Anda di halaman 1dari 119

JAKSA AGUNG MUDA

PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

untuk
kalangan
sendiri

BUKU PANDUAN BESERTA


STANDARD OPERATIONAL
TRAPSILA
ADHYAKSA

PROCEDURE (SOP)
HALO JPN

REFORMASI BIROKRASI BIDANG DATUN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA


Daftar Isi

BAB I Kategori Pertanahan

BAB II Kategori Hukum Waris

BAB III Kategori Perkawinan dan Perceraian

BAB IV Kategori Hutang Piutang

BAB V Kategori Pendirian dan Pembubaran PT

SOP Administrasi Pelayanan Halo JPN


SOP I
JAMDATUN

SOP Administrasi Pelayanan Halo JPN


SOP II
Kejaksaan Tinggi Se-Indonesia

SOP Administrasi Pelayanan Halo JPN


SOP III
Kejaksaan Negeri Se-Indonesia

SOP IV SOP Kewilayahan Halo JPN

SOP Teknis Penyusunan Jawaban JPN


SOP V
pada Halo JPN
Dasar Penyusunan:
Surat Perintah Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Nomor: PRIN-
189/G/Gs.1/03/2022 tanggal 17 Maret 2022 untuk membuat Buku Panduan Pelayanan
Hukum Halo JPN. Berikut konsep buku panduan Pelayanan Hukum Halo JPN kategori
“Pertanahan”:

No Permasalahan Tanggapan atas permasalahan Ket

1 2 3

1 Macam-macam Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5


Hak Atas Tanah Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) berdasarkan hak menguasai negara,
ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud sebagaimana
Pasal 16 ayat (1) UUPA ialah:
1. hak milik,
2. hak guna-usaha,
3. hak guna-bangunan,
4. hak pakai,
5. hak sewa,
6. hak membuka tanah,
7. hak memungut-hasil hutan,
8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan
undang-undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara.
Pemegang hak atas tanah di atas berwenang
mempergunakan tanah, termasuk pula tubuh bumi
dan air serta ruang yang ada di atasnya, untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang
lebih tinggi.

2 Apa itu Hak Dalam Pasal 570 KUHPerdata disebutkan:


Milik? Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu
barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat
terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya,
asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa
yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-
hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi
kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan
umum dan penggantian kerugian yang pantas,
berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-
undangan.
Hak Milik adalah hak turun menurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak
milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh warga
negara Indonesia (WNI). Namun untuk badan-badan
hukum tertentu yang ditetapkan pemerintah dapat
mempunyai hak milik berdasarkan PP Nomor 38
Tahun 1963 tentang Penunjukkan Badan-Badan
Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas
Tanah.

3 Apa itu Hak Hak Guna Usaha (HGU) merupakan salah satu hak
Guna Usaha? atas tanah, yang memberikan pemegangnya hak
untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara dalam jangka waktu maksimal 35
tahun dan diperpanjang untuk jangka waktu
paling lama 25 tahun, serta dapat diperbarui
untuk jangka waktu maksimal 35 tahun, guna
perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
(Vide Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 29 ayat (1)
UUPA jo. Pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan,
Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan
Pendaftaran Tanah (PP 18/2021).
HGU hanya dapat dimiliki oleh WNI dan badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.

4 Apa itu Hak Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk
Guna mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
Bangunan? atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan
jangka waktu maksimal 30 tahun. HGB diberikan
kepada:
a. WNI; dan
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

5 Apa itu Hak Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
Pakai? memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa
dan ketentuan-ketentuan UUPA.
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai
adalah:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik.

6 Adakah Bahwa tidak ada ketentuan yang membatasi secara


batasan jumlah tegas maksimal pemecahan bidang tanah. Namun
pemecahan demikian, Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah
bidang tanah? Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(PP Pendaftaran Tanah) menyebutkan pada intinya:
Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan
satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat
dipecah secara sempurna menjadi beberapa
bagian, yang masing-masing merupakan satuan
bidang baru dengan status hukum yang sama
dengan bidang tanah semula.
Selanjutnya dalam penjelasan disebutkan
pemecahan bidang tanah harus sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku dan tidak boleh
mengakibatkan tidak terlaksananya peraturan
perundang-undangan yang berlaku, misalnya
ketentuan landreform (Vide Penjelasan Pasal 48 ayat
(1) PP Pendaftaran Tanah).
Berdasarkan Pasal 48 ayat (2) Pendaftaran Tanah,
untuk tiap bidang tanah yang sudah dipecah itu
dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat untuk
menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertifikat
asalnya.
Namun apabila kepemilikan tanah misalkan seluas
5.000 m2 dan ingin dipecah menjadi beberapa bidang
yang lebih kecil yaitu menjadi 25 bidang, maka
kepemilikan akan menjadi lebih dari 5 bidang, hal
tersebut yang dilarang menurut Kepmen Agraria/BPN
6/1998. Merujuk Pasal 2 ayat (1) Kepmen
Agraria/BPN 6/1998 yang selengkapnya berbunyi:
Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat
dengan surat sesuai bentuk sebagaimana contoh
dalam Lampiran I Keputusan ini dengan disertai:
e. pernyataan dari pemohon bahwa dengan
perolehan Hak Milik yang dimohon
pendaftarannya itu yang bersangkutan
akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk
rumah tinggal tidak lebih dari 5 bidang tanah
seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000
m2, dengan menggunakan contoh sebagaimana
Lampiran II Keputusan ini.
Di lain sisi, apabila pemecahan bidang tanah
melebihi 5 bidang untuk dijual kembali, sebaiknya
dibuat surat pernyataan dengan menyebutkan alasan
pemecahan bidang tanah, yaitu akan dialihkan
kepada pihak lain. Dengan adanya surat pernyataan
tersebut, diharap ke depannya tidak ada masalah
mau berapa jumlah bidang tanah yang dipecah,
karena alasan sudah terakomodasi dari surat
pernyataan tersebut.

7 Bagaimana Dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah


kedudukan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
PPJB dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
jual beli tanah? Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Pemukiman (PP 12/2021), disebutkan bahwa sistem
PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara
setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam
kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam
perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian
Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta
jual beli.
Kemudian, dalam Pasal 1 angka 11 PP 12/2021
didefinisikan juga bahwa PPJB adalah kesepakatan
antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk
melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun
yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan
sebelum pembangunan untuk rumah susun atau
dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal
dan rumah deret yang dibuat di hadapan notaris.
Tujuan PPJB
Mengacu pada ketentuan PPJB yang terkandung
dalam pasal di atas, maka secara umum dapat
dipahami bahwa PPJB adalah kesepakatan awal
antara calon penjual dengan calon pembeli yang
memperjanjikan akan dilakukannya transaksi jual beli
atas suatu benda, pada umumnya benda tidak
bergerak termasuk tanah dan rumah.
Tujuan dari PPJB adalah untuk mengikat calon
penjual agar pada saat yang telah diperjanjikan ia
akan menjual benda/hak miliknya kepada calon
pembeli, dan pada saat yang sama perjanjian
tersebut juga mengikat calon pembeli untuk membeli
benda/hak milik calon penjual, sesuai dengan
ketentuan yang telah diperjanjikan para pihak.
Jenis PPJB
Dilihat dari pelunasan pembayaran, ada dua jenis
PPJB, yaitu PPJB belum lunas dan PPJB lunas.
PPJB Lunas adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli
yang baru merupakan janji-janji karena harganya
belum dilunasi.
Kemudian, PPJB lunas adalah Perjanjian Pengikatan
Jual Beli yang sudah dilakukan secara lunas, namun
belum bisa dilaksanakan pembuatan akta jual belinya
di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
karena ada proses yang belum selesai, misal
pemecahan sertifikat, dan lainnya.
Syarat PPJB
Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun
yang masih dalam tahap pembangunan dapat
dilakukan pemasaran oleh pelaku pembangunan
melalui sistem PPJB. Namun sistem PPJB tersebut
hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi
persyaratan kepastian atas: (Vide Pasal 22 ayat (3)
dan (5) PP 12/2021)
1. status kepemilikan tanah;
2. hal yang diperjanjikan;
3. PBG;
4. ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum; dan
5. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh
persen)
Kekuatan Hukum PPJB
Dalam Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 disebutkan
bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan
hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagaimana Pasal 1 angka 1 PP 14/2016, PPAT
adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun.
Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa yang diakui secara tegas sebagai bukti
peralihan hak atas tanah melalui jual beli adalah
adanya Akta Jual Beli (AJB), meskipun baik PPJB
dan AJB adalah bagian dari proses jual beli tanah.
Meskipun pada prinsipnya PPJB adalah tidak
mengakibatkan beralihnya hak kepemilikan, namun
jika mengacu pada Lampiran SEMA
4/2016 (hal.5), peralihan hak atas tanah berdasarkan
PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah
membayar lunas harga tanah serta telah menguasai
objek jual beli dan dilakukan dengan iktikad baik.

8 Bagaimana Bahwa Akta Jual Beli (AJB) bukanlah merupakan


kedudukan AJB bukti kepemilikan atas sebidang tanah, namun
dalam jual beli merupakan suatu akta otentik yang memuat suatu
tanah? peristiwa terjadi peralihan hak melalui peristiwa
hukum berupa jual beli.
Walaupun demikian, suatu AJB merupakan akta
otentik yang memiliki kekuatan pembuktian tertinggi
dalam hubungan keperdataan, di samping sertifikat
itu sendiri. Secara yuridis, fungsi AJB ialah bukti
pendukung dalam kaitannya dengan pendaftaran
tanah.

9 Apa yang harus Wewenang untuk membuat AJB adalah pada


dilakukan jika Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
AJB hilang? berdasarkan Pasal 2 PP 37/1998. Berdasarkan Pasal
21 ayat (3) PP 37/1998, ditegaskan bahwa akta
PPAT dibuat dalam bentuk asli sebanyak 2 lembar,
yaitu:
1. lembar pertama sebanyak 1 rangkap disimpan
oleh PPAT yang bersangkutan; dan
2. lembar kedua sebanyak 1 rangkap atau lebih
menurut banyaknya hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi
obyek perbuatan hukum dalam akta, yang
disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk
keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta
tersebut mengenai pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan, disampaikan
kepada pemegang kuasa untuk dasar
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan,
dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dapat diberikan salinannya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap PPAT
yang membuat AJB pasti memiliki Minuta Akta,
sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh salinan/turunannya.
Tentunya, seorang Notaris/PPAT tidak diizinkan
untuk memberikan salinan dari AJB hanya
berdasarkan pengakuan kehilangan AJB semata.
Dalam hal ini, setidaknya perlu mempersiapkan
dokumen kwitansi pembayaran dari proses jual beli
(jika ada), surat pernyataan dari kedua saksi yang
menyaksikan penandatangan AJB, surat pernyataan
dari pejabat lokal/ketua adat, dan surat pernyataan
kesaksian dari orang yang dapat dipercaya, serta
surat laporan kehilangan dari pihak kepolisian.
Setelah dokumen tersebut dilengkapi, PPAT akan
memberikan salinan Minuta Akta atau salinan AJB.
Jika PPAT tetap menolaknya dapat membuat
pengaduan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (Permen ATR/BPN 2/2018). Pengaduan itu
disampaikan secara tertulis kepada Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
atau melalui website pengaduan, aplikasi Lapor atau
sarana pengaduan lainnya yang disediakan
Kementerian, dengan bertujuan pemblokiran tanah
guna mengantisipasi agar tidak terdapat AJB lain
(Vide Pasal 12 ayat (4) Permen ATR/BPN 2/2018).

10 Bagaimana Sebagaimana Pasal 21 jo. Pasal 23, Tanah yang


jangka waktu dapat diberikan dengan HGU meliputi:
perpanjangan 1. Tanah negara, yang diberikan dengan keputusan
dan pembaruan pemberian hak oleh Menteri Agraria dan Tata
Hak Guna Ruang (Menteri ATR); dan
Usaha? 2. Tanah hak pengelolaan, yang diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh Menteri ATR
berdasarkan persetujuan dari pemegang hak
pengelolaan.
Perpanjangan HGU adalah penambahan jangka
waktu berlakunya HGU tanpa mengubah syarat-
syarat dalam pemberian hak tersebut (jangka waktu
belum berakhir atau sebelum jangka waktu
perpanjangannya berakhir). Sementara pembaruan
HGU adalah penambahan jangka waktu berlakunya
HGU setelah jangka waktu berakhir atau sebelum
jangka waktu perpanjangannya berakhir. HGU di
atas tanah negara dapat diperpanjang atau
diperbarui atas permohonan pemegang hak, apabila
memenuhi syarat:
1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan
dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan
tujuan pemberian hak;
2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan
baik oleh pemegang hak;
3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai
pemegang hak;
4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata
ruang; dan
5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk
kepentingan umum.
Sedangkan bagi HGU di atas tanah hak pengelolaan,
selain harus memenuhi syarat-syarat di atas, harus
pula mendapat persetujuan dari pemegang hak
pengelolaan agar dapat diperpanjang atau
diperbarui.
Permohonan perpanjangan jangka waktu HGU dapat
diajukan setelah usia tanaman atau usaha lainnya
efektif atau maksimal sebelum berakhirnya jangka
waktu HGU. Sedangkan permohonan pembaruan
HGU diajukan maksimal 2 tahun setelah berakhirnya
jangka waktu HGU. Khusus HGU di atas tanah hak
pengelolaan, jangka waktu perpanjangan dan
pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya
telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan
tujuan pemberian haknya.
Sama halnya dengan pemberian HGU, perpanjangan
atau pembaruan HGU juga wajib didaftarkan pada
Kantor Pertanahan.

11 Apakah setelah Pembaruan HGU dapat dimohonkan oleh pihak lain


lewat dari 2 setelah melewati tenggang waktu maksimal 2 tahun
tahun masa setelah berakhirnya jangka waktu pembaruan HGU
perpanjangan oleh pemilik HGU sebelumnya.
HGU, HGU di
atas tanah
tersebut dapat
dimohonkan
oleh pihak lain?

12 Adakah batas Batas luas tanah hak milik untuk perorangan atau
kepemilikan badan hukum di Indonesia pada dasarnya tergantung
luas tanah hak kepada kegunaan atau pemanfaatan dari
milik di tanah/lahan terkait, di antaranya sebagai berikut:
Indonesia? 1. Tanah Pertanian
Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016
tentang Pengendalian Penguasaan Tanah
Pertanian (Permen ATR/BPN 18/2016), batas
luas penguasaan dan kepemilikan tanah
pertanian untuk perorangan adalah sebagai
berikut:
a. tidak padat, paling luas 20 hektar;
b. kurang padat, paling luas 12 hektar;
c. cukup padat, paling luas 9 hektar; atau
d. sangat padat, paling luas 6 hektar.
sedangkan pembatasan kepemilikan tanah
pertanian untuk badan hukum sesuai dengan
surat keputusan pemberian haknya.
2. Tanah untuk Rumah Tinggal
Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun
1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah
untuk Rumah Tinggal (Kepmen Agraria/BPN
6/1998), membatasi agar perolehan hak milik
atas tanah untuk rumah tinggal oleh
perseorangan tidak lebih dari 5 bidang tanah
yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari
5.000 meter persegi. Tetapi dalam keputusan
menteri tersebut tidak dijelaskan pembatasan
kepemilikan tanah untuk rumah tinggal oleh
badan hukum.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya batasan luas
kepemilikan tanah hak milik di Indonesia tergantung
kepada kegunaan dan pemanfaatan tanah tersebut.

13 Apakah Warga Warga Negara Asing (WNA) dapat memiliki rumah


Negara Asing tempat tinggal, akan tetapi bukan di atas tanah hak
dapat memiliki milik, melainkan hak pakai. Berdasarkan Peraturan
hak atas tanah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
di Indonesia? Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak
Atas Tanah (Permen ATR/BPN 18/2021), batasan
luas tanah untuk rumah tempat tinggal tersebut
adalah 1 bidang tanah per orang/keluarga dan
tanahnya paling luas 2.000 meter persegi. Tetapi,
dalam keadaan tertentu yang mempunyai dampak
positif terhadap ekonomi dan sosial, WNA dapat
memiliki rumah tempat tinggal dengan lebih dari 1
bidang tanah atau luas tanah lebih dari 2.000 meter
persegi dengan izin Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

14 Langkah untuk Tanah kavling dari developer merupakan badan


membeli tanah hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
kavling dengan berkedudukan di Indonesia, maka kemungkinan
status HGB dari besar tanah yang diperjualbelikan berstatus HGB.
developer Meski berstatus HGB, dapat meningkatkan status
tanah tersebut menjadi hak milik setelah tanah
berpindah kepemilikannya.
Bukti Kepemilikan Tanah Kavling
Dalam praktiknya, setelah pembeli membayar
uang down payment (DP), maka pembeli akan
mendapatkan dokumen berupa Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Hal senada juga diterangkan oleh Djoko dalam
bukunya sebagaimana kami kutip, bahwa pembeli
dan penjual tanah kavling menandatangani surat
pemesanan tanah/surat perjanjian jual beli/perjanjian
jual beli/akta jual beli atas perjanjian tanah kavling
(AJB). Dalam hal tanah kavling dibeli dari
pihak developer perumahan/real estate, maka
pembeli tanah kavling juga wajib mengisi dan
menandatangani formulir surat pernyataan
kesanggupan membayar PPN atas kegiatan
membangun sendiri yang diberikan oleh pihak real
estate (hal. 47).
Dengan telah terjadinya peralihan kepemilikan hak
atas tanah yang dibuktikan dengan adanya AJB,
maka wajib dilakukan pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah ke Badan Pertanahan Nasional
(BPN) dengan menyebutkan alasan terjadinya
peralihan hak. Peralihan hak itu kemudian dicatat
dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya.
Selanjutnya, nama pemegang hak tanah yang lama
dicoret dari sertipikat tanah dan dituliskan nama
pemegang hak tanah yang baru. Sertipikat tersebut
kemudian diserahkan ke pembeli selaku pemegang
hak baru. Sertipikat hak atas tanah tersebut
berkedudukan sebagai surat tanda bukti hak atas
tanah merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai kepemilikan tanah.
Terdapat hal-hal yang harus diperhatikan ketika
membeli tanah kavling dari developer:
1. Pastikan status hak atas tanah kavling dari
pihak developer (tidak ada sengketa).
Masyarakat dapat melakukan pengecekan ke
BPN. Selanjutnya, jika tanah kavling berstatus
HGB, dapat ditingkatkan menjadi hak milik
dengan mengajukan sejumlah persyaratan ke
BPN.
2. Pembuatan AJB sebagai bukti terjadinya
peralihan kepemilikan hak atas tanah.
Selanjutnya, Anda dapat melakukan balik nama
sertipikat tanah itu ke BPN.
3. Pastikan pembayaran pajak dan biaya yang
timbul atas pembelian tanah kavling telah
terpenuhi. Misalnya pembayaran PPN dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).
4. Disarankan Anda untuk mengecek akses jalan,
lingkungan di sekitar tanah kavling atau area
perumahan, serta antisipasi bahaya sekitar jika
ke depannya Anda hendak membangun rumah di
atas tanah kavling.

