Anda di halaman 1dari 21

EKSISTENSI KEBERADAAN

HAK PENGELOLAAN (HPL)


1. Pengertian Hak Pengelolaan (HPL)
Hak Pengelolaan tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak
atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan mempunyai kewenangan
menggunakan tanah untuk keperluan usahanya. Tujuan utama
pemberian hak pengelolaan tersebut adalah pemegang Hak Pengelolaan
diberi kewenangan untuk melakukan kegiatan yang merupakan
sebagian dari kewenangan Negara yang diatur dalam Pasal 2 UUPA.
Sehubungan dengan itu maka Hak Pengelolaan pada hakekatnya bukan
hak atas tanah melainkan merupakan hak menguasai Negara.
Hak Pengelolaan adalah Hak Menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegangnya (Pasal 1 PP No. 40 Tahun 1996), meliputi mengatur
peruntukan, penggunaan, persediaan, dan mengatur hubungan hukum.
2
2. Subjek dan Dasar Hukum Hak Pengelolaan (HPL)
1) Subyek Hak Pengelolaan untuk instansi pemerintah berdasarkan ketentuan
Pasal 67 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999, Hak Pengelolaan hanya dapat
diberikan kepada :
a) Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah;
b) Badan Hukum Milik Negara;
c) Badan Hukum Milik Daerah;
d) PT. Persero;
e) Badan Otorita;
f) Badan-badan hukum Pemerintah lainya yang ditunjuk Pemerintah.

2) Badan-badan hukum sebagaimana tersebut di atas dapat diberikan Hak


Pengelolaan sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan
dengan pengelolaan tanah.
3
2) Hak Pengelolaan Pelabuhan (PP.No.69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan);
3) Hak Pengelolaan Otorita (Keppres No. 41 Tahun 1973 tentang Daerah
Industri Pulau Batam jo. Keppres No. 94 Tahun 1998);
4) Hak Pengelolaan Perumnas (PP.No. 12 Tahun 1988 tentang Perum
Perumnas);
5) Hak Pengelolaan Pemda (Permendagri No.17 Tahun 2007 tentang Pedoman
teknis pengelolaan barang milik daerah);
6) Hak Pengelolaan Transmigrasi (UU No.15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian);
7) Hak Pengelolaan Instansi Pemerintah (Keppres No. 19 Tahun 1999 dan
Keppres No. 73 Tahun 1999 Perubahan atas Keppres No. 53 Tahun 85
tentang BPGS dan BPKK(HPL SEKNEG));
8) Hak Pengelolaan Perkeretapian (PP. No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan
Bentuk Perum Kereta Api menjadi Persero);
9) Hak Pengelolaan lainnya (PP. No.34 Tahun 1990 tentang Kawasan Berikat).
4
3. Konsep Hukum Hak Pengelolaan (HPL)
Ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPA menyebutkan bahwa hak
menguasai Negara dalam pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada
Daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Kemudian dalam penjelasan Umum angka 2, disebutkan bahwa atas
dasar Hak Menguasai Negara atas tanah tersebut Negara dapat
memberikan dalam suatu pengelolaan kepada badan-badan
pemerintah/pemerintah daerah, sekedar diperlukan untuk keperluan
usahanya dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,
menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Pendelegasian
Kewenangan inilah sebagai dasar dan landasan hukum lembaga Hak
Pengelolaan (HPL).
5
Pengelolaan atas tanah dimaksud menurut sifatnya merupakan
pelimpahan sebagian dari hak menguasai Negara atas tanah yang
diberikan kepada badan-badan pemerintah/Pemerintah daerah dengan
suatu Hak Pengelolaan. Selain mendukung pelaksanaan tugas fungsi atau
usahanya, dapat diberikan sebagian penggunaan dan pemanfaatannya
oleh pemegang haknya kepada pihak lain ataupun dikerja samakan
penggunaan dan pemanfaatannya dengan pihak lain.
Perkembangan Hak Pengelolaan khususnya Hak Pengelolaan
Pemerintah Daerah tidak terbatas pada perumahan tetapi berkembang ke
bidang lain (perdagangan, pelabuhan) sebagai akibat implementasi UU
No. 22 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, Hak
Pengelolaan dimohon atas tanah yang sudah merupakan asset kekayaan
Pemda untuk diubah menjadi kegiatan komersial, Hak Pengelolaan
digunakan sebagai suatu kebijakan agar asset Pemerintah tidak hilang. 6
4. Objek Hak Pengelolaan (HPL)
1) Tanah-tanah dikuasai berdasarkan Staatblad Tahun1991
No. 110 tentang pengusaan benda-benda tidak bergerak,
gedung-gedung dan lain-lain bangunan milik Negara.
2) Tanah-tanah dikuasai berdasarkan PP No. 8 Tahun 1953
Tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara.
3) Tanah-tanah yang dikuasai berdasarkan UU No. 86 Tahun1958
Tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda.
4) Pembelian tanah untuk pemerintah sebagai dimaksud Bijblad
No. 11372 jo. 12476.
5) Pembebasan tanah berdasarkan PMDN no. 15/1975 jo. PMDN
no. 2/1976.
7
6) Pengadaan Tanah untuk keperluan Proyek Pembangunan
berdasarkan PMNA No. 2 Tahun 1985.
7) Pengadaan Tanah Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2012.
8) Pencabutan Hak berdasarkan UU No. 20/1961.
9) Pelepasan Hak secara Cuma-Cuma oleh pemiliknya untuk
Pemerintah.
10) Penguasaan secara historis asset Pemerintah jajahan
Belanda/Jepang.
11) Penguasaan sejak dahulu dan tidak ada permasalahan atau
sengketa.
12) Tanah yang telah terdaftar sebagai asset an. Instansi
Pemerintah.
8
5. Syarat Permohonan Hak Pengelolaan (HPL)

