Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN

UMUM JALAN TOL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN

1960

A. Dasar Hukum Pengadaan Tanah

Pada dasarnya permasalahan tanah di Negara Republik Indonesia telah diatur


di dalam Pasal ayat (3) (UUD 1945) yang menyatakan bahwa bumi,air dan
kekayaan yang terkandung di dalammnya dikuasai oleh Negara dan di
pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut di
jabarkan lebih lanjut dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yaitu atas dasar dalam ketentuan dan hal-hal sebagai yang
di maksud dalam pasal 1, bumi , air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalammnya itu pada tingkatan tertinggi di kuasai oleh Negara, sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakayat” Tanah (permukaan bumi) dalah bagian
kecil dari agraria.
Ketentuan dalam UPA Pasal 2 ayat (1) menjelasakan bahwa bumi , air
dan ruang angkasa yang berada di dalaam wilayah Republik Indonesia menjadi
bagian dari Indonesia serta kemerdekaannya diperjuangkan pula bangsa Indonesia
secara keseluruhan sekaligus sebagai kedaulatan bangsa bernegara tentu menjadi
hak para pemiliknya. Sesuai dengan pengaturan Pasal ini pula pengaturan
tersebut di atas penggunaan kata “dikuasai” bukanlah arti “dimiliki” , akan tetapi
memberikan wewenangnya kepada Negara dalam tiga hal, yaitu : mengatur dan
menyelenggarakan , peruntukan , penggunaan , persediaan, dan pemeiliharaan
terhadap tanah , serta mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang- orang
dan tanah, dan mengatur hubungan hukum antar orang perorang dengna perbuatan
hukum yang mengatur keseluruhan tentang tanah (UPA. Pasal 2 ayat 2).

1
Sementara itu pengertian “dikuasai” dan “dipergunakan” dalah dua hal
yang berbeda, dipergunakan itu sebagai tujuan daripada di kuasai, meskipun kata
penghubung “dan”, hingga itu nampaknya dua hal yang tidak ada sangkut pautnya
dalam hubungan sebab akibat. Pengertian dikuasai, bukan berarati dimiliki tetapi
kepada Negara di berikan wewenang sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2
ayat (2) UPA itu ( Nontonogoro), sekiranya Negara itu hendak juag di katakan
sebagai pemilik tanah, maka haruslah di fahami terlebih dahulu konteks hukum
publik , bukan sebagai pemilik dalam makna yang bersifat privat , maknanya ,
Negara memeliki wewenang secara juridi formal sebagai pengatur, pelaksana dan
pengendali kegiatan-kegiatan penguasaan, pemilikan,penggunaan , dan
pemanfaatan tanah itu (Jack Reynold)
Kaedah “hak mengiasai Negara” dan kaedah “ dipergunakan untuk
sepenuhnya kemakmuran rakyat” dalah dua hal yang pada hakikatnya tidak bias
dipisahkan satu sama lain, karena secra system memiliki keterkaitan. “Hak
menguasai Negara” merupakan sebagai alat, sedangkan “ dipergunakan untuk
sepenuhnya kemakmuran rakyat” ini merupakan tujuan yang hendak di capai
(Baqir Manan) harus pula dipahami hakikat dari sifat hal menguasai Negara itu
akan melindungi pengertian sebagai pemahaman perlunya peran pemerintah
secara fisik, pengaturan secara hukum dalam mengatur penguasaan, pemilikan,
dan penggunan tanah agar pemanfaatannya ditujukan ke arah tujuan nasional
(Lutfi Nasution)
Pada dasar UUD45 dan dinormaktifkan ini juga mengarah pada konsep
hak penguasaan atas tanah yang akan diberikan kepada perseorangan, badan
hukum privat dan badan hukum publik ( tanah untuk lembaga pemerintah )
Secara langsung pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan mandat itu
dalam bentuk : peraturan yang berkaitan dengan penggunaan/ peruntukan,
persediaan dalam bentuk tanah , mentapkan peraturan tentang hak apa saja yang
akan dikembangkan dari hak menguasai negara itu, menetapkan peraturan itu
sebagaimana harusnya sehubugan dengan perseorangan atau badan hukum itu
dengan tanah (AP PARLINDUNGAN ) atas dasar mandat inilah , Negara dapat

2
diberi kewenangan untuk memberikan hak atas tanah kepada dan dimiliki
perseorangan dan atau badan hukum 1(UUPA, Pasal 4)
Dalam kajian budaya Indonesia masih beranggpan bahawa kepemilikan
tanah terhadap tanah dalah kepemilikan yang mutlak , ialah tidak bisa di ganggu
gugat oleh siapapun termasuk oleh pemerintah/Negara , dengan adanya anggapan
ini para pemilik tanah sulit untuk melepaskan tanahnya walaupun tanahnya
dibutuhkan oleh Negara yang akan di gunakan untuk kepentingan umum . (Pasal
6) UPA membatasi ketentuan kepemilikan tanah tersebut yaitu semua hak tas
tanah mempunyai fungsi sosial , wujud dari fungsi sosial tanah tersebut dapat
digunakan untuk kepentingan umum atau kepentingan orang banyak sesuai
dengan keadaan dan sifatnya sehingga berfungsi bagi si pemilik,masyarkat ,bukan
merupakan kepentingan pribadi dan haruslah seimbang sehingga tana dapat di
pergunakan untuk kepentingan umum.
Pasal 6 ini juga menyatakan bahwa seluruh hak tas tanah yang ada di
jelakan , semuanya memiliki fungsi sosial2. Pada intinya penggunaaan tanah
haruslah harusahsesuai dengan keadaan dan sifat dan sifat dari haknya , hingga
bermanfaat bagi keejahteraan dan kemanfaatan yang memilikinya maupun pula
bermanfaat bagi masyarakat dan Negara .
Atas dasar menguasai Negara , Negara juga memberikan bermacam hak
demi mewujudkan fungsi sosial seperti yang dijelaskan oleh Pasal 6 , memperoleh
berbagai macam hak tas tanah untuk digunakan pemiliknya sesuai dengna
kewenangannya. Dalam hal ini Negara memberikan wewenangnya kepada
pemilik tanah untuk memperdayakan tanahnya serta mengambil manfaat dari
tanah yang dimilikinya. Hak atas tanah ini pula, negera mengamanati serangkaian
wewenang serta kewajiban , dan konsekuensi hukum bagi pemiliknya , adapun
jenis hak tanah yang diberikan UPA , dalah Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan , Hak Pakai , Hak Sewa, Hak Membuka Tanah , Hak Memungut
Hasil Hutan dn hak hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak yang sifatnya
sementara .3
1
Pasal 4 UUPA
2
Sugianto dan Leliyah, Pengadaan tanah untuk kepeningan umum, Cv Budi Utama , 2017, hlm.55.
3
Pasal 16