15 Bagaimana Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang


mekanisme dan Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
objek ganti Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (UU
kerugian dalam 2/2012), pengadaan tanah adalah kegiatan
pengadaan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti
tanah untuk kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
kepentingan berhak.
umum? Penilaian besarnya ganti kerugian dilakukan bidang
per bidang tanah yang meliputi:
1. Tanah;
2. Ruang atas tanah dan bawah tanah;
3. Bangunan;
4. Tanaman;
5. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
6. Kerugian lain yang dapat dinilai.
Selanjutnya, Pasal 37 UU 2/2012 mengatur nilai
ganti kerugian ditetapkan dengan melakukan
musyawarah dengan pihak yang berhak dalam
waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian
dari penilai disampaikan kepada Lembaga
Pertanahan dan dimuat dalam berita acara
kesepakatan. Apabila tidak terjadi kesepakatan
mengenai besarnya ganti kerugian, pihak yang
berhak dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling
lama 14 hari kerja setelah musyawarah penetapan
ganti kerugian.
Jika pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian tetapi tidak mengajukan
keberatan dalam waktu yang ditentukan tersebut,
maka pihak yang berhak dianggap menerima bentuk
dan besarnya ganti kerugian.
Selain itu, dalam hal tidak terdapat kesepakatan dari
pihak yang berhak terkait ganti kerugian, maka pihak
dari yang melakukan pengadaan tanah (pemerintah,
dll) dapat melakukan penitipan pembayaran pada
Pengadilan Negeri sesuai dengan harga penilaian
sementara menunggu proses hukum yang berjalan
(Konsinyasi).
Berdasarkan penjelasan di atas, ganti kerugian yang
diterima sudah meliputi untuk bangunan dan
benda yang berkaitan dengan tanah juga.
Sehingga, secara hukum ketika seseorang telah
menerima ganti kerugian tersebut, maka ia telah
melepaskan hak atas tanah, bangunan, dan segala
sesuatu yang menjadi objek pengadaan tanah.
Karena itu, pada dasarnya ia tidak berhak lagi atas
material bangunan yang sudah dibayarkan ganti
kerugiannya tersebut.

16 Apa yang Hak tanggungan adalah hak jaminan yang


dimaksud Akta dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
Pemberian Hak dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
Tanggungan? 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain.
Pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) oleh pejabat pembuat akta
tanah (PPAT). APHT merupakan akta PPAT yang
berisi pemberian hak tanggungan kepada kreditor
tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan
piutangnya.
Dengan demikian, dalam pemberian hak
tanggungan, terdapat 2 pihak yang terlibat, yaitu:
1. Pemberi hak tanggungan, yaitu orang
perseorangan/badan hukum yang mempunyai
kewenangan melakukan perbuatan hukum
terhadap objek hak tanggungan yang
bersangkutan, yang pada umumnya merupakan
debitur.
2. Penerima hak tanggungan, yaitu orang
perseorangan/badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak yang berpiutang atau kreditur.
Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa
APHT dibuat oleh PPAT sebagai bukti pemberian
hak tanggungan dari pemberi hak tanggungan, yang
pada umumnya merupakan debitur (peminjam/si
berutang), kepada kreditur (pemberi pinjaman/si
berpiutang) selaku penerima hak tanggungan
sebagai jaminan untuk pelunasan utangnya, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan bagi
keditur yang bersangkutan terhadap kreditur lainnya.

17 Bagaimana Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas


eksekusi tanah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
terhadap tanah a. Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang
dan/atau diutamakan atau mendahului kepada
bangunan yang pemegangnya;
dibebankan b. Hak Tanggungan selalu mengikuti objek yang
Hak dijaminkan dalam tangan siapa pun objek itu
Tanggungan berada;
apabila pihak c. Hak Tanggungan selalu melekat asas spesialitas
debitur tidak dan publisitas yang dapat mengikat pihak ketiga
dapat dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-
memenuhi pihak yang berkepentingan;
d. Hak Tanggungan memberi kemudahan dan
prestasi?
kepastian di dalam pelaksanaan eksekusinya;
Selain sebagai jaminan kebendaan, Hak
Tanggungan juga memiliki sifat-sifat sebagai hak
kebendaan yang selalu melekat, antara lain:
a. Sifat Hak Tanggungan yang tidak dapat dibagi-
bagi atau dengan kata lain Hak Tanggungan tidak
dapat dipisah-pisahkan. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Hak
Tanggungan, yang selanjutnya membawa
konsekuensi yuridis bahwa Hak Tanggungan
membebani secara utuh Objek Hak Tanggungan
dan setiap bagian daripadanya. Oleh karenanya
dengan telah dilunasinya sebagian dari utang
yang dijamin dengan Hak Tanggungan, tidak
berarti terbebasnya sebagian Objek Hak
Tanggungan dari beban Hak Tanggungan,
melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani
seluruh Objek Hak Tanggungan untuk sisa utang
yang belum dilunasi. Dengan demikian, meskipun
telah ada pelunasan sebagian dari hutang debitor
tidak menyebabkan terbebasnya dari sebagian
objek Hak Tanggungan;
b. Hak Tanggungan mengandung sifat royal parsial
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU
Hak Tanggungan yang merupakan
penyimpangan dari sifat Hak Tanggungan tidak
dapat dibagi-bagi;
c. Hak Tanggungan mengikuti benda yang
dijaminkan (droit de suite) dalam tangan siapa
pun berada. Hal ini diatur secara tegas dalam
Pasal 7 UU Hak Tanggungan yang menyatakan,
bahwa Hak Tanggungan tetap mengikuti
objeknya dalam tangan siapa pun objek tersebut
berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan
khusus bagi kepentingan pemegang Hak
Tanggungan. Walaupun Objek Hak Tanggungan
sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak
lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan
haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera
janji;
d. Hak Tanggungan mempunyai sifat bertingkat
(terdapat perintah yang lebih tinggi di antara
kreditor pemegang Hak Tanggungan). Dengan
sifat ini, maka pemberi jaminan atau pemilik
benda yang menjadi Objek Hak Tanggungan
masih mempunyai kewenangan untuk dapat
membebankan lagi benda yang sama yang telah
menjadi objek Hak Tanggungan sebagai jaminan
pelunasan utang tertentu lainnya, sehingga akan
terdapat peringkat kreditor pemegang Hak
Tanggungan;
e. Hak Tanggungan membebani hak atas tanah
tertentu (asas spesialisitas) sebagaimana diatur
dalam Pasal 11 jo Pasal 8 UU Hak Tanggungan.
Asas spesialisitas ini mengharuskan bahwa Hak
Tanggungan hanya membebani hak atas tanah
tertentu saja dan secara spesifik uraian mengenai
objek dari Hak Tanggungan itu dicantumkan di
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan;
f. Hak Tanggungan wajib didaftarkan (asas
publisitas), artinya pemberian Hak Tanggungan
harus atau wajib diumumkan atau didaftarkan,
sehingga pemberian Hak Tanggungan tersebut
dapat diketahui secara terbuka oleh pihak ketiga
dan terdapat kemungkinan mengikat pula
terhadap pihak ketiga dan memberikan kepastian
hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
g. Hak Tanggungan dapat disertai janji-janji tertentu
yang dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan. Hal ini diatur dalam Pasal 11 ayat
(2) UU Hak Tanggungan, bahwa Hak
Tanggungan dapat diberikan dengan atau tanpa
disertai dengan janji- janji tertentu, bila disertai
dengan janji, maka hal itu dicantumkan di dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Secara universal esensi Hak Tanggungan adalah
hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan untuk
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain. Artinya, bahwa jika debitor
cidera janji, kreditor sebagai pemegang Hak
Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan
umum tanah yang dijadikan jaminan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan
hak mendahului daripada kreditor-kreditor yang lain.
Dengan demikian, kreditor dalam hal ini memiliki hak
privilege sebagai konsekuensi “kekuatan
eksekutorial” yang melekat pada sifat hak
tanggungan tersebut. Selain itu, Hak Tanggungan
menurut sifatnya juga merupakan perjanjian
accessoir pada suatu piutang tertentu yang
didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau
perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya
ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya. Demikian juga Hak Tanggungan
menjadi hapus karena hukum, apabila karena
pelunasan atau sebab-sebab lain, piutang yang
dijaminnya menjadi hapus. Salah satu ciri Hak
Tanggungan adalah mudah dan pasti dalam
pelaksanaan eksekusinya jika debitor cidera janji.
Meskipun UU Hak Tanggungan memberikan
beberapa cara eksekusi hak tanggungan, namun
dalam praktik kreditor sebagai pemegang hak
tanggungan lebih memilih atau lebih sering
melakukan penyelesaian hak tanggungan dengan
cara lelang. Sedangkan penjualan di bawah tangan
perlu mendapatkan persetujuan dari debitor terlebih
dahulu, di sisi lain dalam hal terdapat cidera janji
berarti menandakan sudah tidak ada itikad baik dari
debitor, maka pasti akan kesulitan dalam meminta
persetujuan debitor.
Lelang merupakan cara paling cepat dan aman
dibandingkan penjualan di bawah tangan. Lelang
diatur dalam UU Hak Tanggungan dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK
213/PMK.06/2020), sehingga kelembagaannya jelas,
efisien, efektif, transparan, akuntabel, sederhana,
modern dan menjamin kepastian hukum bagi para
pihak. Terlebih lagi jika kreditur telah memiliki
Sertifikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti Hak
Tanggungan, memuat irah-irah dengan kata-kata
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA” dimana berdasarkan Pasal 14
ayat (3) UU Hak Tanggungan, sertipikat dimaksud
memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai
pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang
mengenai hak atas tanah.

18 Komponen Pada dasarnya, Pasal 32 ayat (1) Peraturan


biaya untuk Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang
membuat Akta Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37
Pemberian Hak Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Tanggungan Pembuat Akta Tanah (PP 24/2016) mengatur,
dan siapa yang bahwa uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT
menanggung sementara, termasuk uang jasa (honorarium)
biaya tersebut? saksi tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi
yang tercantum di dalam akta.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka secara
hukum, PPAT berhak memperoleh uang jasa
(honorarium), dalam hal ini atas jasanya membuat
APHT, maksimal 1% dari harga transaksi yang
tercantum di dalam akta.
Namun, patut diperhatikan, biaya ini belum termasuk
jasa-jasa lainnya yang diberikan dalam proses
pembuatan hingga terbitnya sertifikat hak
tanggungan. Sebab, dalam praktik terdapat jasa-jasa
lain yang dapat diberikan oleh PPAT selain dari
pengurusan akta, misalnya pengecekan status tanah.
Siapa yang Menanggung Biaya Pembuatan APHT?
Bahwa pada dasarnya APHT merupakan
perjanjian accessoir (turunan) dari perjanjian
utamanya, yaitu perjanjian utang-piutang.
Sehingga, pihak yang menanggung segala biaya
yang timbul dari pembuatan APHT adalah debitur
atau pemberi hak tanggungan.

19 Bagaimana Sertifikat hak milik merupakan bukti kepemilikan atas


kedudukan tanah atau lahan yang dikeluarkan oleh Badan
Sertifikat Hak Pertanahan Nasional (BPN) dan digunakan sebagai
Milik? bukti legalitas kepemilikan atas bidang tanah.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama,
sertifikat hak atas tanah diatur dalam Pasal 19 ayat
(2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) jo. Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(PP 24/1997) yang menyebutkan:
Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini
meliputi:
2. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pasal 1 angka 20 PP 24/1997
Sertifikat adalah surat tanda bukti
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-
masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan.
Sehingga dari pengertian di atas, dapat diartikan
bahwa sertifikat merupakan sebuah bukti legalitas
kepemilikan tanah yang kuat secara hukum, dan
dengan bebas dapat dipergunakan oleh pemiliknya
sebagai sebuah alas hak, hal tersebut sebagaimana
diatur dalam Pasal 570 KUHPerdata yang
menyebutkan:
Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu
barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat
terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya,
asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa
yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-
hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi
kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan
umum dan penggantian kerugian yang pantas,
berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-
undangan.

20 Bagaimana Terdapat beberapa cara untuk melakukan peralihan


cara untuk hak atas tanah, yaitu di antaranya dengan
melakukan melakukan hibah, jual beli, tukar menukar, yang
peralihan hak mana hal tersebut telah diatur dalam Pasal 37 ayat
atas tanah? (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) :
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

21 Apa itu Transaksi jual beli tanah dan bangunan objeknya


transaksi jual adalah barang dan harga. Merujuk pada Pasal
beli tanah? 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu
persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
barang dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang dijanjikan. Harga dapat diartikan dengan alat
pembayaran yang sah yaitu berupa sejumlah uang.
Sedangkan barang yang menjadi objek jual beli
tanah dan bangunan adalah hak atas tanah dan/atau
bangunan.
Pasal 9 UUPA menyebutkan bahwa hanya Warga
Negara Indonesia yang dapat memiliki hubungan
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa.
Maka, sebelum dilakukan transaksi jual beli tanah
harus diteliti terlebih dahulu mengenai jenis hak atas
tanah sebagai objek transaksi jual beli tersebut, serta
pihak yang menjadi pemegangnya.
Dr. Dhaniswara K. Harjono dalam bukunya Hukum
Properti (hal. 160), menyebutkan bahwa dalam
transaksi jual beli tanah, harus dipastikan ada
tidaknya bangunan atau tanaman yang ada di
atasnya mengingat adanya asas pemisahan
horizontal yang menegaskan bahwa hak atas tanah
yang menjadi objek transaksi terpisah atau
terlepas dari bangunan atau tanaman yang ada di
atasnya. Sehingga, berdasarkan asas ini kepemilikan
atas tanah tidak dengan sendirinya membawa
kepemilikan atas bangunan atau tanaman yang ada
di atas bidang tanah tersebut. Namun, KUHPerdata
memang tidak mengenal adanya asas pemisahan
horizontal sehingga dalam transaksi jual beli atas
tanah biasanya banyak pihak menganggap bahwa
suatu benda yang tertancap di atas sebidang tanah
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Jadi, dalam jual beli tanah dan bangunan, terhadap
tanah dan bangunan yang merupakan milik penjual,
ia dapat memilih untuk menjual bangunan kepada
pembeli sebagai suatu kesatuan dengan tanah atau
tidak. Selain itu, untuk tanah yang di atasnya sudah
ada bangunan, penjual harus bisa
memperlihatkan bukti kepemilikan atas tanah dan
bangunan tersebut.
Dalam hal ini, untuk tanah yang telah memiliki
sertifikat, maka hak atas tanahnya dan letak serta
batas-batasnya dapat diketahui dengan pasti
sebagaimana yang tercantum dalam surat ukur atau
gambar situasi yang terdapat dalam sertifikat hak
atas tanah. Sedangkan untuk tanah yang
kepemilikannya didasarkan pada hukum adat,
apabila tidak diketahui hak yang disandangnya,
maka dapat diketahui dari penegasan konversi hak
tersebut oleh Badan Pertanahan Nasional (Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota) yang bersangkutan.

22 Apa syarat jual Jual beli tanah dan bangunan harus memenuhi
beli tanah? syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Selain syarat sah
perjanjian, transaksi jual beli tanah dan bangunan
harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang
yaitu Perjabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Dalam
hal ini, transaksi atau jual beli tersebut juga harus
memenuhi syarat materiil dan formil, sebagai
berikut:
1. Syarat materiil, merupakan syarat yang
menentukan sahnya jual beli tanah dan
bangunan tersebut, yaitu:
a. Pembeli berhak membeli tanah yang
bersangkutan
Pembeli sebagai penerima hak harus
memenuhi syarat untuk menjadi pemegang
hak atas tanah yang akan dibelinya. Untuk
menentukan berhak atau tidaknya si pembeli
memperoleh hak atas tanah tersebut
tergantung pada hak apa yang ada pada
tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, atau hak pakai.
b. Penjual berhak menjual tanah dan bangunan
yang bersangkutan
Yang berhak menjual tanah dan bangunan
yang bersangkutan adalah pemiliknya. Kalau
pemilik sebidang tanah yang bersangkutan
hanya satu orang, maka ia berhak menjual
sendiri bidang tanah tersebut. Akan tetapi,
bila pemilik tanah dua orang maka yang
berhak menjual tanah itu ialah kedua orang
itu secara bersama-sama. Tidak boleh
seorang saja yang bertindak sebagai penjual.
c. Tanah yang bersangkutan boleh
diperjualbelikan dan tidak sedang dalam
sengketa. Mengenai hak atas tanah yang
bisa diperjualbelikan/dialihkan telah
ditentukan dalam UUPA yaitu, hak milik, hak
guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai.
2. Syarat Formil
PPAT akan membuat AJB setelah semua
persyaratan materiil terpenuhi. PPAT adalah
pejabat umum yang diangkat oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional (BPN)/Menteri Agraria dan
Tata Ruang, yang mempunyai kewenangan
untuk membuat AJB. Jual beli yang dilakukan
tidak dihadapan PPAT tetap sah menurut
ketentuan Pasal 5 UUPA. Namun, untuk
menunjukkan adanya kepastian hukum dalam
setiap peralihan hak atas tanah, Pasal 37 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan
aturan pelaksana dari UUPA, menentukan
bahwa setiap perjanjian yang bermaksud
mengalihkan hak atas tanah hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang berwenang.
Selain itu, dalam praktik, sebelum AJB dibuat
para pihak wajib menyerahkan surat-surat yang
diperlukan kepada PPAT, yaitu:
1. Jika tanahnya sudah bersertifikat, sertifikat
tanahnya yang asli dan tanda bukti biaya
pendaftarannya;
2. Jika tanahnya belum bersertifikat maka
dibutuhkan surat keterangan bahwa tanah
tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah
yang ada yang memerlukan penguatan oleh
Kepala Desa atau Camat dilengkapi dengan
surat-surat yang membuktikan identitas
penjual dan pembelinya yang diperlukan
untuk pensertifikatan tanahnya setelah
selesai dilakukan jual beli;
3. PPAT juga akan melakukan pemeriksaan
terhadap status kepemilikan sertifikat dan
akan memeriksa keaslian sertifikat ke Kantor
Pertanahan. Penjual juga harus membayar
pajak penghasilan (PPh) sedangkan pembeli
diharuskan membayar Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
4. Persetujuan suami/istri untuk bisa melakukan
penandatanganan AJB apabila tanah dan
bangunan tersebut adalah harta bersama.
Selain itu, pada tahap pembuatan dan
penandatanganan AJB, penjual, pembeli, saksi
dan PPAT akan menandatangani AJB apabila
penjual dan pembeli telah menyetujui isi AJB
tersebut. Kemudian diberikan salinan kepada
pembeli dan penjual sebagai dokumen masing-
masing.
Dalam hal tanah sudah bersertifikat, setelah
penandatanganan AJB agar dilakukan proses balik
nama sertifikat ke Kantor Pertanahan.