1) Identitas Pemohon.
2) Keterangan mengenai Tanah
3) Status Tanah
4) Letak, luas, batas (Peta Bidang)
5) Bukti Pemilikan dan atau Bukti perolehan tanah:
a. Sertipikat
b. Penyerahan
c. Akta Pelepasan tanah bekas milik adat atau Bukti Perolehan lainnya.
6) Jenis Tanah.
7) Rencara penggunaan Tanah
8) Lain- lain
a. Keterangan diluar kawasan hutan dan Kesesuaian RTRW
b. Keterangan lain yang dianggap perlu, (PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999)
9
6. Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan (HPL)

1) Untuk mendapatkan hak-hak atas tanah atas tanah Hak


Pengelolaan, pemegang Hak Pengelolaan mengadakan
perjanjian dengan pemohon hak tersebut untuk memanfaatkan
atau menggunakan tanah yang dimohon untuk keperluan
usahanya, dapat diterbitkan :
a. Hak Milik (daerah transmigrasi);
b. Hak Guna Bangunan;
c. Hak Pakai.

10
2) Perjanjian antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak
ketiga memuat materi :
a. Identitas para pihak;
b. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud;
c. Jenis Penggunaan;
d. Jenis hak yang akan diberikan kepada pihak ketiga, jangka
waktu dan keuangannya dan kemungkinan untuk
memperpanjang atau memperbaharui hak tersebut;
e. Jenis bangunan-bangunan yang akan didirikan dan
ketentuan-ketentuan status bangunan setelah berakhirnya
Hak Atas Tanah yang diberikan.

11
3) Perjanjian antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak
ketiga, tunduk pada prinsip-prinsip umum hukum perjanjian
(Buku III KUHPerdata). Landasan asas kebebasan berkontrak
(Pasal 1338 ayat (1) jo Pasal 1319 KUHPerdata). Syarat-syarat
sahnya perjanjian, diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata
(Kesepakatan para pihak, kecakapan, objek tertentu dan Causa
yang halal), selain itu juga, asas konsesualisme, asas itikad baik,
asas berkekuatan mengikat dan asas Nemoplus Juris.
Pasal 1339 KUHPerdata menyebutkan “suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-
undang.
12
4) Perjanjian penggunaan tanah atas tanah Hak Pengelolaan sebelum
terbitnya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai didasari perjanjian
antara pemegang Hak Pengelolaan dengan lain (pihak ketiga).
Perjanjian penggunaan tanah terjadi (lahir) karena diperintahkan
oleh peraturan perundang-undangan hukum agraria dimana
perjanjian tersebut harus dibuat pada saat permohonan pemberian
pertama kali HGB atas tanah Hak Pengelolaan (PMNA/KBPN No.
9 Tahun 1999). Bahwa Perjanjian bukanlah sekedar perikatan lahir
karena adanya perjanjian/ Kesepakatan bersama semata antara
para pihak, namun merupakan perikatan yang lahir dan
diperintahkan oleh UUPA beserta peraturan pelaksanaannya, oleh
karena itu hubungan hukum para pihak dan akibat hukumnya juga
ditentukan/ diperintahkan oleh UU.
13
5) Penerima Hak Pengelolaan dapat menyerahkan penggunaan
tanah yang merupakan bagian-bagian Hak Pengelolaan ini
dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai berdasarkan
surat perjanjian penggunaan tanah yang telah memperoleh
persetujuan Kepala BPN RI, yang didalamnya tidak boleh
mengandung unsur-unsur yang merugikan para pihak
(sebagaimana tersebut dalam Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2012).

