Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Page 1 of 14
2
Subyek hak atas tanah atau pihak-pihak yang dapat memiliki atau menuasai hak
atas tanah, adalah:
1. Perseorangan
a. Perseorangan atau sekelompok orang secara bersama-sama warga
Negara Indonesia.
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
2. Badan Hukum
a. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia, misalnya departemen, pemerintah
daerah, perseoraan terbatas, yayasan.
b. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia,
misalnya bank asing yang membuka kantor perwakilan di
Indonesia.
c. Badan hukum privat, misalnya perseroan terbatas, yayasan.
d. Badan hukum public, misalnya departemen, pemerintah daerah.
Dari aspek jangka waktu pemilikan atau penguasaannya, hak atas tanah dibagi
menjadi 3, yaitu:
1. Hak atas tanah yang berlaku untuk selama-lamanya (tidak dibatasi oleh jangka
waktu).
Hak atas tanah ini adalah Hak Milik. Hak milik diatur dalam KUHPerdata dan
setelah diundangkannya UUPA, hak tersebut masih berlaku dalam pengertian
yang umum, yaitu sebagai pemilikan atau hak kepemilikan. Dalam Pasal 570
KUHPerdata, dinyatakan bahwa Hak milik adalah hak untuk menikmati sesuatu
benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-
bebasnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum
yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu asal tidak
mengganggu hak orang lain, kesemuanya dengan tidak mengurangi kemungkinan
akan pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti
kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang.
Hak milik diatur lebih lengkap dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Pasal 20-27. Landasan idiil dari hak milik di Indonesia adalah Pancasila dan UUD
Page 2 of 14
3
1945 dan landasan ini tidak hanya didasari pada salah satu sila atau satu pasal dari
UUD1945, tetapi oleh Pancasila dan UUD sebagai satu keseluruhan.
Selain memiliki beberapa sifat yang membedakan dengan hak-hak atas tanah
lainnya, hak milik juga memiliki beberapa ciri, yang meliputi:
a. Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang.
b. Hak milik dapat digadaikan.
c. Hak milik dapat dialihkan kepada orang lain melalui jual-beli, hibah, wasiat,
tukar-menukar.
d. Hak milik dapat dilepaskan dengan sukarela.
e. Hak milik dapat diwakafkan.
Hak milik karena daluwarsa terjadi manakala jangka waktu penguasaa terhadap
suatu benda terlampaui dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan
undang-undang. Hak milik juga dapat diperoleh karena adanya warisan, artinya
hali waris memperoleh hak milik atas harta warisan yang diwariskan pewaris. Hak
milik yang diperoleh melalui penyerahan pada prinsipnya terjadi karena adanya
perbuatan hukum yang memindahkan hak milik dari seseorang kepada pihak lain.
Orang-orang yang wajib melepaskan hak milik atas tanah menurut Pasal 21 ayat
(3) dan ayat (4) UUPA sebagai berikut:
Page 3 of 14
4
Hak milik atas suatu tanah, dapat juga hapus karena sebab-sebab tertentu
sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 27 UUPA yang mengatur bahwa:
1. Tanah jatuh kepada Negara disebabkan:
a. Pencavutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA, yaitu untuk kepentingan
umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan
bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan member
ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undan-
undang.
b. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya.
c. Diterlantarkan
d. Ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA yang menyebutkan bahwa orang yang
berkewarganegaraan lain selain kewarganegaraan Indonesia tidak berhak
atas hak milik.
e. Ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA yang menyebutkan bahwa setiap jual-
beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga
Negara yang di samping kewarganegaraan Indonesia mempunyai
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang
ditetapkan oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA,
adalah batal demi hukum, dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap
berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik
tidak dapat dituntut kembali.
f. Tanah musnah.
2. Hak atas tanah yang berlaku untuk jangka waktu tertentu. Hak atas tanah ini,
adalah:
Page 4 of 14
5
Seperti halnya hak milik, hak guna bangunan juga dapat dialihkan kepada
pihak lain diatur pada Pasal 35 ayat (3) UUPA bahwa “Hak guna
bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Dengan dapat
dialihkannya hak guna bangunan sesuai dengan ketentuan tersebut, hak
guna bangunan dapat juga dijadikan sebagaimana diatur di dalam Pasal 39
UUPA bahwa, “Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani hak tanggungan.”
Obyek hak adalah tanah untuk mendirikan bangunan. Subyek hak adalah
perorangan warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia.
Hak guna bangunan akan terhapus apabila:
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum waktunya berakhir karena suatu persyaratan tidak
dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah.
7. Ketetentuan dalam pasal 36 ayat (2) UUPA
Page 5 of 14
6
c. Hak Pakai
Berdasarkan Pasal 41 ayat (2) hak pakai dapat diberikan dalam hal
berikut:
1. yang tertentu.
2. Dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau Selama jangka
waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan pemberian jasa berupa apa pun.