23 Bagaimana Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun


keabsahan 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997),
sertifikat tanah penerbitan sertifikat pengganti memang
pengganti jika dimungkinkan atas permohonan pemegang hak
hilang sebagai pengganti sertifikat yang rusak, hilang,
ditemukan? masih menggunakan blangko sertifikat yang tidak
digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada
pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi.
Permohonan tersebut hanya dapat diajukan oleh
pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang
hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak
lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau kutipan
risalah lelang atau dokumen lainnya.
Khusus untuk permohonan penggantian sertifikat
yang hilang, harus disertai pernyataan di bawah
sumpah dari yang bersangkutan di hadapan Kepala
Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk
mengenai hilangnya sertifikat hak yang
bersangkutan.
Mengenai kekuatan hukum sertifikat tanah pengganti
jika sertifikat tanah yang hilang ditemukan, maka
sertifikat tanah pengganti tetap berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat, sedangkan sertifikat tanah
yang tadinya hilang dan sudah ditemukan kembali
tidak berlaku lagi, karena sebelum diterbitkannya
sertifikat pengganti tersebut telah dilakukan
pengumuman dalam salah satu surat kabar harian
setempat dan dalam jangka waktu 30 hari dihitung
sejak hari pengumuman tidak ada yang mengajukan
keberatan mengenai akan diterbitkannya sertifikat
pengganti tersebut atau ada yang mengajukan
keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala
Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak
beralasan. (Vide Pasal 59 ayat (3) PP 24/1997)
Dalam ketentuan perihal sertifikat pengganti yang
diterbitkan karena sertifikat hak atas tanah tidak
diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang
eksekusi bahkan ditegaskan bahwa yang diumumkan
adalah diterbitkannya sertifikat pengganti dan
tidak berlakunya lagi sertifikat yang lama.

24 Langkah- Ahli waris dapat mengurus pendaftaran dan sertifikat


langkah hak atas tanah tersebut, sebagaimana diatur dalam
mengurus Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
sertifikat tanah Pendaftaran Tanah (PP 24/1997).
warisan? Berikut langkah-langkahnya:
1. Jika mengenai warisan, yang harus dilakukan
pertama kali adalah mengurus surat kematian.
2. Bagi warga negara Indonesia (WNI) membuat
Surat Keterangan Waris (SKW) di Lurah yang
dikuatkan oleh Camat, dan bagi WNI
keturunan membuat Akta Waris di Notaris.
3. Untuk mendapatkan sertifikat hak atas tanah,
para ahli waris datang ke Kantor Pertanahan
dan menyerahkan:
a. surat kematian ibu Anda;
b. surat tanda bukti sebagai ahli waris;
c. surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan
yang menyatakan bahwa ibu Anda
menguasai bidang tanah tersebut sesuai
dengan ketentuan pembuktian hak lama
sebagaimana dimaksud Pasal 24 PP
24/1997; dan
d. surat keterangan yang menyatakan bahwa
bidang tanah yang bersangkutan belum
besertifikat dari Kantor Pertanahan, atau
untuk tanah yang terletak di daerah yang
jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari
pemegang hak yang bersangkutan dengan
dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
Sebagai catatan, surat tanda bukti sebagai ahli
waris digunakan apabila penerima warisan hanya
satu orang. Sedangkan jika penerima warisan
lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak
tersebut didaftarkan disertai dengan akta
pembagian waris yang memuat keterangan
bahwa hak atas tanah jatuh kepada seorang
penerima warisan tertentu, maka pendaftaran
peralihan hak atas tanah itu dilakukan kepada
penerima warisan yang bersangkutan
berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris
dan akta pembagian waris tersebut.
Akan tetapi, jika menurut akta pembagian waris,
warisan hak atas tanah harus dibagi
bersama antara beberapa penerima warisan atau
waktu didaftarkan belum ada akta pembagian
warisnya, maka didaftar peralihan
haknya kepada para penerima waris yang
berhak sebagai hak bersama mereka
berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris
dan/atau akta pembagian waris tersebut.
4. Pembuktian dan Pembukuan Hak Atas Tanah
Penguasaan tanah tanpa adanya gangguan dari
orang lain sebagaimana merupakan dasar kuat
untuk pembuktian dan pembukuan hak atas
tanah terkait, karena berdasarkan ketentuan
yang berlaku, pembukuan dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan
fisik bidang tanah selama 20 tahun atau
lebih secara berturut-turut oleh pemohon
pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya,
dengan syarat:
a. penguasaan dilakukan dengan itikad baik
dan secara terbuka oleh yang bersangkutan
sebagai yang berhak atas tanah, serta
diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat
dipercaya.
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun
selama pengumuman tidak dipermasalahkan
oleh masyarakat hukum adat atau
desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun
pihak lainnya.
Maksud dari pengumuman dalam huruf b di atas
adalah pengumuman daftar isian hasil penelitian
alat-alat bukti beserta peta bidang atau bidang-
bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil
pengukuran selama 14 hari dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau 30 hari dalam
pendaftaran tanah secara sporadik untuk
memberi kesempatan kepada pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan.
5. Setelah jangka waktu pengumuman berakhir,
data fisik dan data yuridis yang diumumkan
tersebut oleh Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh
Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran
tanah secara sporadik disahkan dengan suatu
berita acara yang bentuknya ditetapkan oleh
Menteri. Berita acara pengesahan tersebut
kemudian yang akan menjadi dasar untuk:
a. pembukuan hak atas tanah yang
bersangkutan dalam buku tanah;
b. pengakuan hak atas tanah;
c. pemberian hak atas tanah.
6. Penerbitan Sertifikat
Terhadap bidang tanah yang data fisik dan data
yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang
disengketakan, dilakukan pembukuannya dalam
buku tanah, lalu diterbitkan sertifikat untuk
kepentingan pemegang hak yang bersangkutan
sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang
telah didaftar dalam buku tanah.

25 Bagaimana Secara umum, proses tahapan pensertipikatan tanah


proses untuk pertama kali di antaranya meliputi:
pengukuran 1. permohonan daftar dan bayar;
tanah?
2. pengukuran;
3. perhitungan dan penggambaran peta bidang;
4. penetapan batas;
5. pengumuman data fisik (mengenai tanah) dan
data yuridis (mengenai pemilik tanah) di kantor
desa/kelurahan, kecamatan dan kantor
pertanahan;
6. pembukuan hak;
7. penerbitan sertipikat.
Patut dipahami, proses pengukuran tanah adalah
proses untuk menentukan data seperti batas-batas,
lokasi serta luas atas suatu bidang tanah. Kegiatan
pengukuran meliputi:
1. pembuatan peta dasar pendaftaran;
2. penetapan batas bidang-bidang tanah;
3. pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah
dan pembuatan peta pendaftaran;
4. pembuatan daftar tanah;
5. pembuatan surat ukur.
Adapun proses pengukuran tanah adalah bagian dari
tahapan-tahapan proses pembuatan sertipikat hak
atas tanah yang dimohonkan langsung kepada
kantor pertanahan di wilayah setempat atau melalui
Notaris/PPAT. Pengukuran pada intinya dilakukan
dengan 3 tahapan berikut:
1. Petugas menuju lokasi untuk dilakukan
pengukuran.
2. Petugas menggambar hasil pengukuran dan
memetakan lokasi pada peta ukur yang
disediakan.
3. Penandatangan surat ukur oleh pejabat yang
berwenang.
Perlu diperhatikan pula, untuk keperluan optimasi
tenaga dan peralatan pengukuran, serta dengan
mempertimbangkan kemampuan teknologi petugas-
petugas pengukuran, maka:
1. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya 10
Ha. sampai dengan 1000 Ha. dilaksanakan oleh
Kantor Wilayah;
2. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya
lebih dari pada 1000 Ha. dilaksanakan oleh
Badan Pertanahan Nasional, dan hasilnya
disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Lebih lanjut, peraturan teknis pengukuran tanah
dapat merujuk pada Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (Permenag/Kepala BPN
3/1997).

26 Bagaimana Merujuk bunyi Pasal 42 Permenag/Kepala BPN


proses 3/1997:
pemecahan 1. ...dst
sertifikat tanah?
2. Apabila terjadi penggabungan, pemisahan atau
pemecahan bidang-bidang tanah yang telah
terdaftar, maka dilakukan penetapan batas dan
pengukuran kembali.
3. Untuk bidang-bidang tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuatkan gambar ukur
baru dan dilakukan perubahan pada peta
pendaftarannya.
Mengenai jangka waktu proses pemecahan sertipikat
ini tidak dapat dipastikan, sebab pemeriksaan atas
dokumen dan pengukuran data fisik tanah
memerlukan waktu dan berikut proses-proses
selanjutnya. Namun dalam praktik, biasanya proses
pemecahan sertipikat diselesaikan dalam jangka
waktu kurang lebih 4 bulan.

27 Bagaimana Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun


rumus hitung 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Bea Perolehan (UU PDRD), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Hak atas Tanah Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan
dan Bangunan atas perolehan tanah dan/atau bangunan yang
(BPHTB) dalam termasuk perbuatan atau peristiwa hukum orang
jual beli tanah? pribadi atau badan.
Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini bisa
diartikan terdapat nilai lebih atas tambahan atau
perolehan hak tersebut, di mana tidak semua orang
mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan
tanah dan/atau bangunan.
Surat Tagihan BPHTB merupakan surat untuk
melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan atau
denda. Kemudian, dasar pengenaan BPHTB
adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, yaitu jika jual
beli maka didasarkan dari harga transaksi. Tapi, jika
nilainya lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP), maka yang dikenakan adalah NJOP Pajak
Bumi dan Bangunan, dengan hitungan sebagai
berikut:
NJOP (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) +
(NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai bangunan)
Adapun besaran NJOP ditentukan berdasarkan 3
aspek yaitu:
1. Perbandingan Harga Objek
Nilai NJOP berdasarkan perbandingan dengan
objek properti lainnya yang sejenis dan letaknya
yang tidak berjauhan dan telah diketahui harga
jualnya.
2. Nilai Perolehan Baru
Penentuan NJOP yang didasarkan nilai
perolehan baru yang perhitungan biaya untuk
mendapatkan properti yang dibeli dan dikurangi
dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik
properti yang dibeli.
3. Nilai Jual Pengganti
Metode penentuan nilai pajak berdasarkan hasil
produksi objek pajak.
Sedangkan besarnya pokok pajak BPHTB yang
terutang dihitung dengan:
BPHTB: Tarif x (NJOP - Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP))
NPOPTKP merupakan nilai pengurangan Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebelum dikenakan
tarif BPHTB, di mana besarnya NPOPTKP
ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing.
BPHTB merupakan pungutan yang ditanggung
pembeli, sedangkan pungutan yang ditanggung
penjual adalah Pajak Penghasilan (PPh). Oleh
karena itu, pihak penjual dan pembeli sama-sama
memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

28 Bagaimana hak Pembangunan Perumahan


atas tanah Menurut Urip Santoso, pihak yang membangun
untuk perumahan disebut penyelenggara pembangunan
pembangunan perumahan. Penyelenggara pembangunan
perumahan? perumahan dapat berupa:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yaitu
perseroan terbatas (PT), yayasan;
d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan
di Indonesia;
e. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk
perusahaan umum dan perusahaan perseroan.
f. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
g. Instansi yaitu lembaga Negara, kementrian,
lembaga pemerintah, non-kementerian,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota.
Penyelenggara pembangunan perumahan
menentukan status hak atas tanah yang di atasnya
didirikan bangunan rumah.
Hak Atas Tanah untuk Pembangunan Perumahan
Rumah yang dibangun oleh penyelenggara
pembangunan perumahan dapat berbentuk rumah
tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun.
Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret,
dan/atau rumah susun, dapat dilakukan di atas
tanah:
a. hak milik;
b. hak guna bangunan atas tanah negara;
c. hak guna bangunan atas hak pengelolaan; atau
d. hak pakai di atas tanah Negara.

29 Hak menguasai Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)


tanah oleh maupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Negara tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) menegaskan bahwa tanah dikuasai oleh
Negara. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Selain itu, hak menguasai oleh Negara ini juga
terdapat Pasal 2 UUPA sebagai berikut:
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3)
Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang
dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam
ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-
hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-
hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak
menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2)
pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-
besar kemakmuran rakyat, dalam arti
kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan
dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia
yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-
masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan
tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah.

30 Apa ruang Menurut Maria S.W. Sumardjono dalam buku Urip


lingkup tanah Santoso Hukum Perumahan (hal.104), ruang lingkup
negara? tanah Negara, sebagai berikut:
1. Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela
oleh pemiliknya.
2. Tanah-tanah yang berakhir jangka waktunya dan
tidak diperpanjang lagi.
3. Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal
dunia tanpa ahli waris.
4. Tanah-tanah yang ditelantarkan.
5. Tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan
umum sesuai dengan tata cara pencabutan hak
sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Lebih lanjut Urip (hal.104-105) menjelaskan bahwa
tanah yang dapat dikategorikan sebagai tanah
Negara dapat diperinci, sebagai berikut:
1. Bekas hak atas tanah yang tunduk pada hukum
Barat, yaitu eigendom, opstal, erfpacht, van
gebruik yang tidak diajukan penegasan konversi
hingga tanggal 24 September 1980.
2. Hak atas tanah yang dilepaskan oleh pemilik
atau pemegang haknya dalam rangka
pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau
pengadaan tanah untuk kepentingan perusahaan
swasta.
3. Hak atas tanah yang dicabut untuk kepentingan
umum berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUPA jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang
Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda
yang Ada di Atasnya
4. Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan atas tanah Negara dan Hak Pakai
atas tanah Negara yang ditelantarkan oleh
pemegang haknya.
5. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan atas tanah Negara dan Hak Pakai
atas tanah Negara, yang pemegang haknya
meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli
waris.
6. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan atas tanah Negara dan Hak Pakai
atas tanah Negara, yang pemegang haknya tidak
lagi memenuhi syarat sebagai subjek hak atas
tanah.
7. Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas
tanah Negara dan Hak Pakai atas tanah Negara
yang telah berakhir jangka waktunya dan tidak
diajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu oleh pemegang haknya.
8. Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas
tanah Negara dan Hak Pakai atas Tanah Negara
yang telah berakhir perpanjangan jangka
waktunya dan tidak diajukan permohonan
pembaruan hak oleh pemegang haknya.
9. Hak Pengelolaan yang dilepaskan oleh
pemegang haknya.
10. Kawasan hutan yang dikeluarkan statusnya
sebagai kawasan hutan.
11. Tanah yang berasal dari hasil konsolidasi tanah.
12. Tanah yang berasal dari reklamasi pantai.
13. Tanah absente/ guntai.
14. Tanah yang merupakan kelebihan dari batas
maksimal tanah pertanian yang dapat dimiliki
atau dikuasai.
15. Bekas tanah partikelir.

31 Bagaimana Pelaku usaha perkebunan dapat diberi hak atas


penggunaan tanah untuk usaha perkebunan sesuai dengan
tanah ulayat ketentuan peraturan perundang-undangan.
sebagai lahan Dalam hal tanah yang diperlukan untuk usaha
perkebunan? perkebunan merupakan tanah hak ulayat masyarakat
hukum adat, pelaku usaha perkebunan harus
melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum
adat pemegang hak ulayat untuk memperoleh
persetujuan mengenai penyerahan tanah dan
imbalannya.
Jika belum dicapai persetujuan antara Masyarakat
Hukum Adat dan Pelaku Usaha Perkebunan
mengenai penyerahan tanah dan imbalannya, maka
pejabat yang berwenang dilarang menerbitkan izin
usaha perkebunan di atas tanah hak ulayat
masyarakat hukum adat.
Dalam melakukan usaha perkebunan setiap orang
secara tidak sah dilarang:
a. mengerjakan, menggunakan, menduduki,
dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;
b. mengerjakan, menggunakan, menduduki,
dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau
tanah hak ulayat masyarakat hukum adat dengan
maksud untuk usaha perkebunan;
c. melakukan penebangan tanaman dalam
kawasan Perkebunan; atau
d. memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan
Jika mengerjakan, menggunakan, menduduki,
dan/atau menguasai tanah masyarakat atau tanah
hak ulayat masyarakat hukum adat dengan maksud
untuk usaha perkebunan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun atau denda paling
banyak Rp4 miliar.

32 Bagaimana Negara sebagai pihak yang menguasai tanah


prosedur Hak (sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh
Pengelolaan rakyat/bangsa) dapat memberikan tanah kepada
Tanah Negara? seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak
menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak
milik, hak-guna-usaha, hak guna bangunan atau hak
pakai atau memberikannya dalam pengelolaan
kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen,
Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan
bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Mengenai konversi hak menguasai atas Negara yang
diberikan kepada Departemen-departemen,
Direktorat-direktorat dan Daerah-daerah Swatantra
dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi
Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan
Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan
Selanjutnya disebutkan bahwa:
1. Hak atas penguasaan tanah oleh Negara yang
diberikan kepada Departemen-departemen,
Direktorat-direktorat dan Daerah-daerah
Swatantra yang hanya dipergunakan untuk
instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai.
2. Apabila dipergunakan untuk kepentingan instansi
itu sendiri dan juga dapat diberikan kepada pihak
ketiga maka hak penguasaan tersebut menjadi
hak pengelolaan.
Hak pengelolaan itu sendiri menurut Pasal 1 angka 3
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan (Permen Argaria 9/1999)
adalah hak menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan
kepada pemegangnya.
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:
a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah
Daerah;
b. Badan Usaha Milik Negara;
c. Badan Usaha Milik Daerah;
d. PT. Persero;
e. Badan Otorita;
f. Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang
ditunjuk Pemerintah.
Tata Cara Pendaftaran Hak Pengelolaan
Permohonan Hak Pengelolaan diajukan kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional (Menteri) melalui Kepala Kantor
Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak
tanah yang bersangkutan.
Permohonan Hak Pengelolaan diajukan secara
tertulis. Permohonan Hak Pengelolaan memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi
data yuridis dan data fisik
3. Lain-lain
Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor
Pertanahan akan:
a. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis
dan data fisik.
b. Mencatat dalam formulir isian.
c. Memberikan tanda terima berkas permohonan
sesuai formulir isian.
d. Memberitahukan kepada pemohon untuk
membayar biaya yang diperlukan untuk
menyelesaikan permohonan tersebut dengan
rinciannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan
kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan
Hak Pengelolaan dan memeriksa kelayakan
permohonan tersebut untuk diproses lebih lanjut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku Jika tanah yang dimohonkan hak
pengelolaan tersebut belum ada surat ukurnya,
Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada
Kepala Seksi Pengukuran Dan Pendaftaran Tanah
untuk mempersiapkan surat ukur atau melakukan
pengukuran.
Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan
memerintahkan kepada:
a. Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Petugas yang
ditunjuk untuk memeriksa permohonan hak
terhadap tanah yang sudah terdaftar, sepanjang
data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk
mengambil keputusan yang dituangkan dalam
Risalah Pemeriksaan Tanah (konstatering
rapport),
b. Tim Penelitian Tanah untuk memeriksa
permohonan hak terhadap tanah instansi
Pemerintah yang belum terdaftar yang
dituangkan dalam Berita Acara,
c. Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa
permohonan hak terhadap tanah selain yang
diperiksa sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, yang dituangkan dalam Risalah
Pemeriksaan Tanah.
Setelah permohonan telah memenuhi syarat, Kepala
Kantor Pertanahan menyampaikan berkas
permohonan tersebut kepada Kepala Kantor
Wilayah, disertai pendapat dan pertimbangannya.
Kepala Kantor Wilayah meneliti kelengkapan dan
kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang
dimohon beserta pendapat dan pertimbangan Kepala
Kantor Pertanahan dan memeriksa kelayakan
permohonan Hak Pengelolaan tersebut untuk
diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah permohonan telah memenuhi syarat, Kepala
Kantor Wilayah menyampaikan berkas permohonan
tersebut kepada Menteri disertai pendapat dan
pertimbangannya.
Setelah menerima berkas, Menteri meneliti
kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data
fisik atas tanah yang dimohon dengan
memperhatikan pendapat dan pertimbangan Kepala
Kantor Wilayah dan selanjutnya memeriksa
kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya
dikabulkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Setelah mempertimbangkan pendapat dan
pertimbangan Kepala Kantor Wilayah, Menteri
menerbitkan keputusan pemberian Hak Pengelolaan
atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan
yang disertai dengan alasan penolakannya.
Keputusan pemberian atau penolakan pemberian
tersebut disampaikan kepada pemohon melalui surat
tercatat atau dengan cara lain yang menjamin
sampainya keputusan tersebut kepada yang berhak.

