnya ini. Adapaun tanah ulayat atau tanah bersama yang dalam
hal ini oleh kelompok di bawah pimpinan kepala adat masyarakat hukum adat,
misalnya adalah hutan, tanah lapang, dan lain sebagainya. Tanah untuk pasar,
penggembalaan, tanah bersama, dan lain-lain yang pada intinya adalah demi
keperluan bersama.
sendiri terhadap sebidang tanah sebagai bagian dari lingkungan hak pertuanan. Hak
membuka tanah itu menurut hukum adat adalah hanya salah satu dari pada tanda -
40
tanda munculnya hak persekutuan atau beschikingsrecht dan hanya ada pada
sendiri. 35
Hak membuka tanah ini tidaklah terjadi atau dilakukan begitu saja. Sering
kali ini menuntut adanya dilakukan acara acara khusus yang dihadiri oleh para
tokoh adat atau masyarakat setempat dan perlunya membuat tanda tanda tertentu
yang menunjukkan bahwa lahan atau tanah tersebut telah ada perseorangan yang
sedang mengolahnya. Hal hal seperti ini akan mempertegas adanya hubungan
hukum perseorangan tersebut terhadap tanah yang dibukanya. Apabila hal itu tidak
ada, maka hubungan hukum antara tanah yang dibukanya dengan dirinya akan
begitu lemahnya, sehingga membuka peluang bagi pihak lain (perseorangan atau
individu) untuk juga mengklaim bahwa itu juga lahan yang dibukanya. Hal seperti
menurut hukum adat adalah konstruksi yuridis yang abstrak. Sehingga batas
batas pertanahan antara persekutuan hukum adat yang satu dengan yang lainnya
yang bertetangan dan sering kali tidaklah jelas adanya. Sehingga, ketika satu
persekutuan hukum adat mengklaim batas tertentu tanahnya, bisa jadi itu sudah
dianggap melampaui batas yang telah diklaim oleh persekutuan hukum adat
tetangganya.
35
Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria.., Op.Cit., hlm. 215.
41
Hal lain yang membuat aspek sedemikian itu rawan konflik , adalah karena
adanya prinsip bahwa tanah persekutuan atau pertuanan tersebut tidak dapat
pendapat tentang kepemilikan hak antar persekutuan hukum tentang batas batas
tanah tersebut, masing masing persekutuan hukum akan membela haknya dengan
segala cara. Mereka tidak akan pernah mengizinkan haknya atas tanah yang telah
mereka klaim, yang mungkin telah terjadi untuk waktu yang cukup lama, lepas
begitu saja. Ada nilai magis-religi yang terdapat antara tanah persekutuan dengan
masyarakat persekutuan yang membuat prinsip itu berlaku dengan kuat di antara
mereka.
Di sinilah letak perlunya peran pemerintah atau penguasa yang lebih tinggi
untuk membuat peraturan yang memiliki atau menjamin kepastian hukum dalam
adat.
Menurut hukum adat di Indonesia, ada 2 (dua) macam hak yang timbul atas tanah,
diusahai oleh sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu
hak persekutuan ini sering disebut dengan hak ulayat, hak dipertuan, hak purba,
UUPA, tanah adat masih merupakan milik dari suatu persekutuan dan
mereka dalam memanfaatkan dan mengolah tanah itu, para anggita persekutuan
menggunakan tanah adat, harus terlebih dahulu diketahui atau meminta izin dari
kepala adat. Dengan demikian sebelum berlakunya UUPA ini tanah adat masih
tetap milik anggota persekutuan hukum, yang mempunyai hak untuk mengolahnya
36
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media, 2006.
Hal. 66
43
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Letak Geografis
Taniwel, terletak di arah utara Kabupaten Seram Bagian Barat. Jarak Negeri
Lisabata ke Kota Kabupaten sekitar 150 Km. Waktu tempuh dari Negeri Lisabata
dengan ketinggian antar 0 s/d 700 m di atas permukaan laut, sehingga tergolong
dataran rendah. Suhu di daerah ini cukup bervariasi antara 25 Derajat saat paling
dingin dan 3 derajat saat paling panas. Jenis tanah yang ada di wilayah sebagian
besar adalah tanah Top Soil. Sifat tanah ini hitam yang kaya kandungan
tanaman. Iklim Negeri Lisabata termasuk dalam daerah dengan tife iklim sedang
dengan perbandingan antara bulan basah dengan bulan kering hampir sama. Nilai
Q antara 60% - 100%. Nilai Q adalah perbandingan antara banyaknya bulan basah
Berdasarkan data yang peroleh dari lokasi penelitian maka dapat diketahui
jumlah usiah produktif berjumlah 565 jiwa lebih besar dibandingkan dengan usia
anak-anak dan lansia yang berjumlah 969 jiwa. Kenyataan ini menunjukan bahwa
usia produktif yang tersedia biasa mengisi berbagai lapangan kerja diberbagai
sector usaha.