3
Dalam halnya Hak Milik diatur lebih rinci oleh UPA dalam Pasal 20 jo.
27 , Dalam UPA Pengertian hak milik di rumuskan dalam pasal 20 UPA
mengingat ketentuan Pasal 6 hak milik dalah hak turun-temurun , terkuat dan
terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah , dam hak milik dapat beralih dan
di alihkan kepada pihak lain 4
Sifat yang dimiliki hak inilah yang membedaknnya dengna hak- hak jenis
yang lain tetapi sifat dari hak ini tidak berarti bahwa “mutlak,tak terbatas dan
tidak dapat di ganggu gugat” sebagaiman pengertian yang asli dulu. Sifat hal
inilah yang akan bertentangan dengan sistematika hukum adat dan fungsi sosial
dari masing-masing hak. Dengan makna terkuat dan terpenuh mendasari
perbedaannya dengan hak guana usaha , hak guna bangunan , hak pakai dan hak
hak lainnya , hal itulah yang menunjukkan diantaara hak- ha k atas tanah hak
yang terkuat dan yang tepenuh dalah hak milik. 5
Terjadinya hak milik merupakan hak yang di berikan Negara kepada
rakyat dan rangkaian pemberian hak atas tanah yang di amanatkan dalam UPA
yang di dalamnya Pasal UPA salah satunya, terjadinya hak milik menurut hukum
adat diatur lebih rinci di peraturan pemerintah, selain menurut tata cara yang
disebutkan ayat 1 pasal ini menyebutkan hak milik terjadi karena
1. Penetapan pemerintah menurut tata cara dan syarat yang di tetapkan oleh
peraturan pemerintah
2. Terjadi karena menurut ketentuan undang-undang 6
Terjadinya hak milik karena ketentuan undang-undang dalah atas dasar
ketentuan di konversi menurut UPA. Semua hak atas tanah yang ada sebelum
tanggal 24 september 1960 dikonversi menjadi satu hak yang baru. Dapat di
didasari salah satu tujuan dari terbentuknya UPA bertujuan memberikan kepastian
hukum bagi seluruh rakyat mengenaihak-haknya atas tanah Maka perundang-
Undang agrarian di indonesia mengatur tentang pendaftran tanah dalam rangka
menjamin kepastian hukum bagi pemegang ha k atas tanah.

4
UUPA, Pasal 20
5
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Jakarta, Sinar
Grafika,2018,hlm.60
6
UUPA Pasal 22

4
Faktor terjadi hak milik karena penetapan pemerintah memerlukan suatu
proses, dimulai dengan mengajukan permohonan kepada instansi pemerintah
yang mengurtus tanah , selanjutnya instansi tersebut mengeluarkan surat
keputusan pemberian hak milik kepada pemohon. Setelah itu pemohon
berkewajiban untuk mendaftar haknya tersebut kepada pendaftaraan tanah untuk
dibuatkan buku tanah kepada pemohon diberikan sertifikat yang terdiri dari
salinan buku tanah dan surat dan surat ukur guna bukti dari haknya tersebut.
Menurut undang-undang “sertifikat” merupakan alat pembuktian yang kuat
sehingga bagi pemilikknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.
Dengan adanya sertfikat tanah tersebut pemegang terjamin eksistensinya dalam
hak atas tanah yang dimiliknya.7Hak milik lahir pada waktu dibuatnya buku tanah
sebagai pembenan hak kepada pemilik utnuk mengelola dan memperdayaakan hak
yang sudah terdapat pada pemegang hak. 8
6Kekuasaan Negara tentang tanah yang sudah di amanahkan oleh Negara
kepada orang atau badan hukum dengan suatu hak yang sudah di batasi yang
berasal dari hak itu , sedangkan kekuasaan Negara atas yang tidak dipunyai
dengan suatu hak oleh seseorang atau badan hukum lebih luas dan penuh. Negara
dapat memberikan tanah itu depada seseorang atau badan hukum dengan suatu
hak yang diikat menurut peruntukkan dan keperluannya. Di dalam hal tersebut
Negara atas tanah banyak ataupun sedikit di batasi juga dengan hak ualayat
sepanjang menurut peruntukkan dan keperluannya pula. Dan dalam dari pada itu
kekuasaan Negara atas tanah di batasi pula oleh hak ulayat sepanjang kenyataan
hak itu masih ada. 9
Prinsip “Hak menguasai Negara” dan prinsip “ dipergunakaan untuk
kepentingan dan kemakmuran rakyat” dalah dua aspek yang berbeda dan tidak
dapat di pisahkan antar prisnsip satu dan lainnya karena prinsip ini merupakan
7
Arifin Bur dan Desi Apriani , Kepastian Hukum Dan Perlindungan Hukum
Dalam Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Jurnal Mulia Hukum,
2021, hlm.222
8
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Jakarta, Sinar
Grafika,2018,hlm.65.