33 Jangka waktu Jangka waktu hak pakai atas tanah hak milik adalah
Hak Pakai di 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Akan tetapi,
atas Hak Milik dengan kesepakatan antar pemegang Hak Pakai
dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah
Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak
Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib
didaftarkan.

34 Apakah di atas Definisi tanah garapan menurut Keputusan Kepala


tanah garapan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 2 Tahun
dapat 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme
diterbitkan Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang
Sertifikat Hak Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah
Milik? Kabupaten/Kota (SK Kepala BPN) adalah sebidang
tanah yang sudah atau belum dilekati dengan
sesuatu hak yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh
pihak lain baik dengan persetujuan atau tanpa
persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka
waktu tertentu.
Untuk tanah garapan yang sudah dilekati dengan
sesuatu hak, jika hak tersebut adalah hak milik
tentunya tidak bisa didaftarkan menjadi hak milik oleh
penggarap. Karena sesuai dengan Pasal 20 Ayat (1)
UUPA hak milik adalah hak terkuat dan terpenuh.
Kecuali hak milik tanah tersebut sudah jatuh kepada
negara sesuai dengan pasal 27 huruf a UUPA.
Kemudian jika hak tersebut merupakan Hak Guna
Usaha atau Hak Guna Bangunan juga tidak bisa
didaftarkan menjadi hak milik oleh penggarap kecuali
hak guna usahanya sudah hapus sesuai dengan
Pasal 34 UUPA atau hak guna bangunannya sudah
hapus sesuai dengan Pasal 40 UUPA.
Sedangkan untuk tanah garapan yang belum dilekati
dengan sesuatu hak, bisa langsung didaftarkan
menjadi Hak Milik dengan memperhatikan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (PP 24/1997).
QnA Hukum Waris

No Pertanyaan Jawaban/ Tanggapan Keterangan


1 Apakah yang dimaksud Hukum Waris adalah hukum yang mengatur
dengan Hukum waris? tentang pemindahan hak pemilikan atas harta
peninggalan pewaris kemudian menentukan
siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
menentukan berapa bagian masing-masing.

2 Apa hukum yang Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada


berlaku mengenai tiga yakni: hukum Waris Adat, hukum Waris
pewarisan di Islam dan hukum Waris Perdata. Setiap daerah
Indonesia? memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem kekerabatan yang dianut.

3 Dimana sumber hukum Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada
waris yang berlaku di ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-
Indonesia? Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Pengaturan mengenai hukum waris tersebut
dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai
dengan pasal 1130 KUH Perdata.

Bagi orang Islam berlaku hukum kewarisan


Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Sedangkan dalam hukum
positif, ketentuan kewarisan Islam
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal
171 sampai ketentuan Pasal 214 Kompilasi
Hukum Indonesia (KHI).

4 Bagaimana pengaturan Hukum waris Perdata sebagaimana Pasal 830


hukum waris Perdata di KUH Perdata mengatur bahwa pewarisan
Indonesia? hanya terjadi karena kematian. Itu berarti
bahwa pewarisan baru ada apabila pewaris
telah meninggal dunia.
Pewarisan merupakan beralihnya harta
peninggalan milik pewaris ke ahli waris karena
meninggalnya pewaris. Yang berhak untuk
menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah,
baik sah maupun luar kawin dan si suami atau
istri yang hidup terlama, sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 832 KUH Perdata.
KUH Perdata membagi ahli waris ke dalam 4
golongan, yaitu:
Golongan I terdiri dari suami atau isteri yang
ditinggalkan, anak-anak sah, serta
keturunannya.
Golongan II terdiri dari ayah, ibu, dan saudara
kandung pewaris.
Golongan III terdiri dari Kakek, nenek, dan
keluarga dalam garis lurus ke atas.
Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke
samping, misalnya paman, bibi, saudara
sepupu, hingga derajat keenam, dan saudara
dari kakek dan nenek beserta keturunannya,
sampai derajat keenam.
Pembagian warisan menurut hukum perdata
tidak membedakan bagian antara laki-laki dan
perempuan.

5 Bagaimana cara Pembagian harta warisan menurut KUH


Memperoleh Warisan Perdata hanya dapat terjadi karena kematian.
dalam KUH Perdata? Pembagian harta waris menurut hukum perdata

1
dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain:
- Berdasarkan ketentuan undang-undang
atau ab-intestato yang mana ahli waris telah
diatur dalam undang-undang untuk
mendapatkan bagian dari warisan karena
adanya hubungan kekeluargaan atau
hubungan darah dengan orang yang
meninggal.
- Berdasarkan testament atau wasiat yang
mana ahli waris ditunjuk atau ditetapkan
dalam surat wasiat yang ditinggalkan.

6 Bagaimana golongan Ada empat golongan dalam pembagian harta


Ahli Waris dalam KUH waris menurut hukum perdata. Penggolongan
Perdata? tersebut menunjukkan ahli waris yang
urutannya didahulukan. Atau dengan kata lain,
jika ada golongan pertama, maka golongan di
bawahnya tidak dapat mewarisi harta warisan
yang ditinggalkan.

Golongan yang dimaksud, antara lain:


- Golongan I terdiri dari suami atau istri yang
ditinggalkan, anak-anak sah, serta
keturunannya.
- Golongan II terdiri dari ayah, ibu, saudara,
dan keturunan saudara.
- Golongan III terdiri dari kakek, nenek, dan
saudara dalam garis lurus ke atas.
- Golongan IV terdiri dari saudara dalam
garis ke samping, misalnya paman, bibi,
saudara sepupu, hingga derajat keenam.

7 Bagaimana pembagian Bila orang yang meninggal dunia tidak


waris menurut hukum membuat testamen, maka dalam Undang-
waris perdata? undang Hukum Perdata ditetapkan pembagian
warisan sebagai berikut:
- Yang pertama berhak mendapat warisan
yaitu suami atau isteri dan anak-anak,
masing – masing berhak mendapat bagian
yang sama jumlahnya (pasal 852 BW).
- Apabila tidak ada orang sebagaimana
tersebut di atas, maka yang kemudian
berhak mendapat warisan adalah orang
tua dan saudara dari orang tua yang
meninggal dunia, dengan ketentuan
bahwa orang tua masing-masing
sekurang-kurangnya mendapat
seperempat dari warisan (pasal 854 BW).
- Apabila tidak ada orang sebagaimana
tersebut di atas, maka warisan dibagi dua,
separuh untuk keluarga pihak ibu dan
separuh lagi untuk pihak keluarga ayah
dari yang meninggal dunia, keluarga yang
paling dekat berhak mendapat warisan.
Jika anak-anak atau saudara-saudara dari
pewaris meninggal dunia sebelum
pewaris, maka tempat mereka diganti oleh
keturunan yang sah (pasal 853 BW).

8 Ahli Waris yang Ketentuan Pasal 838 KUH Perdata


Dilarang dalam KUH menerangkan bahwa ada empat kategori
Perdata? orang-orang yang dianggap tidak pantas untuk
menjadi ahli waris. Orang-orang yang masuk
dalam kategori ini tidak akan mendapat warisan

2
dalam pembagian harta waris menurut hukum
perdata. Mereka yang dimaksud, antara lain:
- orang yang telah dijatuhi hukuman
membunuh atau mencoba membunuh
orang yang meninggal (pewaris);
- orang yang pernah dijatuhkan atau
dipersalahkan karena memfitnah pewaris
telah melakukan suatu kejahatan yang
diancam dengan hukuman penjara lima
tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
- orang yang menghalangi orang yang
meninggal (pewaris) dengan kekerasan
atau perbuatan nyata untuk membuat atau
menarik kembali wasiatnya; dan
- orang yang telah menggelapkan,
memusnahkan, atau memalsukan wasiat
orang yang meninggal (pewaris).

9 Apa yang dimaksud Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 yang
dengan waris dalam menjelaskan tentang waris, memiliki pengertian
hukum Islam? “Hukum waris islam sepenuhnya adalah hukum
yang dibuat untuk mengatur terkait
pemindahan hak kepemilikan harta
peninggalan pewaris, serta menentukan siapa
saja yang berhak menerima dan menjadi ahli
warisnya, dan juga jumlah bagian tiap ahli
waris.

10 Bagaimana pengaturan Hukum waris islam di Indonesia diatur dalam


hukum waris menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI).
hukum Islam di KHI berisi tiga buku yang masing-masing nya
Indonesia? dibagi menjadi beberapa Bab serta Pasal.
Untuk bidang hukum waris Islam, terdapat di
buku II KHI berjudul “Hukum Kewarisan”. Buku
KHI bidang hukum waris Islam ini terdiri atas 6
Bab dan 44 Pasal. Rincian dari buku II KHI
sebagai berikut:
Bab 1 : Ketentuan Umum (Pasal 171)
Bab 2 : Ahli Waris (Pasal 172 – Pasal 175)
Bab 3 : Besarnya Bagian (Pasal 176 – Pasal
191)
Bab 4 : Aul dan Rad (Pasal 192 – Pasal 193)
Bab 5 : Wasiat (Pasal 194 – Pasal 209)
Bab 6 : Hibah (Pasal 210 – Pasal 214)
Untuk hal-hal yang mengatur tentang wasiat
dalam KHI, terdapat pada Bab V tepatnya di
pasal 194 sampai pasal 209.

11 Bagaimana Penggolongan Kelompok Ahli Waris dalam


penggolongan Hukum Waris Islam Menurut Kompilasi Hukum
Kelompok Ahli Waris Islam diatur dalam Bab 2 yang terdiri dari Pasal
dalam Hukum Waris 172 sampai Pasal 175. Dalam Bab ini, Ahli
Islam? waris diartikan sebagai orang yang mempunyai
hubungan perkawinan atau hubungan darah
dengan pewaris yang meninggal dunia.
Tentunya orang tersebut juga beragama Islam
serta tidak terhalang hukum untuk ketika akan
menjadi ahli waris.

Dalam hukum waris Islam, terdapat


penggolongan kelompok ahli waris yang
langsung diatur oleh KHI. Penggolongan
kelompok ahli waris tersebut diatur pada Pasal
174, sebagai berikut:

3
a. Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan
Darah
- Golongan pria, yaitu ayah, anak pria,
saudara pria, paman, dan juga kakek.
- Golongan wanita, yaitu ibu, anak wanita,
saudara wanita, dan juga nenek.
b. Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan
Perkawinan.
Kelompok ini terdiri dari janda ataupun duda.
Namun bila para ahli waris ada, yang paling
berhak mendapatkan waris ialah anak, ibu,
ayah, dan juga duda atau janda. Untuk
urutan ahli waris, sebagai berikut:
- Anak pria
- Anak wanita
- Ayah
- Ibu
- Paman
- Kakek
- Nenek
- Saudara pria
- Saudara wanita
- Janda
- Duda

Ada pula penggolongan kelompok ahli waris


dari segi pembagian dalam hukum waris Islam
KHI, yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
a. Kelompok ahli waris Dzawil Furudh, yang
mendapat pembagian pasti. Terdiri dari,
anak wanita, ayah, ibu, istri (janda), suami
(duda), saudara pria atau saudari wanita
seibu, dan saudara wanita kandung
(seayah).
b. Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan
pembagiannya, terdiri dari:
Anak pria dan keturunannya
- Anak wanita dan keturunannya (bila
bersama anak pria)
- Saudara pria bersama saudara wanita
(bila pewaris tidak memiliki keturunan
dan ayah)
- Kakek dan nenek
- Paman dan bibi (baik dari pihak ayah
maupun ibu, dan keturunannya)
c. Kelompok ahli waris pengganti di atur pada
Pasal 185 dalam hukum waris Islam KHI,
yang mana berbunyi: Ahli waris mengalami
peristiwa kematian lebih dahulu dari
pewaris nya, maka kedudukannya bisa
digantikan oleh:
- Anak dari ahli waris tersebut (kecuali
orang yang terhalang hukum sesuai
Pasal 173).
- Keturunan dari saudara pria/ wanita
sekandung
- Nenek dan kakek dari pihak ayah
- Nenek dan kakek dari pihak ibu
- Bibi dan paman beserta keturunannya,
dari pihak ayah (bila tidak ada nenek
dan kakek dari pihak ayah).

12 Bagaimana besaran

4
pembagian waris Ahli Waris Besaran Keterangan
menurut Islam? bagian
1 anak ½ Seorang diri
wanita
2 atau lebih 2/3 Bersama-
anak wanita sama
Anak wanita 2:1 2 untuk pria,
bersamaan dan 1 untuk
dengan anak wanita
laki-laki
Ayah 1/3 atau 1/6 Bila tidak
keturunan/
bila ada
keturunan
Ibu 1/6 atau 1/3 Bila ada
keturunan
atau saudara
dengan
jumlah 2 atau
lebih / bila
tidak ada
keduanya
Ibu 1/3 Sisa dari
duda atau
janda bila
bersama
dengan ayah
Duda 1/2 atau 1/4 Bila tidak ada
keturunan/
bila ada
keturunan
Janda 1/4 atau 1/8 Bila tidak ada
keturunan/
bila ada
keturunan
Saudara Pria 1/6 atau 1/3 *tidak ada
dan keturunan
Perempuan dan ayah
Seibu Masing-
masing / bila
jumlah 2 atau
lebih
bersamaan
Saudara 1/2 atau 2/3 Bila sendiri /
Kandung bila jumlah 2
Seayah atau lebih
bersama-
sama
Saudara Pria 2 : 1 dengan
Seayah Saudara
Perempuan
Ahli Waris Tidak
Pengganti melebihi
Dari ahli
waris yang
digantikan

13 Waris Beda agama? Pembagian warisan menurut hukum perdata


(KUH Perdata) tidak diatur mengenai
5
pewarisan beda agama atau larangan bagi ahli
waris yang mewarisi harta peninggalan si
pewaris apabila di antara pewaris dan ahli
waris berbeda agama.
Berdasarkan hukum waris perdata apabila
timbul sengketa waris dapat diselesaikan di
lingkungan Pengadilan Negeri.
Hal tersebut beda dengan pengaturan
perwarisan dalam hukum Islam. Jika dilihat dari
hadist maka ada larangan untuk saling
mewarisi jika pewaris dan ahli waris berbeda
agama. Hadist Rasulullah SAW yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang
berbunyi: “Tidaklah berhak seorang muslim
mewarisi harta orang kafir, dan tidak berhak
pula orang kafir mewarisi harta seorang
muslim.”
Dalam KHI, hingga saat ini juga tidak terdapat
pasal yang secara spesifik melarang pewarisan
bagi pewaris dan ahli waris yang memiliki
perbedaan agama. Di dalam Pasal 173 KHI
hanya menyebutkan dua hal yang menjadi
penyebab seseorang tidak dapat mewarisi
harta peninggalan milik pewaris, yaitu
seseorang yang telah terbukti dipersalahkan
membunuh dan memfitnah pewaris.
Meskipun dalam KHI tidak diatur secara rinci
mengenai larangan beda agama dalam hal
pewarisan, tetapi jika dilihat dalam
pembahasan di atas antara pewaris dan ahli
waris harus beragama yang sama, yaitu Islam.
Namun, Mahkamah Agung telah mengeluarkan
suatu yurisprudensi untuk mengatur mengenai
ahli waris nonmuslim yaitu dalam Putusan
Kasasi Mahkamah Agung Nomor
51/K/AG/1999 dan Nomor 16/K/AG/2010, yang
menegaskan bahwa ahli waris beda agama
tetap memperoleh harta waris dengan melalui
wasiat wajibah dengan perolehan hak waris
ahli waris beda agama bagiannya tidak lebih
dari 1/3 harta warisan. Sehingga dalam hukum
Islam, ahli waris nonmuslim yang berbeda
agama dengan pewaris yang beragama Islam
tetap mendapatkan haknya sebagai ahli waris
melalui wasiat wajibah.

Hukum Waris yang Berlaku Jika Pewaris dan


Ahli Waris Beda Agama merujuk pada
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 172
K/Sip/1974, apabila terjadi sengketa waris,
maka hukum waris yang digunakan adalah
hukum pewaris.
14 Bagaimana pengurusan Berdasarkan ketentuan Pasal 476 KUH
harta peninggalan Perdata, Apabila seseorang meninggalkan
orang hilang? tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk
mewakili urusan-urusannya, dan telah lampau
5 tahun sejak kepergiannya atau sejak
diperoleh berita terakhir yang membuktikan
bahwa ia masih hidup, sedangkan dalam 5
tahun itu tak pernah ada tanda-tanda tentang
hidupnya atau matinya, maka orang yang
dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan
pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan
izin Pengadilan Negeri di tempat tinggal yang

6
ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk
menghadap pengadilan itu dengan panggilan
umum yang berlaku selama jangka waktu tiga
bulan atau lebih dengan 3 kali panggilan.
Kemudian berdasarkan Pasal 468 KUH
Perdat,a jika orang tersebut atau orang lain
yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya
orang itu tidak datang menghadap, maka
Pengadilan Negeri boleh menyatakan adanya
dugaan hukum bahwa orang itu telah
meninggal terhitung sejak hari ia meninggalkan
tempat tinggalnya atau sejak hari berita terakhir
mengenai hidupnya.
Setelah adanya pernyataan dari Pengadilan
Negeri, orang-orang yang diduga menjadi ahli
waris dari orang yang diduga telah meninggal
tersebut berhak atas harta peninggalannya. Hal
ini sebagaimana diatur dalam Pasal 472 KUH
Perdata.
Merujuk ketentuan Pasal 481 jo. Pasal 484
KUH Perdata, terhadap barang-barang dari
orang yang diduga telah meninggal tersebut
yang akan dibagikan kepada ahli waris dugaan
tersebut tidak boleh dipindahtangankan
sebelum lewat waktu 30 tahun setelah hari
kematian dugaan, kecuali jika ada alasan
penting, dan dengan izin Pengadilan Negeri.

15 Bagaimana pengaturan KUH Perdata tidak mengatur secara khusus


bagi anak angkat? hak waris anak angkat, tetapi ia berhak
mendapatkan bagian melalui hibah wasiat.
KUH Perdata hanya mengatur pengakuan
terhadap anak luar kawin. Belanda pernah
mengaturnya dalam Staatsblad No. 129 Tahun
1917 yang berlaku untuk golongan Tionghoa.
Berdasarkan Pasal 875 KUH Perdata,
seseorang berhak membuat wasiat atau
testamen berisi pernyataan tentang apa yang
dikehendakinya setelah ia meninggal dunia,
termasuk kehendaknya mengenai harta.
Dengan pijakan ini, orang tua angkat bisa
membuat wasiat yang memberikan bagian
kepada anak angkat, tetapi pernyataan itu
harus memperhatikan legitime portie ahli waris.
Menurut waris Islam, anak angkat tidak
termasuk dalam kelompok ahli waris yang
berhak mendapatkan waris, yaitu (i) ashhabul
furudl; (ii) ahsabah nasabiyah; (iii) dzawurradi;
(iv) dzawul arham; (v) radd kepada salah
seorang suami-isteri; (vi) ‘ashib sababi; dan
(vii) baitulmal.
Hal ini karena anak angkat tak punya
hubungan darah dengan pewaris dan tidak ada
pula hubungan perkawinan. Menurut Abdul
Manan, dalam bukunya ‘Aneka Masalah
Hukum Perdata Islam di Indonesia’ (2006:
219), anak angkat dimasukkan ke dalam
kategori pihak di luar ahli waris yang dapat
menerima harta peninggalan pewaris
berdasarkan wasiat wajibah. Pasal 209 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam memuat normanya:
“Terhadap anak angkat yang tidak menerima
wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyak
1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya”.

