Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN UMUM PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN


PERJANJIAN TAKE OVER DIBAWAH TANGAN SERTA
ASAS KEPASTIAN HUKUM

A. Tinjauan Umum Mengenai Pengalihan Hak Atas Tanah

1. Pengertian Hak Atas Tanah

Hak tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan

serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya

untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang menjadi haknya. Sesuatu yang

boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak

penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolak ukur di antara hak-hak

penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.67

Dengan adanya hak menguasai dari Negara sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA68, yaitu:

“Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu
pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh masyarakat.”
Atas dasar ketentuan tersebut, Negara berwenang untuk menentukan

hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh dan atau diberikan kepada

perseorangan badan hukum yang memenuhi persyaratan yang ditentukan.

67
Boedi Harsono, Op.Cit., Hlm. 24.
68
Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria.
48
49

Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2 UUPA 69,

yaitu :

(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun
bersama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini
memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan engan penggunaan
tanah itu, dalam batas-batas menurut undang- undang ini dan
peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Dalam UU Pokok Agraria, dikenal dengan adanya asas nasionalitas,

Sebagai kawasan yang dimiliki oleh bangsa yang berdaulat dan bersatu,

seluruh wilayah indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat

indonesia dengan hubungan yang bersifat abadi. Asas nasionalitas ini

memiliki konsekuensi yang jauh terhadap pemilikan atau pemegang hak milik

terhadap hak atas tanah di indonesia, yaitu yang diperbolehkan mempunyai

hak milik adalah hanya warga negara indonesia. Hak milik tidak terbatas

jangka waktunya. Dalam UU Pokok Agraria hak milik atas tanah bersifat

turun-temurun. Artinya, si pemilik tanah dapat mewariskan tanah tersebut

kepada keturunanya tanpa batas waktu dan tanpa batas generasi. Kalau hal itu

terjadi dengan orang asing, konsekuensinya ialah orang asing tersebut bisa

mendominasi suatu negara melalui pemilikan dalam bidang pertanahan.70

69
Pasal 4 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
70
Ibid., Hlm.8.
50

Dalam hukum tanah nasional ada bermacam-macam hak penguasaan

atas tanah sebagai berikut:71

a. Hak Bangsa Indonesia (UUPA Pasal 172);

b. Hak Menguasai dari Negara (Pasal 273);

c. Hak Ulayat masyarakat hukum adat sepanjang dalam kenyataannya

masih ada (Pasal 374);

d. Hak-hak individual,yaitu:

1) Hak-hak atas tanah (Pasal 4) adalah sebagai berikut:

a) Primer, meliputi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, yang diberikan oleh Negara dan Hak Pakai yang

diberikan oleh Negara (Pasal 16 ayat 175).

b) Sekunder, meliputi Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang

diberikan oleh pemilik tanah, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi

Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa dan lain-lainnya (Pasal

37,41 dan 5376).

2) Wakaf (UUPA Pasal 49 dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2004 Tentang Wakaf).

71
Boedi Harsono, Op.Cit., Hlm.264.
72
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
73
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
74
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
75
Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
76
Pasal 37, Pasal 41 dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
51

3) Hak jaminan atas tanah: Hak Tanggungan (UUPA Pasal

23,33,39,51 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Hak Tanggungan).

Hak atas tanah pada dasarnya adalah sebuah kewenangan untuk

“memakai” suatu bidang tanah tertentu dalam memenuhi suatu kebutuhan

tertentu. Pada hakikatnya, pemakaian tanah itu hanya terbatas untuk tujuan.

Yang pertama adalah untuk diusahakan, misalnya untuk usaha pertanian,

perkebunan, perikanan/tambak, atau peternakan. Yang kedua adalah tanah itu

dipakai sebagai “tempat membangun sesuatu”, seperti untuk membangun

gedung, tempat parkir, jalan, pariwisata serta lainnya. Karena semua ha katas

tanah itu merupakan hak untuk memakai tanah maka semuanya memang

dapat dicakup dalam pengertian dan dengan sebutan Hak Pakai. Maka untuk

memudahkan pengenalannya, Hak Pakai untuk keperluan bermacam-macam

itu kemudian masing-masing diberi nama sebutan yang berbeda, yaitu, Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.77 Pada

penjelasan dibawah ini, dijelaskan bagian hak milik dan hak pengelolaan

yaitu:

