Hak Ulayat
1. Pengertian Hak Ulayat
Secara umum, pengertian hak ulayat utamanya berkenaan dengan hubungan hukum antara
masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya. Hubungan hukum tersebut berisi
wewenang dan kewajiban. Dalam pengertian “tanah dalam lingkungan wilayahnya” itu mencakup
luas kewenangan masyarakat hukum adat yang berkenaa dengan tanah, termasuk segala isinya, yakni
perairan tumbuh-tumbuhan dan binatang dalam wilayah yang menjadi sumber kehidupan dan mata
pencaharianya. Pemahaman ini penting karena pada umumnya pembicaraan mengenai hak ulayat
hanya di fokuskan pada hubungan hukum dengan tanahnya.
Pengertian terhadap hak ulayat di tegaskan dalam Pasal 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang mengatakan bahwa “Hak Ulayat adalah hak persekutuan
yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan
lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta
isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Menurut Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun
1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (salanjutnya
disebut Permen Agraria Nomor 5 Tahun 1999) Pasal 1 memberikan pengertian bahwa “Hak ulayat
dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah
kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya
alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang
timbul dari hubungan secara turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut
dengan wilayah yang bersangkutan lahiriah dan batiniah.
Menurut Boedi Harsono adalah Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban
suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan
wilayahnya, yang merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang
bersangkutan sepanjang masa.Wewenang dan kewajiban tersebut yang termasuk bidang hukum
perdata, yaitu yang berhubungan dengan hak bersama kepunyaan atas tanah tersebut.Ada juga
termasuk hukum publik, berupa tugas kewenangan untuk mengelola, mengatur dan memimpin
peruntukkan, penggunaan dan pemeliharaannya.
Hak Ulayat merupakan sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hukum adat sedangkan
dikalangan masyarakat hukum adat diberbagai daerah dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Hak
Ulayat adalah hak penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam hukum adat yang meliputi semua tanah
yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat hukum adat tertentu, yang merupakan
tanah kepunyaan bersama para warganya.Hak ulayat bersifat Magis Religius artinya hak ulayat
merupakan tanah milik bersama, yang diyakini sebagai sesuatu yang memiliki sifat gaib dan
merupakan peninggalan nenek moyang dan para leluhur kepada masyarakat adat sebagai unsur
terpenting bagi kehidupan mereka sepanjang masa.
2. Subjek Hak Ulayat
Subjek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat tertentu, bukan orang- perorangan dan bukan kepala
persekutuan adat.Kepala persekutuan adat adalah pelaksana kewenangan masyarakat hukum adat,
dalam kedudukanya selaku petugas masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dengan demikian,
subjek hak ulayat di jabarkan sebagai masyarakat yang terikat oleh hukum adat, baik secara
geneologis (persamaan garis keturunan) maupun teritorial (kesamaan tempat tinggal).Masyarakat
hukum adat memiliki ikatan sosial (geneologis dan teritorial). Persamaan Genealogis (persamaan
garis keturunan) merupakan orang-orang yang memiliki satu nenek moyang atau memiliki hubungan
darah yang sama. Sementara persamaan teritorial (persamaan wilayah) merupakan kelompok
masyarakat hukum adat yang menempati wilayah yang sama dan memiliki kewenangan untuk
mengatur dan memimpin semua aspek kehidupanya.
3. Objek Hak Ulayat
Objek hak ulayat adalah wilayah berupa lingkungan hukum tempat masyarakat hukum adat hidup,
mengusahakan dan mengambil hasil untuk kehidupan sehari-hari. Kewenangan mengatur hubungan
hukum pada masyarakat hukum adat dengan wilayah di dasarkan pada hukum adat yaitu norma-
norma yang hidup di dalam masyarakat hukum adat yang di patuhi dan mempunyai sanksi. Mengenai
objek hak ulayat dapat di bedakan menjadi 3 bagian yaitu :
a. Tanah
b. Air (perairan seperti: kali, danau, pantai serta perairanya) tumbuh-tumbuhan yang hidup
secara liar (pohon buah-buahan, pohon untuk kayu pertukangan atau kayu bakar dan
sebagainya.
c. Binatang liar yang hidup di alam bebas.
2. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa perbuatan
hukum administrasi pertanahan meliputi :
a. Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;
b. Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya;
c. Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum
administrasi dalam penerbitannya.
Dalam melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertenahan, BPN RI
menetapkan beberapa keriteria terhadap kasus pertanahan yang dinyatakan selesai sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 72 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang pengelolahan
pengkajian dan penanganan kasus pertanahan yaitu:
a. Kriteria Satu (K-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan
dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa;
b. Kriteria Dua (K-2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah,
pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah, atau perbuatan hukum
lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan;
c. Kriteria Tiga (K-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang
ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang
lain yang disetujui oleh para pihak;
d. Kriteria Empat (K-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang
intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses perkara di
pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan untuk berdamai;
e. Kriteria Lima (K-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang
menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk
kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain.
Seiring dengan berjalanya waktu, penyelesaian sengketa pertanahan semakin banyak di lakukan
dengan cara musyawarah. Sengketa pertanahan yang lebih banyak berkaitan dengan masalah
kepentingan atau interes para pihak, relatif lebih mudah dapat di selesaikan melalui cara musyawarah
sepanjang kedua belah pihak saling terbuka dan menginginkan jalan keluar yang terbaik bagi semua
pihak.
Misalnya ada anggota masyarakat yang terlibat pertikaian diupayakan dapat selesai secara
musyawarah atau dibantu penyelesaiannya oleh para orang tua atau yang dituakan, tokoh masyarakat,
tokoh adat untuk mencari jalan keluar dengan menekankan nilai-nilai luhur yang di anut oleh
masyarakat setempat. Kendatipun cara-cara demikian sedikit demi sedikit mengalami erosi akan tetapi
cara-cara demikian masih ada yang tetap berlangsung hingga sekarang. Bentuk suatu penyelesaian
sengketa merupakan serangkaian aktivitas yang diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan
menggunakan strategi untuk menyelesaikannya.Mekanisme penyelesaian sengketa dapat muncul
dalam berbagai bentuk.Secara umum media penyelesaian sengketa yang tersedia dapat digolongkan
dalam dua bentuk yaitu melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau sering
disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution). Berdasarkan
pengalaman penyelesaian yang lebih efektif adalah melalui jalur di luar pengadilan yang pada
umumnya di tempuh melalui cara perundingan yang di pimpin atau di prakarsai oleh pihak ke tiga
yang netral atau tidak memihak. Pilihan penyelesaian sengketa dengan cara perundingan mempunyai
kelebihan bila di bandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menarik di lihat dari
segi waktu, biaya, dan tenaga/ pikiran.Disamping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian
lembaga pengadilan dan kendala administratif yang melingkupinya membuat pengadilan merupakan
pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa. Dengan demikian, penyelesaian sengketa di luar
pengadilan dapat di tempuh dengan berbagai bentuk. Berikut penulis akan menguraikan beberapa
bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti mediasi, negosiasi, arbitrasi .
A. Mediasi
Keberadaan mediasi sebagai salah satu bentuk mekanisme penyelesaian sengketa alternatif
(alternative dispute resolution/ADR) bukan suatu hal yang asing, karena cara penyelesaian konflik itu
merupakan bagian dari norma sosial yang hidup, atau paling tidak, pernah hidup dalam masyarakat.
Hal ini, di telusuri dari kenyataan bahwa kehidupan masyarakat lebih berorientasi pada keseimbangan
dan keharmonisan, yang intinya, adalah bahwa semua orang merasa di hormati, di hargai, dan tidak
ada yang di kalahkan kepentinganya.19 Mediator adalah pihak ketiga atau penengah yang netral dan
independen yang tugasnya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan
masalahnya, tetapi tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan baik ditunjuk secara
bersama oleh para pihak atau ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa yang ditunjuk oleh para pihak. Fungsi mediator antara lain adalah membantu para pihak
menyelesaikan sengketa, membingkai persoalan yang ada agar menjadi masalah yang perluh dihadapi
bersama serta merumuskan berbagai pilihan penyelesaiansengketanya itu.
Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui mediasi memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut:
1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan perundingan
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4. Mediator bersifat pasif dan hanya dan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan penyambung
lidah dari para pihak yang bersengketa, sehingga tidak terlibat dalam menyusun dan
merumuskan rancangan atau proposal kesepakatan.
5. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan
berlangsung.
6. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Peran mediator dalam penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut:
1. memanggil para pihak yang bersengketa
2. menyediakan tempat
3. membuat notulen pertemuan
4. merumuskan titik temu atau kesempatan dari para pihak
5. menyusun dan mengusulkan alternative pemecahan masalah
6. membantu para pihak menganalisis alternative memecakan masalah
7. membujuk para pihak untuk menerima usulan tertentu
Proses penyelesaian sengketa dengan cara mediasi memilik beberapa kelebihan dan juga
kelemahan.
Kelebihan mediasi
a. penyelesaian bersifat informal
b. yang menyelesaikan sengketa adalah pihak sendiri
c. jangka waktu penyelesaian singkat
d. biaya ringan
e. tidak perluh aturan pembuktian
f. hasil yang di tuju sama-sama puas
Kekurangan mediasi
a. dari pihak mediatornya sendiri, mediasi ini merupakan tugas yang melelahkan dan sering
tidak memberikan penghargaan yang cukup, serta memerlukan kesabaran ekstra untuk
menghadapi para pihak yang bersengketa.
b. mediasi tidak dapat dipaksakan jika para pihak atau salah satu pihak tidak mau
melakukannya.
c. dengan melakukan mediasi maka telah mengakui masalah tersebut adalah masalah sengketa
internasional sehingga jika ada perselisihan mengenai pertanggungjawaban internasional,
pihak yang bersengketa tidak akan mau dilakukan mediasi.
d. jika salah satu pihak merasa yakin untuk memenangkan persengketaan maka tidak akan mau
untuk dilakukan mediasi, sebab dalam mediasi selalu dicari jalan win- win solution.
B. Negosiasi
Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa
menempatkan negosiasi sebagai cara penyelesaian tersendiri. Dalam Pasal 6 ayat (2) dinyatakan :
"Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung para pihak"
Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk menetapkan keputusan di antara
pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda.Kedua belah pihak dalam negosiasi ini
memiliki hak atas hasil akhir.Hasil akhir dalam negosiasi ini memerlukan persetujuan kedua belah
pihak sehingga terjadi proses saling memberi dan menerima sesuatu untuk mencapai kesepakatan
bersama. Negosiasi bertujuan untuk mendapatkan atau mencapai kata sepakat yang mengandung
kesamaan persepsi, saling pengertian dan persetujuan untuk mencapai kondisi saling
menguntungkan dimana masing-masing pihak merasa menang (win-win solution). Upaya
penyelesaian sengketa dengan cara negosiasi tentu memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan.
Kelebihan Negosiasi
a. mengetahui pandanga pihak lawan
b. kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar pihak lawan;
c. memungkinkan sengketa secara bersama-sama
d. mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak;
e. tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Kelemahan Negoisasi
a. tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak;
b. tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan;
c. sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi yang
dirahasiakan lawan;
e. dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak;
f. dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Dari uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa berdasarkan pengalaman, masyarakat
lebih memilih menyelesaikan sengketa di luar pengadilan di banding berperkara di pengadilan.Hal ini
di karenakan, penyelesaian sengketa di pengadilan sangat berbelit-belit artinya membutuhkan waktu
yang lama, biaya yang banyak, serta menguras tenaga/pikiran sehingga para pihak yang bersengketa
lebih memilih menyelesaiakan di luar pengadilan. Dalam penyelesaian sengketa dengan bentuk
mediasi, negoisasi, konsiliasi, dan arbitrase seperti yang telah dijelaskan di atas, tentunya masing-
masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Walaupun demikian, upaya penyelesaian di luar
pengadilan tersebut lebih berorientasi pada keseimbangan dan keharmonisan, yang intinya adalah
bahwa semua orang merasa di hormati, di hargai, dan tidak ada yang di kalahkan
kepentingannya.Penyelesaian sengketa seperti ini, memberikan kepada para pihak kesamaan
kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan yang di capai menurut kesepakatan bersama
tanpa ada tekanan atau paksaan.Dengan demikian, solusi yang di hasilkan mengarah kepada win-win
solution.