14
7. Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) atas Tanah
Hak Pengelolaan (HPL)
Dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1960 menyebutkan
“Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri” Hak Guna Bangunan adalah
salah satu Hak Atas Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA,
merupakan Hak Atas Tanah yang sifatnya primer baik atas tanah Hak Pe
maupun atas Tanah Negara.
Untuk mendapatkan hak-hak atas tanah (Hak Guna Bangunan), pemegang
Hak Pengelolaan mengadakan perjanjian dengan yang memohon Hak Guna
Bangunan tersebut untuk memanfaatkan dan atau menggunakan tanah diatas
Hak Pengelolaan untuk keperluan usahanya dalam bentuk Surat Perjanjian
Penggunaan Tanah (SPPT) dan atas dasar perjanjian dimaksud Sertipikat Hak
Guna Bangunan dapat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Setempat setelah
memenuhi syarat-syarat sesuai PNMA/ KBPN No. 9 Tahun 1999.
15
Pasal 22 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996 menyebutkan “Hak
Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan”, yaitu adalah
memberikan kewenangan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat
sebagai Pejabat yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional RI No. 1 Tahun 2011 jo Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2012.
Pasal 23 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996 menyebutkan “Hak
Guna Bangunan atas tana Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan
terjadi sejak didaftarkan oleh Kantor Pertanahan” diatur dalam PMNA/
KBPN No. 9 Tahun 1999 dan selanjutnya diatur dalam Pasal 9 ayat (1)b
PP No. 24 Tahun 1997 jo. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. 16
Syarat Pemberian Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolan atas
haknya adalah Perjanjian tertulis antara pemegang hak Pengelolaan dengan
pihak ke tiga yang memuat antara lain:
1. Identitas pihak-pihak yang bersangkutan;
2. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud
3. Jenis Penggunaannya;
4. Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada pihak
ketiga dan keterangan mengenai jangka waktu serta kemungkinan
perpanjangannya;
5. Jenis-jenis bangunan yang akan diberikan dan ketentuan mengenai
kepemilikan bangunan pada saat berakhirnya hak tanah yang diberikan.;
6. Jumlah uang dan syarat-syarat pembayarannya kepada pemegang Hak
Pengelolaan dan bukan kepada pemegang Hak Pengelolaan (BPHTB dan
Kas Negara/PNBP);
7. Persyaratan lain yang dipandang perlu.
17
8. Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas
Tanah Hak Pengelolaan (HPL)
Perpanjangan Hak Guna Bangunan dengan jangka waktu paling lama 20
Tahun (Pasal 35 ayat (2) UUPA. Perpanjangan jangka waktu hak tidak
menghentikan berlakunya hak yang bersangkutan, melainkan hak itu berlangsung
menyambung pada jangka waktu semula (Pasal 25 PP 40 tahun 1996), dan
selanjutnya dalam pasal 47 PP Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa
perpanjangan jangka waktu hak tidak mengakibatkan hak tersebut hapus atau
terputus, oleh karena itu penjelasan Pasal 47 PP No.24 Tahun 1997 disebutkan
bahwa perpanjangan jangka waktu hak tidak mengakibatkan hak tersebut hapus
atau terputus, oleh karena itu untuk pendaftarannya tidak dibuatkan buku tanah
dan sertifikat baru, selanjutnya Pasal 1 angka 9 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999
menyebutkan “Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya
sesuatu Hak Atas Tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberiaan hak
tersebut, yang permohonanya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya
Hak Atas Tanah yang bersangkutan berakhir”. 18
Oleh karena itu pengaturan perpanjangan Hak Atas Tanah
baik yang diatur dalam Pasal 27 PP 40 Tahun 1996 maupun
ketentuan pasal 41 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 yang pada
intinya mengatur permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan
agar diajukan selambat-lambatnya atau dalam tenggang waktu 2
(dua) tahun sebelum berakhir haknya dengan maksud agar
memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi Kepala Badan
Pertanahan Nasional atau pejabat yang berwenang sesuai
PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1999 untuk memproses Surat
Keputusan pemberian perpanjangan jangka waktu dari hak yang
bersangkutan, dan hal dimaksud telah dijelaskan dalam Surat Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor : 500-049 tanggal 6 Januari 2005.
19
Berkaitan dengan perpanjangan Hak Guna Bangunan
diatas Hak Pengelolaan sesuai dengan ketentuan pasal 26 ayat (2)
PP. 40 Tahun 1996, bahwa Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak
Pengelolaan diperpanjang atas permohonan Hak Guna Bangunan
setelah mendapatkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.
Apabila pemegang Hak Pengelolaan belum memberikan
persetujuan untuk perpanjangan Hak Guna Bangunannya berupa
surat rekomendasi/surat persetujuan, maka kantor pertanahan
setempat belum dapat mendaftarkan permohonan perpanjangan
Hak Guna Bangunannya.

20
9. Pembaharuan Hak Guna Bangunan (HGB) atas
Tanah Hak Pengelolaan (HPL)
Berkaitan dengan pembaharuan Hak Guna Bangunan atas tanah
Hak Pengelolaan. Bahwa Pasal 25 ayat (2) PP 40 Tahun 1996
menyebutkan “sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada
bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna
Bangunan diatas tanah yang sama”. Dalam kaitan hal ini bahwa apabila
pemberian hak pertama kali apakah selama jangka waktu 20 tahun atau
30 tahun telah berakhir dan juga perpanjangan haknya selama 20 tahun
maka kepada pemegang Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan
apabila masih memenuhi syarat-syarat dapat diberikan prioritas untuk
memperbaharui haknya setelah mendapatkan persetujuan dari
pemegang Hak Pengelolaan Pasal 26 ayat (2). 21

Anda mungkin juga menyukai