a. Hak milik

Diantara hak-hak (pakai) diatas, ada yang sifatnya sangat khusus, yang

bukan sekedar berisikan kewenangan untuk memakai suatu bidang tanah

tertentu yang dihaki, tetapi juga mengandung hubungan psikologis-emosional

antara pemegang hak dengan tanah yang bersangkutan. Hubungannya bukan


77
M. Machfudh Zarqoni, Hak Atas Tanah: Perolehan, Asal Dan Turunannya, Serta
Kaitannya Dengan Jaminan Kepastian Hukum (Legal Guarantee) Maupun Perlindungan
Kepemilikannya (Property Right), Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2015, Hlm.36.
52

sekedar hubungan lugas yang memberi kewenangan memakai suatu bidang

tanah tertentu. Pemegang haknya sebagai orang Indonesia, yang belum

mendapat pengaruh pemikiran barat, merasa handarbeni tanah yang

bersangkutan.78

Nama Hak Milik bukan nama asli Indonesia. Tetapi sifat-sifat hak

menguasai tanah yang diberi nama sebutan Hak Milik itu sudah dikenal

dalam hukum adat, yaitu hasil perkembangan penguasaan dan pengusahaan

atau penggunaan sebagian tanah ulayat secara intensif dan terus-menerus oleh

perseorangan warga masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat. Oleh

karena itu, pada dasarnya Hak Milik hanya diperuntukkan bagi warga negara

Indonesia yang berkewarganegaraan tunggal, baik untuk tanah yang

diusahakan maupun untuk keperluan membangun sesuatu di atasnya.79

Sesuai dengan nama dan sifat hak milik, maka UUPA menetapkan

bahwa Hak Milik tidak terbatas jangka waktu berlakunya. Hak Milik juga

dapat beralih karena pewarisan dan dapat juga dipindahkan kepada pihak lain

yang memenuhi syarat. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan perkreditan

modern atas tanah, maka Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan

dibebani hak tanggungan. Untuk memenuhi asas keadilan, maka jumlah

dan/luas bidang tanah yang dimiliki dibatasi. Hak milik oleh UUPA

digambarkan sebagai hak yang paling penuh dan paling kuat yang bisa

dimiliki atas ttanah dan dapat diwariskan turun temurun.80

78
Ibid., Hlm.37.
79
Ibid., Hlm.37.
80
Ibid., Hlm.38.
53

b. Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan merupakan kewenangan yang bersumber pada Hak

Menguasai dari Negara itu dapat juga dilimpahkan kepada Departemen,

Lembaga Pemerintahan Non Departemen, masyarakat hukum adat dan badan-

badan hukum tertentu. Bidang-bidang tanah yang dikuasai dengan Hak

Pengelolaan itu tidak diperuntukkan bagi keperluan pemegang haknya

sendiri, melainkan disediakan bagi pemenuhan kebutuhan pihak lain,

contohnya penguasa pelabuhan yang menyediakan bagian-bagian tanah yang

dikuasainya bagi keperluan perusahaan-perusahaan yang mempunyai

kegiatan di wilayah pelabuhan. Demikian pula penguasaan bandara yang

menyediakan bagian-bagian tanah yang dikuasainya bagi keperluan

perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan penerbagngan di kawasan

bandara.81

Hak pengelolaan bukan hak atas tanah, melainkan hak menguasai

Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada

pemegangnya. Hak Pengelolaan termasuk hak yang didaftar, dengan sertifikat

sebagai dokumen tanda bukti haknya. Keistimewaan hak Pengelolaan adalah

biarpun bidang-bidang tanah tersebut dikuasai pihak-pihak lain dengan

bermacam hak atas tanah, Hak Pengelolaan yang bersangkutan tetap

berlangsung dan hak penguasaan pemegang hak pengelolaan tersebut tidak

terputus.82

81
Ibid., Hlm.38.
82
Ibid., Hlm.38.
54

Hak Pengelolaan tidak secara eksplisit didapati dalam UUPA. Secara

implisist, pengertian itu diturunkan dari Pasal 2 ayat (4) UUPA yang

berbunyi: “Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat

dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat

hukum adat, sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan aturan .”83

2. Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah merupakan persyaratan dalam upaya menata dan

mengatur peruntukan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah termasuk