Hak pakai dapat dialihkan dari pihak yang satu kepada pihak yang
lainnya. Diperkenankannya hak pakai dialihkan disebabkan oleh
sifat dari hak pakai tersebut merupakan hak yang melekat kepada
subyek hak atas tanah yang namanya telah didaftarkan sebagai
pemegang hak atas hak pakai. Meskipun demikian, subyek hak atas
tanah tersebut tidak dapat mengalihkan hak yang dipakai yang
dimiliki kepada subyek hak atas tanah lain dengan seketika tanpa
melalui persyaratan-persyaratan yang wajib untuk dipenuhi. Hak
pakai atas tanah Negara hanya dapat dialihkan atas ijin pejabat
yang berwenang/BPN.
Page 6 of 14
7
Dalam hal di atas Hak Pengelolaan ada Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai, maka Hak Pengelolaan seakan-akan tidak berfungsi. Berfungsi
lagi apabila Hak Guna Bangunan dan Hak Pakainya berakhir, maka
tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.
Dengan terdaftarnya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Hak-hak atas tanah
tersebut memperoleh jaminan kepastian hukum yang kuat.
Untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai kekuatan yang sama dengan hak-hak
yang sama diluar Hak Pengelolaan, yaitu dapat beralih dan dialihkan dan dapat
dibebani hak tanggungannya.
Page 7 of 14
8
Peralihan Hak
Peralihan hak yang yang sering terjadi adalah jual-beli tanah, yaitu suatu
perbuatan hukum antara pembeli dan penjual, penjual menyerahkan hak atas
tanahnya kepada si pembeli dengan menerima pembayaran.
Dilakukannya jual-beli, maka hak atas tanah beralih kepada pembeli.
Apabila diatas tanah sudah ada bangunan dan/atau tanaman, harus disebutkan
didalam akta jual-belinya.
Perjanjian jual-beli hanya dapat dilakukan, sepanjang sipembeli memenuhi
persyaratan untuk menjadi subyek hak atas tanah yang akan dipindahkan keatas
namanya.
Dalam hal tidak memenuhi persyaratan, ditempuh dengan cara pelepasan hak atas
tanahbya, baru kemudian diminta melalui prosedur pemberian hak.
Misalnya pembelian tanah Hak Milik oleh orang asing, oleh badan hukum yang
tidak memenuhi syarat untuk menjadi subyek hak Milik.
Dalam perjanjian jual-beli perlu diperhatikan surat-surat tanah yang diperlukan,
antara lain sertifikat hak atas tanah (sepanjang tanahnya sudah didaftar), petok
pajak hasil bumi atau verponding Indonesia yang dikeluarkan sebelum tahun 1961
dan surat-surat lain turutannya, jika ternyata telah terjadi pemindahan hak lebih
lanjut (di DKI Jakarta dikenal dengan riwayat tanah).
Perlu diperhatikan bahwa petuk pajak hanya merupakan petunjuk dan bukan tanda
bukti hak, petujuk bahwa tanah yang bersangkutan semula berstatus sebagai hak
milik adat dan bahwa wajib pajak adalah pemiliknya.
Pelaksanaan jual-beli dilakukan dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah yang
dikenal dengan singkatan PPAT yang wilayah kerjanya meliputi daerah tanah
yang bersangkutan.
Sebagai PPAT: Para notaris yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri, Para
Camat karena jabatannya dan Pejabat lain yang diangkat oleh Menteri Dalam
Negeri.
Dengan dihadiri oleh pembeli dan penjual atau kuasanya, oleh PPAT dibuat Akta
Jual-Beli, dengan dihadiri para saksi.
Dalam hal tanahnya belum terdaftar (belum ada sertifikat), disyaratkan Saksi
Kepala Desa dan seorang anggota Pamong Desa dari Desa letak tanah. Fungsi
kesaksian Kepala Desa sekaligus menguatkan status tanah yang akan dijual dan
menjamin bahwa penjualnya memang yang mempunyai hak atas tanah tersebut.
Akta Jual Beli merupakan alas hak perolehan hak atas tanah dan merupakan
syarat pendaftaran untuk dicatat dalam Buku Tanah dan Sertifikatnya oleh Kantor
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kotamadya.
Dalam hal belum pernah dibuat sertifikat, terlebih dahulu dibuatkan Sertifikat
atas nama penjual, serta merta dilakukan pencatatan jual-belinya.
Sertifikat yang telah diberi catatan mengenai jual-belinya, diserahkan kepada
pembeli.
Page 8 of 14
9
Dengan didaftarkannya jual-beli akan diperoleh tanda bukti yang lebih kuat, yaitu
dengan dicatatnya dalam buku tanah dan sertifikat bersangkutan.
Oleh karena buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan bersifat terbuka untuk
umum, akan dapat diketahui oleh pihak ketiga, dan memperoleh perlindungan
hukum apabila terjadi sengketa dikemudian hari.
Bentuk peralihan hak yang lain, yaitu hibah dan tukar-menukar, dilakukan dengan
prosedur yang sama dengan jual-beli.
Orang-perseorangan sebagai subyek hak atas tanah sudah jelas diatur didalam
undang-undang Pokok Agraria, yang pada garis besarnya dibedakan dalam
pembedaan hak dan kewajiban dari orang warga Negara dan orang asing.