1 Laki-Laki 781
2 Perempuan 753
jumlah 1534
berupa nelayan, petani, pengusaha, buruh bangunan, pegawai negeri dan ABRI.
1 Petani 425
2 Nelayan 10
3 Pengusaha 20
4 Buruh bangunan 25
5 Pedagang 35
Jumlah 560
adalah sebagai petani, karena dengan berbagai macam hasil kebun ( dusun ) mulai
dari hasil kelapa, coklat dan cengke yang merupakan hasil yang paling baik demi
Oleh karena itu bagi masyarakat Negeri Lisabata tanah merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, tanah yang merupakan
warisan dari para leluhur terdahulu, selain karena jumlahnya yang terbatas dan
tidak bertambah, namun orang yang membutuhkan tanah terus bertambah. Hal
inilah yang menjadikan tanah mempunyai nilai ekonomis sehingga orang berebut
3. Hubungan Kekerabatan
mengelompokan tiap orang ke dalam kelompok sosial, peran kategori dan silsilah.
Hal ini sangat berkaitan erat dengan silsilah dan asal-usul pembetukan Negeri
Negeri Lisabata terbentuk, berawal dari empat mata rumah adat yang
biasanya di sebut dalam bahasa adat masyarakat Lisabata yaitu ( SOA ). Soa-soa
ini terbentu dari beberapa marga yang merupakan anak adat asli dari Negeri
Lisabata tersebut.
1. Soa Pulu
secara turun temurun dan tergabung dari Marga-Marga yakni Marga Pulu
2. Soa Kanawai
Soa Kanawai ini merupakan Soa yang cenderung kepada marga lohy
yang dalam bahasa adatnya di sebut sebagai Makahity yang artiya siap
tersebut adalah Soa Kanawai. Dan Soa Kanawai ini terbentuk secara turun
temurun antara lain adalah marga Lohy dan marga lohy cenderung
3. Soa Rumarai
Soa Rumarai ini terbentuk dari marga Assel secara turun temurun yang
dalam gelarnya sebagai Tukang besar yang dalam bahasa adat disebut
4. Soa Kaisuku
Sedangkan Soa kaisuku ini terbentu secara turun temurun dari marga
Marga yang pertama kali datang sebelum Negeri Lisabata terbentuk adalah marga
Pulu. Sebagai marga yang pertama kali datang, marga Pulu Kemudian menguasai
tanah dan menjadi Tuan Tanah, kemudian menguasai tanah sebagai tempat
wilayah tersebut dan membentuk Soa baru, dimana setiap marga di dalam Soa
tersebut terdiri dari beberapa marga, kemudian membuka hutan untuk menjadikan
marga-marga lainnya dan membentuk Soa, dan juga membuka hutan untuk
bermukim dan bercocok tanam. Tanah yang digunakan baik untuk tempat tinggal
dahulu kala belum dikatakan sebagai Negeri, tetapi masih dikatan sebagai Hena.
Kemudian dari pada itu, Hena bagi Masyarakat Lisabata dalam bahasa adat yang
artinya Negeri. Selain Hena, untuk Lisabata sendiri dalam bahasa adat yaitu Iha,
Negeri Lisabata disebut sebagai Negeri penguasa pesisir pantai. Dikatakan sebagai
penguasa pesisir pantai karena, pada saat itu Negeri Lisabata menguasai tanah
Negeri Lisabata menguasai tanah pesisir pantai melalui perang adalah Perang
Pasanea.
