FAKULTAS HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam UUPA tidak ditemukan secara jelas pengertian mengenai hukum pertanahan
itu sendiri. Jika dilihat menurut pendapat para ahli, Hukum tanah menurut Boedi Harsono
merupakan bagian dari bidang hukum agraria yang masing-masing mengatur hak-hak
penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu, seperti: hukum air, hukum
pertambangan, hukum perikanan, hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam
ruang angkasa.
Tanah adalah salah satu sumber kehidupan dan mata pencaharian bagi makhluk hidup,
terutama manusia dan masyarakat sehingga menjadi kebutuhan manusia yang paling utama,
atau sebagai fondasi dengan keyakinan betapa sangat dihargai dan bermanfaat tanah tersebut
untuk keberlangsungan hidup manusia. Telah pula dilakukan penelitian yang menyatakan
bahwa tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup dan berkembang serta
melakukan aktivitas diatas tanah sehingga setiap saat berhubungan dengan tanah.
Pada tanggal 24 September 1960 telah disahkan suatu Peraturan terkait Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1960. Undang-Undang ini
lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Agaria (UUPA). Sejak diterapkannya UUPA,
Hukum tanah sebagai suatu sistem bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya. Ia hanya
mengatur salah satu aspek yuridisnya yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah, bukan
sebagai lembaga hukum maupun hubungan hukum kongkret.4Dalam sejarah perkembangan
hukum agraria, masih banyak hal-hal yang belum diatur dalam UUPA. UUPA hanya
mengatur sebagian besar masalah tentang pertanahan. Untuk masalah yang lebih mengkhusus
UUPA belum menjelaskan lebih rinci lagi. Misal tentang kasus sengketa penguasaan hak atas
tanah yang secara rinci belum di atur dalam UUPA. Karena belum adanya Undang-Undang
yang mengatur secara rinci tentang kasus penguasaan atas tanah maka masih banyak juga
kasus seperti ini yang belum terselesaikan, dan juga tidak adanya sanksi bagi pelaku atau
tergugat dalam kasus seperti ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAK-HAK ATAS TANAH
Dasar Hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-
undang Pokok Agraria, bahwa berdasarkan Hak menguasai dari negara atas tanah
berdasarkan macam-macam hak atas tanah yang telah disebutkan dalam pasal 2, yang dapat
dipunyai dan diberikan oleh masyarakat maupun badan hukum.
Penguasaan yang di atur dalam UUPA adalah penguasaan yang dimaksudkan oleh
Negara. Dalam Pasal 2 UUPA menjelaskan tentang apa saja hak-hak yang diperoleh oleh
Negara. Adapun bunyi Pasal 2 UUPA yaitu :
1. Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
2. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat
(2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam
arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara
hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
4. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan
kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut
ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dimiliki oleh pemegang pemegang
hak tas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya yang langsung berhubungan dengan tanah tersebut dalam batas-batas
menurut UPPA dan peraturan hukum yang lainnya. yang dapat meliputi penggunaan dari
bumi, air dan ruang yang ada diatasnya.
2. Wewenang Khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu penggunaan hak atas tanah sesuai dengan macam hak
atas tanah yang dimilikinya, contohnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah seseoranga
mempunya wewenang atas tanahnya tersebut untuk kepentingan usaha (Pertanian,
Perkebunan, dll) dan untuk mendirikan bangunan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak atas tanah dapat dilihat dari Undang- undang yang berlaku, yakni UU No. 5 Tahun 1960
yang menyatakan bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas
tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara
aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Dalam Pelaksanaan dari pada ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan. Dapat kita lihat bahwa tujuan dari Undang-
undang Pokok Agraria ini ialah meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan
keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil
dan makmur.