9
A.A. Oka Mahendra, Menguak Masalah Hukum,Demokrasi Dan Pertanahan, Pustaka Sinar
Harapan, Cet I,Jakarta, 1996, hal. 253

5
satu kesatuan sistem yang sistemik10. yang dikatakan “ Hak menguasai Negara”
merupakan alat sementara “ dipergunakan sepenuhnya kemakmuran rakyat “
merupakan tujuan (Baqir mana: 1999) . hal ini harus ditafsirkan hakikat sifat dari
hak menguasai Negara itu akan mengandung pengertian peran penting aktif
pemerintah secara langsung , pengaturan secara hukum dalam mengatur
penguasaan,kepemilikkan,dan penggunaan tanah agar pemanfaatannya ditujukan
kearah yang sesuai dengan tujuan pencapain nasional. ( Lutfi nasution 2002:2) .
penjalasan klasik tentang kewenangan Negara itu terdapat di UUPA , yang
menegaskan bahwa , atas dasar ketentuan Pasal 33 Ayat UUD dan hal-hal yang di
maksud dalam Pasal 1 bumi, air, dan ruang angkasa , termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi yang dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari seluruh rakyat (UPA, Pasal 2
Ayat 1).
Dengan mengikuti ketentuan kewenangan Negara dalam UPA ternyata
berawal untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD tidak
pada tempatnya Negara melakukan dan bertindak seba gai pemilik tanah, tetapi
lebih tepat jika negara bertindak selaku badan penguasaan . dari sisi inilah melihat
arti luas dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UPA .
Klasifikasi mengenai kewenangan Negara yang berawal pada Pasal 33
ayat (3) , seharusnya berfokus pada makna “dikuasai” oleh negara ini , yaitu pada
awal pemikiran “dikasai” dan “dimiliki” , dan makna dari perkataan “ dikuasai “
dan “ dipergunakan”. Pengertian dari kata “ dikuasai” oleh Negara itu bukan
berarti di-miliki melainkan hak yang memberi wewenang kepada Negara untuk
mengatur dalam 3 hal, yaitu :
Pertama, mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan,
penggunaan ,persediaan, dan pemeliharaan tanah, menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara individu dengan tanah yang dimilikinya ,
menentukan dan mengatur hubungan mengenai tanah (UPA. Pasal 2 Ayat 2 ) .
Sedangkan pengertian “dikuasai” dan “dipergunakan” dalah dua hal yang berbeda,
10
Arifin Bur , Hak mengeasai Negara merupakan prinsip dasar kewenangan Negara dalam
pemilikan dan penguasaan tanah (kajian hak pakai khusus atas tanah ) , In: International
Seminar, Economic Regional Development, Universitas Islam Riau Indonesia, 2010, Hlm.8.

6
digunakan sebagai tujuan dari dikuasai, meskipun kata hubunganya berupa “dan” ,
sehingga tampaknya dua hal yang tidak ada korelasinya dalam hubungan sebab
akibat. Pengertian dikuasai bukan berarti dimiliki tetapi kepada Negara diberikan
kewenangan sebagaimana disebut dalam Pasal 2 Ayat 2 UPA.11 Pengertian ini di
tetapkan bahwa isi dari wewenang negara itu semata-mata “bersifat publik” , yaitu
wewenang untuk mengatur regulasi dan bukan wewenang untuk menguasai tanah
secara fisik dan menggunakan tanah sebagai wewenang penguasaan penuh hak
atas tanah yang bersifat pribadi. 12
Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) UPA ditentukan ada bermacam-macam hak atas tanah yang dapat
diberikan dan di punyai oleh orang atau badan hukum dengan ketentuan antara
lain sebagai berikut :
1. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial
2. Pemikiran dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan.
3. Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan hukum
yang sepenuhnya dengan tanah.
4. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak asas
pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan sendiri atau
mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara
pemerasan.
5. Melakukan pengendalian pemanfaatan tanah melalui kegiatan pengawasan
dan penertiban pemanfaatan tanah sesuai dengan kondisi tanah dan
rencana peruntukannya.
6. Menertibkan peraturan-peraturan sebagai pelaksanaan UPA.13
Dalam rumusan Pasal 4 ayat (2) Hak Atas tanah dalah wewenang untuk
mempergunakan tanah tersebut sekedar diperlukan untuk kepentingan yang secara
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas yang ditentukan
11
Notonegoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Bina Aksara,Jakarta ,1986,
hlm.7.
12
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria), Citra Media, Yogyakarta,2007, hlm.7
13
UUPA, Pasal 2 Ayat (1)

7
oleh undang-undang atau ketentuan peraturan hukum yang lebih tinggi .
14

Diketentuan Pasal 4 UPA di tentukan bermacam ha k atas tanah yang berasal dari
hak menguasai oleh Negara , dalam Pasal 16 yaitu 15
: Hak milik , Hak Guna
Usaha , Hak Guna Bangunan , Hak pakai , Hak sewa, Hak Membuka Tanah , hak
Memungut Hasil Hutan , dan hak-hak lainnya yang di tetapkan undang-undang
serta hak yang bersifatnya sementara sebagai yang dis ebutkan dalam Pasal 53
UPA termasuk Hak pengelolaan, hak Milik Satuan Rumah Susun , Hak
tanggungan Atas tanah , Hak Guna Ruang tanah .
Hak pakai khusus tanah atas tanah merupakan penyebutan yang di berikan
oleh ilmu hukum dibidang pertanahan yang di maksud pasal 41, 42 dan penjelasan
umum II/2 UPA serta pada PP.No.40 tahun 1996 . Seharusnya pemerintah
berupaya menetapkan hak pakai ini dengan undang-undang seperti hak
pengelolaan itu karena , diberi langkah peluang oleh Pasal 16 dimana kekuasaan
Negara bersumber pada kewenangan Negara itu sendiri sangat besar, peraturan
perundang-undang di Indonesia memberikan kekuasaan yang besar dan sangat
luas batasnya kepada Negara untuk menguasai tanah di Indonesia , akibatnya
terjadi dominasi hak menguasai Negara dan memberiukan peluang untuk
bertindak-sewenang . Ketentuan-ketentuan pokok dalam menetapkan hak pakai
khusus tanah ini dalam sistematika hak penguasaan atas tanah harus mengukuti
unsur-unsur yang wujudnya dalam hak penguasaan atas tanah . Ditinjau dari
unsur-unsur hak pakai ini, ternyata unsur tersebut sangat berbeda dengan hak
lainnya perbedaannya terletak pada unsur subjeknya, tanah sebagai objek ,
pembebanan dan pemindahan sekaligus peralihan haknya.
Khusus berakhirnya Hak Milik atas tanah UPA mengatur adanya 2 pasal yang
berkenaan dengan hal tersebut . Mengenai terjadinya hak milik di atur lebih rinci
di Pasal 22 UUPA , salah satunya terjadi hak milik menurut hukum adat diatur
dengan selarasnya peraturan pemerintah . Kedua, selain itu hak milik juga terjadi

14
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah ,
Alumni,Bandung ,1991,hlm.83
15
UUPA Pasal 4