untuk mengatasi berbagai masalah pertanahan. Pendaftaran tanah ditunjukan

untuk memberikan kepastian hak dan perlindungan hukum bagi pemegang

hak atas tanah dengan pembuktian sertipikat tanah, sebagai instrument untuk

penataan penguasaan dan pemilikan tanah serta sebagai instrument

pengendali dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah.84

Pendaftaran tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendaftaran tanah

untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran

Tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan

terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang diperbarui oleh Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sedangkan

pemeliharaan data pendaftaran tanah merupakan kegiatan pendaftaran tanah

83
Ibid., Hlm.39.
84
Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,
Hlm.59.
55

untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar

tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat karena adanya

perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.85

Kegiatan pendaftaran tanah meliputi sebagai berikut:86

a. Bidang fisik, yaitu pengukuran, pemetaan dan pembukuan yang

menghasilkan peta-peta pendaftaran dan surat ukur;

b. Bidang yuridis, yaitu pendaftaran hak-hak atas tanah,peralihan hak

dan pendaftaran atau pencatatan dari hak-hak lain yaitu baik hak

atas tanah maupun jaminan, serta beban-beban lainnya;

c. Penerbitan surat tanda bukti hak yaitu sertifikat.

Pasal 19 UUPA menegaskan tujuan pendaftaran tanah adalah untuk

menjamin kepastian hukum hak atas tanah. Berikut ini penjabaran lebih lanjut

tentang tujuan pendaftaran tanah, yaitu:87

a. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah.

b. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

c. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Tujuan Pendaftaran Tanah menurut Pasal 19 Undang-Undang Pokok

Agraria dan ditegaskan kembali dalam PP Pendaftaran Tanah adalah untuk

memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Kepastian

85
Jayadi Setiabudi, Panduan Lengkap Mengurus Tanah Rumah Serta Segala
Perizinannya, Buku Pintar, Yogyakarta, 2015, Hlm.67.
86
Ibid., Hlm.68.
87
Ibid., Hlm.46.
56

hukum yang dapat dijamin meliputi kepastian mengenai letak batas dan luas

tanah, status tanah dan orang yang berhak atas tanah dan pemberian surat

berupa sertifikat.88

Menurut Boedi Harsono, ada 2 (dua) macam sistem pendaftaran tanah

yaitu sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan sistem pendaftaran

hak (registration of titles). Dalam sistem pendaftaran hak, setiap penciptaan

hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan,

kemudian juga harus dibuktikan dengan suatu akta. Tetapi dalam

penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang didaftar, melainkan

haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta hanya

merupakan sumber datanya. Sistem pendaftaran hak tampak dengan adanya

Buku Tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang

dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda

bukti hak atas tanah yang didaftar.89

Sebelum berlakunya UUPA, Indonesia menganut sistem pendaftaran

akta (registration of deeds) yang diatur dalam Overschrijvings Ordonnantie

1834-27. Akta atau surat perjanjian peralihan hak atas tanah dilakukan

dihadapan Overschrijvings Ambtenaar yang merupakan pejabat pendaftaran

tanah pada masa itu. Sebagai hasil dari pendaftaran tersebut, kepada penerima

hak diberikan grosse akta sebagai bukti terjadinya peralihan hak tersebut.

Setelah berlakunya UUPA, Indonesia menganut sistem pendaftaran hak


88
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya,, Sinar Gafika, Jakarta,
2009, Hlm.114.
89
Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak AtasTanah, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2011, Hlm.361.
57

(registration of titles). Sistem pendaftaran ini digunakan karena peralihan hak

atas tanah di Indonesia sesuai dengan hukum adat adalah bersifat nyata,

terang dan tunai (kontant, concreet, belevend en participarend denken).90

Indonesia menganut sistem pendaftaran hak (registration of title) dan

bukan sistem pendaftaran akta. Hal tersebut ditandai dengan digunakannya

Buku Tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis serta data fisik yang

dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda

bukti hak yang didaftar. Pembuatan akta tanah adalah perbuatan hukum yang

menimbulkan akibat hukum, karena akta yang telah dibuat PPAT itu telah

mensahkan transaksi antar para pihak, demikian pula akta tanah tersebut telah

menutup kesempatan pihak lain atas pokok materi yang telah ditransaksikan

itu. Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh akta PPAT, dapat mengajukan