Perang Pasanea, berawal dari adanya perang Huamual dengan Portogis dan
melarikan diri dari tanjung sial menuju suatu tempat untuk menjadi tempat
Latu dari Tala datang ke Lisabata ingin merubah tatanan dan adat istiadat yang ada
di Negeri Lisabata dan berusaha untuk berkuasa di atas Patti Sapalewa karena
menurut Kapitan Latu pada zaman itu belum adanya Hukum yang mengatur,
perkataan tersebut di dengar oleh Kapitan Lisabata Elake Punue dan Pattilouw
untuk melawan Kapitan Lisabata Elake Punue dan Pattilouw Laene, dan disitulah
mengusir Kapitan Latu dengan bala tentaranya dari Negeri Lisabata sampai di
starategi agar bisa membunuh Kapitan Latu atau di sebut Kapitan Mata Empat.
Pada zaman itu tidak satu Kapitanpun yang bisa membunuh Kapitan Latu (Kapita
Mata Empat) akhirnya Kapitan Lisabata Elake Punue mencoba menduduki kapitan
Latu, pada waktu itu Kapitan Latu sedang mandi dan semua jimat yang ada pada
Kapitan Latu (Kapitan Mata Empat) semuanya dilepaskan. Pada saat itupun juga
Elake Punue berusaha melompat untuk memotong Kapitan Latu dan Kapitan Latu
Elake Punue mengubur Kapitan Latu (Kapitan Mata Empat) di sungai tersebut dan
pada waktu mengubur Kapitan Latu (Kapitan Mata Empat) kukunya Keluar
Perang sudah berakhir lalu Perintah dari Kapitan Elake Punue Untuk balik
Ke Lisabata tetapi ada yang tidak mau balik ke Lisabata, karena mereka berfikir
sudah lama tinggal dan menetap di tempat tersebut atau Lisabata Timur. Akhirnya
Kapitan Elake Punue mengadakan musyawarah untuk mengangkat raja yaitu dari
marga Sitania, namun ada yang marga Sitania lainnya melakukan pemberontakan
antara marga Sitania Raja dengan Sitania bukan keturunan Raja, akhirnya marga
sitania lainnya lari dari Lisabata Timur ke suatu tempat yaitu Sukaraja.
Penduduk yang ada di Pasanea lama di bawa oleh masyarakat Lisabata dan
artinya (Gupasa Sadepa) Pasa itu Pohon Gupasa dan Nea itu Depa karena mereka
pesisir pantai. Kemudian dengan adanya Perang Pasanea ini sangat berkaitan erat
38
Hasil Wawancara Dari Para Petua Adat Negeri Lisabata, 6 Desember 2016
51
Bagian Barat.
karena tanah memiliki kedudukan dan manfaat sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini sangat berhubungan erat dengan tanah-tanah di Negeri Lisabata
menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan dan manfaat yang sangat penting
leluhur yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, akan tetapi
selain itu juga tanah dapat digunakan sebagai tempat penguburan ketika manusia
Dengan demikian dalam hukum adat ada dua hal yang menyebabkan tanah
a. Karena Sifatnya
yang bagaimanapun juga, masih bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan kadang-
b. Karena Fakta
tanah yang didukunginya terdapat hubungan yang sangat erat sekali, hubungan
yang mempunyai sumber serta yang bersifat Religio-magis. Hubungan yang erat
Hal ini sangat berkaitan erat dengan tanah-tanah yang ada di Negeri
Lisabata Kecamatan Tanwel Kabupaten Seram Bagian Barat. Untuk itu dengan
dan persaingan ekonomi semakin tinggi maka nilai tanah bukan lagi sekedar
kepentingan bagi setiap individu. Hal ini sangat membawa dampak negatif bagi
setiap tanah-tanah adat yang ada di Negeri Lisabata. Sementara dilihat dari segi
kedudukan dan manfaat yang sangat besar bagi lahan pertanian karena dilihat dari
data jumlah penduduk dari mata pencaharian bahwa sebagian besar dari
39
Suriyaman Mustari Pide, 2014. Hukum Adat Dahulu, kini dan akan datang, (Kencana,
Jakarta: hlm.75
53
pencaharian pokok. Dengan demikian bahwa tanah adat di Negeri Lisabata perlu
dijaga dan dilestarikan sebaik mungkin sehingga jauh dari pengaru teknologi dan
persaingan ekonomi yang semakin tinggi, sehingga tanah adat yang diberikan dari
Masyarakat Negeri Lisabata mengenal tanah Budel ini sejak dahulu kala
kuasai oleh setiap marga dan dapat di lestarikan secara turun temurun. Tanah budel
Budel dalam bahasa adat Lisabata itu sendiri tidak ada, namun orang-orang
Lisabata mengartikan Budel itu merupakan warisan keluarga. Hanya saja arti dari
pada tanah itu sendiri, yang dalam bahasa adat Negeri Lisabata disebut sebagai (
Tapen ) yang artinya Tanah, dalam penyebutanya biasanya di bilang tapen budel (
tanah budel ).
