Anda di halaman 1dari 2

Konsep Tanah Ulayat

Tanah Ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak
penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat. Hak ulayat merupakan
serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah
yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.

Pengakuan terhadap hak ulayat pasal 3 UUPA diadakan ketentuan mengenai hak ulayat dari ketentuan-
ketentuan masyarakat hukum adat yang ada, akan mendudukkan hak ulayat tersebut sepanjang
kenyataannya masih ada dan harus sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara serta tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi.

Hak ulayat tidak terbatas hanya pada tanah, melainkan meliputi bumi, air dan ruang angkasa. Tanah
ulayat hanyalah bagian dari objek dari hak ulayat baik yang sudah maupun yang belum diberati dengan
hak perorangan. Dengan demikian istilah tanah ulayat tidak tertuju kepada tanah kosong melainkan pula
tanah yang sudah diberati dengan hak anggota persekutuan.

Selain UUPA Pengertian hak ulayat dapat dilihat berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat (Selanjutnya disebut dengan Permen Agraria/Kepala BPN
Nomor 5 Tahun 1999),

hak ulayat, yaitu :

Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, (untuk selanjutnya disebut hak ulayat),
adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas
wilayah tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber
daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang
timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turuntemurun dan tidak terputus antara masyarakat
hukum adat, tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

Pada prinsipnya tanah ulayat merupakan jenis tanah yang berbeda dari tanah titisara, tanah bengkok,
tanah gogolan, dan tanah kesikepan yang merupakan tanah adat kemudian dikonversi sesuai Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menjadi hak milik atau hak
pakai. Sedangkan tanah ulayat lingkup cakupannya lebih luas daripada tanah adat, sementara tanah
adat merupakan bagian dari tanah ulayat. Dengan demikian, tanah ulayat yang dimaksud sebagai aset
desa dalam sistem pemerintahan desa adat atau pemerintahan lokal identik memiliki sistem asli yang
masih hidup di dalam masyarakat .

Kaidah hukum yang ada belum mencerminkan kepastian hukum terhadap status hukum tanah ulayat
masyarakat hukum adat. Pengakuan mengenai tanah ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria. Namun, pada peraturan pelaksananya belum memberikan kepastian hukum terhadap
hak masyarakat hukum adat. Bahkan kaidah hukum yang ada lebih mempersempit keberadaan
masyarakat hukum adat untuk eksis dengan menyebutkan istilah atau definisi pemaknaan masyarakat
hukum adat pada konteksnya berbeda-beda

Anda mungkin juga menyukai