8
karena adanya penetapan pemerintah , dari cara dan syarat yang di tetapkan
dengan peraturan pemerintah dan ketentuan undang-undang 16
Hak hak atas tanah tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat relatif (terbatas)
untuk kepentingan umum , Negara dapat melakukan pencabutan atas tanah,
dengan memberikan ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak . 17
Hal ini
juga selaras dengan dasar hukum pencabutan hak atas tanah yang termuat dalam
UPA yaitu pada Pasal 18 UPA .
Dalam pasal 18 menyebutkan dan menjaminkan guna pengadaan tanah
demi kepentingan umum bisa di lakukan dengan cara pencabutan hak atas tanah .
sedangkan yang di maksud dengan kepentingan umum yaitu berupa kepentingan
bangsa , negara dan seluruh rakayat . Pencabutan ini di lakukan bukan hanya
sekedar mengambil alih hak a tas tanah yang dimiliki pemegang hak tanah
individu atau golongan menjadikan tanah tersebut sebagai tanah negara , akan
tetapi menajalankan peran ikut andil dalam kepentingan negara seharusnya
memberikan konsekuensinya berupa guna ganti rugi . 18
Hal yang berkaitan satu dengan yang lainnya tentu saja tidak dapat di
pisahkan termasuk juga dalam pengadaan tanah di satu sisi pembvangunan sangat
memerlukan tanah sebagai sarananya, sedangkan di sisi lainnya sebagian besar
masyarakat memerlukan tanah sebagai tempat pemikiman dan mata pencarian
sebagai sentral utamanya.
Tetapi selain yang di sebutkan oleh Pasal 18 juga dimungkinkan
pencabutan hak atas tanah , pemenrintah sebagai pengambil alihan tanah privat .
Di jelaskan dalam pasal ini tanah tidak hanya dalam kepentingan perindividu
tetapi untuk kepentingan nasional atau kepentingan bangsa yang diharapakan
untuk kesejahteraan bersama , maka pencabutan sebagai alternatif dalam upaya
permasalahan tanah untuk kepentingan umum ini. Pasal 18 sebagai dasar

16
Pasal 22 UUPA
17
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reforma
Agraria), UB Press, Malang, 2011, hlm 161.
18
Sugianto dan Leliyah, Pengadaan tanah untuk kepeningan umum, Cv Budi Utama, 2017, hlm.60.
19 Putu Apriliani Kumalasari dan Ketut Sudiarta , Pemberian Ganti Rugi Kepada Pemilik Tanah
Atas Penggunaan Tanah Perseorangan Tanpa Pembebasan Oleh Pemerintah, Jurnal Kertha
Semaya, Vol. 8 , 2020, hlm. 301-318

9
penjamin untuk hal tersebut dengan prinsip kepentingan umum. Pasal 18 sebagai
dasar jamina inilah guan kepentingan umum mencabut dengan syarat , dialihkan
guna kepentingan umum , di dasari pada undang-undang , dan di berikan dengan
ganti kerugian yang layak . Banyak pemerintah yang tidak mengidnahkan adanya
aturan tersebut, terlebih lagi tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai
prosedur dan berapa jumlah ganti kerugian yang didapat dengan adanya
pencabutan tanah tersebut seperti yang telah diungkapkan di dalam pasal 18
UUPA tersebut.19
Pencabutan hak ini merupakan pemutusan hubungan hukum sekaligus
pengakhiran antar pemegang hak dengan kedua objek tanah yang di lakukan oleh
penguasa secara sepihak .
berkaitan dengna pencabutan hak tas tanah dengan hapusnya hak milik Pasal
27 UUPA . Disamping hal itu dalam Pasal 18 UPA, ada bebrapa pasal yang
menyatakan ha milik hapus bila tanahnya jatuh kepada Negara karena pencabutan
hak dimungkinkan apabila tanahnya jatuh kepada Negara, dan tanahnya musnah ,
Pencabutan hak dimungkinkan,jika di lakukan guna kepentingan umum
sedangkan sebelumnya dilakukan permusyawaratan terlebih dahulu untuk
mencapai kesepakatan bersama mengenai gantu rugi tanah padahal apabila tidak
ada tanah yang lain , dalam pencabutan ha k atas tanah ini pemegang tanah secara
indvidu tidaklah melakukan sesuatu pelanggaran atau melalaikan sesuatu
kewajibanpun melainkan pelaksaanaan pemberian ganti kerugian yang layak
seperti halnya pelepasan hak 19
Isu ini sangat rentan muncul dalam pembangunan pelaksaan pengadaan tanah
untuk kepentingan umum , dan tentu saja pada pengadaan tanah sendiri begitu
krusial karena adanya menyangkut kepentingan hajat orang banyak sementara itu
di lain sisi dilihat dari sisi yang berolak belakang yaitu kepentingan pemerintah
akan pentingnya keperluan tanah untuk keperluan kepentingan tanah untuk
pemabangunan kepentingan umum . Namun demikian, tanah juga sebagai elemen
krusial yang dalam kehidupan manusia sangat banyak bergantung pada peran
19
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah ,
Alumni,Bandung ,1991,hlm.298

10
penting tanah . karena begitu pentingnya peran tanah dalam kehidupan manusia .
perlu adanya pemberlakukan landasan hukum yang menjadi acuan sebagai bentuk
kepastian hukum , dalam pelaksanaan , khususnya pada persoalan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum . demngan demikian masalah pokok yang selalu
ada dalam setiap pelaksaana pengadaan tanah menyangkut hak-hak atas tanah
yang statusnya di cabut dan alihkan atau di bebaskan.
Di sisi lain pasal pada Pasal 27 (2) UUD RI 1945 merupakan kriteria penting
untuk menentukan batas toleransi mengambil alih tanah hak oleh Negara dengan
tujuan untuk kepentingan umum. 20Pengambil alihan juga sampai mengakibatkan
terjadinya salah satu dari pihak kehilangan tanah pekerjaan menurunkan derajat
pengehidupan yang layak baginya 21
. Tetapi sebaliknya hak – hak mereka harus
terpenuhi serta Pasal 18 memberikan perlindungan hukum secara menyeluruh
kepada pemegang hak individu , sehingga pada Pasal 18 secara rinci menyebutkan
syarat sah terjadinya pencabutan hak selama diadakannya pelaksaanaan
pembangunannya untuk kepentingan umum , di beri ganti rugi yang layak , dan
sesuai menurut undang-undang tidak menutup kemungkinan bahwa pihak swasta
akan di berikan pula pencabutan hak dengan syarat pihak tersebut melaksanakan
prinsip kepentingan umum.
Intinya, makna yang terkandung dalam Pasal 18 UUPA yakni jaminan kepada
pemegang hak atas tanah , selain di atur oleh UUPA perlindungan hak
perorangan atas tanah juga di temukan pada Pasal 27 UUPA 22
point 1 yang
menyatakan bahwa tanah hak milik hapus bila tanahnya jatuh kepada Negara
melalui pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA.
Selain pasal diatas yang megatur pencabutan hak adapun pasal dapatnya hak
guana usah di cabut guna kepentingan umum yaitu pada Pasal 34 UUPA point d.
23
Dijabarkan lebih lanjut dalam PP No.40 Tahun 1996 dalam Pasal 17 ayat (1)