Berbicara mengenai tanah adat tidak dapat dipisahkan dengan sejarah tanah
adatnya juga tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat hukum adat selaku pemilik
pendapat dalam hal penguasaan dan pembagian atas tanah tersebut. Perbedaan
54
pendat ini berasal dari dua kalangan yakni kalangan Muda dan kalangan Tua.
Kalangan Muda yang di maksud adalah kalangan yang mulai berumur dari dua
puluhan sampai pada umur tiga puluhan, mereka berpendapat bahwa tanah-tanah
budel ini seharusnya dibagi-bagikan karena dilihat dari segi silsilah keturunan
berlangsung lama. Sementara pendapat dari kalangan tua bahwa tanah budel ini
tidak perlu di bagi-bagikan karena jika dibagi-bagikan maka tanah tersebut beralih
kepemilikan sebagai tanah dengan hak milik perorangan bukan lagi hak milik
1. hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
Demikian secara tidak langsung tanah adat ( budel ) yang telah diwariskan
adanya hukum adat. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18B menjamin
adanya masyarakat adat beserta hak-hak milik atas tanah adat. demikian pulah
lainnya. Hal inilah yang menyebabkan permasalahan dalam hal kepemilikan tanah
Selain tanah Budel, jenis hak atas tanah adat lainnya di Negeri Lisabata
antara lain Tanah Negeri, Tana Parusa dan Tanah perorangan ( individu ). Tanah
Negeri ini merupakan tanah bersama yang di kuasai oleh Negeri demi kepentingan
55
masyarakat Negeri. Tanah Negeri ini di gunakan untuk menanam tanaman umur
tanah serta hasil tanaman umur panjang ( cengkih ), maka ada kesepakatan yang
dibuat, antara Raja dan masyarakat Negeri Lisabata pada umumnya, bahwa dalam
hal pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan tanah hasil hutan lainnya diberikan
kewenangan kepada Raja sebagai kepala persekutuan hukum adat. Dalam hal ini
Raja hanya mengatur pemanfaatan dan pengelolaan atas tanah dan hasil tanaman
Tanah parusa di Negeri Lisabata berasal dari tanah hutan yang diperoleh
membuka hutan baru dengan hak pakai atas tanah dan digunakan untuk menanam
tanaman umur panjang berupa kelapa, cengkih, pala, dan coklat. Tanaman-tanaman
ini kemudian dikelolah secara terus menerus oleh pemilik tanah untuk
tidak dikelola atau dikelola secara terus menerus dalam pengertian tidak dipelihara
dan dikelola dengan baik sehingga tanaman-tanaman yang berada dilahan tersebut
musnah dan hilang tanpa bekas, dan kembali menjadi hutan, maka dengan
sendirinya hak pakai atas tanah tersebut kembali kepada petuanan (negeri).
Sebaliknya jika diusahakan secara terus menerus hak pakai menurut hukum adat
milik yang bebas dimiliki oleh seseorang kemudian dikuasai sepenuhnya. Tanah
perorangan ini berasal dari pemberian tanah warisan yang diberikan kepada
56
seseorang ( individu ) dengan penguasaanya secara hak milik yang bersifat tetap.