7
Negara mengakui hukum adat, termasuk dalam
pengangkatan anak. Hal ini sebagaimana
Pasal 39 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014, yang
menyebutkan pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan dilakukan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pengaturan pewarisan terhadap anak angkat di


dalam masyarakat adat di Indonesia berbeda-
beda tergantung masing-masing adat. Ada
masyarakat adat yang menganggap dan
memperlakukan anak angkat sebagai anak
yang lahir dari orang tua angkatnya sehingga
diperlakukan sama dengan anak kandung. Ada
juga yang sebaliknya.

Mahkamah Agung pernah memutuskan bahwa


menurut hukum adat yang berlaku, seorang
anak angkat berhak mewarisi harta gono gini
orang tua sehingga ia menutup hak waris para
saudara kandung orang tua angkatnya
(putusan MA No. 102 K/Sip/1972 tanggal 23
Juli 1973). Putusan MA No. 1278 K/Sip/1977
memuat putusan mengenai waris anak angkat
di Sulawesi Utara. Mahkamah Agung
berpendapat sumaji kepada orang tua tidak
dapat dipakai sebagai patokan dasar untuk
menentukan dapat tidaknya seorang ahli waris
mewarisi harta-harta peninggalan dari
pewarisnya. Putusan MA No. 182 K/Sip/1959
mengandung kaidah hukum anak angkat
berhak mewarisi harta peninggalan orang tua
angkat yang bukan merupakan harta yang
diwarisi oleh orang tua angkatnya.

Namun, dalam putusan mengenai adat


Pasundan, Mahkamah Agung pernah
memutuskan anak kukut atau anak angkat
tidak berhak mewaris barang-barang pusaka,
barang ini kembali kepada waris keturunan
darah (putusan MA No. 82 K/Sip/1953).
Putusan MA mengenai anak angkat di adat
Jawa Tengah menganut kaidah hukum bahwa
anak angkat hanya diperkenankan mewarisi
harta gono gini dari orang tua angkatnya,
sedangkan anak angkat tidak berhak mewarisi
barang pusaka (No. 37 K/Sip/1959).

16 Ada lah Yurisprudensi Beberapa Yurisprudensi yang dapat dijadikan


seputar hukum waris? rujukan terkait masalah waris dan kaitannya
dengan gugatan keperdataan.
1. Putusan MA-RI Nomor 179 K/SIP/1961
tanggal23 Oktober 1961
Dalam perkara Langtewas dkk melawan
Benih Ginting terkaitdengan sengketa
kewarisan dalam adat Karo yang sangat
kuat menganut pahampatrilineal (garis
keturunan Ayah), Mahkamah Agung
menyatakan bahwa:
Mahkamah Agung atas rasa peri
kemanusiaan dan keadilan umum serta atas

8
hakikat persamaan hak antara wanita dan
priamenganggap sebagai hukum yang
hidup di seluruh Indonesia, jadi juga di
Tanah Karo bahwa seorang anak
perempuan harus dianggap sebagai ahli
waris dan berhak menerima bagian dari
harta warisan orang tuanya.

2. Putusan MA-RI No.439.K/Sip/1968, tanggal


8 Januari 1969
Tentang tuntutan pengembalian barang
harta warisan dari tangan pihak ketiga
kepada para ahli waris yang berhak, tidak
perlu diajukan oleh semua ahli waris.

3. Putusan MA-RI Nomor 415 K/SIP/1970


tanggal 16 Juni 1971
Dalam perkara Usman dkk melawan Marah
Iman Nasution dkk menyatakan bahwa:
Hukum Adat di daerah Tapanuli kini telah
berkembang ke arah pemberian hak yang
sama kepada anak perempuan danlaki-laki.

4. Putusan MA-RI Nomor 4766 K/Pdt/1998


tanggal 16 November 1999, Mahkamah
Agung kembali menggariskan kaidah hukum
bahwa:
Perempuan di Bali berhak atas harta
peninggalan dari pewaris walaupun sistem
pewarisan di Bali sendiri menganut sistem
pewarisan mayorat laki-laki.

5. Putusan MA-RI No. 350 K/AG/1994 tanggal


28 Mei 1997.
Bahwa dalam pembagian waris menurut
hukum Islam maka harta warisan tersebut
harus dibagi diantara para ahli warisnya
denganperbandingan 2 bagian bagi anak
laki-laki dan satu bagian bagi anak
perempuan.

6. Putusan MA-RI Nomor: 681K/SIP/1975


Karena sengketa adalah harta serekat
gono-gini penggugat dengan mendiang
suaminya (ayah tergugat maka ia sebagai
istri mendapat 1/2 bagian ditambah satu
bagian anak, menjadi 1/2 + 1/4 = 3/4
bagian; sedang tergugat sebagai anak,
mendapat 1/4 bagian.

7. Putusan MA-RI Nomor: 1194K/SIP/1975


Hukum adat: hak atas warisan tidak hilang
akibat lampaunya waktu saja

8. Putusan MA-RI No.161.K/Sip/1959, tanggal


20 Juni 1959
Gugatan yang diajukan oleh sebagian ahli
warisnya terhadap seseorang yang dengan
melawan hukum menduduki tanah warisan,
tidak dapat ditahan oleh ahli waris lainnya.

9. Putusan MA-RI No.332.K/Sip/1971, tanggal


10 Juli 1971
9
Dalam hal perkara sebelum diputuskan,
Tergugat meninggal, haruslah ditentukan
lebih dulu siapa-siapa yang menjadi ahli
warisnya dan terhadap siapa selanjutnya
gugatan itu diteruskan, karena bila tidak
putusannya tidak dapat dilaksanakan (vide :
Putusan MA-Ri No. 459.K/Sip/1973, tanggal
29 Desember 1975.

10. Putusan MA-RI No.429.K/Sip/1971, tanggal


10 Juli 1971
Dalam hal pada waktu perkara disidangkan
Tergugat ternyata telah meninggal, apabila
Penggugat tidak berkeberatan perkara
dapat diteruskan oleh ahli waris Tergugat;
Karena i.e. dari Berita Acara persidangan
Pengadilan Negeri tidak ternyata bahwa
pihak Penggugat berkeberatan perkara
diteruskan oleh ahli waris Tergugat, putusan
Pengadilan Tinggi yang menyatakan
gugatan tidak dapat diterima atas
pertimbangan bahwa seharusnya gugatan
diperbaiki dulu dengan menunjukkan
gugatan kepada ahli waris; Harus
dibatalkan dan diperintahkan agar
Pengadilan Tinggi memeriksa kembali dan
selanjutnya memutus pokok perkaranya.

11. Putusan MA-RI No.431.K/Sip/1973, tanggal


9 Mei 1974
Dengan meninggalnya Penggugat asli dan
tidak adanya persetujuan dari semua ahli
warisnya untuk melanjutkan gugatan
semula, gugatan harus dinyatakan gugur.

12. Putusan MA-RI No.64.K/Sip/1974, tanggal 1


Mei 1975
Walaupun tidak semua ahli waris turut
menggugat, tidaklah menjadikan batalnya
atau tidak sahnya Surat Gugatan itu, sebab
sebagai ternyata dalam Surat Gugatan para
Penggugat/Terbanding semata-mata
menuntut haknya; dan tidak ternyata ada
intervensi dari ahli waris lainnya, lagi pula
para Penggugat Terbanding tidaklah minta
untuk ditetapkan sebagai satu-satunya ahli
waris dari alm. Haji Bustami, Bahwa Hakim
pertama telah menjadikan isteri ke II dari
Tergugat sebagai pihak III dalam perkara
ini, dengan tiada lawan.

13. Putusan MA-RI No.516.K/Sip/1973, tanggal


25 Nopember 1975
Pertimbangan bahwa gugatan tidak dapat
diterima karena hanya seorang ahli waris
yang menggugat, tidak dapat dibenarkan,
karena menurut Yurisprudensi Mahkamah
Agung: tidak diharuskan semua ahli waris
menggugat

14. Putusan MA-RI No.2438.K/Sip/1980


Gugatan harus dinyatakan tidak dapat
diterima, karena tidak semua ahli waris turut
sebagai pihak (Tergugat) dalam perkara.
10
15. Putusan MA-RI No.546.K/Pdt/1984, tanggal
31 Agustus 1985
Gugatan tidak dapat diterima karena dalam
perkara ini Pengadilan seharusnya
menggugat semua ahli waris almarhum,
bukan hanya isterinya.

16. Putusan MA-RI No.443.K/Pdt/1984, tanggal


26 September 1985
Karena rumah yang digugat merupakan
harta bersama (gono-gini), isteri Tergugat
harus juga digugat.

17. Putusan MA-RI No.1078.K/Sip/1972,


tanggal 11 Nopember 1975
Kekurangan formal pihak-pihak. Bahwa
Tergugat II Pembanding mendalilkan bahwa
tanah sengketa telah dijual kepadanya oleh
Paultje Pinontoan dan ia minta agar Saartje
dan Paultje Pinontoan juga dipanggil dalam
perkara ini; Bahwa seharusnya Paultje
Pinontoan itu diikut sertakan dalam perkara,
sebagai pihak yang telah menjual tanah
tersebut perkara, sebagai pihak yang telah
menjual tanah tersebut kepada Tergugat-
Terbanding dan Saartje Pinontoan berhak
penuh atas warisan yang belum dibagi itu;
Bahwa berdasarkan kekurangan formil ini
gugatan Penggugat-Terbanding harus
dinyatakan tidak diterima.

18. Putusan MA-RI No.23.K/Sip/1973, tanggal


30 Oktober 1975
Gugatan yang diajukan oleh Penggugat
sendiri (sebagai ahli waris) dapat diterima
karena ahli waris lain-lainnya dari almarhum
Ny. Tjoe Eng Nio telah menyatakan
menolak bagiannya dari harta peninggalan
pewaris.

19. Putusan MA-RI No.459.K/Sip/1973, tanggal


29 Desember 1975
Karena Tergugat I telah meninggal dunia
sebelum perkara diputus oleh Pengadilan
Negeri adalah tidak tepat jika nama
Tergugat I masih saja dicantumkan dalam
putusan Pengadilan Negeri, karena
seandainya Penggugat menginginkan
Tergugat; diikutsertakan sebagai pihak
dalam perkara ini, yang harus digugat
adalah ahli warisnya.

20. Putusan MA-RI No.177.K/Sip/1976, tanggal


26 Oktober 1976
Di dalam amar putusan orang-orang yang
tidak merupakan pihak dalam perkara, tidak
dapat dinyatakan sebagai Ahli waris.

21. Putusan MA-RI Nomor Register: 1278 K /

11
Sip / 1977 Tanggal 3 Maret 1981
KAIDAH HUKUM: Karena almarhum G,
Mawengkang dan isterinya semasa
hidupnya tidak pernah mencabut
pengangkatan anaknya atas para
penggugat, mereka berhak tetap tidak
miwarisi, sedang hal Sumaji kepada orang
tua tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk
menentukan dapat tidaknya seorang ahli
waris menerima warisan.

22. Putusan MA-RI Nomor Register: 853 K / Sip


/ 1978 Tanggal 29 April 1981
KAIDAH HUKUM: Menurut hukum adat
dalam hal keahlian warisan dimungkinkan
penggantian tempat.

23. Putusan MA-RI Nomor Register: 2438 K /


Sip / 1980 Tanggal 23 Maret 1982
KAIDAH HUKUM: Gugatan harus dinatakan
tidak dapat diterima, karena tidak semua
ahli waris turut sebagai pihak dalam
perkara.

24. Putusan MA-RI Nomor Register: 284 K / Sip


/ 1982 Tanggal 19 Juli 1983
KAIDAH HUKUM: Menurut hukum adat,
meskipun seorang istri nusyud (ingkar atau
lari dari suami) tidaklah hilang haknya untuk
mendapat bagiannya dari barang gono gini
(harta seharekat) yang diperolehnya
semasa perkawinan.

25. Putusan MA-RI Nomor Register: 410 K / Pdt


/ 1995 Tanggal 26 Agustus 1996
KAIDAH HUKUM: Warisan yang berasal
dari harta gono gini haruslah dibagi secara
adil kepada semua ahli warisnya:

26. Putusan MA-RI Nomor Register: 1686 K /


Pdt / 1995 Tanggal 29 Juli 1996
KAIDAH HUKUM: Menurut hukum adat
Minangkabau yang bersifat Matrelineal,
suami tidak berhak atas harta bawaan
isterinya, karena harta sengketa terbukti
sebagai harta bawaan almarhumah
Musalmah Ahmad isteri Penggugat,
sehingga Penggugat tidak berhak atas harta
bawaan isterinya sehingga gugatan
Penggugat harus ditolak.

27. Putusan MA-RI Nomor Register: 1005 K /


Sip / 1979 Tanggal 16 Juli 1980
KAIDAH HUKUM: Dalam hal hibah wasiat
selama pemberi wasiat masih hidup
penerima wasiat belum menjadi pemilik
barang yang bersangkutan, sehingga belum
berhak menjualnya.

28. Putusan MA-RI Nomor Register: 1002 K /


Sip / 1976 Tanggal 13 April 1978
KAIDAH HUKUM: Harta gono – gini yang
telah dibagi antara Pak dan Mbok Kartodirjo

12
setelah mereka kawin kembali tetap
merupakan harta gono – gini dan bukan
harta gawan yang biasanya kembali kepada
keluarganya masing –masing pihak oleh
karena itu setelah Pak Karto meninggal,
Mbok Karto sebagai janda dan Sugeng
sebagai anak angkat berhak mewarisi harta
gono – gini;

29. Putusan MA-RI Nomor Register: 562 K / Sip


/ 1979 Tanggal 19 Mei 1981
KAIDAH HUKUM: Hibah dari suami kepada
isteri mengenai barang asal tidak dapat
disahkan karena ahli waris suami tersebut
menjadi kehilangan hak warisnya.

30. Putusan MA-RI Nomor Register: 3574 K /


Pdt / 2000 Tanggal 5 September 2002
KAIDAH HUKUM: – Tanggung jawab ahli
waris terhadap hutang SIPEWARIS hanya
terbatas pada jumlah atau nilai harta
peninggalan (Kompilasi Hukum Islam Pasal
175 ayat (2)). Terhadap harta bawaan dari
isteri tidak dapat disita sebagai jaminan atas
hutang almarhum suaminya sebab bukan
merupakan harta peninggalan almarhum
suaminya.

31. Putusan MA-RI Nomor Register: 829 K / Pdt


/ 1991 Tanggal 10 Desember 1993
KAIDAH HUKUM: – Judex factie telah salah
menerapkan hukum dengan pertimbangan
bahwa dalam gugatannya para penggugat
asal menggugat harta peninggalan orang
tua para penggugat yang diserahkan
penguasaannya kepada tergugat asal dan
harta tersebut merupakan harta
peninggalan almarhum yang belum dibagi
waris. Bahwa karena gugatan itu mengenai
harta peninggalan yang belum dibagi waris,
maka seluruh ahli waris dari almarhum Iman
Ashari harus diikutsertakan dalam gugatan
baik sebagai Penggugat ataupun ikut
Tergugat, sehingga sesuai dengan eksepsi
Tergugat yang menyatakan para pihak
dalam gugatan Penggugat asal tersebut
tidak lengkap, maka gugatan para
Penggugat asal harus dinyatakan tidak
dapat diterima;

32. Putusan MA-RI Nomor Register: 546 K / Pdt


/ 1984 Tanggal 31 Agustus 1985
KAIDAH HUKUM: Gugatan tidak dapat
diterima karena dalam perkara ini
Penggugat seharusnya menggugat semua
ahli waris almarhum, bukan hanya isterinya;

33. Putusan MA-RI Nomor Register: 2916 K /


Pdt / 1984 Tanggal 30 Juli 1986
KAIDAH HUKUM: Berdasarkan surat bukti,
Penggugat – asal bersama anaknya diberi
hak untuk menempati rumah sengketa
selama Penggugat – asal masih berstatus

13
janda dan hak tersebut tetap melekat pada
Penggugat – asal, meskipun rumah
sengketa masih berstatus beli angsur.

34. Putusan MA-RI Nomor Register: 546 K / Pdt


/ 1984 Tanggal 31 Agustus 1985
KAIDAH HUKUM: Gugatan tidak dapat diterima
karena dalam perkara ini Penggugat
seharusnya menggugat semua ahli waris
almarhum, bukan hanya isterinya.

14
Q N A PERKAWINAN & PERCERAIAN
No Permasalahan Tanggapan Atas Ket
Permasalahan
1. Apakah yang dimaksud dengan Perkawinan di Indonesia di
perkawinan? atur berdasarkan UU Nomor
Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang telah diubah
berdasarkan UU Nomor 16
Tahun 2019 Tentang
Perubahan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974
(Selanjutnya disebut dengan
UU Perkawinan).

Pekawinan menurut Pasal 1


UU Perkawinan adalah ikatan
lahir bathin antara seorang pria
dengan Wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Selanjutnya, disebutkan di
dalam penjelasan Pasal 1 UU
Perkawinan:
Sebagai Negara yang
berdasarkan Pancasila dimana
sila yang pertamanya ialah
Ketuhanan Yang Maha Esa,
maka perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali
dengan agama/ kerohanian
sehingga perkawinan bukan
hanya mempunyai unsur
lahir/jasmani, tetapi unsur
bathin/rohani juga mempunyai
peran yang penting.
Membentuk keluarga yang
Bahagia rapat hubungannya
dengan keturunan, yang pula
merupakan tujuan perkawinan,
pemeliharaan, dan Pendidikan
menjadi hak dan kewajiban
orang tua.
Dari pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa
perkawinan berdasarkan UU
Perkawinan bukan hanya
kebutuhan lahiriah (jasmani),
namun juga kebutuhan rohani
(bathin) dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, maksudnya
mengakomodir masing-
masing hukum agama dan
kepercayaan.

Perkawinan Menurut
Kompilasi Hukum Islam
Perkawinan menurut Hukum
Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalizhan untuk
mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan
ibadah, dengan rujuan
mewujudkan rumah tangga
tang Sakinah, mawaddah, dan
rahmah.

2. Bagaimana syarat -syarat Selanjutnya berdasarkan Pasal


perkawinan? 6 sampai dengan 12 UU
Perkawinan, syarat sahnya
perkawinan harus:
a. Didasarkan pada
persetujuan bebas antara
calon suami dan calon
isteri, berarti tidak ada
paksanaan dalam
perkawinan;
b. Pada asasnya perkawinan
itu adalah satu suami dan
sebaliknya , kecuali
mendapat dispensasi oleh
Pengadilan Agama dengan
syarat-syarat yang berat
untuk boleh beristeri lebih
dari satu dan harus ada izin
dari isteri pertama, adanya
kepastian dari pihak suami
bahwa mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-
anakserta jaminan bahwa
suami akan berlaku adil,
terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
c. Pria harus berumur 19
tahun dan wanita 16 tahun.
d. Harus mendapat izin
masing-masing dari kedua
orang tua mereka, kecuali
dalam hal-hal tertentu dan
ca
3. Bagaimana syarat sah nya Pasal 2 ayat UU Perkawinan
perkawinan? Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing
agamanya dan
kepercayaannya itu
selanjutnyan dicatat menurut
peraturan perundang-
undangan.