20

21
van Dotulong , Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Ditinjau dari UU No.2 Tahun 2012 ,
Lex Crimen Vol. V/No. 3, 2016 ,hlm.102
22
Pasal 27 UUPA
23
Pasal 34 UUPA

11
point d. 24
yang menegasakan Hak Guan Usaha hapus dan di cabut berdasarkan
UU No.20 Tahun 1961.
Sedangkan Hak Guna Bangunan hapus dan di cabut untuk kepetingan umum
di rinci dalam peraturan Pasal 40 UPA point d 25, dan di jabarkan lebuh lanjut PP
No. 40 Tahun 1996 Pasal 35 ayat (1) point d .karena dicabut berdasarkan UU
NO.20 Tahun 1961. Dan Pasal 55 ayat (1) sub PP no.40 Tahun 1996, bahwa hak
pakai hapus karena dicabut berdasarakan UU No.20 Tahun 1996 .
Berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tidak meberikan
pengertian tentang kepentingan umum secara rinci dan menyeluruh, dari Pasal 1
hanya dapat di kemukakan kepentingan umum apa saja yang dapat di pakai
sebagai dasar untuk mengambil alih tanah masyarakat yang melalui ketentuan
pencabutan hak , dapat di ketahui bahwa pencabutan hak dalah tindakan yang
merugikan hak seseorang maka dari itu perlu adanya tindakan UU No.20 Tahun
1961 mensyaratkan keputusan presiden sebagai Pejabat Eksklusif yang tertinggi.
Hal ini di sampaikan Pula pada Pasal 1 UU No.20 Tahun 1961 yang dapat dilihat
dalam Intruksi Presiden No. 9 Tahun 1973 .
Undang-undang No.20 Tahun 1961 menadasari prosedur pencabutan ha k
atas tanah , berdasarkan pencabutan hak tas tana yang di bagi jadi dua yaitu : 26
a. Prosedur dengan cara biasa atau dengan cara normal
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 19961 yang dijaminkan melalui
tahapan pertama dengan maksud instani yang memerlukan tanah yang
mengajukan permohan dengan langkah awal yaitu kepala keplainstansi agrarian,
disertai alasan yang jelas terhadap keterangan tana termasuk di dalamnya temasuk
pual nama yang berhak, luas dengan jenis haknya serta adanya rencana
penampungan warga yang di atasnya. Prosedur kedua , diminta pertimbangan
kepada kepala daerah yang di perlukan tanahnya dengan permohonan tersebut dan
penampungan permohonannya, kecuali dalam keadaan yang mendesak
pertimbangan tersebut dan menampungnya sebagai salah satu referensi bagi

24
PP No.40 Tahun 1996
25
Pasal 40 UUPA point D
26
Umar Said Sugiharto dan Suratman, Hukum Pengadaan Tanah : Pengadaan Hak Atas Tanah
Untuk Kepentingan Umum , Setara Press, Malang ,2015.

12
kepala daerha setempat tentang permohonan tersebut sehingga penampungnya,
kecualidalam beberapa hal pertimbangan itu dapat di abaikan. Prosedur ketiga, di
bentuknya panitia penaksir untuk menghitung , mempertimbangkan dan
menetapkan ganti kerugian . selanjutnya yang keempat, dimintai rekomendasi dari
Menteri Agraria menteri kehakiman ( sekarang Menteri Hukum dan HAM) dan
Menteri yang bersangkutan . prosedur kelima, berkas permohonan di teruskan ke
presiden untuk di terbitkan keputusan pencabutan haknya. Keenam, keputusan
pencabutan hak ini di terbitkan beserta isinya dalam Berita Acara Negara serta di
beritahukan kepada yang bersangkutan , selanjutnya ketujuh, apaabila apabila
pihak yang di cabut haknya tidak nerima atas penetapan besarnya nilai ganti rugi
yang di tetapkan dari panitia penafsir, dan dapat mengajukan upaya hukum
banding ke Pengadilan Tinggi , selama satu bulan sejak keputusan presiden di
terbitkan .
b. Prosedur Khusus Karena Mendesak
Prosedur yang dilalui dalam hal ini dalah atas permintaan kepada yang
berkepentingan kepada Kepala Inspeksi Agraria Provinsi, kemudian kepala
inspeksi Agraria Provinsi menyampaikan permintaan untuk melakukan
pencabutan hak kepada Menteri Agraria , tanpa disertai tafsiran ganti kerugian
dari panitia penafsir dan sekiranya juga dengan tidak menunggu di terimanya
pertimbangan Kepala Daerah. 27
Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Di Indonesia di jamin dalam
Konstitusi perundang-undangan :
Ayang pertama, Disebutkan dalam UUD 1945 pasal 18 28G Ayat (1) 28
ayat (4) dan 28I ayat (3) UUD 1945 perlindungan dan hal yang mencakup
pengakuan Hak ulayat , Hak Individu atas perlindungan atas rasa aman dan
pelindungan dari ancaman akan adanya ketakutan daro Hak Individu akan
kepemelikannya dalam suatu hak milik tidak bisa di ambil alih sewenang-wenang
oleh siapapun, meletakan penghormatan setinggi tingginya kepada identitas
budaya dan hak masyarakat yang diutamakan lewat pembelakuannya UPA .