Dengan demikian dari tiga jenis tanah adat diatas khususnya tanah parusa,
menurut hemat penulis tanah tersebut sewaktu-waktu akan berubah dan beralih
kepada tanah hak bersama karena tanah ini dalam waktu lama jika pemilik tanah
tersebut meninggal dunia maka tanah tersebut diberikan kepada ahliwarinya ( anak
dari pemilik tanah ) kemudian akan berlangsung secara turun temurun. Dengan
yang dimiliki sehingga tanah tersebut dengan sendirinya akan berubah menjadi
masyarakat Lisabata sangat penting. Hal ini seperti yang terjadi pada tanah-tanah
mungkin sehingga hasil tanah yang digunakan dapat berguna bagi kelangsungan
Oleh karena itu peran Raja Negeri Lisabata sangat diperlukan untuk
Negeri Lisabata, setidaknya ada kebijakan secara aturan hukum adat yang berlaku
mencapai hasil yang menguntungkan bagi kedua belah pihak ( kalangan muda dan
57
kalangan tua ). Dengan demikian tercapainya masyarakat adil dan makmur, dan
jauh dari masalah sengketa terkait dengan hak atas tanah dalam kehidupan
Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat, yang timbul dari adanya perbedaan
pendapat antara kalangan muda dan kalangan tua, dimana kalangan muda
berpendapat bahwa dalam hal tanah budel seharusnya dibagi-bagi diantara anggota
kerabat yang menguasai tanah budel tersebut. Hal ini disebabkan karena dilihat
dari segi silsilah keturunan dari kerabat semakin hari semakin bertambah,
menimbulkan konflik dalam hal penguasaan tanah budel tersebut. Sementara itu
dari kalangan tua berpendapat bahwa tanah budel ini tidak perlu di bagi-bagikan
karena jika dibagi-bagikan maka hak tanah tersebut menjadi berubah sebagai tanah
bahwa tanah budel sebaiknya tidak dibagi-bagi menjadi milik perorangan. karena
dengan melihat fakta yang terjadi didalam kehidupan masyarakat adat Negeri
Lisabata bahwa dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan tanah adat ( budel )
contoh : Misalnya tanaman-tanama di atas tanah budel seperti durian dan kelapa,
yang merupakan tanaman umur panjang yang ditanam oleh orang tua, pada setiap
musim sehingga dapat dinikmati sendiri atau dijual, untuk keperluan kehidupan
58
atas tanah budel tersebut dibagi-bagi secara adil diantara anggota marga.
Hal ini menurut hemat penulis akan membawa dampak positif bagi setiap
demikian maka terwujudnya masyarakat yang hidup rukun, damai serta adil dan
makmur.
pemilik hak atas tanah mempunyai kewenangan untuk berbuat dan bebas memiliki
dan disewakan kepada masyarakat lain. Hal ini bukan saja menyebabkan
lemahnya asas hidup kekeluargaan dan tolong menolong atau keluarga yang satu
dengan keluarga lainnya.40 Lebih dari itu menurut hemat penulis kehidupan yang
individualistik.
40
Hilman Hadikusuma, 1999, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundang-Undangan
Hukum Adat, Hukum Agama, Hukum Islam, Penerbit, Citra Aditya Bakti., Bandung, Hal.
16
59
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
kesimpulan bahwa dalam hal penguasaan dan pembagian tanah Budel di Negeri
perdebatan dan perbedaan pendapat dari dua kalangan yakni kalangan muda dan
kalangan tua.
Kalangan tua berpendapat bahwa tanah budel ini tidak perlu dibagikan
karena dikhawatirkan tanah adat akan menjadi tanah dengan hak milik perorangan
sehingga tanah adat akan menjadi hilang. Sementara kalangan muda berpendapat
bahwa tanah budel harus dibagikan karena mengingat keturunan yang semakin
bertambah, persaingan ekonomi semakin tinggi dan pola pikir masyarakat mulai
berubah dari pola pikir komunal ke pola pikir individualistik. sementara jumlah
anggota kerabat.
Oleh karena itu peran Raja Negeri Lisabata sangat diperlukan Untuk
mengatasi persoalan-persoalan hak atas tanah adat, khususnya atas tanah Budel,
setidaknya ada kebijakan aturan hukum yang menegaskan bahwa tanah budel tidak
B. SARAN
Disarankan bahawa untuk Tanah budel tidak perlu dibagikan karena jangan
sampai hilangnya tanah adat. Dalam hukum tanah adat, undang-undang masih
menjamin dan menjujung tinggi nilai adat istiadat. Kemudian perlu adanya
penyuluhan dan sosialisasi serta informasi kepada masyarakat secara umum dan
secara khusus untuk masyarakat Lisabata akan pentingnya tanah adat dalam
masyarakat hukum adat dan hah-hak atas tanah adat, sehingga tanah-tanah adat
yang ada di Negeri Lisabata Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat
khususnya tanah Budel dapat terjaga dan dilestarikan secara turun temurun dengan
bijaksana.