Menurut Kompilasi Hukum


Islam syarat sahnya
perkawinan diatur dalam Pasal
5 ayat (1) yang berbunyi, “agar
terjamin ketertiban perkawinan
bagi masyarakat Islam setiap
perkawinan harus dicatat
4. Apakah perkawinan menjadi Pada dasarnya pencatatan
tidak sah dengan tidak yang dilakukan atas suatu
dicatatakannya perkawinan? perkawinan tidak menjadi
syarat sah suatu perkawinan,
sehingga dengan tidak
dicatatkan perkawinan tidak
mempengaruhi keabsahan
perkawinan.

Putusan Mahkamah (MK) No


mor: 46/PUU-VIII/2010
yang mengatakan bahwa
pencatatan perkawinan bukan
faktor yang menentukan
sahnya perkawinan. Adapun
materi pokok dalam putusan
tersebut berisi pembahasan
untuk membuktikan bahwa
Pasal 43 ayat (1) UU
Perkawinan mengenai
hubungan perdata anak di luar
perkawinan bertentangan
dengan UUD 1945 sepanjang
diartikan menghilangkan
hubungan perdata dengan laki-
laki, yaitu dalam hal ini
seorang ayah. Selanjutnya,
dalam Putusan MK tersebut
dikatakan juga bahwa
pencatatan hanya menjadi
kewajiban administratif yang
membuktikan terjadinya
perkawinan berdasarkan
peraturan perundang-
undangan. Terlebih lagi,
putusan tersebut menegaskan
bahwa makna pentingnya
kewajiban administratif yang
dimaksud adalah agar negara
dapat memberikan
perlindungan, pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan
Hak Asasi Manusia yang
bersangkutan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang
demokratis.

5. Bagaimana dengan hukum Pada dasarnya hukum


perkawinan beda agama di perkawinan di Indonesia tidak
Indonesia? mengatur secara khusus
mengenai perkawinan
pasangan beda agama,
sehingga ada kekosongan
hukum terkait perkawinan
beda agama di Indonesia.
Memperhatikan syarat sah
perkawinan di dalam UU
Perkawinan, UU Perkawinan
menyerahkan kepada hukum
masing-masing agama dan
kepecayaan termasuk sebagai
syarat sahnya perkawinan.

Hukum Nikah Beda Agama


dalam Islam
Majelis Agama Tingkat Pusat
atau yang biasa dikenal
dengan (“MATP”) juga telah
mengatur mengenai
pernikahan beda agama ini.

Di Islam sendiri, MUI sebagai


instansi tertinggi dalam
menentukan keputusannya
mengenai nikah beda agama
menurut Islam, telah
sepakatmenyatakan dan
memberikan fatwa jika
pernikahan beda agamayang
dilakukan dalam agama Islam
haram hukumnya dan
membuat akad nikah dari
pernikahan tersebut tidak sah
secara agama.
Akan tetapi pada praktiknya
memang masih dapat terjadi
adanya pernikahan beda
agama di Indonesia. Guru
Besar Hukum Perdata
Universitas Indonesia Prof.
Wahyono Darmabrata,
menjabarkan ada 4 cara
popular yang ditempuh
pasangan beda agama agar
pernikahannya dapat
dilangsungkan. Menurut
Wahyono, 4 cara tersebut
adalah:
1. Meminta penetapan
pengadilan;
2. Perkawinan dilakukan
menurut masing-masing
agama;
3. Penundukan sementera
pada salah satu hukum
agama; dan
4. Menikah di luar negeri.

Adapun Yurisprudensi
Mahkamah Agung yaitu
Putusan MA No. 1400
K/PDT/.1986. Putusan MA
tersebut menyatakan bahwa
kantor catatn sipil saat itu
diperkenankan untuk
melangsungkan perkawinan
beda agama. Kasus ini
bermula dari perkawinan
perempuan beragama Islam
dengan pasangannya
beragama Kristen Protestan.
Dalam putusannya, MA
menyatakan bahwa dengan
pengajuan pernikahan di
catatan sipil telah memilih
perkawinannya tidak
dilangsungkan menurut agama
Islam. Dengan demikian,
pemohon sudah tidak lagi
menghiraukan status
agamanya (Islam), maka
kantor catatan sipil harus
melangsungkan dan
mencatatkan perkawinan
tersebut sebagai dampak
pernikahan beda agama yang
dilangsungkan.
Maka, berdasarkan putusan
MA tersebut perkawinan beda
agama dapat dicatatkan pada
catatan sipil sepanjang salah
satu calon menundukan diri
dan melangsungkan
pernikahan tidak secara Islam.
6. Apakah kawin kontrak sah Dalam salah satu artikel
secara hukum? hukumonline.com berjudul
Kawin Kontrak: Antara Agama,
hukum dan realita, Hakim
Agung Rifyal Ka’bah
menyatakan bahwa secara
prinisip perkawinan adalah
kontrak. Namun, perkawinan
bukan kontrak semata.
Perkawinan adalah kontrak
suci karena berjanji di depan
wali, saksi, dan juga di depan
Allah. Sehingga, berdasarkan
hal tersebut tidak dibenarkan
seorang suami menikahi
istrinya untuk diceraikan
begitupula sebaliknya.
Dalam praktiknya, kawin
kontrak biasanya dilakukan di
bawah tangan atau tidak
dicatatkan oleh pejabat
pencatat perkawinan dari
Kantor Urusan Agama (KUA)
atau Kantor Catatan Sipil
(KCS) sebagaimana
diwajibkan Pasal 2 ayat (2) UU
Perkawinan. Jika ini yang
terjadi, maka Pihak
Perempuan (istri) dan anaknya
dirugikan karena hak-hak
mereka tidak diketahui oleh
hukum. Misalnya: hak atas
nafkah dari suami dan hak
mewaris.
7. Berapa usia seseorang Berdasarkan Pasal 7 ayat (1)
diperbolehkan atau siap UU Perkawinan, hanya
menikah dalam prespektif diizinkan apabila pria dan
Hukum di Indonesia? wanita sudah mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun.
(Pasal 7 ayat (1) UU
Perkawinan)

Bagaimana bila terjadi


perkawinan di bawah umur yang UU Perkawinan pada dasarnya
telah ditentukan di dalam memberikan batasan umur
Undang-undang Perkawinan? untuk dapat melangsungkan
perkawinan. Namun masih
terdapat dispensasi atas hal
tersebut
Syarat-syarat Perkawinan
untuk di bawah umur yang
ditentukan oleh Undang-
undang pada pokoknya
sebagaimana Pasal 6 UU
Perkawinan, namun dalam hal
terjadi penyimpangan terhadap
ketentuan umur, orang tua
pihak pria dan/atau orang tua
pihak Wanita dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan
dengan alasan sangat
mendesak disertai bukti-bukti
pendukung yang cukup dan
tentunya sesuai dengan
agama dan kepercayaan calon
mempelai.

8. Bagaimana perkawinan Yang dimaksud dengan


campuran/ beda warga negara? perkawinan campuran
sebagaimana diatur di dalam
Pasal 57 UU Perkawinan
adalah perkawinan antara dua
orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan salah satu
pihak berkewarganegaraan
Indonesia.

Bahwa perkawinan campuran


yang dilangsungkan di
Indonesia yang dilakukan di
Indonesia, dilakukan menurut
hukum di Indonesia dan tidak
dapat dilangsungkan sebelum
terbukti syarat-syarat yang
ditentukan di dalam UU
Perkawinan telah dilaksanakan
oleh kedua belah pihak.

Risiko Perkawinan Campuran:


Pasl 26 ayat (1) UU Nomor 12
Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik
Indonesia menyatakan:
Perempuan warga Indonesia
yang kawin dengan laki-laki
warga negara asing
kehilangan kewarganegaraan
Republik Indonesia jika
menurut hukum negara asal
suaminya, kewarganegaraann
istri mengikuti warga negara
suami sebagai akibat
perkawinan.

Jika perempuan ingin tetap


mempertahankan status warga
negara Indonesia, dapat
mengajukan surat pernyataan
mengenai keinginannya
kepada pejabat atau
perwakilan Republik Indonesia
yang wilayahnya meliputi
tempat tinggal perempuan atau
laki-laki tersebut, kecuali
pengajuan tersebut
mengakibatkan
kewarganegaraab ganda.

9. Apa yang dimaksud pembatalan Pembatalan perkawinan ialah


perkawinan? tindakan Pengadilan yang
berupa putusan yang
menyatakan perkawinan yang
dilakukan itu dinyatakan tidak
sah (no legal force
ordercleckared void), sehingga
perkawinan tersebut dianggap
tidak pernah ada (never
existed)
Sehingga pengertian
pembatalan perkawinan dapat
disimpulkan:
- Bahwa perkawinan
dianggap tidak sah (no legal
force);
- Dengan sendirinya
dianggap tidak pernah ada
(never existed);
- Laki-laki dan perempuan
yang dibatalkan
perkawinannya dianggap
tidak pernah kawin.
Dengan demikian, pembatalan
perkawinan berbeda dengan
pencegahan perkawinan dan
perceraian. Pencegahan
perkawinan merupakan
tindakan agar perkawinan
tidak terlaksana (perkawinan
belum terjadi). Perceraian
merupakan pembubaran
perkawinan yang sah dan
telah ada (perkawinan sudah
terjadi), baik atas persetujuan
bersama atau atas permintaan
salah satu pihak. Sedang
kekurangan yang menyangkut
persyaratan yang ditentukan
oleh aturan perundang-
undangan.
Dengan kata lain, perkawinan
tersebut mengandung cacat
formil dan materiil, sehingga
karenanya perkawinan
tersebut dapat dibatalkan.
Alasan-alasan pembatalan
perkawinan di dalam UU
Perkawinan, secara limitatif
diatur dalam Pasal 22 sampai
28 dan Pasal 37 dan 38 PP
Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan UU No 1 Tahun
1974
10. Apakah yang dimaksud Perceraian menurut Subekti
Perceraian? adalah “Penghapusan
perkawinan dengan putusan
hakim atau tuntutan salah satu
pihak dalam perkawinan itu”
Jadi pengertian perceraian
menurut Subekti adalah
penghapusan perkawinan baik
dengan putusan hakim atau
tuntutan suami atau istri.
Dengan adanya, perceraian,
maka perkawinan antara
suami dan istri. Dengan
adanya perceraian, maka
perkawinan antara suami dan
istri menjadi hapus. Namun,
Subekti tidak menyatakan
pengertian perceraian sebagai
penghapusan perkawinan ini
dengan kematian atau yang
lazim disebut dengan istilah
“cerai mati”

Berdasarkan UU Perkawinan,
suami istri dimungkinkan untuk
melakukan gugatan
perceraian. Walaupun
demikian, ada pembeda antara
penganut agama Islam dan di
luar Islam dalam soal
perceraian ini.
11. Apakah akibat hukum Akibat hukum perceraian
perceraian? dalam hal tanggung jawab
orangtua yang telah bercerai
berdasarkan UU Perkawinan
yaitu terhadap pemeliharaan
anak, terhadap harta bersama
dan terhadap nafkah/biaya
isteri dan anak. Tanggung
jawab orangtua yang telah
bercerai terhadap nafkah/
biaya isteri dan anak.
Tanggung jawab orang tua
yang telah bercerai terhadap
nafkah anak di bawah umur
maka terhadap anak yang
belum mumayyiz (berusia 12
tahun) berhak mendapat
hadhanah dari ibunya, kecuali
bila ibunya meninggal dunia,
maka kedudukannya
digantikan oleh wanita-wanita
dalam garis lurus ke atas dari
ibu, wanitawanita dalam garis
lurus ke atas dari ayah,
saudara perempuan dari anak
yang bersangkutan, wanita-
wanita kerabat sedarah
menurut garis samping dari
ibu., kemudian untuk anak
yang sudah mumayyiz (berusia
12 tahun) berhak memilih
untuk mendapatkan hadhanah
dari ayah atau ibunya
selanjutnya apabila pemegang
hadhanah ternyata tidak dapat
menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak,
meskipun biaya nafkah dan
hadhanah telah dicukupi, maka
atas permintaan kerabat yang
bersangkutan pengadilan
dapat memindahkan hak
hadhanah kepada kerabat lain
yang mempunyai hak
hadhanah pula serta semua
biaya hadhanah dan nafkah
anak menjadi tanggungan
ayah menurut kemampuannya,
sekurang-kurangnya sampai
anak tersebut dewasa dan
dapat mengurus diri sendiri (21
tahun).
FREQUENTLY ASKED QUESTIONS
PERMASALAHAN UTANG PIUTANG
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No. Pertanyaan Jawaban Keterangan


1 2 3 4
1. Apa yang dimaksud dengan 1. Utang adalah bentuk
utang dan piutang? kredit atau pinjaman, baik
tunai maupun surat
berharga guna memenuhi
kebutuhan. Pinjaman
atau utang wajib untuk
dikembalikan dalam
jangka waktu yang telah
disepakati dengan
besaran tergantung dari
masing-masing
kebutuhan individu atau
perusahaan.
2. Piutang adalah
pemberian kredit atau
pinjaman, baik secara
tunai dan nontunai
kepada individu maupun
perusahaan. Umumnya
piutang terjadi karena
seseorang tidak bisa
melunasi transaksi tepat
waktu. Dalam artian lain,
piutang adalah sebutan
bagi uang yang anda
pinjamkan kepada orang
lain.
2. Apa dasar hukum utang dan Utang piutang dalam
piutang? KUHPerdata dikenal dengan
perjanjian pinjam meminjam
sebagai diatur Bab XIII
KUHPerdata, dimana pihak
pertama menyerahkan
sejumlah barang kepada
pihak kedua dengan syarat
bahwa pihak kedua itu akan
mengembalikan barang
sejenis kepada pihak
pertama dalam jumlah dan
keadaan yang sama.
3. Bolehkah polisi melakukan 1. Perjanjian utang piutang
penagihan utang dalam dalam KUH Perdata tidak

1
suatu perjanjian hutang diatur secara tegas dan
piutang? terperinci. Namun,
peraturan mengenai utang
piutang tersirat dalam
Pasal 1754 KUH Perdata
yang menyatakan bahwa
dalam perjanjian
pinjaman, pihak yang
meminjam harus
mengembalikan dengan
bentuk dan kualitas yang
sama.
2. Kesepakatan antara
peminjam dan pemberi
pinjaman dalam perjanjian
utang piutang melahirkan
hubungan keperdataan
yang menjadi undang-
undang bagi para pihak.
Hal ini sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal
1338 KUH Perdata yang
menerangkan bahwa
semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang
bagi mereka yang
membuatnya.
Sehubungan dengan itu,
kesepakatan mengenai
hak dan kewajiban para
pihak yang tertuang
dalam perjanjian utang
piutang tersebut harus
dilaksanakan dengan
iktikad baik. Kemudian,
apabila tidak ada
kesepakatan rinci dalam
bentuk tertulis, KUH
Perdata merupakan
aturan dasar yang harus
dipatuhi para pihak;
3. Berpedoman pada KUH
Perdata, setiap
penafsiran, tindakan,
maupun penyelesaian
sengketa yang muncul
harus merujuk pada
perjanjian utang piutang

2
dan KUH Perdata. Tidak
terkecuali dalam
menentukan suatu pihak
yang berada dalam
keadaan wanprestasi.
4. Ahli hukum perdata pada
umumnya
mengkategorikan
wanprestasi ke dalam
empat keadaan, yakni:
a. Sama sekali tidak
memenuhi.
b. Tidak tunai memenuhi
prestasi.
c. Terlambat memenuhi
prestasi.
d. Keliru memenuhi
prestasi.
5. Peminjam atau pihak
yang berutang dapat
dikatakan berada dalam
keadaan ingkar janji /
wanprestasi apabila telah
menerima teguran atau
somasi untuk memenuhi
kewajibannya dalam
melunasi utang.
6. Adapun hasil akhir dari
tidak ditindaklanjuti
teguran atau somasi
terhadap keadaan
wanprestasi ini adalah
pengajuan gugatan
terhadap pihak yang
berutang ke Pengadilan.
Pengadilan akan
melakukan pemeriksaan
di persidangan
berdasarkan sejumlah
bukti yang menyatakan
bahwa pihak yang
berutang benar-benar lalai
memenuhi prestasinya.
7. Saat dinyatakan lalai,
pengadilan akan
mewajibkan pihak yang
lalai untuk segera
memenuhi prestasinya.
Kemudian, pengadilan

3
juga dapat menyita
sejumlah harta benda
milik pihak yang berutang.
8. Dalam konteks ini,
kekuatan eksekutorial
dimiliki oleh kreditur atau
pihak pemberi utang.
Secara hukum, kreditur
berhak meminta bantuan
pengadilan untuk
mengeksekusi barang si
pihak yang berutang.
9. Dalam rangka memelihara
kehidupan bernegara dan
bermasyarakat,
Kepolisian Negara
Republik Indonesia
dilarang menjadi penagih
piutang atau menjadi
pelindung orang yang
mempunyai utang, hal ini
sebagaimana diatur
dalam Pasal 5 Peraturan
Pemerintah RI Nomor 2
Tahun 2003 tentang
Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian
Negara Republik
Indonesia.
10. Mempedomani ketentuan
Pasal 5 PP No. 2 Tahun
2003 tersebut, maka
secara hukum pihak
Kepolisian dilarang untuk
melakukan penagih
hutang dan/atau menjadi
pelindung orang yang
mempunyai utang, dalam
hal subjek hukum hendak
menagih hutang
seseorang dapat
menggunakan jalur
hukum dengan
menggunakan jasa
advokat.
4. Apakah debt collector 1. Mengenai debt collector
dalam melakukan yang mengancam akan
penagihan utang dapat melakukan penyitaan,
mengambil barang milik anda sebaiknya tidak

4
debitur secara paksa? gentar dengan ancaman
seperti itu. Hal ini
mengingat debt collector
yang mendapat kuasa
dari kreditur untuk
menagih utang tidak boleh
menyita paksa barang-
barang milik debitur.
Sebab, pada prinsipnya,
penyitaan barang-barang
milik debitur yang
wanprestasi hanya bisa
dilakukan atas dasar
putusan pengadilan.
2. Perbuatan debt collector
yang melakukan
penyitaan atau mengambil
secara paksa barang-
barang milik debitur
secara melawan hukum
dapat dikategorikan
perbuatan sebagaimana
diatur dalam Pasal 362
Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”)
dan apabila perbuatan
tersebut dilakukan dengan
kekerasan dan ancaman
kekerasan, maka dapat
dikategorikan perbuatan
sebagaimana diatur
dalam Pasal 365 ayat (1)
KUHP yang mengatur
sebagai berikut:
Pasal 362 KUHP:
“Barang siapa
mengambil barang
sesuatu, yang
seluruhnya atau
sebagian kepunyaan
orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki
secara melawan
hukum, diancam
karena pencurian,
dengan pidana
penjara paling lama
lima tahun atau
pidana denda paling