27
Ibid, hal 123

13
Kedua , tertuang di dalam UU HAM No.39 tahun 1999 di pasal 2 pasal 6
Ayat (1) dan (2) , Pasal 29 Ayat (1) , Pasal 36 (1) dan (2) serta Pasal 37 Ayat (1)
perlindangan hukumnya lebih jelas meliputi pengakuan dan perlindungan negraa
terhadap hak milik sebagai hak asasi manusia dan jaminan tidak boleh diambil
secra seweang-wenang dalam pengecualian untuk kepentingan umum dengan
pemberi ganti rugi yang layak. 28
Dalam perkembangan yang di alami perundang-udangan kepentingan umum
yaitu di Undang-Undang No.2 Tahun 2012 29
dengan menimbilkan unsur baru
tentang konsep dasar perolehan ha k atas untuk kepentingan umum sendiri. Sesuai
dengan konsep dasar pertanahan berdiri dengan pinsip dasarnya musyawarah,
artinya masyarakat dapat melepasakan tanahnya dengan suka rela dengan
memperoleh haknyayang berbentuk ganti kerugian. Tetapi, dalam kepentingan
umum sendiri hal itu tidak di berlakukan sebagai perundingan ,sebagaimana
lokasi pembangunan tidak dapat di pindahkan ketempat yang lain maka
pemberlakukan pencabvutan hak atas tanah di berlakukan di masalah seperti ini , .
langka ini juga selaras dengan aturan yang di berlakukan di Undang-undang
No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan benda-benda yang
ada di atasnya , yang di delegasikan dari Undang-Undang Pasal 18 UPA.
Dijelaskan pula dalam Keputusan presiden No.55 Tahun Tentang Pengdaan
Tanah bagi pelaksaanaan pembangunan untuk kepentingan umum Pasal 1 ayat (3)
tersebut menyatakan bahwa kepentingan umum dalah kepentingan seluruh
masyarakat dan Pasal tersebut juga sudah menrangkan Kriteria tentang
Kepentingan umum yakni, yang dikategorikan sebagai Kepentingan dalah
kepentingan seluruh masyarakat. 30
Dana pasal ini pula menerangkan bahwa
pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya tidaklah bertujuan untuk mencari
keuntungan dengan mengarah kepada ketentuan ini yaitu memberikan kriteria
yang dapat di katakan sebagai syarat adanya kepentingan umum :
1. Kegiatan dilakukan oleh pemerintah

28
Bernhard Limbong, Hukum Agraria Nasional, Margaretha Pustaka, Jakarta, , hlm. 400.
29
Undang-Undang No.2 Tahun 2012 Tentang Kepentingan Umum .
30
Chirstiana Tri Budhayati, Kriteria Kepentingan Umum Dalam Peraturan Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum , Jurnal Hukum REFLEKSI HUKUM, 2012 , hlm. 54

14
2. Hasilnya dimiliki oleh pemerintah
3. Tidak digunakan untuk mencari keutungan.
Ketentuan ini dianggap lebih tegas tentang batas kepentingan umum
tersebut selain itu di ketentuan Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005 dan
ketentuan batsan yang sama di temukan pula pada Pasal 5 bahwasanya
kepentingan umum dalah kepentingan besar masayarakat . dengan kata lain
dalam penggunakan kata “besar” terdapat seluruh lapisan masyaraka dari segi
ekonomin dan keriteria yang penting yang lain.
Dalam UU No.2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum dimana lebih jelas di atur Pasal 1 angka 10 yang
menjelaskan pengertian kepentingan umum merupakan kepentingan bangsa
negara dan bangsa masyarakat yang harus di wujudkan oleh pemerintah dan
digunakan untuk kemakmuran rakayat sebesar-besarnya.
Dengan pengertian tersebut dirumuskan pula kriteria kepentingan umum ,
yaitu : pertama, dilindaskan oleh kepentingan bangsa. Negara dan masyrakat serta
kepentingan bersama . Kedua, harus di wujudkan pula oleh pemrintah , yang
keriga digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakayat . selain itu. Dalam
Pasal 11 menyebutkan kriteria tambahan yaitu berupa tana hasil pengadaan tanah
untuk kepentingan umum akan dimiliki oleh pemerintah maupun pemerintah
daerah ataupun badan usaha milik Negara.

B. Tahapan Pengadaan Tanah

Proses pengadaan tanah yang merupakan kegiatan awal dari keseluruhan


proses pengdaan tanah yang memang mutlak tanah sebagai wadahnya. Berawal
dari tahap persiapan pengadaan tanah , dan keseluruhan tahapannya berujung pada
penguasaan terhadap fisik tanah oleh instansi yang memerlukan tanah. Kegitan
tanah tahap awal tahapan ini berpotensi menghambat jangka waktu penyelesaian
proses pengdaan tanah . Melalui suatu perencanaan yang sistematik setidaknya
harus mengetahu 5 hal, yakni : pertama, pengdaan tanah diperlukan untuk
kepentingan apa . kedua , dimana akan dilaksanakan ,ketiga berapa luas tanah

15
yang di butuhkan , keempat data penggunaan tanah saat ini , dan yang terakhir
kapan kegitan pengadaan tanah akan dilaksanakan
Di tinjau dari Undang-Undang No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan peraturan pelaksanaanya
dengan berubah beberapa kali yakni yang terakhir dalah perpres nomor 148 T
2015 sebagai perubahan keempat dari perpres Nomor 71 Tahun 2012, tahapan
dalam pengadaan tanah dan membagi pengadaan tanah dalam 4 tahapan
menyeluruh yaitu perencanaan , persiapan , pelaksanaan dan penyerahan hasil .

1. Tahapan perencanaan

Setiap lembaga instansi mempunyai sentral utama yaitu tanah sebagai


wadahnya bagi pemebangunan untuk kepentingan , sesuai dengan pasal
15 UU pengadaan tanah agar menyusun dokumen perencanaan pengadaan
tanah , yang isinya memuat
a. Maksud dan tujuan pembangunan;
b. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah;
c. Letak tanah;
d. Luas tanah yg dibutuhkan;
e. Gambaran umum status tanah;
f. Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
g. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
h. Perkiraan nilai tanah;
i. Rencana penganggaran.
Perencanaan pengadaan tanah dilaksanaakan oleh instansi yang
memberlakukan tanaha bersama-sama instansi terkait dan dapat mengikuti serta
lembaga professional. Oleh karena itu, perencanaan pengadaan tanah harus di
dasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional
/Provinsi/Kabupaten/Kota .