gugatan baik Tata Usaha Negara maupun perdata dan jika diindikasikan

terdapat unsur pidana didalamnya, pihak yang dirugikan tersebut dapat

melaporkan kepada penegak hukum.91

Dengan memperhatikan kemampuan pemerintah, maka pelaksanaan

pendaftaran tanah dilakukan secara bertahap. Sebagai langkah awal,

dilakukan pengukuran secara sistematik desa demi desa untuk memenuhi

ketersediaan Peta Dasar Pendaftaran yang memuat titik-titik dasar teknik dan

unsur-unsur geografis serta batas fisik bidang-bidang tanah. Pada wilayah

yang belum dilakukan pendaftaran tanah sistematik, pada dasar pendaftaran

diperlukan untuk mengidentifikasi dan menetapkan letak tanah yang akan


90
Ibid., Hlm.362.
91
Ibid., Hlm.47.
58

didaftarkan secara sporadik dan selanjutnya menjadi dasar untuk pembuatan

Peta Pendaftaran.

Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah,

berisi data fisik mengenai keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah

dan bangunan yang dianggap perlu. Dalam penjelasan PP Pendaftaran Tanah,

menyatakan bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya

diperintahkan oleh UUPA, tidak menganut sistem publikasi positif (sistem

positif) dimana kebenaran data yang disajikan dijamin sepenuhnya,

melainkan sistem yang dianut adalah sistem publikasi negatif (sistem negatif).

Dalam sistem negatif yang bertendensi positif, pemerintah tidak menjamin

kepastian hukum sepenuhnya terhadap kebenaran data teknis, yustitia dan

aspek administrative yang disajikan, karena tetap terbuka bagi pihak lain

untuk membuktikan sebaliknya. Guna memperkuat sistem negative,

dilakukan penelitian data disertai publikasi secara terbuka serta kesaksian dan

kesepakatan batas-batas tanah. Dalam sistem negatif, pelaksanaan pencatatan

atau pembukuan suatu hak dalam daftar tanah atas nama subjek hak, tidak

mengakibatkan bahwa subjek hak yang sebenarnya berhak menjadi

kehilangan haknya.92

Pendaftaran tanah tidak membuat orang yang memperoleh tanah dari

pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang hak yang baru. Dalam sistem ini

berlaku asas yang dikenal sebagai nemo plus juris. Asas ini berasal dari

hukum romawi yang secara lengkap berbunyi “nemo plus juris in alium

transferre potest quam ipse habet”. Orang tidak dapat menyerahkan atau
92
Ibid., Hlm.48.
59

memindahkan hak melebihi apa yang dia punyai. Hakikat yang menentukan

sah atau tidaknya suatu hak serta pemilikannya adalah itikad baik dan sahnya

perbuatan hukum yang dilakukan, bukan pendaftarannya. Oleh karena itu,

biarpun sudah didaftar dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat, masih

terbuka kemungkinan pemegang hak terdaftar kehilangan hak tanah yang

dikuasainya karena digugat oleh pihak yang sebenarnya berhak. Subjek hak

yang merasa mempunyai hak atas tanah yang terdaftar atas nama orang lain,

tetap masih dapat mempertahankan haknya dengan cara melakukan gugatan

ke pengadilan terhadap pihak yang namanya terdaftar dalam buku tanah.93

Dalam entitas hukum dan komunitas masyarakat seringkali muncul

issue sertifikat palsu, yang jika dilihat dari penyebabnya dapat dicirikan

sebagai berikut:94

a. Adanya sertifikat palsu muncul atau berasal dari masyarakat.

b. Adanya sertifikat tumpang tindih baik sebagian atau seluruhnya,

karena tidak jelasnya batas lokasi dilapang atau adanya unsur

keasalahan penunjukan lokasi.

c. Adanya sertifikat lama yang sebenarnya sudah dimatikan karena

dilaporkan hilang dan telah diterbitkan sertifikat pengganti.

B. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch

menyatakan bahwa, “sesuatu yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”. 95

93
Ibid., Hlm.49.
94
Ibid., Hlm.49.
95
Muhamad Erwin, Op.Cit., Hlm.123.
60

Tujuan hukum pada umumnya menurut Gustav Radbruch menggunakan asas

prioritas. Asas prioritas tersebut dijadikan sebagai tiga nilai dasar tujuan

hukum yaitu:96

1. Kepastian

Kepastian hukum oleh setiap orang dapat terwujud dengan

ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Hukum

yang berlaku pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, hal ini

dikenal juga dengan istilah fiat justitia et pereat mundus (meskipun

dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh

kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan

yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa

seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam

keadaan tertentu.