5
banyak sembilan
ratus rupiah”
Pasal 365 ayat (1) KUHP:
“Diancam dengan
pidana penjara paling
lama sembilan tahun
pencurian yang
didahului, disertai
atau diikuti dengan
kekerasan atau
ancaman kekerasan,
terhadap orang
dengan maksud untuk
mempersiapkan atau
mempermudah
pencurian, atau dalam
hal tertangkap
tangan, untuk
memungkinkan
melarikan diri sendiri
atau peserta lainnya,
atau untuk tetap
menguasai barang
yang dicuri.”
3. Secara eksplisit tidak
terdapat regulasi yang
mengatur tentang kode
etik penagihan debt
collector, namun terdapat
ketentuan yang mengatur
mengenai etika penagihan
sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
14/17/DASP tanggal 7
Juni 2012 perubahan atas
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
11/10/DASP perihal
Penyelenggaraan
Kegiatan Alat
Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu
sebagai berikut:
Tenaga penagihan dalam
melaksanakan penagihan
mematuhi pokok-pokok
etika penagihan sebagai
berikut:

6
a. menggunakan kartu
identitas resmi yang
dikeluarkan Penerbit
Kartu Kredit, yang
dilengkapi dengan foto
diri yang bersangkutan;
b. penagihan dilarang
dilakukan dengan
menggunakan cara
ancaman, kekerasan
dan/atau tindakan yang
bersifat
mempermalukan
Pemegang Kartu Kredit;
c. penagihan dilarang
dilakukan dengan
menggunakan tekanan
secara fisik maupun
verbal;
d. penagihan dilarang
dilakukan kepada pihak
selain Pemegang Kartu
Kredit; penagihan
menggunakan sarana
komunikasi dilarang
dilakukan secara terus
menerus yang bersifat
mengganggu;
e. penagihan hanya dapat
dilakukan di tempat
alamat penagihan atau
domisili Pemegang
Kartu Kredit;
f. penagihan hanya dapat
dilakukan pada pukul
08.00 sampai dengan
pukul 20.00 wilayah
waktu alamat
Pemegang Kartu Kredit;
dan
g. penagihan di luar
tempat dan/atau waktu
sebagaimana dimaksud
pada huruf f) dan huruf
g) hanya dapat
dilakukan atas dasar
persetujuan dan/atau
perjanjian dengan
Pemegang Kartu Kredit

7
terlebih dahulu.
5. Apakah perbuatan 1. Pasal 19 ayat (2)
wanprestasi atas Undang-Undang Nomor
pelaksanaan perjanjian 39 Tahun 1999 tentang
utang piutang dapat dijatuhi Hak Asasi Manusia (“UU
hukum pidana? HAM”), mengatur:
“Tidak seorangpun
atas putusan
pengadilan boleh
dipidana penjara
atau kurungan
berdasarkan atas
alasan
ketidakmampuan
untuk memenuhi
suatu kewajiban
dalam perjanjian
utang piutang”
2. Berpedoman pada
ketentuan Pasal 19 ayat
(2) UU HAM tersebut,
meskipun ada laporan
yang masuk ke pihak
kepolisian terkait
sengketa utang piutang,
pengadilan tidak boleh
memidanakan seseorang
karena
ketidakmampuannya
membayar utang;
3. Dalam prakteknya
terdapat beberapa
sengketa utang piutang
yang tidak dapat
diselesaikan secara
musyarawarah dan justru
malah dilaporkan ke
pihak kepolisian dengan
dugaan pelanggaran
Pasal 372 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana
(KUHP) tentang
Penggelapan dan Pasal
378 KUHP tentang
Penipuan.
4. Substansi dari tindak
pidana penggelapan dan
tindak pidana penipuan
adalah jelas berbeda dari

8
suatu perjanjian yang
merupakan perbuatan
hukum perdata. Untuk
dapat diproses secara
pidana, harus ada
perbuatan (actus reus)
dan niat jahat (mens rea)
dalam terpenuhinya
unsur-unsur dalam Pasal
372 KUHP dan Pasal 378
KUHP tersebut;
5. Terdapat pengecualian
yakni dalam hal
pembayaran utang
menggunakan cek
(cheque) yang kosong
atau tidak ada dananya.
Pasca dicabutnya
Undang-Undang Nomor
17 Tahun 1964 tentang
Larangan Penarikan Cek
Kosong melalui
Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-
Undang No. 1 Tahun
1971 tentang
Pencabutan Undang-
Undang No. 17 Tahun
1964 tentang Larangan
Penarikan Cek Kosong.
Pembayaran dengan cek
kosong langsung
direferensikan ke Pasal
378 KUHP tentang
Penipuan, yang telah
menjadi Yurisprudensi
Mahkamah Agung No
1036K/PID/1989 yang
berbunyi: “bahwa sejak
semula terdakwa telah
dengan sadar
mengetahui bahwa cek-
cek yang diberikan
kepada saksi korban
adalah tidak didukung
oleh dana atau dikenal
sebagai cek kosong,
sehingga dengan
demikian tuduhan

9
"penipuan" harus
dianggap terbukti.”
6. Bagaimana kedudukan 1. Undang-Undang No 1
utang dan harta bersama Tahun 1974 tentang
dalam poligami? Perkawinan (“UU
Perkawinan”) menganut
asas monogami, nyatanya
praktik poligami banyak
terjadi di Indonesia. UU
Perkawinan sendiri
menganut asas
monogami di mana
perkawinan dengan hanya
seorang suami dan
seorang istri. Hal yang
tersebut sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 ayat
(1) UU Perkawinan, yang
mengatur sebagai berikut:
Pasal 3 ayat (1) UU
Perkawinan:
“Pada azasnya dalam
suatu perkawinan
seorang pria hanya
boleh mempunyai
seorang istri. Seorang
wanita hanya boleh
mempunyai seorang
suami.”

2. Asas perkawinan
monogami yang dianut
dalam UU Perkawinan
tersebut dibolehkan untuk
disimpangi sepanjang
memenuhi ketentuan-
ketentuan yang
dipersyaratkan oleh
undang-undang.
sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 ayat (2) UU
Perkawinan, yang
mengatur sebagai berikut:
Pasal 3 ayat (2) UU
Perkawinan:
“Pengadilan dapat
memberi izin kepada
seorang suami untuk
beristri lebih dari

10
seorang apabila
dikehendaki oleh
pihak-pihak yang
bersangkutan.”
3. Asas perkawinan
monogami yang diperluas
tersebut diperjelas dalam
Angka 4 huruf c
Penjelasan Umum UU
Perkawinan yang
mengatur sebagai berikut:
“Undang-undang ini
menganut asas
monogami. Hanya
apabila dikehendaki
oleh yang
bersangkutan, karena
hukum dan agama
dari yang
bersangkutan
mengizinkannya,
seorang suami dapat
beristri lebih dari
seorang. Namun
demikian, perkawinan
seorang suami dengan
lebih dari seorang istri,
meskipun hal ini
dikehendaki oleh
pihak-pihak yang
bersangkutan, hanya
dapat dilakukan
apabila dipenuhi
berbagai persyaratan
tertentu dan
diputuskan oleh
Pengadilan.”
4. Asas perkawinan
monogami yang diperluas
tersebut juga ditegaskan
dalam Pasal 56 ayat (1)
Instruksi Presiden Nomor
1 Tahun 1991 tentang
Penyebarluasan
Kompilasi Hukum Islam
(KHI)
5. Apabila demikian
menimbulkan suatu
problematika hukum

11
berkaitan bagaimana
status utang dan harta
bersama saat suami
melakukan poligami? UU
Perkawinan mengatur
bahwa harta benda yang
diperoleh selama
perkawinan menjadi harta
bersama (Pasal 35 ayat 1
UU Perkawinan). Namun,
KHI memperjelas bahwa
adanya harta bersama
dalam perkawinan tidak
menutup kemungkinan
adanya harta milik
masing-masing suami
atau istri (Pasal 85 KHI);
6. Oleh karenanya,
pertanggungjawaban
terhadap utang suami
atau istri dibebankan pada
hartanya masing-masing
(Pasal 93 ayat 1 KHI).
Akan tetapi,
pertangungjawaban
terhadap utang yang
dilakukan untuk
kepentingan keluarga,
dibebankan kepada harta
bersama (Pasal 93 ayat
(2) KHI). Dalam hal harta
bersama tidak mencukupi,
maka kemudian
dibebankan kepada harta
suami (Pasal 93 ayat 3
KHI)), baru setelahnya
apabila masih tidak
mencukupi dibebankan
kepada harta istri (Pasal
93 ayat (4) KHI).
7. Terkait dengan poligami,
harta bersama dari
perkawinan seorang
suami yang mempunyai
istri lebih dari seorang,
masing-masing terpisah
dan berdiri sendiri (Pasal
94 ayat 1 KHI) yang
perhitungannya dimulai

12
pada saat
berlangsungnya akad
perkawinan yang kedua,
yang ketiga, atau yang
keempat (Pasal 94 ayat
(2) KHI).
8. Berdasarkan uraian di
atas, jika utang yang
dimaksud adalah utang
pribadi istri kedua, maka
pertanggungjawabannya
diambil dari harta benda
pribadi istri kedua dan
bukan harta bersama.
9. Akan tetapi, apabila utang
tersebut adalah utang
untuk kepentingan
keluarga, maka dapat
diambilkan dari harta
bersama. Akan tetapi, istri
kedua tidak memiliki
kesempatan hukum
apapun untuk menuntut
istri pertama
memanfaatkan harta
bersama dari perkawinan
dengan istri pertama
tersebut untuk
mempertanggungjawabka
n beban utang istri kedua
dan suaminya, karena
harta bersama antara
suami dan istri pertama
dengan harta bersama
suami dan istri kedua
adalah masing-masing
terpisah dan berdiri
sendiri.
7. Apakah perbuatan 1. Setiap orang yang
memviralkan utang di media memviralkan utang yang
sosial merupakan potensi mengandung kata-kata
pidana? berupa penghinaan yang
kategorinya cacian,
ejekan, dan/atau kata-
kata tidak pantas, dapat
dikategorikan melakukan
pelanggaran Pasal
pencemaran nama baik
(Ps.310 KUHP) dan

13
penghinaan ringan (Ps.
315 KUHP) , apabila
perbuatan memviralkan
utang tersebut dilakukan
melalui media sosial maka
perbuatan memviralkan
utang tersebut dapat
dikenakan pelanggaran
Pasal Pasal 27 ayat (3)
UU ITE;
2. Perbuatan memviralkan
suatu utang biasanya
bertujuan
mempermalukan si
pemilik utang. Hal ini
sekalipun ada perjanjian
dan persetujuan untuk
memviralkan utang lewat
aplikasi di media sosial,
hal tersebut bisa
menyebabkan batalnya
perjanjian.
3. Berpedoman pada Pasal
1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata), syarat
sahnya perjanjian yakni:
a. kesepakatan mereka
yang mengikatkan
dirinya;
b. kecakapan untuk
membuat suatu
perikatan;
c. suatu pokok persoalan
tertentu;
d. suatu sebab yang
tidak terlarang.
4. Patut diperhatikan, suatu
perjanjian yang dibuat
berdasarkan suatu sebab
terlarang, yakni dilarang
oleh undang-undang,
bertentangan dengan
kesusilaan atau ketertiban
umum, tidak mempunyai
kekuatan mengikat.
5. Subekti dalam bukunya
Hukum Perjanjian
menggolongkan “sebab

14
yang halal” sebagai syarat
objektif. Syarat ini
berkaitan dengan objek
perbuatan hukum yang
dilakukan. Apabila syarat
objektif tidak terpenuhi,
maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Dari
semula tidak pernah
dilahirkan suatu perjanjian
dan tidak pernah ada
suatu perikatan.
6. Sebagaimana telah
diterangkan sebelumnya,
secara umum,
pencemaran nama baik
merupakan suatu
perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang,
sehingga jika dikaitkan
dengan Pasal 1320, Pasal
1335, dan Pasal 1337
KUH Perdata, perjanjian
memviralkan utang dapat
dikatakan tidak memenuhi
syarat sah perjanjian
karena tidak memenuhi
“sebab yang halal”,
sehingga perjanjian
tersebut batal demi
hukum.
8. Apabila tidak ada perjanjian 1. Utang piutang sebagai
utang piutang secara suatu perjanjian tunduk
tertulis, dapatkah pihak pada syarat sah
lawan dituntut di sebagaimana ditentukan
pengadilan? Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu sepakat pihak yang
mengikatkan dirinya,
kecakapan untuk
membuat suatu
perikatan, terdapat suatu
hal tertentu, dan terdapat
suatu sebab yang halal.
2. Berdasarkan ketentuan
tersebut, tidak terdapat
syarat yang
mengharuskan suatu
perjanjian dibuat secara
tertulis. Dengan kata lain,

15
perjanjian yang dibuat
secara lisan juga
mengikat secara hukum
bagi para pihak yang
membuatnya.
3. Dalam proses
pembuktian suatu
perkara perdata,
lazimnya alat bukti yang
dipergunakan oleh pihak
yang mendalilkan
sesuatu
sebagaimana ditentukan
Pasal 164 HIR adalah
alat bukti surat, karena
dalam suatu hubungan
keperdataan, surat
sengaja dibuat dengan
maksud untuk
memudahkan proses
pembuktian, apabila di
kemudian hari terdapat
sengketa perdata antara
pihak-pihak yang terkait.
4. Namun demikian, dalam
hukum acara perdata
diatur 5 (lima) alat bukti
sebagaimana
ditentukan Pasal
1866 KUHPerdata dan
Pasal 164 HIR, yaitu
surat, saksi,
persangkaan, pengakuan
dan sumpah. Jadi apabila
seseorang ingin
menuntut pihak lain oleh
karena tidak membayar
hutang berdasarkan
perjanjian utang piutang
secara lisan ke
Pengadilan, maka orang
(Penggugat) tersebut
dapat mengajukan alat
bukti saksi yang dapat
menerangkan adanya
perjanjian utang-piutang
secara lisan tersebut
disertai alat bukti lain
yang mendukung adanya

16
perjanjian lisan tersebut,
misalnya bukti transfer
atau kuitansi bermeterai,
dan lain sebagainya.

17
Kategori Perseroan Terbatas

No Pertanyaan Jawaban Keterangan

1 2 3 4

1 Apakah yang dimaksud Berdasarkan Undang-Undang - UU PT


dengan Perseroan Republik Indonesia Nomor 40
Terbatas (“PT”)? Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (“UU PT”), bahwa yang
dimaksud adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham
dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang
ini serta peraturan
pelaksanaannya.

2 Organ-organ apa saja Organ Perseroan yang terdapat - UU PT


yang terdapat dalam dalam suatu PT berdasarkan UU
suatu PT? No 40/2007 terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham,
Direksi dan Dewan Komisaris.

3 Perseroan terdiri dari Perseroan terdiri dari: - UU PT


apa saja? a. Perseroan persekutuan
modal; dan
b. Perseroan perorangan

4 Apa saja syarat dalam Mengacu Peraturan Pemerintah - PP No 8 Tahun


mendirikan PT Nomor 8 Tahun 2021 tentang 2021
Perorangan? Modal Dasar Perseroan serta
Pendaftaran Pendirian,
Perubahan, dan Pembubaran
Perseroan Yang Memenuhi
Kriterian Untuk Usaha Mikro dan
Kecil (“PP No 8/2021”)
menentukan sebagai berikut:
1. PT Perorangan harus
didirkan oleh WNI;
2. WNI minimal usia 17 tahun
dan cakap hukum;

1
3. Jumlah pemegang saham
hanya satu orang;
4. Pendiri PT Perorangan hanya
dapat mendirikan PT
Perorangan sebanyak satu
kali dalam kurun waktu satu
tahun.
Pasal 32 ayat (1) UU
PT menyatakan bahwa “modal
dasar Perseroan paling sedikit
sebesar Rp. 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah).” Namun
dalam Pasal 109 angka 3
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(“UU CK”) yang mengubah pasal
32 ayat (2) UU PT, disebutkan
bahwa besaran modal dasar PT
ditentukan berdasarkan
keputusan pendiri PT. Modal
dasar tersebut harus ditempatkan
dan disetor minimal 25%, yang
dibuktikan dengan bukti
penyetoran yang sah. Bukti
penyetoran tersebut wajib
disampaikan secara elektronik
kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (“Menkumham”)
dalam waktu paling lama 60 hari
terhitung sejak tanggal pengisian
pernyataan pendirian untuk PT
Perorangan.

5 Bagaimana dan syarat Pasal 109 angka 2 UU CK yang - UU Cipta Kerja;


mendirikan PT mengubah Pasal 7 UU PT - UU PT
Persekutuan Modal? menentukan sebagai berikut:
1. PT didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan akta
notaris yang dimuat dalam
bahasa Indonesia;
2. Setiap pendiri PT wajib
mengambil bagian saham
pada saat PT didirikan;

2
3. PT memperoleh status badan
hukum setelah didaftarkan
kepada Menkumham dan
mendapatkan bukti
pendaftaran;
4. Setelah PT memperoleh
status badan hukum dan
pemegang saham menjadi
kurang dari 2 orang, dalam
jangka waktu paling lama 6
bulan terhitung sejak
keadaan tersebut, pemegang
saham yang bersangkutan
wajib mengalihkan sebagian
sahamnya kepada orang lain
atau PT mengeluarkan
saham baru kepada orang
lain.

6 Masyarakat apabila Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) - Permenkumham


ingin mengajukan Peraturan Menteri Hukum dan No 21 Tahun
permohonan Hak Asasi Manusia Republik 2021
pendaftaran pendirian, Indonesia Nomor 21 Tahun 2021
perubahan dan tentang Syarat dan Tata Cara
pembubaran perseroan Pendaftaran Pendirian,
diajukan kepada Perubahan, dan Pembubaran
siapa? Badan Hukum Perseroan
Terbatas (“Permenkumham No
21/2021”) mengatur permohonan
tersebut diajuka oleh pemohon
kepada Menteri Hukum dan HAM.

7 Apakah dapat Mengacu Pasal 17 ayat (2) - Permenkumham


dilakukan perubahan Permenkumham No 21/2021, No 21 Tahun
dari PT Perorangan syarat pendirian PT Persekutuan 2021
menjadi PT Modal dari PT Perseorangan
Persekutuan Modal? yang pertama adalah melakukan
perubahan status melalui akta
notaris. Akta notaris tersebut
memuat sebagai berikut:
a. Pernyataan pemegang
saham yang memuat
perubahan status PT
perorangan menjadi PT

3
persekutuan modal;
b. Perubahan anggaran dasar
dari semula pernyataan
pendirian dan/atau
pernyataan perubahan PT
perorangan menjadi
anggaran dasar PT, yang
meliputi:
1) Nama dan/atau tempat
kedudukan PT;
2) Maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha PT;
3) Jangka waktu berdirinya
PT;
4) Besarnya modal dasar;
5) Modal ditempatkan dan
disetor; dan
6) Status PT tertutup atau
terbuka
c. Data Perseroan yang
meliputi:
1) Perubahan susunan
pemegang saham karena
pengalihan saham
dan/atau perubahan
jumlah kepemilikan
saham yang dimiliki;
2) Perubahan susunan
nama dan jabatan
anggota direksi dan/atau
dewan komisaris;
3) Penggabungan,
pengambilalihan, dan
pemisahan yang tidak
disertai perubahan
anggaran dasar;
4) Pembubaran PT;
5) Berakhirnya status badan
hukum PT;
6) Perubahan nama
pemegang saham karena

4
pemegang saham ganti
nama; dan
7) Perubahan alamat
lengkap PT.