16
Renacana pengadaan tanah disusun dalam bentuk dokumen
perencanaan pengadaan tanah , yang memuat hal-hal sebagi berikut :
1) Maksud dan tujuan rencana pembangunan, yang dimana dimuat
maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat
pembangunan. Pada bagian ini, instansi terkait harus bisa
melalkukan penjabaran aspek dari kepentingan umum dari
kegiatan yang akan di bangun , baik dari fisik kegiatan
pembangunan yang akan dilaksanaakan maupun secra sosiologis
pembangunan bermanfaat bagi masyarkat .
2) Kesusaian dengan RTRW dan Prioritas Pembangunan. Dalam hal
ini uraian kesesuaian antara lokasi rencana pembangunan dengan
RTRW dan prioritas pembangunan , keberadaan renacana
pembangunnan suatu kehaurusan karena dasar dari pengadaan
tanah dalah RTRW .
3) Letak tanah menguraaikan masalah administrasi di tempat lokasi
pembangunan yang direncanaakan
4) Luas tanah yang dibutuhkan menguraikan perkiraan luas tanah
yang diperlukan yang di harapkan berdasarkan pada perhitungan
yang cermat karena terkait dengan warga masyarakat yang akan
terkena dampaknya
5) Gambaran umum status tanah menguraikan data awal mengenai
penguasaan dan pemeilikan atas tanah yaitu status ha k atas tanah
dan pemegang ha k atas tanah.
6) Perkiraan jangka waktru pelaksanaan pengadaan tanah
menguraikan perkiraan waktu yang di perlukan untuk masing-
masing tahapan pelaksanaan pengadaan taanah
7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan serta
menguraikan perkiraan waktu yang di perlakukan untuk
melaksanakan pembangunan
8) Perkiraan nilai tanah menguraikan perkiraan nalai ganti kerugian
objek pengadaan tanah, meliputi tanah, ruang atas tanah dan

17
bawah tanah, bangunan, tanamaan ,benda yang berkaitan dengan
tanah , dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai.
9) Renacana penganggaran menguraikan besaran dana , sumber dana,
dan rincian alokasi dana untuk perencanaan,
persiapan,pelakasaanaan, penyeraahan hasil, administrasi dan
pengelolaan , serta sosialisasi .

Dokumen Renacana Pengadaan Tanah ditetapkan oleh instansi yang


memerlukan tanah dan disampaikan kepada Gubernur sebagai pejabat yang akan
melaksanaakan kegiatan persiapan pengadaan tanah yang melingkupi wilayah di
mana letak tanah yang di perlukan.

2. Tahapan persiapan

Dalam tahapan persiapan, sesuai dengan ketentuan di Pasal 8 ayat (2) dan
Pasal 9 Ayat (1) perpres pengaadaan tanah , Gubernur yang mebentuk tim panitia
persiapan dalam jangka waktu paling lama 2 (hari) kerja sejak dokumen
perencanaan pengadaan tanah diterima secara resmi oleh Gubernur , yang
beranggotakan :
a. Bupati/Walikota;
b. Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi terkait;
c. Instansi yang memerlukan tanah; dan
d. Instansi terkait lainnya.
Untuk kelanacaran pelaksanaan tugas dari tim persiapan , Gubernur
membentuk sekretariat persiapan tidak di sebutkan di di dalam Keppres dan
Perpres secara eksplisit. Menurut Keppres, setelah tahap perancanaan, dibentuk
panitia Pengadaan Tanah (P2T) di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi .
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun 1994
tentang ketentuan Pelakasanaan Keputusan Presiden RI No.55 Tahun 1993
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum diataur tentang tata cara pengadaan tanah yang meliputi penetapan lokasi

18
pembangunan . pengadaan tanaha yang berkedudukan di sekretariat daerah
provinsi , adapun tugas tim persiapan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10
Perpres Pengadaan Tanah dalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan. Sesuai Pasal
11 ayat (2) Perpres Nomor 148 Tahun 2016.
b. Melakukan pendataan awal lokasi rencana pengadaan tanah.
Termasuk kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objkek
pengadaan tanah bersama instansi terkait sesuatu dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2)
UU Pengadaan tanah , paling lama 30 hari kerja msejak pemberitahuan rencana
pembangunan. Pihak yang berhak dalam Pasal 17 Perpres Nomor 71 Tahun 2012
pihak yang berhak meliputi :

1) Pemegang hak atas tanah;


2) Pemegang hak pengelolaan nadzir untuk tanah wakaf;
3) Pemilik tanah bebas milik adat;
4) Masyarakat hukum adat;
5) Pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik;
6) Pemegang dasar penguasaan atas tanah dan atau
pemilik bangunan tanaman atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah.

Sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 71 Tahun
2012, hasil pendataan dituangkan dalam bentuk daftar sementara lokasi rencana
pembangunan yang ditandatangani ketua tim persiapan sebagai bahan untuk
pelaksanaan konsultasi public rencana pembangunan.

c. Melakukan konsultasi publik rencana pembangunan

Dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan


dari pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah,
sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (4) Perpres Nomor 71 Tahun 2012, dilaksanakan

19
paling lama 60 hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya daftar sementara lokasi
rencana pembangunan dalam berita acara kesepakatan. Sesuai ketentuan Pasal 34
ayat (1), (2), (3) dan (4) Perpres Nomor 71 Tahun 2012, apabila dalam konsultasi
publik, pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak atau kuasanya
tidak sepakat atau keberatan, maka dilaksanakan konsultasi publik ulang paling
lama 30 hari kerja sejak tanggal berita acara kesepakatan. Sesuai ketentuan Pasal
35 ayat (1), (2), dan (3) Perpres Nomor 71 Tahun 2012.31
jika dalam konsultasi publik ulang masih terdapat keberatan atas rencana
lokasi pembangunan, instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan
kepada Gubernur melalui tim persiapan, selanjutnya Gubernur membentuk tim
kajian keberatan yang terdiri atas :

1) Sekretaris Daerah Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua


merangkap anggota

2) Kepala Kantor Wilayah BPN sebagai sekretaris merangkap anggota

3) Instansi yang menangani urusan pemerintahan di bidang perencanaan


pembangunan daerah sebagai anggota

4) Kepala Kantor Wilayah kementerian Hukum dan HAM sebagai


anggota

5) Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota

6) Akademisi sebagai anggota

Tugas tim kajian keberatan meliputi :

a. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan Keberatan.


b. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan
c. Pengkajian terhadap alasan keberatan warga masyarakat dan
penilaian kelayakan untuk dipertimbangkan
d. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan yang
ditandatangani ketua tim kajian keberatan kepada Gubernur.
31
Edi Rohaedi, Isep H. Insan dan Nadia Zumaro, Mekanisme Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Bogor, 2012, Hlm.211.

