Anda di halaman 1dari 6

HUKUM AGRARIA

HAK- HAK ATAS TANAH SESUAI UU NO. 5 TAHUN 1960


TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
GIVEN GERALDO
2140050063
DR. SAHAT HMT SINAGA, SH, SPN, MKN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

FAKULTAS HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Dalam UUPA tidak ditemukan secara jelas pengertian mengenai hukum pertanahan
itu sendiri. Jika dilihat menurut pendapat para ahli, Hukum tanah menurut Boedi Harsono
merupakan bagian dari bidang hukum agraria yang masing-masing mengatur hak-hak
penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu, seperti: hukum air, hukum
pertambangan, hukum perikanan, hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam
ruang angkasa.
Tanah adalah salah satu sumber kehidupan dan mata pencaharian bagi makhluk hidup,
terutama manusia dan masyarakat sehingga menjadi kebutuhan manusia yang paling utama,
atau sebagai fondasi dengan keyakinan betapa sangat dihargai dan bermanfaat tanah tersebut
untuk keberlangsungan hidup manusia. Telah pula dilakukan penelitian yang menyatakan
bahwa tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup dan berkembang serta
melakukan aktivitas diatas tanah sehingga setiap saat berhubungan dengan tanah.
Pada tanggal 24 September 1960 telah disahkan suatu Peraturan terkait Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1960. Undang-Undang ini
lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Agaria (UUPA). Sejak diterapkannya UUPA,
Hukum tanah sebagai suatu sistem bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya. Ia hanya
mengatur salah satu aspek yuridisnya yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah, bukan
sebagai lembaga hukum maupun hubungan hukum kongkret.4Dalam sejarah perkembangan
hukum agraria, masih banyak hal-hal yang belum diatur dalam UUPA. UUPA hanya
mengatur sebagian besar masalah tentang pertanahan. Untuk masalah yang lebih mengkhusus
UUPA belum menjelaskan lebih rinci lagi. Misal tentang kasus sengketa penguasaan hak atas
tanah yang secara rinci belum di atur dalam UUPA. Karena belum adanya Undang-Undang
yang mengatur secara rinci tentang kasus penguasaan atas tanah maka masih banyak juga
kasus seperti ini yang belum terselesaikan, dan juga tidak adanya sanksi bagi pelaku atau
tergugat dalam kasus seperti ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAK-HAK ATAS TANAH

Dasar Hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-
undang Pokok Agraria, bahwa berdasarkan Hak menguasai dari negara atas tanah
berdasarkan macam-macam hak atas tanah yang telah disebutkan dalam pasal 2, yang dapat
dipunyai dan diberikan oleh masyarakat maupun badan hukum.
Penguasaan yang di atur dalam UUPA adalah penguasaan yang dimaksudkan oleh
Negara. Dalam Pasal 2 UUPA menjelaskan tentang apa saja hak-hak yang diperoleh oleh
Negara. Adapun bunyi Pasal 2 UUPA yaitu :
1. Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
2. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat
(2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam
arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara
hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
4. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan
kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut
ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dimiliki oleh pemegang pemegang
hak tas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya yang langsung berhubungan dengan tanah tersebut dalam batas-batas
menurut UPPA dan peraturan hukum yang lainnya. yang dapat meliputi penggunaan dari
bumi, air dan ruang yang ada diatasnya.

2. Wewenang Khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu penggunaan hak atas tanah sesuai dengan macam hak
atas tanah yang dimilikinya, contohnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah seseoranga
mempunya wewenang atas tanahnya tersebut untuk kepentingan usaha (Pertanian,
Perkebunan, dll) dan untuk mendirikan bangunan.

B. PENGATURAN HAK- HAK ATAS TANAH DALAM HUKUM TANAH


Dalam Hukum Tanah pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah di bagi menjadi dua, yaitu:
a. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah sebagai objek dan orang
atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya.
Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah, adalah sebagai berikut:
1. Memberi nama pada hak penguasan yang bersangkutan
2. Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib dan dilarang untuk
diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya
3. Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya dan
syarat-syarat bagi penguasannya, dan
4. Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.
b. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai
objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya.

C. HIERARKI HAK PENGUASAAN ATAS TANAH DALAM UUPA


Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional adalah:
1) Hak bangsa Indonesia atas tanah.
2) Hak menguasai Negara atas tanah.
3) Hak ulayat masyarakat ukum adat.
4) Hak perseorangan atas tanah, meliputi:
a. Hak-hak atas tanah,
b. Wakaf tanah Hak Milik
c. Hak Tanggungan
d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
Hak atas tanah yang selain dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia, dapat juga dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing untuk
digunakan sebagai tempat tinggal atau untuk membuka suatu usaha adalah hak pakai. Hal
tersebut telah diatur dalam Pasal 42 UUPA. Pengertian hak pakai itu sendiri diatur dalam
Pasal 41 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa: “Hak pakai adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau
tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-
undang ini.”
Dengan demikian, hak pakai digunakan untuk memakai dan mencari hasil dari tanah yang
dikuasai oleh suatu pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh pemilik hak
atas tanah tersebut, baik hak milik ataupun tanah yang dikuasai oleh negara. Pemberi hak
pakai sebagai pemilik atas tanah hak pakai maupun penerima hak pakai tidak boleh
memberikan syarat-syarat yang dapat merugikan salah satu pihak, serta wajib mematuhi hak
dan kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian.
Selain hak pakai, warga negara asing atau badan hukum asing yang berkedudukan di
Indonesia dapat memperoleh hak atas tanah dengan status hak sewa, apabila ia berhak
mempergunakan tanah yang dimiliki orang lain untuk keperluan bangunan, dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Hal ini sebagaimana diatur dalam
Pasal 45 UUPA. Pemilik tanah atas tanah hak sewa maupun penerima hak sewa tidak boleh
memberikan syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan dalam perjanjian sewa tanah
yang telah disepakati oleh para pihak, hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UUPA.
Dengan berdasar UU No 5 tahun 1960, Undang-undang No 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun ditetapkan. Dalam UU tersebut diatur bahwa hak milik atas rumah susun adalah
perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
Kepemilikan tersebut dibuktikan dengan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah
susun. Kegiatan pemeliharaan atau pengelolaan rumah susun harus dilakukan oleh pengelola
berbadan hukum, kecuali untuk rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun
negara. Pengelola diperbolehkan menerima sejumlah biaya yang dibebankan kepada pemilik
dan penghuni secara adil dan proporsional.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak atas tanah dapat dilihat dari Undang- undang yang berlaku, yakni UU No. 5 Tahun 1960
yang menyatakan bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas
tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara
aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Dalam Pelaksanaan dari pada ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan. Dapat kita lihat bahwa tujuan dari Undang-
undang Pokok Agraria ini ialah meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan
keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil
dan makmur.

Anda mungkin juga menyukai