8 Perseroan dapat Pasal 142 ayat (1) UU PT - UU PT


dibubarkan oleh mengatur pembubaran perseroan
karena? terjadi:
1. Berdasarkan keputusan
RUPS;
2. Karena jangka waktu
berdirinya yang ditetapkan
dalam anggaran dasar telah
berakhir;
3. Berdasarkan penetapan
pengadilan;
4. Dengan dicabutkan kepailitan
berdasarkan putusan
pengadilan niaga yang telah
mempunyai kekuatan hukum
tetap, harta pailiti Perseroan
tidak cukup untuk membayar
biaya kepailitan;
5. Karena harta pailit Perseroan
yang telah dinyatakan pailit
berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana
diatur dalam undang-undang
tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang; atau
6. Karena dicabutnya izin usaha
Perseroan sehingga
mewajibkan Perseroan
melakukan likuidiasi sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

9 Pihak mana saja yang Pasal 146 ayat (1) UU PT telah - UU PT


dapat mengajukan mengatur pengadilan negeri
permohonan dapat membubarkan Perseroan
pembubaran atas:
Perseroan? a. Permohonan Kejaksaan
berdasarkan alasan

5
Perseroan melanggar
kepentingan umum atau
Perseroan melakukan
perbuatan yang melanggar
peraturan perundang-
undangan.
b. Permohonan pihak yang
berkepentingan berdasarkan
alasan adaya cacat hukum
dalam akta pendirian.
c. Permohonanan pemegang
saham, Direksi atau Dewan
Komisaris berdasarkan
alasan Perseroan tidak
mungkin untuk dilanjutkan.

10 Fiduciary duty Fiduciary duty diartikan oleh - UU PT


dihubungkan dengan Yahya Harahap sebagai “wajib
tugas dan tanggung dipercaya” yang berarti setiap
jawab Direksi? anggota Direksi maupun Dewan
Komisaris “dapat dipercaya”
(must always bonafide) serta
selamanya harus “jujur” (must
always be honest) dalam
menjalankan tugasnya (Direksi
melakukan pengurusan dan
Dewan Komisaris melakukan
pengawasan).
Pada umumnya, Fiduciary Duty
direksi dibagi menjadi 2
komponen yaitu:
1. Duty of care, direksi harus
bertindak dengan kehati-
hatian dalam membuat
segala keputusan dan
kebijakan perseroan.
2. Duty of loyality, direksi
bertanggung jawab untuk
selalu berpihak kepada
kepentingan-kepentingan
perusahaan yang
dipimpinnya dengan
bertindak untuk dan tujuan

6
perseroan serta dengan
mengutamakan kepentingan
perseroan di atas
kepentingan pribadi).
Dihubungan dengan tugas dan
tanggung jawab Direksi dan
Dewan Komisaris dari suatu PT
(Vide Pasal 92 jo Pasal 108 UU
PT) yang mengemban fiduciary
duties (Vide Pasal 97 UU
PT) memiliki kewajiban untuk
melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sebagaimana
diatur dalam UUPT dengan
sebaik-baiknya, jujur, dengan
itikad baik, dan demi kepentingan
PT sesuai dengan maksud dan
tujuan PT.

7
Nomor SOP SOP-AP/G.3/Gtn/

Tanggal Pembuatan April 2022

Tanggal Revisi

Tanggal Efektif
JAKSA AGUNG MUDA
PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Disahkan Oleh

FERI WIBISONO

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA ADMINISTRASI PELAYANAN HALO JPN
Nama SOP
JAMDATUN

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1. UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 1. Memahami tugas fungsi;
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 2. Memahami tata naskah dinas (klasifikasi surat, penggunaan cap
2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER– 006 /A /JA dan pendistribusian surat);
/07 /2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik 3. Memahami mengoperasikan komputer;
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 4. Memahami penggunaan aplikasi Halo JPN.
Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2021 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER–
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia;
3. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;
4. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2021 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum,
Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum
di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara;
5. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;

1
6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-
157/JA/12/2012 tentang Administrasi Perkara Perdata dan Tata
Usaha Negara;

Keterkaitan Peralatan/Perlengkapan
1. Komputer beserta printer dan tintanya,
1. SOP Teknis Penyusunan Jawaban pada Halo JPN
2. Jaringan Internet
3. Lembar disposisi,
4. Alat Tulis Kantor,
5. Buku register.

Peringatan Pencatatan/Pendataan

Apabila SOP ini tidak dilaksanakan maka akan menghambat sistem kerja 1. Manual
di Lingkungan JAMDATUN. 2. Elektronik

2
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Kasubdit Kasi Analisis JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
1. Pelaksana Adm  Komputer;  Print Out
membuka aplikasi  Jaringan Internet; 10 Menit pertanyaan
Halo JPN dan  Kertas; yang
menerima  Tinta; dimohonkan
permohonan  Printer; secara daring;
pertanyaan secara
daring.
2 JPN membuat  Print Out 24 Jam x 3  Print Out Memperhatik
telaahan beserta pertanyaan yang hari pertanyaan an SOP
jawaban atas dimohonkan yang Teknis
permohonan secara daring; dimohonkan Penyusunan
pertanyaan yang secara daring; Jawaban
disampaikan secara  Konsep pada Halo
daring. jawaban atas JPN
permohonan
pertanyaan
secara daring;
3. Kasi Analisis  Print Out 10 Menit  Print Out  Kasi
memberikan pertanyaan yang pertanyaan Analisis
pendapat atas dimohonkan yang (Subdit
telaahan beserta secara daring; dimohonkan Yankum
jawaban yang dibuat  Konsep jawaban secara daring; Tun atau
oleh JPN atas atas permohonan  Konsep Subdit THL
permohonan pertanyaan jawaban atas Yankum)
pertanyaan yang secara daring; permohonan berdasarka
disampaikan secara pertanyaan n objek
daring. secara daring; permasalah
an
4. Kasubdit* memeriksa  Print Out 10 Menit  Print Out  Kasubdit
konsep jawaban JPN pertanyaan yang pertanyaan (Subdit
atas permohonan dimohonkan yang Yankum
pertanyaan yang secara daring; dimohonkan Tun atau
disampaikan secara  Konsep jawaban secara daring; Subdit THL

3
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Kasubdit Kasi Analisis JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
daring. atas permohonan  Konsep Yankum)
pertanyaan jawaban atas berdasarka
secara permohonan n objek
daring;Nota pertanyaan permasalah
dinas; secara daring; an.
 Lembar
Disposisi
5. Pelaksana Adm  Konsep jawaban 10 Menit
mengupload jawaban atas permohonan
ke aplikasi Halo JPN. pertanyaan
secara daring;
 Lembar Disposisi

4
Nomor SOP SOP-AP/G.3/Gtn/

Tanggal Pembuatan April 2022

Tanggal Revisi

Tanggal Efektif
JAKSA AGUNG MUDA
PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Disahkan Oleh

FERI WIBISONO

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA ADMINISTRASI PELAYANAN HALO JPN
Nama SOP
PADA KEJAKSAAN TINGGI SE-INDONESIA

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1. UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 1. Memahami tugas fungsi;
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 2. Memahami tata naskah dinas (klasifikasi surat, penggunaan cap
2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER– 006 /A /JA dan pendistribusian surat);
/07 /2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik 3. Memahami mengoperasikan komputer;
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 4. Memahami penggunaan aplikasi Halo JPN.
Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2021 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER–
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia;
3. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;
4. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2021 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum,
Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum
di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara;
5. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;

1
6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-
157/JA/12/2012 tentang Administrasi Perkara Perdata dan Tata
Usaha Negara;

Keterkaitan Peralatan/Perlengkapan
1. Komputer beserta printer dan tintanya,
1. SOP Teknis Penyusunan Jawaban pada Halo JPN
2. Jaringan Internet
3. Lembar disposisi,
4. Alat Tulis Kantor,
5. Buku register.

Peringatan Pencatatan/Pendataan

Apabila SOP ini tidak dilaksanakan maka akan menghambat sistem kerja 1. Manual
di Lingkungan JAMDATUN. 2. Elektronik

2
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Asdatun Kasi JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
1. Pelaksana Adm  Komputer;  Print Out
membuka aplikasi  Jaringan Internet; 10 Menit pertanyaan
Halo JPN dan  Kertas; yang
menerima  Tinta; dimohonkan
permohonan  Printer; secara daring;
pertanyaan secara
daring.
2 JPN membuat  Print Out 24 Jam x 3  Print Out Memperhatik
telaahan beserta pertanyaan yang hari pertanyaan an SOP
jawaban atas dimohonkan yang Teknis
permohonan secara daring; dimohonkan Penyusunan
pertanyaan yang secara daring; Jawaban
disampaikan secara  Konsep pada Halo
daring. jawaban atas JPN
permohonan
pertanyaan
secara daring;
3. Kasi pada Bidang  Print Out 10 Menit  Print Out
Datun Kejati pertanyaan yang pertanyaan
memberikan dimohonkan yang
pendapat atas secara daring; dimohonkan
telaahan beserta  Konsep jawaban secara daring;
jawaban yang dibuat atas permohonan  Konsep
oleh JPN atas pertanyaan jawaban atas
permohonan secara daring; permohonan
pertanyaan yang pertanyaan
disampaikan secara secara daring;
daring.
4. Asdatun memeriksa  Print Out 10 Menit  Print Out
konsep jawaban JPN pertanyaan yang pertanyaan
atas permohonan dimohonkan yang
pertanyaan yang secara daring; dimohonkan
disampaikan secara  Konsep jawaban secara daring;

3
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Asdatun Kasi JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
daring. atas permohonan
pertanyaan  Konsep
secara jawaban atas
daring;Nota permohonan
dinas; pertanyaan
secara daring;
 Lembar
Disposisi
5. Pelaksana Adm  Konsep jawaban 10 Menit
mengupload jawaban atas permohonan
ke aplikasi Halo JPN. pertanyaan
secara daring;
 Lembar Disposisi

4
Nomor SOP SOP-AP/G.3/Gtn/

Tanggal Pembuatan April 2022

Tanggal Revisi

Tanggal Efektif
JAKSA AGUNG MUDA
PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Disahkan Oleh

FERI WIBISONO

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA ADMINISTRASI PELAYANAN HALO JPN
Nama SOP
PADA KEJAKSAAN NEGERI SE-INDONESIA

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1. UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 1. Memahami tugas fungsi;
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 2. Memahami tata naskah dinas (klasifikasi surat, penggunaan cap
2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER– 006 /A /JA dan pendistribusian surat);
/07 /2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik 3. Memahami mengoperasikan komputer;
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 4. Memahami penggunaan aplikasi Halo JPN.
Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2021 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER–
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia;
3. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;
4. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2021 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum,
Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum
di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara;
5. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;

1
6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-
157/JA/12/2012 tentang Administrasi Perkara Perdata dan Tata
Usaha Negara;

Keterkaitan Peralatan/Perlengkapan
1. Komputer beserta printer dan tintanya,
1. SOP Teknis Penyusunan Jawaban pada Halo JPN
2. Jaringan Internet
3. Lembar disposisi,
4. Alat Tulis Kantor,
5. Buku register.

Peringatan Pencatatan/Pendataan

Apabila SOP ini tidak dilaksanakan maka akan menghambat sistem kerja 1. Manual
di Lingkungan JAMDATUN. 2. Elektronik

2
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Kajari Kasi Datun JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
1. Pelaksana Adm  Komputer;  Print Out
membuka aplikasi  Jaringan Internet; 10 Menit pertanyaan
Halo JPN dan  Kertas; yang
menerima  Tinta; dimohonkan
permohonan  Printer; secara daring;
pertanyaan secara
daring.
2 JPN membuat  Print Out 24 Jam x 3  Print Out Memperhatik
telaahan beserta pertanyaan yang hari pertanyaan an SOP
jawaban atas dimohonkan yang Teknis
permohonan secara daring; dimohonkan Penyusunan
pertanyaan yang secara daring; Jawaban
disampaikan secara  Konsep pada Halo
daring. jawaban atas JPN
permohonan
pertanyaan
secara daring;
3. Kasi Datun  Print Out 10 Menit  Print Out
memberikan pertanyaan yang pertanyaan
pendapat atas dimohonkan yang
telaahan beserta secara daring; dimohonkan
jawaban yang dibuat  Konsep jawaban secara daring;
oleh JPN atas atas permohonan  Konsep
permohonan pertanyaan jawaban atas
pertanyaan yang secara daring; permohonan
disampaikan secara pertanyaan
daring. secara daring;
4. Kajari memeriksa  Print Out 10 Menit  Print Out
konsep jawaban JPN pertanyaan yang pertanyaan
atas permohonan dimohonkan yang
pertanyaan yang secara daring; dimohonkan
disampaikan secara  Konsep jawaban secara daring;
atas permohonan

3
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Kajari Kasi Datun JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
daring. pertanyaan  Konsep
secara jawaban atas
daring;Nota permohonan
dinas; pertanyaan
secara daring;
 Lembar
Disposisi
5. Pelaksana Adm  Konsep jawaban 10 Menit
mengupload jawaban atas permohonan
ke aplikasi Halo JPN. pertanyaan
secara daring;
 Lembar Disposisi

4
Nomor SOP SOP-AP/G.3/Gtn/

Tanggal Pembuatan April 2022

Tanggal Revisi

Tanggal Efektif
JAKSA AGUNG MUDA
PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Disahkan Oleh

FERI WIBISONO

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA


Nama SOP KE-WILAYAHAN HALO JPN

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1. UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 1. Memahami tugas fungsi;
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 2. Memahami tata naskah dinas (klasifikasi surat, penggunaan cap
2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER– 006 /A /JA dan pendistribusian surat);
/07 /2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik 3. Memahami mengoperasikan komputer;
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 4. Memahami penggunaan aplikasi Halo JPN.
Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2021 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER–
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia;
3. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;
4. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2021 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum,
Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum
di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara;
5. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;

1
6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-
157/JA/12/2012 tentang Administrasi Perkara Perdata dan Tata
Usaha Negara;

Keterkaitan Peralatan/Perlengkapan
1. Komputer beserta printer dan tintanya,
1. SOP Teknis Penyusunan Jawaban pada Halo JPN
2. Jaringan Internet
3. Lembar disposisi,
4. Alat Tulis Kantor,
5. Buku register.

Peringatan Pencatatan/Pendataan

Apabila SOP ini tidak dilaksanakan maka akan menghambat sistem kerja 1. Manual
di Lingkungan JAMDATUN. 2. Elektronik

2
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Asdatun Kasi JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
1. Pelaksana Adm  Komputer;  Laporan
menyampaikan  Jaringan Internet; 10 Menit jumlah
jumlah permohonan  Kertas; permohonan
pertanyaan yang  Tinta; pertanyaan
masuk secara daring  Printer; yang masuk
pada masing-masing secara daring
Kejari di wilayah pada masing-
Hukum Kejati. masing Kejari
di wilayah
Hukum Kejati.
2 Asdatun melakukan  Laporan jumlah 20 Menit  Laporan  Indikator
melakukan permohonan jumlah Distribusi
monitoring terhadap pertanyaan yang permohonan diserahkan
jumlah pertanyaan masuk secara pertanyaan kepada
pada tiap-tiap Kejari daring pada yang masuk Asdatun
dan jika terdapat masing-masing secara daring yang
penumpukan Kejari di wilayah pada masing- memahami
pertanyaan pada satu Hukum Kejati. masing Kejari Problematik
Kejari, Asdatun dapat di wilayah a pada
mendistribusikan Hukum Kejati. Kejari di
pertanyaan kepada  Lembar bawah
Kejari lain yang Disposisi atas wilayah
jumlah Pendistribusia hukum
pertanyaannya tidak n kepada Kejati.
banyak. Kejari yang  Pendistrubi
jumlah sian dapat
permohonan dilakukan
pertanyaan sepanjang
tidak pertanyaan
menumpuk yang
dimohonka
n tidak
menyangkut

3
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS Pelaksana
Asdatun Kasi JPN Kelengkapan Waktu Output
Adm.
masalah
kewilayahan

3. Pelaksana Adm  Laporan jumlah 15 Menit


melakukan permohonan
pendistribusian pertanyaan yang
masuk secara
daring pada
masing-masing
Kejari di wilayah
Hukum Kejati.
 Lembar Disposisi
atas
Pendistribusian
kepada Kejari
yang jumlah
permohonan
pertanyaan tidak
menumpuk

4
Nomor SOP SOP-AP/G.3/Gtn/

Tanggal Pembuatan April 2022

Tanggal Revisi

Tanggal Efektif
JAKSA AGUNG MUDA
PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Disahkan Oleh

FERI WIBISONO

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA SOP TEKNIS PENYUSUNAN JAWABAN JPN
Nama SOP
PADA HALO JPN

Dasar Hukum Kualifikasi Pelaksana


1. UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 1. Memahami tugas fungsi;
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 2. Memahami tata naskah dinas (klasifikasi surat, penggunaan cap
2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER– 006 /A /JA dan pendistribusian surat);
/07 /2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik 3. Memahami mengoperasikan komputer;
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan 4. Memahami penggunaan aplikasi Halo JPN.
Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2021 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER–
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia;
3. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;
4. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2021 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum,
Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum
di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara;
5. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar
Operasional Prosedur di Lingkungan Kejaksaan RI;

1
6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-
157/JA/12/2012 tentang Administrasi Perkara Perdata dan Tata
Usaha Negara;

Keterkaitan Peralatan/Perlengkapan
1. Komputer beserta printer dan tintanya,
1. SOP Adm Pelayanan Halo JPN
2. Jaringan Internet
3. Lembar disposisi,
4. Alat Tulis Kantor,
5. Buku register.

Peringatan Pencatatan/Pendataan

Apabila SOP ini tidak dilaksanakan maka akan menghambat sistem kerja 1. Manual
di Lingkungan JAMDATUN. 2. Elektronik

2
PELAKSANA BAKU MUTU Ket.
NO AKTIVITAS
JPN Kelengkapan Waktu Output
1. JPN menerima permohonan  Komputer;  Print Out
pertanyaan yang masuk  Jaringan Internet; 10 Menit Permohonan
secara daring.  Kertas; Pertanyaan
 Tinta; yang
 Printer; disampaikan
secara daring.

2. JPN melakukan pengecekan  Print Out Permohonan 20 Menit  Print Out


syarat formil yang diajukan Pertanyaan yang Permohonan
pemohon atas permohonan disampaikan secara Pertanyaan
pertanyaan yang masuk daring. yang
secara daring. disampaikan
secara daring.
3. JPN membuat telaahan atas  Print Out Permohonan 60 Menit  Print Out Perhatikan
pertanyaan yang dimohonkan Pertanyaan yang Permohonan SOP Adm
secara daring. disampaikan secara Pertanyaan Pelayanan
daring. yang Halo JPN
disampaikan
secara daring.

4. JPN menyusun Konsep  Print Out Permohonan 24 Jam x 3  Print Out


Jawaban atas Permohonan Pertanyaan yang hari Permohonan
Pertanyaan yang disampaikan disampaikan secara Pertanyaan
secara daring. daring. yang
disampaikan
secara daring.
 Konsep
Jawaban JPN
Permohonan
Pertanyaan
yang
disampaikan
secara daring.

3
4

Anda mungkin juga menyukai