20
Berdasarkan hasil dari saran dari tim kajian keberatan atas rencana
lokasi pembangunan terserbut, Gubernur mengeluarkan suarat diterima atau di
tolaknya penentuan alokasi pemabangunan yang akan di lakukan pa paling lama
14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya keberatan. Dalam hal Gubernur
memutuskan dalam suratnya menerima keberatan, instansi yang memerlukan
tanah membatalkan rencana pembangunan atau memindahkan lokasi rencana
pembangunan ke tempat lain. Setelah keluar penetapan Gubernur tentang lokasi
rencana pembangunan jika masih ada keberatan dari pihak yang berhak atau
masyarakat yang terkena dampak, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

d. Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan

Penetapan lokasi pembangunan dibuat berdasarkan kesepakatan yang


telah dilakukan tim persiapan dengan pihak berhak berdasarkan karena ditolak
nya kebratan dari pihak yang menjawab keberatan Penetapan lokasi pembangunan
dilampiri peta lokasi pembanguanan berlaku di jangka waktu 1 kali untuk waktu
paling lama 1 tahun kepada guebernur yang diajukan paling lambat 2 bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu penetapan lokasi pembangunan.
e. Mengumumkan penetapan lokasi

Pengumuman atas penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan


umum sesuai ketentuan Pasal 4632 ayat (1), (2), dan (3) Perpres Nomor 148 Tahun
2016, paling lambat dalah 2 hari sejak dikeluarkan penetapan lokasi pembangunan
yang dilaksanakan dengan cara:

1) Ditempelkan di kantor Kelurahan/Desa, dan/atau kantor


Kabupaten/Kota dan di lokasi pembangunan.
2) Diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik.

32
Pasal 46 UU No.2 Tahun 2012

21
Pengumuman penetapan lokasi pembangunan dilaksanakan selama paling
kurang 7 (tujuh) hari kerja. Setelah keluar penetapan Gubernur tentang lokasi
rencana pembangunan jika masih ada keberatan dari pihak yang berhak atau
masyarakat yang terkena dampak, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal penerbitan SK penetapan lokasi. Putusan pengadilan sudah harus
diberikan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dan dapat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara serta Putusan Kasasi harus sudah
diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari. Dalam menetapkan
lokasi tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pemerintah atau
pemerintah daerah perlu diawasi apakah dalam menetapkan lokasi tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum sudah mengacu pada tahapan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 beserta perubahannya atau tidak. Karena kenyataannya
masih banyak penetapan lokasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau pemerintah
daerah yang dikeluarkan secara diam-diam dan tidak transparan sehingga dapat
merugikan masyarakat.

3. Tahapan Pelaksanaan

Berdasarkan Pasal 27 atay (10) UU Pengedaan tanah berdasarkan penetapan


lokasi yang di butuhkan tanah di ajukan pelaksaana. pengadaan tanah kepada
lembanga pertanahan . Pelaksaana ini pengadan tanah dapat di lakukan jika
setelah penetapan lokasi oleh Gubernur. Pnitia yang melakukan Pelaksanaan
Pengadaan Tanah di Kantor Wilayah BPN Provinsi atau Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota . Adapun kegiatan-kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah
meliputi :
a. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah
b. Penilaian Ganti Kerugian

22
c. Pemberian ganti kerugian
d. Pelepasan hak atas tanah.

Penilaian ganti kerugian dilaksanakan oleh Lembaga Penilai yang


mendapat izin dari Kementerian Keuangan dan lisensi dari dari Badan Pertanahan
Nasional. Adapun objek yang menjadi penilaian oleh lembaga penilai dalah :
a. Tanah;
b. Ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. Bangunan;
d. Tanaman;
e. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan atau
f. Kerugian yang dapat dinilai.
Bentuk pemberian ganti kerugian sebagai berikut :
a. Uang;
b. Tanah pengganti
c. Pemukiman kembali;
d. Kepemilikan saham;
e. Bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak;

Apabila pihak yang berhak tidak setuju dengan besaran yang di telah di
tetapkan , mka terhadap pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadaan Negri setempat dan lembaga pertanahan wajib membayar sesuai
dengan putusan Pengadilan33 Negri yang mempunyai kekutan hukum tetap.

4. Tahapan Penyerahan Hasil

33
Pustaka Virtual Tata Ruang dan Pertanahan (Pusvir TRP), “Implementasi Undang -Undang
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”
tersedia di https://www.scribd.com/doc/242578978/implementasi -undang-undang-Nomor-2-
Tahun-
2012-tentang-Pengadaan-Tanah-Bagi-Pembangunan- Untuk-Kepentingan-Umum#, diakses hari
Senin
3 Desember 2018 pukul 07.00. WIB.

23
Sesuai ketentuan Pasal 112 ayat (1) dan (4) Perpres Nomor 148 Tahun
2016, Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah
kepada instansi yang memerlukan tanah disertai data pengadaan tanah paling lama
3 hari kerja sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah dengan berita acara.
Setelah proses penyerahan, paling lama 30 hari kerja instansi yang memerlukan
tanah wajib melakukan pendaftaran/pensertifikatan untuk dapat dimulai proses
pembangunan.
Berdasarkan uraian di atas, dengan demikian dapat disimpulkan tahapan
penyelenggaraan pengadaan tanah terdiri atas 4 (empat) tahapan penyelenggaraan
pengadaan tanah yaitu tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan
penyerahan hasil. Adapun kegiatan untuk memperoleh penetapan lokasi dalam
kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan dilakukan dalam dua tahapan yaitu
perencanaan dan persiapan pengadaan tanah. Dalam tahap persiapan dimana
Gubernur yang telah mengeluarkan penetapan lokasi pengadaan tanah namun
masih terdapat keberatan dari pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi
tersebut, maka pihak yang berhak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara.

24

Anda mungkin juga menyukai