Lain halnya untuk badan-hukum, pengaturannya masih digantungkan kepada
beberapa syarat tertentu, dan tidak dapat terlepas dari ketentuan tentang status
badan hukum pada umumnya.
Yang terakhir ini belum ada pengaturan secara konkrit, dan masih banyak
dipakai peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan dari perundang-
undangan lama peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda, atau yang
didasarkan kepada hukum adat (hukum yang tidak tertulis).
Page 9 of 14
10
Tidak semua badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia itu merupakan badan hukum Indonesia. Hal ini
masih tergantung kepada berbagai factor, a.l. kewarganegaraan para pendiri
dan para anggota/pengambil bagian dalam badan hukum itu sendiri.
Dari macam-macam hak atas tanah yang disebutkan dalam pasal 16 UUPA,
tidak semuanya dapat dipunyai oleh badan hukum, dan demikian pula tidak
setiap badan hukum bisa leluasa menjadi pemegang hak atas tanah, baik
berasal dari perolehan hak baru maupun dari peralihan hak.
3. Terhadap Hak Milik, pada azasnya badan hukum tidak dapat mempunyai, dan
dipandang sudah cukup untuk mempunyai tanah dengan hak yang lain,
misalnya hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai. Dalam pasal 21
ayat 2 UUPA, oleh Pemerintah akan ditetapkan badan-badan hukum mana
yang dapat menjadi subyek hak milik dan syarat-syaratnya.
Dalam Peraturan Menteri Agraria no: 2 dan no: 5 tahun 1960 secara limitatir
ditentukan badan-badan hukum mana yang dapat mempunyai hak milik atas
tanah yang sebelumnya sudah dipunyai sebagai hak eigendom.
Disebutkan disitu:
a. Indonesische Maatscppij op aandelen
b. Indonesische Verenigingen
c. Bank Industri Negara
d. Bank Negara Indonesia
e. Bank Tani dan Nelayan
f. Badan Perusahaan Produksi Bahan Makanan dan Pembukaan Tanah
g. Bank Umum Negara
h. Bank Dagang Negara
i. Bank Rakyat Indonesia
j. Bank Pembangunan Indonesia
k. Bank Indonesia
Page 10 of 14
11
Sebagai realisasi dari Peraturan Pemerintah No: 38 Tahun 1963, sudah banyak
diadakan penunjukan atas badan hukum yang dapat menjadi subyek hak milik
atas tanah, antara lain:
a. Dengan Surat keputusan Menteri Pertanian dan Agaria tanggal 6 Januari
1964 No. Sk.XV/1/Ka/1964, Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf
Modern Gontor Ponorogo ditunjuk sebagai badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah.
Dengan Surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 25 Juli 1964
No.Sk.10/Depag/1964 sudah ditegaskan pula tanah-tanah kepunyaan
Yayasan diatas, bagian-bagian mana dapat dimiliki sebagai hak milik dan
bagian-bagian mana sebagai hak pakai.
Page 11 of 14
12
Sebenarnya perbedaan yang ada antara berbagai hak atas tanah diatas
hanyalah mengenai jangka-waktunya, yang bisa untuk selamanya dan yang
dengan jangka waktu tertentu saja.
1. Dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA, ditentukan bahwa Pemerintah membuat suatu
rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah untuk
keperluan:
a. Pemerintah sendiri (pembangunan)
b. Peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa.
c. Pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain
kesejahteraan.
d. Memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta
sejalan dengan itu.
e. Memperkembangkan industry, transmigarsi dan pertambangan.
2. Khusus untuk Keperluan suci dan badan sosial, ditegaskan lebih lanjut dalam
Pasal 49 UUPA, yaitu:
Page 12 of 14
13
3. Jangka waktu Hak Guna Bangunan paling lama 30 tahun dengan kemungkinan
diperpanjang selama 20 tahun, dan setelah jangka waktunya habis tidak dapat
diperpanjang lagi. Kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan
hak, dengan syarat-syarat baru.
Hak Guna Bangunan dapat dibebani Hak Tanggungan (hipotik atau Credit
Verband) sebagaimana diatur dalam pasal 51 dan pasal 56 UUPA.
Bagi badan keagamaan, kecuali pemilikan tanah dengan Hak Milik,
sebenarnya perlu dikaji lebih lanjut pemilikan tanah dengan Hak Guna
Bangunan ini. Yaitu apakah tidak lebih tepat pemilikan tanah dengan Hak
Pakai selama tanahnya dipergunakan.
Salah satu pembatasan terhadap Hak Pakai, sepanjang mengenai tanah yang
langsung dikuasai oleh Negara haknya hanya dapat dialihkan kepada pihak
lain dengan ijin penjabat yang berwenang (pasal 43 UUPA).
Menurut ketentuan Pasal 51 dan 56 UUPA, Hak Pakai tidak dapat dibebani
Hak Tanggungan (hipotik atau credit verband).
Page 13 of 14
14
verband dapat diatasi, tentu saja sepanjang diatasnya terdapat bangunan, dan
masih tergantung kepada pihak perbankan yang akan memberikan kredit.
VIII. Penutup
Jakarta,
Page 14 of 14