2. Keadilan

Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan

hukum. Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif,-

individualistis dan tidak menyamaratakan. Apabila penegak hukum

menitik beratkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai kemanfaatan

dan kepastian hulum dikesampingkan, maka hukum itu tidak dapat

berjalan dengan baik.

96
Gustav Radbruch, Op.Cit., Hlm.107.
61

3. Kemanfaatan

Demikian pula sebaliknya jika menitik beratkan kepada nilai kemanfaatan

sedangkan kepastian hukum dan keadilan dikesampingkan, maka hukum

itu tidak jalan. Idealnya dalam menegakkan hukum itu nilai-nilai dasar

keadilan yang merupakan nilai dasar filsafat dan nilai-nilai dasar

kemanfaatan merupakan suatu kesatuan berlaku secara sosiologis, serta

nilai dasar kepastian hukum yang merupakan kesatuan yang secara yuridis

harus diterapkan secara seimbang dalam penegakan hukum.

Theo Huijbers menyatakan bahwa dalam pengertian hukum dapat

dibedakan tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada

pengertian hukum yang memadai. Aspek yang pertama ialah keadilan dalam

arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di

depan pengadilan. Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas.

Aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan

tujuan yang hendak dicapai. Aspek yang ketiga ialah kepastian hukum atau

legalitas. Aspek itu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai

peraturan yang harus ditaati.97

Gustav Radbruch mengemukakan pula 4 (empat) hal mendasar yang

berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu: pertama, bahwa hukum

itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-undangan.

Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada

kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas

97
Theo Huijbers, Op.Cit., Hlm.163.
62

sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah

dilaksanakan Keempat, hukum positif tidak boleh mudah diubah.98

Sudikno Mertokusumo mengartikan kepastian hukum, merupakan

perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti

bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam

keadaan tertentu.99 Peter Mahmud Marzuki dalam kaitannya dengan

pengertian kepastian hukum mengemukakan sebagai berikut:

Pertama adanya, aturan yang bersifat umum membuat individu


mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan
kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum
itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
dilakukan oleh negara terhadap individu.100
Kepastian hukum dapat berupa pasal-pasal dalam undang-undang dan

konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan

putusan hakim lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.

Pada era sekarang prinsip kepastian hukum menekankan pada

penegakan hukum yang berdasarkan pembuktian secara formil, artinya suatu

perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hanya jika

melanggar aturan tertulis tertentu. Sebaliknya menurut prinsip keadilan,

perbuatan yang tidak wajar, tercela, melanggar kepatutan dan sebagainya

dapat dianggap sebagai pelanggaran demi tegaknya keadilan meskipun secara

formal tidak ada undang-undang yang melarangnya. 101 Dilema antara

98
Gustav Radbruch, Op.Cit., Hlm.107.
99
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., Hlm.145.
100
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit. Hlm.158.
101
Mahfud M.D., Kepastian..... ,Op.Cit., Hlm.91.
63

penegakan hukum yang mengedepankan pada prinsip kepastian hukum

ataukah rasa keadilan merupakan persoalan yang sudah ada sejak lama.

Keduanya sama-sama ada di dalam konsepsi negara hukum. Prinsip kepastian

hukum lebih menonjol di dalam tradisi kawasan Eropa Kontinental dengan

konsep negara hukum rechstaat, sedangkan rasa keadilan lebih menonjol di

dalam tradisi hukum kawasan Anglo Saxon dengan konsep negara hukum the

rule of law.102

Tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian

hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan

dan mampu mempertahankan ketertiban. Kepastian hukum adalah syarat

mutlak setiap aturan, persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan

alasan pokok dari tujuan hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum.

Suatu kepastian hukum mengharuskan terciptanya suatu peraturan umum atau

kaidah umum yang berlaku secara umum, serta mengakibatkan bahwa tugas

umum untuk mencapai kepastian hukum. Hal ini dilakukan agar terciptanya

suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat luas dan ditegakkannya

serta dilaksanakan dengan tegas.103

102
Mahfud M.D., Dilema Sifat Melawan Hukum........, Op.Cit., Hlm.89.

103
Soerjono Soekanto, Op.Cit., Hlm.15.

Anda mungkin juga menyukai